Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) masih tinggi. Berdasarkan data
KementerianKesehatan (Kemenkes), pada 2015 tercatat ada 326 ibu meninggal
per 100 ribu orang. Peningkatan peran serta bidan merupakan salah satu upaya
untuk menurunkan angka kematian ibu hamil, bersalin, dan nifas normal . Upaya
yang dapat dilakukan oleh bidan sebagai intervensi untuk mencegah determinan
penyebab kematian ibu adalah dengan cara mempromosikan persiapan persalinan
aman pada ibu hamil dengan menggunakan metode penyuluhan (Depkes, 2016).
Masalah kesehatan ibu erat kaitannya dengan ibu hamil, ibu bersalin dan
ibu nifas yang banyak memberikan kontribusi terhadap angka kematian ibu saat
ini yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Kematian ibu dapat dicegah, bila
ibu hamil mendapatkan kualitas pelayanan antenatal care, intranatal care, dan post
natal care yang baik. (Kemenkes, 2015). Salah satu upaya percepatan penurunan
AKI adalah pelayanan antenatal. Pengawasan antenatal merupakan cara untuk
mendukung kesehatan ibu hamil, dan dapat mendeteksi secara dini tanda bahaya
pada kehamilan, eprsalinan dan nifas.
Peran bidan pada saat pelayanan antenatal adalah melakukan promosi
kesehatan tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan dan tanda bahaya di masa
nifas dengan adanya promosi kesehatan diharapkan akan mempengaruhi
masyarakat, baik individu maupun kelompok untuk berperilaku hidup sehat,
dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan dan mau berkunjung ke fasilitas
kesehatan terdekat (Kholid A, 2012). Hasil survey dan riset di Indonesia juga
menunjukkan bahwa pencapaian program KIA di Indonesia mengalami penurunan
kalaupun ada peningkatan belum menunjukkan angka yang signifikan. Cakupan
KIA tahun 2010 adalah 92,7%, tahun 2012 turun menjadi 73,5% dan tahun 2013
meningkat tajam menjadi 95,4%. Cakupan K4 tahun 2010 adalah 61,4%, tahun
2012 naik sedikit menjadi 62,1% dan tahun 2013 sebesar 70,4% . Begitu pula

1
dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2010 adalah
82,2% dan tahun 2012 turun menjadi 63,8% untuk wilayah kota dan 53% untuk
wilayah desa, tahun 2013 sebesar 87,1% (SDKI 2007, SDKI 2012, Riskesdas
2013).
Hasil pengujian hipotesis dengan Stuktural Equation model (SEM) dengan
metode smart PLS menghasilkan temuan penelitian yaitu kesiapan ibu hamil
dalam menghadapi persalinan di puskesmas poned pegamiran. Kesiapan
dipengaruhi oleh promosi kesehatan (23,94 %), Fasilitas kesehatan (17,00%)
pengaruh langsung kesiapan ibu hamil (79,1%), Peran bidan (23,88%), peran
Suami (14,28%), dan pengaruh tidak langsung sebesar (1,03%). Peran bidan
merupakan faktor dominan yang sangat mempengaruhi kesiapan ibu hamil dlam
menghaapi proses persalinan, semakin tinggi peran tenaga kesehatan maka
semakin tinggi pul pula kesipan ibu hamil dalam menghadapai persalinan.
Pengembangan promosi kesehatan dakl memberikan informasi mengenai asuhan
kehamilan, persalinan dan nifas. Menngkatkan pelayanan fasilitas kesehatan serta
bidan memberikan kelonggaran peraturan bagi suami untuk menemani istri saat
bersalin (Syntax Literate, 2017).
Praktik kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari focus
terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta anak balita bergeser
kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis yaitu
menuju kepada pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi hingga usia lanjut,
meliputi konseling pre konsepsi, persalinan, pelayanan ginekologis, kontrasepsi,
asuhan pre dan post menopause, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi
bidan.
Keselamatan Pasien/KP (Patien Safety) merupakan issue Global dan
Nasional dan merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan,
sebagai prinsip dasar dalam pelayanan pasien .Perhatian dan Fokus terhadap
Keselamatan Pasien ini didorong oleh masih tingginya angka KTD atau AE
(Adverse Event) di rumah sakit baik secara Global maupun Nasional. KTD yang
terjadi di berbagai negara diperkirakan sekitar 3 – 16. %.3 hampir 50 %
diantaranya adalah kejadian yang dapat dicegah.3 Data KTD (kejadian tidak

