Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAN BIDAN DALAM PASIEN SAFETY

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Pasien Safety yang
Diampu Oleh Dosen Ni Wayan Armini, S.ST.,M.Keb

OLEH :

KELOMPOK 6 KELAS B

1. Ni Made Oki Pusparini (26)


2. Komang Tresi Puspa Damayanti (27)
3. Ni Komang Sekar Tri Arianti (28)
4. Desak Putu Desi Kusuma Dewi (29)
5. Ni Putu Prasetya Dewi (30)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
DENPASAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien merupakan salah satu isu global dalam pelayanan
kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan jutaan pasien
diseluruh dunia yang terancam mendapatkan cedera, bahkan kematian setiap
tahunnya terkait dengan kesalahan praktik kesehatan. Oleh karena itu, WHO
mendekralasikan lembaga World Alliance for Patient Safety sebagai bentuk
perhatian dunia terhadap keselamatan pasien di berbagai negara (World Health
Organization, 2016). World Alliance for Patient Safety ini bertujuan untuk
mengkoordinasikan aksi-aksi global terkait dengan keselamatan pasien dan
melawan permasalahan-permasalahan kerugian pasien yang semakin banyak
dilaporkan (Keselamatan pasien didefinisikan sebagai perilaku keseluruhan
individu dan organisasi berdasarkan seperangkat keyakinan dan nilai-nilai yang
ditujukan untuk mengurangi peluang pasien mengalami cedera.
Laporan dari Institute of Medicine (IOM) menyebutkan terdapat 44.000
sampai dengan 98.000 kematian akibat kesalahan medis (medical error) yang
terjadi di Amerika Serikat (IOM, 2000). Laporan tersebut telah menggerakkan
sistem kesehatan dunia untuk merubah paradigma pelayanan kesehatan akan
pentingnya keselamatan pasien (patient safety).
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan rumah sakit yang berdampak
terhadap keselamatan pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah
sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek
keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit.
Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada
pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan dan hal tersebut terkait mutu dan citra perumahsakitan.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien.Di
rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, dan alat- alat
dengan teknologinya. Sementara itu, bermacam jenis tenaga profesi dan non
profesi yang siap memberikan pelayanan 24 jam terus menerus. Keberagaman dan
kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), bahkan menimbulkan “never
event” atau kejadian yang seharusnya tidak terjadi seperti operasi pada pasien
yang salah dan salah melakukan amputasi.
Di Indonesia Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (GKPRS) telah
dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 21 Agustus
2005, dimana setiap rumah sakit dapat membentuk tim keselamatan pasien rumah
sakit. Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem yang
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission). Hal ini selaras dengan kebijakan WHO bahwa pelayanan kesehatan
wajib memberikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi pasien.
WHO mendefinisikan Kejadian Tidak Diinginkan sebagai suatu proses atau
tindakan kelalaian yang mengakibatkan kondisi bahaya bagi kesehatan dan/atau
kerusakan yang tidak diinginkan oleh pasien sehingga mengakibatkan kerugian
bagi pasien. Sementara itu, menurut IOM, kejadian tidak diharapkan merupakan
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak (ommision), dan
bukan karena ”underlying disease” atau kondisi pasien. KTD yang mengakibatkan
cedera pada pasien bisa dikarenakan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan
medis yang tidak dapat dicegah.
Terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit memberikan dampak
yang merugikan tidak hanya bagi pihak rumah sakit tetapi juga bagi pasien
sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak lain yang di timbulkan adalah
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Hal
ini akan berdampak kepada rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang diberikan,
karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 11 tahun 2017, keselamatan pasien adalah
suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Enam sasaran penanganan
keselamatan pasien menurut Joint Commission International antara lain: (1)
