Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENTALAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN OLEH


PERAWAT DI RUANG MAWAR RSUD ULIN BANJARMASIN

PROPOSAL

Oleh:
MUTIA ADELINE
NIM. 2114201210219

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM RPL KELAS BANJARMASIN
BANJARMASIN, 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan pasien (patient safety) adalah dasar dari pelayanan kesehatan yang
baik. Keselamatan pasien juga menjadi salah satu indikator dalam menilai
akreditas institusi pelayanan kesehatan, oleh karena itu keselamatan pasien sangat
penting. Namun, jika ditinjau dari insiden keselamatan pasien, keselamatan pasien
di berbagai tingkat pelayanan kesehatan masih buruk, baik secara global maupun
nasional (Kusek, 2012).

Keselamatan pasien merupakan sistem rumah sakit yang membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. European Society
(2006) dalam reports for Methodes and Measures Working Group of WHO
patient safety (2009), menyatakan budaya keselamatan pasien merupakan
integrasi pola individu dan perilaku organisasi didasari oleh keyakinan dan nilai-
nilai untuk meminimalkan kondisi yang membahayakan pasien secara terus
menerus.

Sejak tahun 1990-an rumah sakit menjadi semakin sadar akan pentingnya untuk
meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien, akibatnya banyak yang
telah menerapkan intervensi untuk mengurangi jumlah kejadian buruk dan WHO
telah mengindikasikan keselamatan pasien sebagai prioritas dalam sistem
pelayanan kesehatan (Stoyanova et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut,
keselamatan pasien merupakan komponen inti dalam asuhan pasien. Namun
sejumlah kesalahan medis masih sering terjadi di fasilitas kesehatan (Tigard,
2019) dan dianggap sebagai penyebab utama kematian secara global dan
dianggap sebagai penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat (Makary &
Daniel, 2016). Sekitar 10% dari pasien yang dirawat di rumah sakit di
negaranegara berpenghasilan tinggi, mengalami Medical Error (ME) atau efek
samping medis. Menurut laporan yang diterbitkan, ME adalah salah satu
penyebab utama meningkatnya keluhan di rumah sakit (Yeung et al., 2011,
Cheragi et al., 2013). Menurut beberapa penelitian, penyebab terjadinya ME
adalah kurangnya pelatihan kerja dan pengalaman, kelelahan, stres, beban
kerjayang berat, dan kurangnya komunikasi di antara para profesional kesehatan,
dengan kekurangan pengetahuan medis (Tully et al., 2009, J Deane Waldman
MD, 2012).

Menurut Joint Commission Internasional (JCI) dan World Health Organitation


(WHO) melaporkan beberapa negara terdapat 70% kejadian kesalahan
pengobatan meskipun, JCI dan WHO mengeluarkan “Nine Life-Saving Patient
Safety Solutions” atau 9 solusi keselamatan pasien. Kenyataannya, permasalahan
keselamatan pasien masih banyak terjadi termasuk Indonesia (JCI, 2017, dalam
Sulahyuningsih, dkk, 2017).

Keselamatan pasien menjadi perhatian dunia sejak Institute of Medicine (IOM)


melaporkan hasil penelitianya di Amerika Serikat tahun 2000 “TO ERR IS
HUMAN bahwa di Utah dan Colorado ditemukan kejadian tidak diharapkan
(KTD) sebesar 2,9% dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New
York, sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD
pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta pertahun,
berkisar 44.000 - 98.000 pasien” (Depkes RI, 2008). Angka ini sebanding dengan
1 pesawat jumbo jet berpenumpang 268 orang jatuh setiap hari dalam satu tahun
(Lumenta,2011). Publikasi WHO pada tahun 2004 dari penelitian World Alliance
for Patient Safety Foward Program, di berbagai Negara (Amerika, Inggris,
Denmark dan Australia) menyatakan “Adverseevent dalam pelayanan pasien
rawat inap di rumah sakit berkisar antara 3 -16%” (Depkes RI, 2006).