2
diinginkan) di Indonesia masih sangat sulit diperoleh secara lengkap dan akurat,
tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan,
alat, prosedur pengobatan, dan jumlah karyawan dalam berbagai profesi yang
memberikan pelayanan di rumah sakit memungkinkan untuk tulidak terjadinya
KTD dan KNC, jika tidak dikelola dengan hati-hati. Apabila terjadi 1 (satu) KTD
berat berarti telah terjadi 25 KTD ringan dan 300 near miss (KNC). 3 Data
menunjukkan bahwa insidensi keselamatan pasien sebesar 28, 3 % dilakukan oleh
perawat, untuk itu perawat harus menyadari perannya sehingga dapat
berpartisipasi aktif dalam mewujudkan patient safety.1 Yang menjadi persoalan
adalah kejadian tersebut jarang dilaporkan, jika dilaporkan biasanya hanya KTD
yang bersifat serius atau berat, sementara KTD yang bersifat ringan stau nyaris
cedera hampir tidak pernah dilaporkan. Pelaporan insiden merupakan awal
dimulainya proses pembelajaran yang berdampak pada penurunan bahkan
pencegahan insiden terulang.
Keselamatan pasien merupakan persoalan kritis dalam rumah sakait yang
sering di publikasikan dan menjadi fokos international. Keselamatan pasien
menjadi standar dalam organisasi akreditasi internasional (El-Jardali et al., 2011).
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) telah menyusun standar keselamatan
pasien rumah sakit dalam instrumen standar keselamatan pasien rumah sakit untuk
meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin keselamatan pasien (Priyoto
dan Widyastuti, 2014).

Komite yang berperan dalam keselamatan pasien adalah komite


peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau ke seluruh
unit kerja di rumah sakit. Pelaksanaan program kerja komite tidak mudah karena
memerlukan koordinasi dinasi dan komunikasi yang baik antara kepala bidang/
divisi medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi, dan lainnya termasuk
kepala unit/ departemen/ instalasi pelayanan. Sub Komite Keselamatan pasien
merupakan salah satu sub dari komite PMKP yang berperan dalam manajemen
keselamatan pasien meliputi penyusunan program dan laporan, monitoring dan

3
evaluasi, menyusun indikator keselamatan pasien, melakukan pendokumentasian,
investigasi dan analisis terkait insiden keselamatan pasien(KARS, 2017).

Penerapan manajemen keselamatan pasien di rumah sakit memegang


peranan yang sangat penting dalam upaya mencegah atau meminimalkan
terjadinya insiden keselamatan pasien yang bersifat merugikan. Keselamatan
pasien merupakan tanggung jawab semua pihak yang berkaitan dengan pemberi
pelayanan kesehatan. Stakeholder mempunyai tanggung jawab memastikan tidak
ada tindakan yang membahayakan pasien (Kangasniemi et al., 2013). Pasien juga
memainkan peran lebih besar dalam mengelolah kesehatan mereka sehingga dapat
menunjang upaya keselamatan pasien (Bishop dan Macdonald, 2014). Faktor
yang berkontribusi terhadap terjadinya KTD di rumah sakit antara lain yang
menyatakan bahwa komunikasi tentang pengobatan dan pembedahan adalah yang
paling utama yang mempengaruhi budaya keselamatan pasien (Smith et al., 2017).
Sebuah analisis dari 2.455 peristiwa sentinel dilaporkan kepada organisasi komisi
akreditasi kesehatan menunjukkan bahwa 70% dari kasus adalah akibat dari
kegagalan dalam komunikasi (ElJardali et al., 2011).

