Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Patient safety merupakan komponen vital dan penting dalam asuhan

serta langkah untuk memperbaiki mutu layanan yang berkualitas (Findyartini

et al, 2015; Cahyono S.B, 2008). Penilaian mutu rumah sakit didapatkan

melalui sistem akreditasi, salah satunya adalah sasaran keselamatan pasien

karena telah menjadi prioritas untuk layanan kesehatan di seluruh dunia (Join

Commission International, 2015; Cosway, Stevens, & Panesar, 2012). Salah

satu langkah memperbaiki mutu pelayanan melalui penerapan patient safety di

rumah sakit.

Strategi penerapan patient safety telah dilakukan dengan berbagai

upaya di lingkungan rumah sakit. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2012)

menjelaskan penerapan patient safety harus memenuhi dalam ketepatan

identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan

keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur,

tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

dan pengurangan risiko pasien jatuh. Sementara Join Commission

International (2015) dan WHO juga telah mengeluarkan “Nine Life-Saving

Patient Safety Solutions”. Kenyataannya, permasalahan patient safety

meskipun telah terakreditasi masih banyak terjadi di seluruh negara di dunia.

1
2

Berdasarkan beberapa penelitian dalam pengukuran terhadap

pelaporan Patient safety pada beberapa rumah sakit di dunia yang telah

terakreditasi JCI. Penelitian Pham. JC et al (2016) dilakukan di 11 rumah sakit

dari 5 negara terdapat 52 insiden patient safety yaitu Hongkong 31%,

Australia 25%, India 23%, Amerika 12% dan Kanada 10%. Sementara di

Brazil kejadian adverse event di rumah sakit diperkirakan 7,6% (Duarte,

Euzébia, & Santos, 2017). Dari beberapa hasil penelitian ini bahwa insiden

keselamatan pasien masih banyak di temukan di berbagai negara termasuk di

Indonesia.

Pelaporan data di Indonesia tentang insiden patient safety belum

banyak dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia. Data yang dimiliki KKP-RS

dari September 2006-2012 berdasarkan jenis insiden; KTD sebanyak 249

laporan, KNC sebanyak 283 laporan. Berdasarkan unit penyebab;

keperawatan 207 laporan, farmasi 80 laporan, laboratorium 41 laporan, dokter

33 laporan dan sarana prasarana sebesar 25 laporan. Data berdasarkan

provinsi yaitu terbanyak di Banten 125 laporan, Jakarta 105 laporan dan

terendah di Riau 5 laporan, sementara di Jambi 1-6 kejadian insiden

keselamatan pasien terjadi dalam satu tahun (Elrifda, 2011). Berdasarkan

kepemilikan rumah sakit; Pemerintah 108, swasta 290 laporan, TNI/Polri 9

laporan (KKP-RS, 2012).

Berdasarkan beberapa penelitian terkait penerapan patient safety di

rumah sakit yang telah terakreditasi versi 2012 di Indonesia. Penelitian

Nurmalia & Nivalinda (2016) pada rumah sakit pemerintah di semarang


bahwa sebesar 56,2% mentoring pelaksanaan Patient safety masih kurang

baik, sementara di rumah sakit swasta panti waluya sawahan malang oleh

Harus Bernadeta (2015) dilaporkan data KTD 9 insiden (41%), KNC 6

insiden (27%), KPC 5 insiden (23%), KTC 2 insiden (9%). Data insiden

Patient safety masih banyak ditemukan baik di rumah sakit pemerintah

maupun swasta meskipun telah lulus akreditasi, sehingga dapat menimbulkan

dampak negatif terhadap pelayanan kesehatan.

Dampak yang terjadi akibat rumah sakit tidak menerapkan patient

safety dapat terjadi penurunan mutu pelayanan rumah sakit. Penelitian Swift

(2017) di rumah sakit Amerika Serikat menemukan bahwa pasien yang

mengalami peristiwa KTD mengakibatkan kerugian biaya sekitar $500.000

atau diasuransikan sebesar $1 juta per kesalahan. Penelitian oleh Gerven et al.

(2016) bahwa sekitar 15% professional kesehatan mempertimbangkan untuk

meninggalkan profesinya akibat kesalahan yang dilakukan. Professional

kesehatan ini lebih cenderung dialami oleh pelayanan perawat.

