PROPOSAL
Oleh:
MUTIA ADELINE
NIM. 2114201210219
Keselamatan pasien merupakan sistem rumah sakit yang membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. European Society
(2006) dalam reports for Methodes and Measures Working Group of WHO
patient safety (2009), menyatakan budaya keselamatan pasien merupakan
integrasi pola individu dan perilaku organisasi didasari oleh keyakinan dan nilai-
nilai untuk meminimalkan kondisi yang membahayakan pasien secara terus
menerus.
Sejak tahun 1990-an rumah sakit menjadi semakin sadar akan pentingnya untuk
meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien, akibatnya banyak yang
telah menerapkan intervensi untuk mengurangi jumlah kejadian buruk dan WHO
telah mengindikasikan keselamatan pasien sebagai prioritas dalam sistem
pelayanan kesehatan (Stoyanova et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut,
keselamatan pasien merupakan komponen inti dalam asuhan pasien. Namun
sejumlah kesalahan medis masih sering terjadi di fasilitas kesehatan (Tigard,
2019) dan dianggap sebagai penyebab utama kematian secara global dan
dianggap sebagai penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat (Makary &
Daniel, 2016). Sekitar 10% dari pasien yang dirawat di rumah sakit di
negaranegara berpenghasilan tinggi, mengalami Medical Error (ME) atau efek
samping medis. Menurut laporan yang diterbitkan, ME adalah salah satu
penyebab utama meningkatnya keluhan di rumah sakit (Yeung et al., 2011,
Cheragi et al., 2013). Menurut beberapa penelitian, penyebab terjadinya ME
adalah kurangnya pelatihan kerja dan pengalaman, kelelahan, stres, beban
kerjayang berat, dan kurangnya komunikasi di antara para profesional kesehatan,
dengan kekurangan pengetahuan medis (Tully et al., 2009, J Deane Waldman
MD, 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah satu anggota tim KPRS sepanjang tahun
2017 terdapat 97 laporan IKP yang masuk kepada tim KPRS RSU Bunda
Thamrin, dari 97 laporan ini terdapat 11,5% KPC, 10,31% KNC, 64,9% KTC,
8,2% KTD dan sentinel 0% dengan angka rata-rata sketepatan waktu pelaporan
IKP hanya sebesar 88%.Tahun 2018 sampai pada bulan April, ada sebanyak 36
laporan insiden yang terjadi dan hanya sebesar 81% dari seluruh laporan insiden
tersebut yang tepat waktu. Bila dilihat dari tren pelaporan IKP kepada tim KPRS
maka ketepatan waktu pelaporan IKP berfluktuasi sepanjang tahun 2017 dan
pertengahan 2018. Dari data insiden yang ada selama peneliti melakukan survei
awal, dapat dilihat bahwa insiden dengan jenis KTC memiliki tingkat kejadian
paling banyak terjadi diantara kejadian insiden yang lainnya yaitu sebanyak 84
kejadian, disusul KNC dengan 15 kejadian, KTD 15 kejadian, dan KPC sebanyak
14 kejadian. Menurut peneliti kondisi ini perlu mendapatkan perhatian dan
pengkajian secara obyektif, karena data IKP sangat bermanfaat untuk melakukan
evaluasi dan perbaikan sistem pelayanan yang berbasis keselamatan pasien.
Keselamatan pasien mulai muncul di Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun
2014, yaitu bahwa Puskesmas harus memperhatikan keselamatan tenaga
kesehatan dalam bekerja, keselamatan pasien dan keselamatan pengunjung
(Geradin, Iin tahun 2018).