Joint Commission International (JCI) dan World Health Organitation


(WHO) melaporkan beberapa negara terdapat 70% kejadian kesalahan pengobatan
meskipun, JCI dan WHO mengeOXDUNDQ ³Nine LifeSaving Patient Safety
Solutions¥ DWDX solusi keselamatan pasien. Kenyataannya, permasalahan
keselamatan pasien masih banyak terjadi termasuk di Indonesia (JCI, 2017).
Isu keselamatan pasien di Indonesia mulai dibahas pada tahun 2000, diikuti
dengan studi pertama di 15 rumah sakit dengan 4500 rekam medik. Hasilnya
menunjukkan bahwa angka KTD sangat bervariasi, yaitu 8.0% hingga 98.2%
untuk kesalahan diagnosis dan 4.1% hingga 91.6% untuk kesalahan pengobatan.
Sejak itu, bukti-bukti tentang keselamatan pasien di Indonesia pun merebak,
meskipun belum ada studi nasional hingga saat ini (AranazAndrés et al., 2011).
Laporan tersebut mencerminkan bahwa manajemen keselamatan pasien kurang
diterapkan, sehingga KTD masih terjadi. Menanggapi hal ini Indonesia telah
mendirikan KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) sejak tahun 2005

4
oleh PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia). Sejak tahun 2006 workshop
keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis, telah diikuti hampir 1900 staf
RS (dokter, perawat, dll) dari + 250 Rumah Sakit seluruh Indonesia (Kemenkes,
2015). Tahun 2008 badan akreditasi nasional rumah sakit menjadikan keselamatan
pasien sebagai standar akreditasi melalui pembentukan komite PMKP.
Undangundang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dan keselamatan
pasien wajib dilaksanakan oleh Rumah Sakit, dan Permenkes nomor 1691 tahun
2011 tentang keselamatan pasien (Kemenkes, 2015).
Mayoritas (84%) profesional layanan kesehatan dapat merangsang tindakan untuk
memperbaiki budaya keselamatan pasien (Zwijnenberg et al., 2016).

Pelaporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun


2008 ditemukan propinsi DKI Jakarta 37.9%, Jawa Tengah 15.9%, D.I.
Yogyakarta 18.8%, Jawa Timur 11.7%, Sumatera Selatan 6.9%, Jawa Barat 2.8%,
Bali 1.4%, Aceh 10.7% dan Sulawesi Selatan 0.7% (KKP-RS, 2008 dalam Keles
et al., 2015). Kasus yang paling sering terjadi adalah kesalahan obat yang tidak
jarang berlanjut menjadi tuntutan hukum dan berakhir di pengadilan. Melihat
fenomena tersebut, program keselamatan pasien rumah sakit (hospital patient
safety) sangatlah penting dan merupakan peningkatan dari program mutu yang
selama ini dilaksanakan secara konservatif (Kemenkes, 2009).

Berdasarkan penjelasan di atas, penyusun akan menjabarkan pembahasan


tentang “Refleksi Praktik dalam Pelayanan Kebidanan ANC, INC, PNC”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalahnya adalah :
1. Bagaimana Peran/Asuhan Tenaga kesehatan terutama Bidan dalam
promosi Kehamilan, Persalinan, dan nifas untuk menurunkan Angka
kematian Ibu
2. Bagaimana Peran/Asuhan Tenaga kesehatan terutama Bidan dalam
memberikan Refleksi Praktik, Refleksi termasuk analisis dan Patientsafety
guna meningkatkan pelayanan kesetan.
C. Tujuan masalah

