Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit merupakan institusi layanan kesehatan yang menyediakan

berbagai pelayanan kesehatan kepada semua orang (Zuhrotul & Satyabakti, 2017).

Pelayanan kesehatan yang disediakan diantaranya adalah pembedahan.

Pembedahan yang dilakukan di rumah sakit dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

profesional. Tindakan pembedahan ini memiliki risiko komplikasi walaupun

sudah dilakukan oleh tenaga yang professional (Akhiryani et al., 2020). Risiko

komplikasi yang sering ditimbulkan dan sangat mengganggu baik dari sisi pasien

maupun dokter dan rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan adalah risiko

terjadinya infeksi daerah operasi (IDO) (M. Alsen & Sihombing, 2018). Kejadian

IDO pasca layanan pembedahan di rumah sakit berdasarkan standar mutu layanan

rumah sakit adalah zero insident, namun pada kenyataan kejadian IDO pada pasca

layanan pembedahan masih kerap kali terjadi (Malone et al., 2019). Kejadain IDO

merupakan salah satu health care associated infections (HAIs) dengan prevalensi

tertinggi yang merupakan penyebab tertinggi terjadinya peningkatan lama rawat

inap, biaya pengobatan serta peningkatan morbiditas dan mortalitas di rumah sakit

(Manniën et al., 2018).

Prevalensi terjadinya IDO secara global sangat bervariasi. Prevalensi

kejadian IDO lebih banyak terjadi pada negara dengan pendapatan yang rendah

dibandingkan dengan pendapatan negara maju (Asia Pacific Society of Infection


Control, 2018). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa IDO

terjadi dua persen sampai 34% persen dari 27 juta pasien yang dilakukan tindakan

operasi setiap tahun (Asia Pacific Society of Infection Control, 2018). Dua puluh

lima persen dari seluruh HAIs di rumah sakit di seluruh dunia merupakan kejadian

IDO (Nur Rohima & Jaswadi, 2022). Kejadi IDO di Negara Amerika diperkirakan

sekitar 300.000 kasus tindakan operasi setiap tahun dan angka tersebut merupakan

17% dari seluruh kejadi HAIs (Zuhrotul & Satyabakti, 2017). Prevalensi kejadian

IDO di Indonesia sangat bervariasi di setiap rumah sakit. RSUP dr. Pringadi

Medan tahun 2006 (12%), RSUP dr. Sardjito tahun 2007 (5,9%), dan RSUP

Adam Malik (5,6%) (Nur Rohima & Jaswadi, 2022). Angka kejadian IDO di

Provinsi Bali dan Kabupatan di Bali belum ditemukan data tercatat secara pasti

dan sistematis (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2020).

Rumah Sakit Umum Bali Mandara merupakan rumah sakit dibawah

naungan pemerintah provinsi Bali. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum

dengan tipe B. Rumah Sakit ini menyediakan berbagai layanan kesehatan

termasuk diataranya adalah layanan pembedahan. Layanan pembedahan di RSUD

Bali Mandara dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah tersertifikasi dan

professional. Pelayanan bedah itu sendiri dilakukan di ruang operasi Instalasi

Bedah Sentral dan Anestesi (IBSA) dengan jumlah 6 buah ruang operasi. Data

catatan rekam medis RSUD Bali Mandara menunjukkan data bahwa tahun 2019

RSUD Bali Mandara melayani sebanyak 1.278 kasus pembedahan. Layanan

pembedahan pada tahun 2020 mengalami peningkatan yang cukup drastis

walaupun ditengah pandemi yaitu sebanyak 1.539 kasus dan pada tahun 2021
jumlah layanan pembedahan di ruang operasi IBSA kembali mencatat

peningkatan yaitu sebanyak 1.879 kasus (RSBM, 2020). Data rekam medis ini

menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan kegiatan pelayanan

pembedahan. Peningkatan pelayanan pembedahan di RSUD Bali Mandara

tentunya akan menimbulkan risiko tersendiri. Risiko yang yang kemungkinan

dialami oleh pasien adalah risiko terjadinya IDO. Kejadian IDO di RSUD Bali

Mandara tahun 2019 sebanyak ???????, tahun 2020 sebanyak???dan tahun 2021

sebanyak ?????. Data ini menampilkan bahwa kejadian IDO masih menjadi risiko

yang tidak dapat dihindari dalam layanan pasca pembedahan.