Perilaku perawat dalam melaksanakan Patient safety dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor yang berkontribusi terhadap insiden patient safety.

Menurut Safety Attitudes Questionnaire (SAQ) (2016) ada 6 domain yang di

nilai yaitu; Team work climate, kepuasan kerja, persepsi manajemen, budaya

keselamatan, lingkungan kerja dan stress recognition. Hal ini juga di

ungkapkan oleh Anderson & Kodate (2015) yang menyatakan faktor yang

berpengaruh patient safety melibatkan faktor organisasi, budaya keselamatan

dan gaya kepeminpinan/manager. WHO (2017) mengungkapkan berbagai


faktor mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien meliputi; faktor

eksternal rumah sakit, faktor organisasi dan manajemen, lingkungan kerja,

kerjasama tim, petugas, beban kerja, pasien dan komunikasi.

Faktor team work menjadi alasan terjadiya risiko ataupun kesalahan.

Penelitian oleh Raftopoulus, et al. (2013) diperoleh hasil bahwa 57,95%

Patient safety dipengaruhi oleh team work di bandingkan dengan faktor

lainnya. Sedangkan faktor kepuasaan kerja juga berpeluang meningkatkan

Patient safety karena memiliki korelasi yang erat dengan kinerja di bidang

keperawatan (Platis, Reklitis, & Zimeras, 2015). Peneltian di Indonesia, di

rumah sakit haji Jakarta terdapat 45,3% kepuasaan kerja perawat rendah.

Faktor manajemen ikut berperan sebagai faktor yang berkontribusi.

Menurut KKPRS (2015) bahwa menciptakan kepemimpinan dan manajemen

dengan budaya yang terbuka dan adil merupakan langkah pertama dalam

menerapkan keselamatan pasien rumah sakit. Sementara faktor budaya

keselamatan dilihat dari sebuah penelitian multisenter dengan menggunakan

Survey Attitude Quesionare (SAQ) menemukan bahwa lama hari rawat

meningkat 15% untuk setiap penurunan nilai budaya keselamatan sebesar

10% (Tetuan et al., 2017). Sedangkan faktor Lingkungan kerja juga sangat

dibutuhkan agar organisasi dapat memiliki komitmen yang tinggi dalam

menerapkan mutu melalui Patient safety (Henriksen, et. al, 2008).

Faktor lain adalah faktor stress dan komunikasi yang memberikan

indikasi seberapa besar keefektifan dalam penerapan patient safety.

Berdasarkan penelitian Milunitinovici (2012) bahwa stress yang dirasakan


perawat merupakan masalah kedua setelah masalah kesehatan yang dirasakan

oleh perawat yang dapat menurunkan produktivitas kerja. Sedangkan dari

sebuah analisis yang dilakukan oleh Join Commision International (JCI)

menunjukkan bahwa 70% dari kasus Patient safety adalah adanya faktor

kegagalan komunikasi (Jardadali et al., 2011). Faktor-faktor ini sangat perlu

diperhatikan dan dijalankan oleh rumah sakit baik pemerintah maupun swasta.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengenali Dan Berespon Terhadap Adverse Events

Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih penting

dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan kemampuan perawat

sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Perilaku yang tidak

aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan

yang tidak memperdulikan dan menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya

kesalahan dan akan mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian

Nyaris Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)

selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi perilaku.

Perawat harus melibatkan kognitif, afektif dan tindakan yang mengutamakan

keselamatan pasien (World Health Organization (WHO), 2014). Keselamatan pasien

merupakan masalah keseahatan masyarakat global yang serius.

Data Patient Safety Kejadian Tak Diharapkan (KTD) di Indonesia masih jarang,

namun dipihak lain terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek” yang belum tentu sesuai

dengan pembuktian akhir. Insiden pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh

perawat. Menurut Bawelle (2013) secara keseluruhan program patient safety sudah

diterapkan, namun masalah dilapangan merujuk pada konsep patient safety, karena

walaupun sudah pernah mengikuti sosialisasi, tetapi masih ada pasien cedera, resiko

jatuh, resiko salah pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat saat oforan pasien yang

mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang maksimal.