5
1. Untuk mengetahui tentang promosi Kehamilan, Persalinan, dan nifas dan
untuk mengetahui sejauh mana promosi kehamilan berpengaruh pada
penurunan AKI di Indonesia
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi promosi Kehamilan,
Persalinan, dan nifas normal normal.
3. Untuk mengetahui tentang refleksi praktek, refleksi termasuk analisis dan
Patient safety.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi refleksi praktek,
refleksi termasuk analisis dan Patient safety.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Promosi Kehamilan, Bersalin dan Nifas


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil nilai checklist responden
dengan jumlah skor tertinggi 38 dan T skor 227,75, dan dinyatakan bidan sudah
berperan dengan baik sedangkan nilai checklist responden terendah dengan
jumlah skor 25 dan T skor -234,39, dan dinyatakan bidan berperan kurang. Dari
hasil analisis penelitian sehingga diperoleh nilai rata-rata 33,00 dan nilai standar
deviasi hasil penelitian yaitu 0,28, kemudian dilihat dari distribusi frekuensi hasil
ukur penelitian pada tabel 4.3, responden termasuk kategori sudah berperan baik
sebanyak 19 orang dengan persentase 79,2% dan kurang sebanyak 5 orang dengan
persentase 20,8%. Sehingga di simpulkan bahwa peran bidan diwilayah kerja
puskesmas tungkal sudah termasuk baik dilihat dari nilai T≥Mean yaitu dengan
hasil persentase 79,2%. Salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam hal Pengetahuan, sikap dan praktik untuk dapat berperilaku
sehat yaitu dengan cara melakukan promosi kesehatan melalui pembelajaran
bersama masyarakat. Tujuan utama promosi kesehatan ini setelah diberikan
promosi masyarakat dapat menolong dirinya sendiri serta dapat mengembangkan
sumber daya yang ada dilingkungan masyarakat sesuai dengan kondisi setempat
serta harus didukung pula oleh kebijakan publik yang berlaku dan berwawasan
kesehatan (Hutagaol, 2018).
Ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat adalah Puskesmas
dimana Puskesmas bertugas untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Puskesmas bukan hanya menjadi tempat untuk pengobatan dan rehabilitatif saja
tetapi harus lebih meningkatkan tindakan promotif dan preventif oleh sebab itu
pemerintah sudah menggalakkan kegiatan promosi kesehatan menjadi kegiatan
yang wajib di Puskesmas. Salah satu upaya promosi untuk mengenali masalah
kesehatan, mencegah dan menanggulanginya yang dapat dilakukan puskesmas
dalam memberdayakan masyarakat disekitar puskesmas dan pengunjung yaitu
dengan melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Selatan, 2020).

7
Dampak positif promosi kesehatan bagi ibu hamil yaitu ibu hamil dapat
mengetahui betapa pentingnya mengikuti posyandu, agar dapat melihat dan
memantau tumbuh kembang anak, ibu hamil dapat mengetahui betapa pentingnya
perawatan payudara untuk persiapan pemberian ASI Eksklusif (Setiawati et al.,
2015).
Motivasi Bidan dapat meningkatkan keteguhan hati ibu hamil untuk
memiliki Peran Bidan Sebagai Motivator dalam Promosi Kesehatan pada Ibu
Hamil motivasi kuat dalam melakukan antenatal care yang lengkap dalam upaya
pencegahan Anemia selama kehamilan, dapat memelihara kesehatan kehamilan
yang ideal (Fitrayani et al.2016).
Ibu hamil dapat mengetahui cara menjaga kehamilan dengan baik, dapat
mengetahui ciri-ciri kehamilan berisiko tinggi dan cara mengatasinya, dapat
mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan, mengetahui, menyadari dan
mengkondisikan emosional selama kehamilan,mengetahui bagaimana tanda-tanda
persalinan, tenaga kesehatan khususnya bidan dapat memberikan informasi pada
Ibu hamil mengenai tanda awal kehamilan pemeriksaan rutin serta dapat
memberikan penyuluhan untuk dapat menjaga nutrisi yang tepat, pola istirahat
yang baik, cara merawat Kebersihan diri memantau keadaan ibu hamil dan calon
bayinya serta dapat menurunkan Angka kematian Ibu dan Bayi dan membantu
program pemerintah (Sumardino & Sunarto, 2016) yang menunjukan hasil bahwa
sesudah mendapatkan motivasi dan promosi kesehatan, pengetahuan ibu hamil
dapat meningkat sehingga ibu hamil mengetahui tentang tanda bahaya kehamilan.
Penelitian oleh (Sumardino & Sunarto, 2016) yang menunjukan bahwa sesudah
mendapatkan motivasi dan promosi kesehatan, pengetahuan ibu hamil dapat
meningkat sehingga ibu hamil dapat mengetahui tentang antenatal care dengan
baik, penelitian oleh (Hutagaol, 2018)