Kejadian IDO pada pasien pasca pembedahan menimbulkan dampak yang

cukup serius baik kepada pasien maupun kepada tenaga kesehatan dan rumah

sakit sebagai pemberi layanan kesehatan pembedahan (Gaynes et al., 2018).

Dampak yang paling dirasakan oleh pasien adalah peningkatan biaya rawat inap

sebagai akibat dari rawat inap yang lebih panjang karena kejadian IDO pasca

pembedahan (M. Alsen & Sihombing, 2018). Sebuah studi yang dilakukan di

Negara United Kingdom menyatakan bahwa pasien yang mengalami kejadian

IDO mengalami masa rawat inap yang lebih panjang yaitu rata-rata tujuh sampai

10 hari dari hari yang ditetapkan sehingga terjadi peningkatan biaya rawat inap

sekitar 20% (Malone et al., 2019). Kejadian IDO juga tidak hanya memberikan

dampak kepada pasien saja, namun juga dampak kepada rumah sakit. Studi

Negara United Kingdom juga mengungkapkan bahwa dampak yang ditimbulkan

bagi rumah sakit sebagai pemberi layanan pembedahan adalah peningkatan biaya

untuk penangananan kejadian IDO. Studi ini juga memberikan gambaran bahwa
rata-rata rumah sakit telah menghabiskan dana sekitar 1,8 juta dollar setiap tahun

untuk penanganan kejadian IDO (Malone et al., 2019). Dampak lain yang juga

kemungkinan akan dialami oleh pasien akibat kejadian IDO adalah tingginya

risiko kematian pada pasien pasca pembedahan. Sekitar 77% kematian pasca

pembedahan berhubungan erat dengan kejadian IDO pasca pembedahan (Bruce et

al., 2016).

Dampak yang ditimbulkan bagi pasien dan rumah sakit sebagai pemberi

pelayanan kesehatan oleh kejadian IDO ini sangat besar. Dampak yang begitu

besar ini membutuhkan suatu upaya penanganan berupa upaya pencegahan yang

diterapkan dari awal pasien diputuskan untuk menjalani pembedahan. Upaya

penanganan yang diterapkan di rumah sakit adalah program upaya pencegahan

dan pengendalian infeksi daerah operasi (PPI IDO) (Kementerian Kesehatan RI.,

2017). Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi daerah operasi dilakukan

melalui tiga tahapan yaitu pencegahan sebelum operasi (pra bedah), pencegahan

selama operasi (intra operasi) dan pencegahan infeksi sesudah operasi (post

operasi). Pencegahan dan pengendalian infeksi daerah operasi di rumah sakit

sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit juga untuk

melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya

infeksi. Risiko infeksi daerag operasi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat

dikendalikan tetapi juga dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang

sesuai dengan prosedur dan pedoman yang berlaku (Rismayanti & Hardisman,

2019). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kementaerian Kesehatan RI

bersama WHO ke berbagai rumah sakit di Propinsi/Kabupaten/Kota disimpulkan


bahwa program pencegahan dan pengendalian infeksi daerah operasi selama ini

belum berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan (Rismayanti &

Hardisman, 2019). Hasil penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di

Indonesia pada tahun 2019 mengungkapkan hasil bahwa kegiatan pelaksanaan

terkait program PPI belum berjalan optimal dan belum sesuai dengan peraturan

yang berlaku yaitu Permenkes no 27 tahun 2017 (Rismayanti & Hardisman,

2019).

Studi pendahuluan yang dilakukan selama tiga hari pada tanggal 30

Januari 2022 sampai tanggal 2 Februari 2022 dengan teknik studi dokumentasi

pada rekam medis RSUD Bali Mandara didapatkan suatu data yaitu dari 10 rekam

medis pasien yang menjalani operasi ditemukan tujuh rekam medis surveilans PPI

yang tidak lengkap, dan tiga rekam medis yang lengkap dan terisi lengkap. Studi

pendahulu ini juga dilakukan dengan teknik observasi di IBSA. Hasil yang

ditemukan dari hasil observasi adalah ditemukan adalah dari lima pasien

semuanya belum dimandikan sebelum dilakukan operasi.