B. Peran Pasien dan Keluarga Sebagai Partner Di Pelayanan Kesehatan Untuk

Mencegah Terjadinya Bahaya Adverse Events

1. Peran keluarga secara aktif dalam menjaga keselamatan pasien dipelyanan kesehatan

adalah

a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur


b. Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien
maupun keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.\
e. Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses
bersama tim kesehatan mengelola pasien
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

2. Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam


menjaga keselamatan pasien di pelayanan kesehatan
a.Ketepatan Identifikasi Pasien
Pasien  dalam keadaan tidak sadar, gelisah,  mengalami gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan proses pikir, mendapat
obat  bius, atau gangguan lain tidak mampu melakukan identifikasi diri
dengan benar selain itu pasien yang pindah ruang rawat atau bertukar
tempat tidur saat perawatan di rumah sakit berisiko mengalami
ketidaktepatan identifikasi, maka rumah sakit menyusun sistem untuk
memastikan identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan adalah tepat dan jenis pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut adalah sesuai.
b. Peran Pasien dan keluarga untuk memastikan ketepatan identifikasi
pasien adalah:
1) Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar sesuai
dokumen data diri yang dimiliki. Data utama yang diperlukan
adalah  nama dan tanggal lahir
2) Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang. Pasien dan keluarga
harus memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan  gelang
tersebut selama rawat inap karena gelang tersebut dipakai oleh tim
kesehatan guna memastikan kebenaran identitas dan faktor risiko
pasien saat memberikan pelayanan.
a) Gelang warna biru untuk laki-laki  dan gelang warna merah
muda untuk perempuan dipakai untuk identifikasi
b) Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki
riwayat alergi
c) Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki
risiko jatuh
3) Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas 
oleh petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat,
mengambil preparat untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain.
3. Komunikasi efektif
Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan berbagai
profesi lain sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi yang
efektif untuk memberikan pelayanan. Peran pasien dan keluarga
mewujudkan komunikasi efektif adalah:
a. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi kewenangan
untuk berkomunikasi dengan tim kesehatan. Penunjukkan ini
diperlukan untuk memastikan komunikasi berlangsung efektif dan
berkesinambungan, tidak mengalami rantai komunikasi yang panjang
dan kompleks yang berisiko menyebabkan perubahan makna isi
informasi.
b. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim
kesehatan dengan benar dan  jelas.
c. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak diharapkan.
d. Meminta informasi yang diperlukan kepada tim kesehatan
4. Pemberian obat secara aman
Pemberian obat merupakan bagian yang mengambil porsi dominan
dalam tata kelola pasien rawat inap. Peran serta keluarga dalam menjamin
keamanan pemberian obat adalah
a. Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat yang pernah
dipergunakan sebelum masuk rumah sakit
b. Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi yang dialami
saat menggunakan obat tertentu.
c. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat  inap dengan
cara memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat yang
diberikan, tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat.
5. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Tindakan operasi merupakan salah satu prosedur yang mungkin
dilakukan pada pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bagian
tubuh yang akan dioperasi bisa meliputi bagian yang bersisi (misalnya
tangan atau kaki kanan dan kiri, mata kanan dan kiri) atau bagian yang
multipel level (misalnya tulang belakang) atau bagian yang multipel
struktur (misalnya jari tangan) dengan demikian diterapkan sistem untuk
memastikan tindakan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
Salah satu prosedur yang dilakukan sebelum tindakan operasi adalah 
proses verifikasi. Peran pasien dan keluarga dalam proses verifikasi
praoperasi adalah memberikan informasi yang benar dan bekerja sama
secara kooperatif  Proses yang dilakukan meliputi
a. Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
Proses ini dilakukan dengan membuat tanda pada lokasi yang dioperasi.
Penandaan lokasi operasi ini melibatkan pasien, dibuat oleh dokter yang
akan melakukan tindakan dan dilaksanakan saat pasien dalam keadaan
sadar .Tanda ini tidak boleh dihapus dan harus terlihat sampai saat akan
disayat.
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik
c. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus yang dibutuhkan.
6. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit  merupakan tempat yang memungkinkan berkumpulnya
berbagai jenis kuman sedangkan pasien yang sedang dirawat memiliki daya
tahan tubuh relatif rendah dengan demikian diperlukan suatu proses
bersama untuk mencegah timbulnya infeksi lain yang tidak berhubungan
dengan penyakit utama pasien. Peran pasien dan keluarga dalam
pengurangan risiko terkait pelayanan kesehatan adalah
a. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar
Keluarga memiliki kemungkinan sering kontak dengan pasien,  maka
untuk melindungi diri sendiri dan melindungi pasien dari perpindahan
kuman disarankan keluarga menerapkan prosedur cuci tangan yang
benar pada 5 (lima) momen yaitu saat sebelum kontak dengan pasien,
sesudah kontak pasien, sesudah ke toilet, sebelum dan sesudah makan.
Perlu diperhatikan juga bahwa lingkungan sekitar pasien berisiko
terpapar kuman maka disarankan mencuci tangan sesudah kontak
dengan lingkungan pasien (meja, alat tenun, tempat tidur dsb), Guna
memperoleh hasil cuci tangan yang optimal Pasien dan keluarga
disarankan mencermati dan mengikuti petunjuk 6 (enam) langkah
mencuci tangan yang diberikan oleh petugas atau panduan cuci tangan
yang ada di rumahsakit
b. Membatasi pengunjung pasien
Selama pasien dirawat di rumah sakit seyogyanya pasien tidak
berinteraksi dengan banyak orang karena berisiko terpapar kuman dari
pengunjung dalam keadaan pertahanan diri yang relatif rendah dengan
demikian peran keluarga diperlukan untuk membatasi pengunjung yang
kontak dengan pasien
c. Menerapkan etika batuk yang benar
Keluarga dan pengunjung yang batuk berisiko menyebarkan kuman
melalui partikel halus di udara dengan demikian bila sedang mengalami
batuk keluarga perlu menggunakan masker atau menerapkan tehnik
perlindungan yang benar saat batuk yaitu menutup mulut dan hidung
menggunakan lengan.
7. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Individu yang sedang sakit memiliki keterbatasan dalam pengamanan
diri termasuk menghindari jatuh. Rumah sakit  mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko dengan melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat
menyebabkan jatuh seperti, penggunaan obat, gaya jalan dan
keseimbangan, alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien, riwayat
jatuh saat berjalan atau saat istirahat baring di tempat tidur. Peran pasien
dan keluarga dalam mencegah jatuh saat dirawat di rumah sakit adalah
a. Pastikan penanda pasien beresiko jatuh berupa gelang kuning dipakai
pasien
b. Jangan melepas atau memindah kartu kuning yang dipasang petugas
dekat tempat tidur pasien atau di depan kamar pasien karena kartu
tersebut merupakan penanda untuk mewaspadai pasien yang  beresiko
jatuh
c. Keluarga atau pasien perlu memastikan diri untuk memahami informasi
yang diberikan  oleh petugas agar dapat mendukung tindakan
pencegahan jatuh.