Di Indonesia, berdasarkan data insiden keselamatan pasien yang diterbitkan oleh


KKPRS terdapat 114 laporan insiden keselamatan pasien pada tahun 2009, 103
laporan pada tahun 2010, dan 34 laporan di tahun 2011 pada triwulan I (KKPRS,
2012). Kejadian berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta menempati urutan
tertinggi yaitu 37,9%, diikuti Jawa Tengah 15,9%, DKI Yogjakarta 13,8%, Jawa
Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Sulawasi
Selatan 0,69%, dan Aceh 0,68%. Berdasarkan laporan tersebut kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang
dilaporkan (Kongres PERSI, 2007). Pada tahun 2004, Agency for Healthcare
Research and Quality (AHRQ) meluncurkan Hospital Survey On Patient Safety
Culture (HSOPSC) yang merupakan sebuah survey bagi seluruh staf rumah sakit
yang didesain untuk membantu rumah sakit menilai budaya keselamatan pasien di
institusinya.

Hasil wawancara peneliti dengan salah satu anggota tim KPRS sepanjang tahun
2017 terdapat 97 laporan IKP yang masuk kepada tim KPRS RSU Bunda
Thamrin, dari 97 laporan ini terdapat 11,5% KPC, 10,31% KNC, 64,9% KTC,
8,2% KTD dan sentinel 0% dengan angka rata-rata sketepatan waktu pelaporan
IKP hanya sebesar 88%.Tahun 2018 sampai pada bulan April, ada sebanyak 36
laporan insiden yang terjadi dan hanya sebesar 81% dari seluruh laporan insiden
tersebut yang tepat waktu. Bila dilihat dari tren pelaporan IKP kepada tim KPRS
maka ketepatan waktu pelaporan IKP berfluktuasi sepanjang tahun 2017 dan
pertengahan 2018. Dari data insiden yang ada selama peneliti melakukan survei
awal, dapat dilihat bahwa insiden dengan jenis KTC memiliki tingkat kejadian
paling banyak terjadi diantara kejadian insiden yang lainnya yaitu sebanyak 84
kejadian, disusul KNC dengan 15 kejadian, KTD 15 kejadian, dan KPC sebanyak
14 kejadian. Menurut peneliti kondisi ini perlu mendapatkan perhatian dan
pengkajian secara obyektif, karena data IKP sangat bermanfaat untuk melakukan
evaluasi dan perbaikan sistem pelayanan yang berbasis keselamatan pasien.
Keselamatan pasien mulai muncul di Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun
2014, yaitu bahwa Puskesmas harus memperhatikan keselamatan tenaga
kesehatan dalam bekerja, keselamatan pasien dan keselamatan pengunjung
(Geradin, Iin tahun 2018).

Berdasarkan survei pendahuluan dengan membagikan angket terkait pelaksanaan


patient safety pada perawat di Rumah Sakit Santa Anna Kendari, angket disebar
kepada perawat untuk mengisi beberapa pertanyaan mengenai pelaksanaan patient
safety. Dari hasil survei awal tersebut, dari 15 perawat yang mengisi angket
tentang patient safety terdapat 7 perawat yang kurang mengetahui patient safety,
dan sisanya cukup mengetahui patient safety. Penelitian ini dilakukan dilakukan
di Rumah Sakit Santa Anna Kendari, karena perawat sebagai salah satu
komponen sumber daya manusia (SDM) dalam sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit sebagai ujung tombak yang bertugas langsung digaris depan yang
paling banyak berhadapan dengan pasien. Oleh karena itu perawat harus
menyadari perannya sehingga harus dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan
patient safety di Rumah sakit. Maka dari itu, dari data awal tersebut dapat
dijadikan data awal untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait patient safety
dengan meneliti terkait hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi kerja perawat
terhadap pelaksanaan patient safety.