ketepatan identifikasi pasien, (2) meningkatkan komunikasi secara efektif, (3)
meningkatkan keamanan dari high-alert medications, (4) memastikan benar
tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, (5) mengurangi risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan, (6) mengurangi risiko pasien jatuh.
Sebagai salah satu pelayanan kesehatan primer yang paling dekat dengan
masyarakat adalah Bidan. Berdasarkan data Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
(MTKI) Kemenkes RI per November 2015, jumlah tenaga Bidan adalah 353.003
orang yang tersebar di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Terkait dengan
pelayanan kesehatan ibu, menurut Profil Kesehatan Indonesia 2015, lebih dari
50% pelayanan kesehatan ibu dan anak serta KB diberikan oleh bidan, baik di
Puskesmas, Rumah Bersalin, Bidan Praktik Mandiri maupun Bidan di desa. Saat
ini masalah kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia adalah terkait masih tingginya
angka kematian ibu di Indonesia yaitu 305/100.000 kelahiran hidup dengan
penyebab kematian tertinggi adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan
infeksi (Survey Penduduk Antar Sensus, 2015). Berdasarkan hasil analisis lanjut,
lebih dari 50% kematian ibu dapat dicegah dengan teknologi yang ada dan biaya
relatif rendah. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan dan kesenjangan peran
bidan selaku tenaga pelayanan kesehatan dalam melakukan manajemen risiko
yang ada di pelayanan. Keadaan tersebut kemungkinan terkait dengan kejadian
yang tidak diharapkan (KTD) dalam pelayanan praktik bidan, dimana kondisi ini
menimbulkan rasa tidak nyaman, tidak sembuh, kecacatan bahkan kematian.
Selain penerapan asuhan kebidanan (pelayanan kebidanan) yang berkualitas,
juga perlu menerapkan patient safety untuk menjaga keselamatan pasien. Pasien
sebagai pengguna layanan memiliki hak atas diberikannya pelayanan yang
berkualitas dan aman, mengingat bidan bekerja sendiri sehingga dibutuhkan
standar pelayanan yang tinggi dalam mencegah terjadinya kejadian yang tidak
diinginkan dalam memberikan pelayanan kebidanan.
Kompleksitas dalam pelayanan kebidanan yang diberikan dapat menimbulkan
kerawanan kesalahan medik yang dapat menyebabkan kesalahan atau kelalaian
manusia. Kelalaian medis bisa berupa ketidaksengajaan bidan dalam tindakan
pelayanan yang sering disebut juga medical error. Pada dasarnya kelalaian terjadi
apabila seseorang dengan tidak sengaja melakukan suatu yang seharusnya tidak
dilakukan (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omissioni) yang
seharusnya dilakukan oleh orang lain dengan kualifikasi yang sama pada suatu
keadaan dalam kondisi serta situasi yang sama pula. Praktik kebidanan merupakan
suatu praktik yang penuh dengan risiko. Tindakan diagnostik maupun terapetik
tidak pernah lepas dari kemungkinan cedera, syok sampai meninggal. Selain itu,
pada umumnya hasil suatu pengobatan tidak dapat diramalkan secara pasti.
Seorang bidan dikatakan melakukan malpraktik jika ia melakukan praktik
kebidanan sedemikian buruknya, misalnya kelalaian, kecerobohan yang nyata atau
kesengajaan yang tidak mungkin dilakukan oleh bidan pada umumnya, yang
bertentangan dengan standar pelayanan,sehingga pasien mengalami kerugian.
Tingginya permintaan masyarakat terhadap peran aktif bidan dalam
memberikan pelayanan terus meningkat. Ini merupakan bukti bahwa eksistensi
bidan di tengah masyarakat semakin memperoleh kepercayaan, pengakuan dan
penghargaan. Berdasarkan hal inilah, bidan dituntut untuk selalu berusaha
meningkatkan kemampuan sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas
pelayanannya termasuk pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi. Melalui pelayanan berkualitas pelayanan yang terbaik dan terjangkau
yang diberikan oleh bidan, kepuasan pelanggan baik kepada individu, keluarga
dan masyarakat dapat tercapai. Untuk itu perlunya penerapan perilaku
keselamatan pasien dalam pelayanan BPM yang dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah KTD dan meningkatkan kualitas pelayanan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan indentifikasi masalah maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana peran bidan dalam patient
safety ?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran bidan dalam patient safety.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang patient safety
b. Mengetahui tentang definisi bidan