Informasi yang perlu diketahui adalah:

1) faktor resiko jatuh yang teridentifikasi seperti obat yang


dipergunakan, kesadaran pasien, keseimbangan saat berjalan,dll
2) tindakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan
3) cara untuk minta bantuan
4) cara menggunakan bel atau sarana komunikasi di ruangan
5) cara mengatur pengamanan tempat tidur
6) pengggunaan tali pengaman, dll
C. Peran Kerja Tim Untuk Keselamatan Pasien
Tim kesehatan yang terdiri dari berbagai profesi seperti dokter, perawat,
psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan dan pekerja sosial.
Tujuan utama dalam tim adalah memberikan pelayanan yang tepat,oleh tim
kesehatan yang tepat,di waktu yang tepat,serta di tempat yang tepat.
Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan
komunikasi yang efektif,saling menghargai, rasa percaya,dan proses
pembuatan keputusan (Kozier ,2010) konsep kolaborasi tim kesehatan itu
sendiri merupakan hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan
pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk
pasien.
1. Jenis kolaborasi Tim kesehatan
a. Fully integrated major:Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim
memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang
sama.
b. Partially integrated major:Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari
tim memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan
bersama.
c. Join program office:bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan
bersama tetapi memiliki hubungan pekerjaan yang menguntungkan bila
dikerjakan bersama.
d. Join partnership with affiliated programming:kerja sama yang
memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu
dan lainnya
e. Join partnership for issue advocacy:bentuk kolaborasi yang memiliki
misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka pendek,namun tidak
harus membentuk tim yang baru.
2. Pengtinnya kolaborasi tim kesehatan dan patient safety
Kolaborasi sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan,keterampilan,kemampuan,keahlian,dan pengelaman
yang berbeda.Dalam kolaborasi tim kesehatan ,mempunyai tujuan yang
sama yaitu sebuah keselamatan untuk pasien.selain itu ,kolaborasi tim
kesehatan ini dapat meningkatkan performa di berbagai aspek yang
berkaitan dengan sistem pelayan kesehatan.Semua tenaga kesehatan
dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya masing-masing
sehingga dapat mengurangi fakor kesalahan manusia dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
3. Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety,seperti:
a. Pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh 1 tenaga medis.
b. Meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan.
c. Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak
terulang.
d. Dapat meminimalisirkan kesalahan.
e. Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik ,untuk
dapat menyempaikan keinginannya.
4. Manfaat kolaborasi tim kesehatan ,yaitu:
a. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat
terintegrasikan sehingga terbentuk tim yang fungsional
b. Kualitas pelayan kesehatan meningkat sehingga masyarakat mudah
menjangkau pelayanan kesehatan.
c. Bagi tim medis saling berbagai pengetahuan dari profesi kesehatan
lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak.
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
e. Memaksimalkan produktivitas serta efectivitas dan efisiensi sumber
daya.
f. Meningkatkan kepuasan profesionalisme,loyalitas,dan kepuasan kerja.
g. Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan.
h. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayan kesehatan.
i. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
profesional sehingga saling menghormati dan bekerja bersama.
j. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan,keterampilan dan
pengalaman.
D. Penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien

1. Perkembangan Teknologi dalam K3

a. Zaman Pra-Sejarah

Pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk

digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan

b. Abad Pertengahan

Pada abad ini diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami

kecelakaan. Pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja

sehingga disyaratkan harus menggunakan masker

c. Era Revolusi Industri

Pada era revolusi industri ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan

K3 adalah :

1) Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru

ditemukan sebagai sumber energi.

2) Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia

3) Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya

bidang industri kimia dan logam).

4) Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya

industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.

5) Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit

yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa

pembakaran.
d. Era Industrialisasi

Penggunaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti

perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices

dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut berkembang.

e. Era Manajemen dan Manajemen K3

Pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system

manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan

sumber daya, keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan

masalah lingkungan dalam suatu system manajemen.

f. Era Mendatang

Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas

kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta

penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi.

2. Penggunaan teknologi dalam meningkatkan patient safety

Penggunaan teknologi untuk meminimalkan kesalahan dan memberi

penangananan yang cepat dengan cara :

a. Menghilangkan kesalahan dan kejadian buruk

b. Mengurangi dampak dari kesalahan setelah mereka muncul untuk meminimalkan

injury

c. Mengurangi terjadinya kesalahan / kejadian buruk

d. Mendeteksi kesalahan awal, sebelum kecelakaan terjadi


Contoh penggunaan teknologi dalam patient safety antara lain :

a. Penggunaan oxymetry pulse

Oxymetry pulse memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi oksigenasi

menurun sebelum gejala klinis muncul, dan dengan demikian lebih cepat

mendiagnosa dan mengobati penyebab.

b. Alarm dan sistem peringatan

Penggunaan alarm dan sistem peringatan dalam pemberian asuhan

keperawatan untuk mendeteksi kesalahan sebelum cedera perlu

dipertimbangkan. Beberapa contoh penggunaan alarm antara lain : alarm

pada pompa IV, alarm monitor jantung, dan alarm ventilator.

c. Barcode, scanning, dan robot

Sistem ini dapat mengurangi kesalahan administrasi pengobatan oleh dokter

dengan adanya verifikasi identitas pasien dan validasi obat yang

diinstruksikan.

d. Telenursing dan telehealth

Telenursing dan telehealth adalah penggunaan teknologi untuk memberikan

perawatan dan melakukan praktik keperawatan jarak jauh. semua dilakukan

dengan menggunakan teknologi seperti internet, komputer, alat pemantauan

digital, dan peralatan telemonitoring

3. Dampak Teknologi

a. Untuk pekerja

Sekarang ini banyak bidang manufakturing yang menggunakan bantuan dari

robot, mesin, otomatisasi dan teknologi pendukung lainnya. Robot atau

mesin yang ada sekarang ini memiliki sebuah pemrograman yang


menyebabkan mereka dapat mengerjakan tugas-tugas manusia yang sulit

ataupun berbahaya sekalipun.