8
2.2 Tinjauan tentang Praktik Kebidanan

A. Ruang Lingkup dalam Praktik Kebidanan


1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan. Lulus dengan persyaratan yang ditelah ditetapkan dan
memperoleh kualifikasi untuk registrasi dnn memperoleh izin untuk
melaksanakan praktik kebidanan.
2. Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan
yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya,
didasari etika dan kode etik bidan. Selain itu diartikan juga
sebagai serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan
kewenangan dan kemampuannya. Praktek Kebidanan
merupakan Penerapan ilmu kebidanan dalam pemberian pelayanan atau
asuhan kebidanan dengan klien menggunakan pendekatan manajem
kebidanan. Lingkup praktik kebidanan meliputi asuhan mandiri / otonomi
pada perempuan, remaja putri, dan wanita dewasa sebelum, selama
kehamilan dan sesudahnya.
3. Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni
yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan
menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan
menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia
serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan
komunitasnya.
4. Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir
yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah
secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
5. Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.

9
6. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang
dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

B. Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan


kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat
dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan. Pelayanan kebidanan
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk
mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka
tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.Sasaran pelayanan kebidanan
adalah individu, keluarga, dan masyarakat, yang meliputi upaya dapat dibedakan
menjadi :

1. Layanan Kebidanan Primer

Merupakan asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien dan


sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.

2. Layanan Kebidanan Kolaborasi

Merupakan asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien dengan


tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat (mis : bidan,
dokter atau tenaga kesehatan yang professional lainnya). Bidan menuoakan
anggota tim.

3. layanan Kebidanan Rujukan

Merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan menyerahkan


tanggung jawab kepada dokter, ahli dan / atau tenaga kesehatan professional
lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan klien di luar kewenangan bidan dalam
rangka menjamin kesejahteraan ibu dan anaknya.
Contoh: Pelayanan yang dilakukan bidan ketika menerima rujukan dari dukun,

10
layanan rujukan bidan ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan secar horizontal
atau vertical atau ke profesi kesehatan yang lain

C. Praktik dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan praktik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari


pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggung jawab
memberikan pelayanan kebidanan yang optimal dalam meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kebidanan yang diberikan selama 24 jam secara
berkesinambungan. Bidan harus memiliki keterampilan professional, ataupun
global. Agar bidan dapat menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu
adanya pendekatan sosial budaya yang dapat menjembatani pelayanannya kepada
pasien.

Program pelayanan kebidanan yang optimal dapat dicapai dengan adanya


tenaga bidan yang professional dan dapat diandalkan dalam memberikan
pelayanan kebidanannya berdasarkan kaidah-kaidah profesi yang telah
ditentukan,seperti memiliki berbagai pengetahuan yang luas mengenai kebidanan,
dan diterapkan oleh para bidan dalam melakukan pendekatan asuhan kebidanan
kepada masyarakat.

Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi, melalui


pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa bentuk pendekatan
yang dapat digunakan atau diterapkan oleh para bidan dalam melakukan
pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat misalnya paguyuban, kesenian
tradisional, agama dan sistem banjar. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan
masyarakat dalam menerima, bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan
oleh petugas, bukanlah sesuatu yang tabu tetapi sesuatu hal yang nyata atau benar
adanya.

11
2.3. Tinjauan Tentang Refleksi Praktik Dalam Pelayanan Kebidanan

A. Refleksi Praktik Kebidanan

Refleksi praktik dalam pelayanan kebidanan dimaksudkan sebagai bentuk


pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi oleh filosofi yang dianut bidan
(filosofi asuhan kebidanan) meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam paradigma
kesehatan (manusia-perilaku, lingkungan & pelayanan kesehatan).

Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas


sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina
hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan.
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh
ketrampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling
yang baik kepada klien.

Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas


dan sebagai tenaga kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra
masyarakat, khususnya keluarga sebagai unit terkecilnya, yang berarti bidan
memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
holistik komprehensif (berkesinambungan, terpadu, dan paripurna), yang
mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya
mencapai terwujudnya paradigma sehat. Jadi seorang bidan dituntut untuk
menjadi individu yang professional dan handal memberikan pelayanan yang
berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia.

B. Praktik dalam Asuhan Kebidanan


1. Monitoring keadaan fisik, psikologis spiritual dan sosial perempuan dan
keluarganya sepanjang siklus reproduksinya
2. Menyediakan kebutuhan perempuan seperti pendidikan, konseling dan
asuhan keahmilan; pendamping asuhan berkesinambungan selama,
kehamilan, persalinan dan periode post partum.
3. Meminimalkan intervens

12
4. Mengidentifikasi dan merujuk perempuan yang memiliki tanda bahaya.

C. Model Praktek Kebidanan di Indonesia


1. Primary Care

Bidan sebagai pemberi asuhan bertanggung jawab sendiri dalam


memberikan asuhan yang berkesinambungan sejak hamil, melahirkan dan post
partum,sesuai kewenangan bidan.

2. Continuity of Care

Diselenggarakan oleh sekelompok bidan dengan standard praktik yang


sama filosofi dan proses pelayanannya adalah partnership.

3. Collaborative Care

Bidan perlu berkolaborasi dengan professional lain untuk menjamin


kliennya menerima pelayanan yang baik bila terjadi sesuatu dalam asuhan.
Kolaborasi dilaksanakan dengan informed choice demi keuntungan ibu dan bayi.
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan,
pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak,
melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika
diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan. Bidan mempunyai
tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada
perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus
mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat
meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi
dan asuhan anak. Pelayanan kebidanan merupakan salah satu kegiatan dalam
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan,
hidup sehat dan mengambil bagian dalam pelayanan kesehatan masyarakat, turut
membantu menghasilkan generasi bangsa yang cerdas.

Pelayanan yang demikian karena pelayanan kebidanan ditujukan kepada


perempuan sejak masa sebelum konsepsi, masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi

13
baru lahir dan balita. Tentu saja pelayanan kebidanan yang berkualitas akan
member hasil yang berkualitas, yaitu kepuasan pelanggan maupun provider dan
pelayanan yang bermutu. Untuk pelayanan yang berkualitas tersebut diperlukan
seorang pemimpin yang dapat meningkatkan terus mutu pelayanan kebidanan
yang diberikan oleh organisasinya dan pelayanan yang diberikan harus
berorientasi pada mutu.

Bidan adalah profesi yang benar-benar harus dijiwai karena sangat


menuntut tanggung jawab. Bidan juga nantinya akan menjadi pemberi asuhan di
tengah masyarakat. Bidan adalah orang yang berperan penting dalam terciptanya
ibu dan anak yang sehat dan keluarga bahagia serta generasi bangsa yang sehat.

14

Anda mungkin juga menyukai