Penerapan budaya keselamatan pasien tersebut didukung oleh Penelitian Darliana


(2016) yang menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan perawat dengan upaya
penerapan patient safety di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. Penelitian Menik (2014) yang menyatakan Motivasi dan komitmen kerja
serta karakteristik perawat (umur, pendidikan,status perkawinan, status
kepegawaian, masa kerja) secara bersamasama berhubungan dengan penerapan
keselamatan pasien di Ruang perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar.
Penelitian Renoningsih dkk (2016) menyatakan ada hubungan antara pendidikan,
pelatihan, pengetahuan dan motivasi dengan penerapan patient safety di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM Manado. Penelitian
Nivalinda, dkk. (2013) menyatakan terdapat pengaruh antara motivasi perawat
dan kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan pasien
oleh perawat pelaksana di RS Pemerintah di Semarang.

Hasil studi pendahuluan dengan teknik wawancara dan observasi di RSU


kabupaten Tangerang tanggal 23 November 2017. Evaluasi penerapan sasaran
keselamatan pasien pada perawat juga sudah dilakukan oleh Tim PMKP
(Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien) dari hasil wawancara didapatkan
masih ada beberapa perawat yang belum memahami dan enggan melakukan
penerapan keselamatan pasien, terlihat masih ada perawat saat melakukan
tindakan keperawatan ada yang tidak menggunakan sarung tangan dan
penggunaan masker tidak sesuai dengan standar prosedur operasional di rumah
sakit. Hal ini dapat dilihat dari laporan komite PMKP tahun 2017 dimana terjadi
insiden keselamatan sebanyak 20 kejadian. mempengaruhi penerapan budaya
keselamatan pasien (patient safety culture) pada perawat di rawat inap RSU
Kabupaten Tangerang”.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan keselamatan pasien oleh
perawat di ruang Mawar RSUD Ulin Banjarmasin 2021.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan
masalah yaitu apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
keselamatan pasien oleh perawat di ruang Mawar RSUD Ulin Banjarmasin Tahun
2021.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
keselamatan pasien oleh perawat di ruang Mawar RSUD Ulin Banjarmasin
Tahun 2021.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui pelaksanaan keselamatan pasien oleh perawat di ruang
rawat inap.
1.3.2.2 Mengetahui hubungan tingkat sikap perawat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien oleh perawat di ruang rawat inap.
1.3.2.3 Mengetahui hubungan tingkat beban kerja perawat dengan
pelaksanaan keselamatan pasien oleh perawat di ruang rawat inap.
1.3.2.4 Mengetahui hubungan pelaksanaan supervisi oleh kepala ruangan
pada perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien oleh perawat
di ruang rawat inap.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Secara teoritis
Mempelajari dan memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan keselamatan pasien oleh perawat serta sebagai referensi bagi
penelitian selanjutnya berkaitan dengan masalah yang sama.
1.4.2 Secara Aplikatif
1.4.2.1 Bagi perawat
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelaksanaan
keselamatan pasien dalam upaya peningkatan pelayanan rumah
sakit.
1.4.2.2 Bagi rumah sakit
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah
masukan untuk meningkatkan pelayanan keselamatan pasien
khususnya pada perawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
1.4.2.3 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan
masukan positif untuk pengembangan ilmu keperawatan dan
menjadi bahan rujukan dalam melaksanakan penelitian pada
pentalaksanaan keselamatan pasien.

1.5 Penelitian Terkait


Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berhubungan dengan penelitian ini
adalah:
1.1.1 Herni Hasifah (2018) dalam jurnal penelitian yang berjudul “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Budaya Keselamatan Pasien di
RSUD Sumbawa Tahun 2016”. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan desain cross sectional dilakukan di RSUD Sumbawa,
pada bulan November-Desember 2016 dengan menggunakan instrument
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) untuk mengukur
budaya keselamatan pasien. Sampel yang digunakan berjumlah 170 orang.
Hasil penelitian menunjukan budaya keselamatan pasien dikategorikan
dalam budaya keselamatan pasien yang lemah. Terdapat lima faktor yang
mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien dan lima faktor yang
tidak mempengaruhi budaya keselamatan pasien. Variabel paling
berpengaruh (dominan) dalam penerapan budaya keselamatan pasien yaitu
variabel keterbukaan komunikasi.