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sumber pustaka atau referensi serta
informasi data dasar sebagai penunjang wawasan dan pengetahuan khususnya
mengenai peran bidan dalam patien safety.
2. Manfaat Praktis
Insiden keselamatan pasien merupakan salah satu indikator dalam mengukur
mutu layanan fasilitas kesehatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
bidan dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman dan berkualitas.
Dengan dilaksanakannya model keselamatan pasien diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat
dan citra tenaga kesehatan khususnya bidan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keselamatan Pasien (Patient Safety)


1. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan sebagai
“freedom from accidental injury” oleh Institute Of Medicine (IOM). Sejalan
dengan batasan tersebut, Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)
mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari cedera (harm) yang
seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan kesehatan
yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan (Wardhani, 2017 : 2).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
keselamatan pasien merupakan suatu sistem untuk melakukan pencegahan serta
perbaikan yang diakibatkan dari kesalahan pelayanan kesehatan terhadap pasien.
2. Standar Keselamatan Pasien
Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya
dilakukan dengan menggunakan instrumen akreditasi rumah sakit. Standar
keselamatan pasien rumah sakit disusun mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA tahun 2002 yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi perumahsakitan di Indonesia (Kemenkes RI, 2015). Menurut Kemenkes
RI (2015), standar keselamatan pasien terdiri dari tujuh standar, yaitu :
a. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya kejadian
tidak diharapkan.
b. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terinterasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian
tidak diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektivitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan, dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan, dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
3. Insiden Keselamatan Pasien
Menurut PMK No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, Insiden
keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian
tidak cedera, dan kejadian potensial cedera. Adapun jenis-jenis insiden yang
ditetapkan dalam PMK No. 11 Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu kejadian insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera.
d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
e. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” adalah kondisi
yang sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
f. Kejadian sentinel merupakan suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer
dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik
maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan
pasien.
4. Penanganan Insiden
Menurut PMK No. 11 Tahun 2017, Penanganan insiden ditujukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Penanganan
Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui pembentukan tim
Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
sebagai pelaksana kegiatan penanganan Insiden. Dalam melakukan Penanganan
Insiden, dilakukan kegiatan berupa pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisis
penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum, dan mempermalukan
seseorang. Tim keselamatan pasien bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan. Keanggotaan Tim keselamatan pasien paling sedikit
terdiri atas unsur manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan unsur klinisi di
fasilitas pelayanan kesehatan. Tim Keselamatan Pasien melaksanakan tugas:
a. Menyusun kebijakan dan pengaturan di bidang Keselamatan Pasien untuk
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
b. Mengembangkan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan
c. Melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang
penerapan program keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
d. Melakukan pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan kesehatan
e. Melakukan pencatatan, pelaporan Insiden, analisis insiden termasuk
melakukan RCA, dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan
Keselamatan Pasien
f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien
g. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
h. Mengirim laporan Insiden secara kontinu melalui ereporting sesuai dengan
pedoman pelaporan Insiden.
Tim Keselamatan Pasien dapat dikembangkan menjadi Komite Keselamatan
Pasien fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam hal tim Keselamatan Pasien belum dapat
dibentuk karena keterbatasan tenaga, fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki
petugas yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan. Setiap Insiden harus dilaporkan secara internal
kepada tim Keselamatan Pasien dalam waktu paling lambat 2x24 (dua kali dua
puluh empat) jam dengan menggunakan format laporan. Laporan diverifikasi oleh
tim Keselamatan Pasien untuk memastikan kebenaran adanya Insiden. Setelah
melakukan verifikasi laporan tim Keselamatan Pasien melakukan investigasi
dalam bentuk wawancara dan pemeriksaan dokumen. Berdasarkan hasil
investigasi, tim Keselamatan Pasien menentukan derajat insiden (grading) dan
melakukan Root Cause Analysis (RCA) dengan metode baku untuk menemukan
akar masalah.
Tim keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien
kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause
Analysis (RCA). Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan
Insiden, secara online atau tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
sesuai dengan format laporan. Pelaporan insiden disampaikan setelah dilakukan
analisis, serta mendapatkan rekomendasi dan solusi dari tim Keselamatan Pasien
fasilitas pelayanan kesehatan. Pelaporan insiden ditujukan untuk menurunkan
insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan Keselamatan Pasien
dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).
Pelaporan insiden harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim
(tanpa identitas), dan tidak mudah diakses oleh orang yang tidak berhak. Setelah
menerima pelaporan insiden, Komite Nasional Keselamatan Pasien melakukan
pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) berupa rekomendasi
Keselamatan Pasien dalam rangka mencegah berulangnya kejadian yang sama di
fasilitas pelayanan kesehatan lain secara nasional. Setiap dokumen pelaporan dan
analisis Insiden tidak diperuntukkan sebagai alat bukti hukum dalam proses
peradilan.
B. Bidan

C. Peran Bidan dalam Patient Safety

Anda mungkin juga menyukai