1.1.2 Budi Susatia, Kusbaryanto dan Sri Sundari (2021) dalam jurnal penelitian
yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Budaya
Keselamatan Pasien di RSI Unisma Malang”. Penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Dokter Umum dan Spesialis, Tenaga Keperawatan, dan Tenaga Penunjang
Medis. Jumlah sampel adalah 177 responden. Hasil penelitian
menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan budaya
keselamatan pasien di RSI Unisma Malang antara lain: Perasaan cemas
dan takut melaporkan insiden, komunikasi yang terbuka dan umpan balik
dari manajemen sebagai hasilnya sehingga dilakukan perbaikan terhadap
sistem keselamatan pasien yang sedang berjalan merupakan faktor-faktor
yang terindikasi mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien di
RSI Unisma Malang.
1.1.3 Lia Mulyati, Dedy Rachman dan Yana Herdiana (2016) dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Faktor Determinan yang Mempengaruhi Budaya
Keselamatan Pasien di RS Pemerintah Kabupaten Kuningan”. Rancangan
penelitian menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross
sectional, uji hipotesis digunakan Chi Square dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara
persepsi terhadap manajemen (p 0.0005, odd rasio 21.3), dukungan tim
kerja (p 0.0005, odd rasio 13.34), stress kerja (p 0.006, odd rasio 3.94),
kepuasan kerja (nilai p 0. 002) dengan budaya keselamatan pasien. Tidak
terdapat pengaruh yang signifikan kondisi kerja dengan budaya
keselamatan pasien dengan nilai p 0.507. Berdasarkan analisis multuvariat
diperoleh persepsi terhadap manajemen menjadi factor determinan dengan
nilai p 0.000 < α 0.05.
1.1.4 Yulia Yasmi dan Hasbullah Thabrany (2018) dalam jurnal penelitian yang
berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Budaya Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor Tahun 2015”.
Penelitian dilakukan bulan Maret s/d April 2015, dengan sampel 115
responden. Desain penelitian explanatory sequential. Analisa data
dilakukan dengan regresi logistic. Penelitian menunjukan budaya
keselamatan pasien di RSKBP masih kurang. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan budaya keselamatan pasien di RSKBP adalah umpan
balik laporan insiden (p=0,021 α=0,05, OR= 15,516 ) budaya tidak
menyalahkan ( p=0,019 α=0,05, OR= 14,396 ) dan budaya belajar
( p=0,006 α=0,05, OR= 0,096 ).
1.1.5 Ida Faridah, Rizki Ispahani dan Euis Laela Badriah (2019) dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture) pada Perawat di
Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang”. Metode penelitian deskriptif
korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perawat pelaksana di rawat inap RSU Kabupaten
Tangerang tahun 2018 sebanyak 205. Sampel sebanyak 68 perawat yang
diambil dengan teknik systematic random sampling. Data diperoleh
dengan cara membagikan kuesioner yang telah valid dan reliabel. Analisa
data secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square. Hasil
penelitian dari 68 perawat sebagian besar yaitu 35 perawat (51,5%) adalah
memiliki penerapan budaya keselamatan pasien yang baik, memiliki
pengetahuan penerapan budaya keselamatan pasien yang baik yaitu 41
perawat (60,3%), memiliki motivasi tinggi tentang penerapan budaya
keselamatan pasien yaitu 39 perawat (57,4%), menyatakan dukungan
kepemimpinan yang efektif yaitu 37 perawat (54,4%). Ada pengaruh
antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan budaya keselamatan
pasien dengan pvalue = 0,007 dan nilai POR = 4,580 (95% CI = 1,605-
13,067). Ada pengaruh antara motivasi perawat dengan penerapan budaya
keselamatan pasien dengan pvalue 0,002 dan nilai POR = 5,906 (95% CI =
2,044-17,063). Ada pengaruh dukungan kepemimpinan dengan penerapan
budaya keselamatan pasien pvalue 0,028 dan POR = 3,357 (95% CI =
1,237-9,110).
Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu
terletak pada judul yang akan diteliti “Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien oleh Perawat di Ruang Mawar
RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2021” pada variable, sampel yang akan
diteliti, tempat penelitian dan waktu penelitian.