1.1.2 Budi Susatia, Kusbaryanto dan Sri Sundari (2021) dalam jurnal penelitian
yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Budaya
Keselamatan Pasien di RSI Unisma Malang”. Penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Dokter Umum dan Spesialis, Tenaga Keperawatan, dan Tenaga Penunjang
Medis. Jumlah sampel adalah 177 responden. Hasil penelitian
menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan budaya
keselamatan pasien di RSI Unisma Malang antara lain: Perasaan cemas
dan takut melaporkan insiden, komunikasi yang terbuka dan umpan balik
dari manajemen sebagai hasilnya sehingga dilakukan perbaikan terhadap
sistem keselamatan pasien yang sedang berjalan merupakan faktor-faktor
yang terindikasi mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien di
RSI Unisma Malang.

1.1.3 Lia Mulyati, Dedy Rachman dan Yana Herdiana (2016) dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Faktor Determinan yang Mempengaruhi Budaya
Keselamatan Pasien di RS Pemerintah Kabupaten Kuningan”. Rancangan
penelitian menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross
sectional, uji hipotesis digunakan Chi Square dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara
persepsi terhadap manajemen (p 0.0005, odd rasio 21.3), dukungan tim
kerja (p 0.0005, odd rasio 13.34), stress kerja (p 0.006, odd rasio 3.94),
kepuasan kerja (nilai p 0. 002) dengan budaya keselamatan pasien. Tidak
terdapat pengaruh yang signifikan kondisi kerja dengan budaya
keselamatan pasien dengan nilai p 0.507. Berdasarkan analisis multuvariat
diperoleh persepsi terhadap manajemen menjadi factor determinan dengan
nilai p 0.000 < α 0.05.

1.1.4 Yulia Yasmi dan Hasbullah Thabrany (2018) dalam jurnal penelitian yang
berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Budaya Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor Tahun 2015”.
Penelitian dilakukan bulan Maret s/d April 2015, dengan sampel 115
responden. Desain penelitian explanatory sequential. Analisa data
dilakukan dengan regresi logistic. Penelitian menunjukan budaya
keselamatan pasien di RSKBP masih kurang. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan budaya keselamatan pasien di RSKBP adalah umpan
balik laporan insiden (p=0,021 α=0,05, OR= 15,516 ) budaya tidak
menyalahkan ( p=0,019 α=0,05, OR= 14,396 ) dan budaya belajar
( p=0,006 α=0,05, OR= 0,096 ).

1.1.5 Ida Faridah, Rizki Ispahani dan Euis Laela Badriah (2019) dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture) pada Perawat di
Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang”. Metode penelitian deskriptif
korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perawat pelaksana di rawat inap RSU Kabupaten
Tangerang tahun 2018 sebanyak 205. Sampel sebanyak 68 perawat yang
diambil dengan teknik systematic random sampling. Data diperoleh
dengan cara membagikan kuesioner yang telah valid dan reliabel. Analisa
data secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square. Hasil
penelitian dari 68 perawat sebagian besar yaitu 35 perawat (51,5%) adalah
memiliki penerapan budaya keselamatan pasien yang baik, memiliki
pengetahuan penerapan budaya keselamatan pasien yang baik yaitu 41
perawat (60,3%), memiliki motivasi tinggi tentang penerapan budaya
keselamatan pasien yaitu 39 perawat (57,4%), menyatakan dukungan
kepemimpinan yang efektif yaitu 37 perawat (54,4%). Ada pengaruh
antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan budaya keselamatan
pasien dengan pvalue = 0,007 dan nilai POR = 4,580 (95% CI = 1,605-
13,067). Ada pengaruh antara motivasi perawat dengan penerapan budaya
keselamatan pasien dengan pvalue 0,002 dan nilai POR = 5,906 (95% CI =
2,044-17,063). Ada pengaruh dukungan kepemimpinan dengan penerapan
budaya keselamatan pasien pvalue 0,028 dan POR = 3,357 (95% CI =
1,237-9,110).

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu
terletak pada judul yang akan diteliti “Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien oleh Perawat di Ruang Mawar
RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2021” pada variable, sampel yang akan
diteliti, tempat penelitian dan waktu penelitian.

Anda mungkin juga menyukai