Melihat uraian diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan PPI IDO sangatlah

penting dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko IDO pada pasien pasca

operasi. Selama ini penelitian tentang program PPI sudah banyak dilakukan,

namun belum ada penelitian secara khusus tentang pelaksanaan PPI IDO di rumah

sakit. Penelitian tentang pelaksanaan PPI IDO di rumah sakit di Bali termasuk di

RSUD Bali Mandara belum pernah dilakukan sehingga menggugah peneliti untuk

melakukan penelitian tentang Gambaran Pelaksanaan Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi Daerah Operasi di RSUD Bali Mandara. Penelitian sangat


penting dilakukan kedepannya sebagai salah satu proyeksi pelaksanaan PPI IDO

yang merupakan indikator untuk menjaga mutu layanan layanan kesehatan dengan

mengutamakan patient safety.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah

sebagai berikut, yaitu “Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi Daerah Operasi di Instalasi Bedah Sentral dan Anestesi

RSUD Bali Mandara?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua,

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan

pencegahan dan pengendalian infeksi daerah operasi di RSUD Bali Mandara.

1.3.2 Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum di atas, dapat disusun tujuan khusus dari

penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi karakteristik responden (terpapar informasi tentang PPI

IDO, masa kerja) dalam melaksanakan PPI IDO di RSUD Bali Mandara

2. Mengidentifikasi gambaran pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

infeksi daerah operasi di RSUD Bali Mandara


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi baru bagi

profesi keperawatan, yang nantinya bisa dikembangkan dalam bentuk penelitian

yang sejenis sehingga mampu mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang keperawatan perioperatif dan pencegahan serta pengendalian infeksi

daerah operasi. Hasil penelitian ini juga kedepannya dapat digunakan sebagai

salah satu dasar pengembangan ilmu keperawatan perioperatif serta menjadi

mencegah dan mengendalikan infeksi daerah operasi.

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

membuat kebijakan bagi keperawatan dalam pelaksanaan pnecegahan dan

pengendalian infeksi daerah operasi sehingga terciptanya mutu pelayanan yang

optimal dan dapat menjadi dasar atau acuan bagi peneliti selanjutnya untuk

mengembangkan penelitian-penelitian tentang PPI IDO

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul

penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Faridath, et al di RS Bhayangkara Tk II

Sartika Asih Bandung dengan judul Analisis Program Pencegahan Dan

Pengendalian Infeksi Dalam Pelaksanaan Surveilans Hai’s Di Rumah Sakit

Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung tahun 2021. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk melihat kemampuan rumah sakit tersebut dalam mencegah
atau meminimalkan pencegahan dan terjadinya laju peningkatan infeksi.

Desain penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui

observasional menggunakan metode phenomenological research. Kesimpulan

utama dari penelitian ini adalah program PPI mengenai surveilans HAI’s di

Rumah Sakit Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung ini meliputi pelaporan

infeksi nosokomial seperti Phlebitis, Dekubitus, ISK (infeksi saluran kemih),

VAP (ventilator associated pneumonia) dan IDO (infeksi daerah operasi). Dan

rumah sakit ini sudah melakukan pelaporan kejadian surveilans HAI’s oleh

Komite IPCN. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

pada subyek, desain penelitian, teknik analisis, lokasi dan jumlah sampel.

Kesamaan dalam penelitian ini adalah pada obyeknya yaitu pada PPI (Faridath

et al., 2021)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rosyida, et al pada tahun 2020 di RSU Haji

Surabaya dengan judul Evaluasi Pelaksanaan Sistem Surveilans Healthcare

Acquired Infections (Hais) Di RSU Haji Surabaya Tahun 2020. Tujuan dari

penelitian ini adalah melihat bagimana evaluasi pelaksanaan suveilans HAIs.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian evaluasi deskriptif dengan

pendekatan observasional berdasarkan komponen sistem (input, proses dan

output). Pengumpulan data dilakukan dengan observasi data sekunder dan

studi dokumen laporan kinerja program PPI. Hasil dari penelitian ini adalah

pelaksanaan surveilans HAIs di RSU Haji Surabaya telah sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman

Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,


namun beberapa kegiatan belum mencapai target yang ditetapkan seperti

ketepatan waktu, kelengkapan laporan serta masih adanya perbaikan pada

aplikasi surveilans. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti terletak pada subyek penelitian, tempat penelitian dan

jumlah sampel serta desain dan analisis yang digunakan. Kesamaan yang

dimiliki dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada salah

satu obyeknya yaitu PPI (Rosyida et al., 2021).

Anda mungkin juga menyukai