b. Untuk Pasien

Penggunaan peralatan juga menuntut perawat untuk mengumpulkan data

secara berkelanjutan untuk mengidentifikasi berfungsi atau tidaknya alat

yang digunakan, menginterpretasikan data untuk menemukan sumber

masalah peralatan, dan bertindak dengan cepat berdasarkan interpretasi untuk

melaporkan masalah tersebut sehingga segera dapat diperbaiki. Sehingga

perawat dapat memaksimalkan keselamatan pasien melalui proses seleksi,

pengawasan berkelanjutan dan metode penilaian resiko secara proaktif.

c. Dampak positif dari teknologi

1) Keamanan dan keselamatan

2) Pekerjaan yang mengandung resiko bahaya yang tinggi kini dapat di

digantikan oleh mesin atau robot. Yang pastinya membuat keselamatan

mereka lebih terjamin.

3) Lebih cepat dan tahan lama

4) Alasan industri menggunakan mesin/robot saat ini yang utama adalah

karena mereka lebih cepat dan tahan di operasikan selama 24 jam. Ini

adalah salah satu kelebihan mesin yang tidak bisa di lakukan oleh

manusia.

5) Biaya yang dikeluarkan lebih murah

6) Mesin di dalam bidang industri pasti memiliki manfaat yang besar jika

dibandingkan antara biaya perawatan mesin dengan mempekerjakan

orang, maka menggunakan mesin akan lebih menghemat dan efektif.


d. Dampak negatif dari teknologi

1) Ancaman bagi manusia

2) Hadirnya mesin di bidang industri cukup mengkhawatirkan karena secara

tidak langsung suatu saat pekerjaan mereka akan tergantikan oleh robot.

3) Kurang detail

4) Pada beberapa aspek hasil pekerjaan manusia memang lebih baik, salah

satu kekurangan mesin adalah kedetailan pada hasil pekerjaan.

5) Perlu upgrade secara berkala

6) Menggunakan mesin membutuhkan upgrade berkala hal ini wajib

dilakukan agar kinerja mesin tetap baik.

7) Masalah pada mesin yang komplikatif

8) Mesin adalah rangkaian alat yang digabungkan untuk dapat mengerjakan

sesuatu, dan karena diciptakan dari rangkaian alat maka kerusakan pada

mesin sering kali tidak dapat terdeteksi

4. Strategi terkait penggunaan teknologi untuk keselamatan pasien (WHO)

Perawat dapat memaksimalkan keselamatan melalui proses seleksi,

pengawasan berkelanjutan dan metode penilaian resiko secara proaktif.

a. Kebijakan

Perawat sebagai pemberi perawatan pasien langsung harus terlibat

dalam menetapkan dan mengevaluasi kebijakan kelembagaan,

organisasi, dan masyarakat yang berkaitan dengan teknologi.

b. Kualitas dan keamanan

Perawat dapat memastikan bahwa teknologi yang mereka gunakan


memenuhi kualitas dan standar keselamatan dan spesifikasi teknis yang

diperlukan sesuai dengan lingkungan klinis di mana alat tersebut

digunakan.

c. Akses

Perawat dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan institusi dibuat

berdasarkan masukan dari mereka dan juga masukan dari stakeholders

lainnya.

d. Penggunaan

Perawat harus terlibat dalam kebijakan intuitif mereka dan proses yang

berhubungan dengan pemeliharaan, pelatihan, pemantauan, dan

pelaporan efek samping terkait dengan teknologi.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keselamatan pasien (patient safety) adalah hal terpenting yang perlu

diperhatikan oleh perawat yang terlibat dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan peralatan kesehatan dan

lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta

kesembuhan dari pasien terebut. Oleh karena itu, perawat harus memiliki

pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti

tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien serta

menjadikan komunikasi sebagai kunci utama untuk dapat memberikan

kenyamanan dan keselamatan bagi pasien.

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien

sudah sapatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian

bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu

dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk

melindungi hak dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai

pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Angelita Lombogia, Julia Rottie, Michael Karundeng . (2016). Hubungan Perilaku Dengan
Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety). Manado.

Kozier dkk. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan:konsep,proses dan praktik.edisi 7. Jakarta:
EGC.

Patricia Putri. (2016). Peran Keluarga Menjaga Keselamatan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit. .

Anda mungkin juga menyukai