Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS LANGKAH-LANGKAH PATIENT SAFETY PADA

KELUARGA BERENCANA

MAKALAH

Diajukan Untuk Mememuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Patient Safety
di Program Studi Profesi Kebidanan

Disusun Oleh:

Ingelda Soraya
Ira Nufus Khaerani
Nayobi Intan
Nuning Nurbiyanti
Nurlaela Kurnia Rahayu

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah


memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat membuat dan
menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Langkah-langkah Patient Safety
pada Keluarga Berencana” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patient
Safety di Program Studi Profesi Kebidanan

Makalah ini bisa diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Ibu Hj. Ani Radiati R, S.Pd, M. Kes selaku direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Ibu Nunung Mulyani, APP, M. Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Ibu Dr. Meti Widiya Lestari, SST, M. Keb selaku ketua prodi Profesi
Kebidanan
4. Ibu Sinar Pertiwi, SST, MPH selaku wali kelas Profesi Kebidanan tahun
2020
5. Nita Nurvita, SST, M.Keb selaku dosen mata kuliah Patient Safety.
6. Teman-teman dan pihak yang terkait yang ikut membantu menyelesaikan
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya pengetahuan dan
pengalaman.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, Terimakasih.

Tasikmalaya, 14 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................4
A. Pengertian Patient Safety..............................................................................4
B. Langkah-Langkah Patient Safety dalam Keluarga Berencana......................7
C. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Dalam Situasi
Pandemi Covid-19..............................................................................................11
D. Pelayanan Keluarga Berencana Dalam Masa Pandemi Covid-19 dan
Adaptasi Kebiasaan Baru...................................................................................13
E. Alat Pelindung Diri Dalam Pelayanan Keluarga Berencana......................23
BAB III PENUTUP..............................................................................................26
A. Kesimpulan.................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan pasien merupakan salah satu isu global dalam
pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan
jutaan pasien diseluruh dunia yang terancam mendapatkan cedera,
bahkan kematian setiap tahunnya terkait dengan kesalahan praktik
kesehatan. Oleh karena itu, WHO mendekralasikan lembaga World
Alliance for Patient Safety sebagai bentuk perhatian dunia terhadap
keselamatan pasien di berbagai negara (World Health Organization,
2016). Lebih lanjut, World Alliance for Patient Safety ini bertujuan untuk
mengkoordinasikan aksi-aksi global terkait dengan keselamatan pasien
dan melawan permasalahan-permasalahan kerugian pasien yang semakin
banyak dilaporkan (Donaldson & Fletcher, 2006). Keselamatan pasien
didefinisikan sebagai perilaku keseluruhan individu dan organisasi
berdasarkan seperangkat keyakinan dan nilai-nilai yang ditujukan untuk
mengurangi peluang pasien mengalami cedera (Ronald, 2005).
Laporan dari Institute of Medicine (IOM) pada tahun 2000
menyebutkan terdapat 44.000 sampai dengan 98.000 kematian akibat
kesalahan medis (medical error) yang terjadi di Amerika Serikat (IOM,
2000). Laporan tersebut telah menggerakkan sistem kesehatan dunia
untuk merubah paradigma pelayanan kesehatan akan pentingnya
keselamatan pasien (patient safety).
Pada tahun 2007 Komisi Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-
RS) melaporkan adanya insiden keselamatan pasien sebanyak 145
insiden yang terdiri dari KTD 46%, Kejadian Nyaris Cedera (KNC) 48%
dan lain-lain 6%. Berdasarkan lokasi kejadian, KTD tertinggi ditemukan
di DKI Jakarta yaitu 37,9%, diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta
13,8%, Jawa timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali
1,4%, Sulawesi Selatan 0,69%, dan Aceh 0,68%. Berdasarkan Laporan
Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien, kesalahan dalam pemberian

1
2

obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden


yang dilaporkan (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2005).
Enam sasaran penanganan keselamatan pasien menurut Joint
Commission International antara lain: (1) ketepatan identifikasi pasien,
(2) meningkatkan komunikasi secara efektif, (3) meningkatkan keamanan
dari high-alert medications, (4) memastikan benar tempat, benar
prosedur, dan benar pembedahan pasien, (5) mengurangi risiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan, (6) mengurangi risiko pasien jatuh (Depkes
RI, 2008).
Sebagai salah satu pelayanan kesehatan primer yang paling dekat
dengan masyarakat adalah Bidan. Berdasarkan data Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI) Kemenkes RI per November 2015, jumlah
tenaga Bidan adalah 353.003 orang yang tersebar di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan, sebagian besar bidan memberikan pelayanan
kebidanan secara mandiri di rumah (BPM) dan di daerah pedesaan (bidan
di desa).
Terkait dengan pelayanan kesehatan ibu, menurut Profil
Kesehatan Indonesia 2015, lebih dari 50% pelayanan kesehatan ibu dan
anak serta KB diberikan oleh bidan, baik di Puskesmas, Rumah Bersalin,
Bidan Praktik Mandiri maupun Bidan di desa. Saat ini masalah kesehatan
Ibu dan Anak di Indonesia adalah terkait masih tingginya angka kematian
ibu di Indonesia yaitu 305/100.000 kelahiran hidup dengan penyebab
kematian tertinggi adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan
infeksi (Survey Penduduk Antar Sensus, 2015). Berdasarkan hasil
analisis lanjut, lebih dari 50% kematian ibu dapat dicegah dengan
teknologi yang ada dan biaya relatif rendah (Saifuddin, 2012). Sedangkan
menurut SDKI, 2012, lebih dari 40% kematian ibu di RS rujukan berasal
dari rujukan bidan dan Puskesmas.
Selain penerapan asuhan kebidanan (pelayanan kebidanan) yang
berkualitas, BPM juga perlu menerapkan patient safety untuk menjaga
keselamatan pasien. Pasien sebagai pengguna layanan BPM memiliki hak
atas diberikannya pelayanan yang berkualitas dan aman, mengingat bidan
3

bekerja sendiri sehingga dibutuhkan standar pelayanan yang tinggi dalam


mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan dalam memberikan
pelayanan kebidanan.
Kompleksitas dalam pelayanan kebidanan yang diberikan dapat
menimbulkan kerawanan kesalahan medik yang dapat menyebabkan
kesalahan atau kelalaian manusia. Kelalaian medis bisa berupa
ketidaksengajaan bidan dalam tindakan pelayanan yang sering disebut
juga medical error. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang
dengan tidak sengaja melakukan suatu yang seharusnya tidak dilakukan
(commission) atau tidak melakukan sesuatu (omissioni) yang seharusnya
dilakukan oleh orang lain dengan kualifikasi yang sama pada suatu
keadaan dalam kondisi serta situasi yang sama pula.
Selama ini konsep keselamatan pasien telah dilaksanakan di
tingkat pelayanan sekunder yaitu rumah sakit. Namun belum
dilaksanakan di tingkat pelayanan primer termasuk pelayanan di BPM.
Praktik bidan merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat)
sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan patient safety pada pelayanan Keluarga Berencana
(KB)?

C. Tujuan
Untuk mengetahui pelaksanaan patient safety pada kebidanan keluarga
berencana (KB).
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Patient Safety


Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera
aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis
dan kesalahan pengobatan. Patient safety (keselamatan pasien) rumah
sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem
ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (Zees, Zulfiayu, & Aswad, 2017).
Pengertian lain tentang keselamatan pasien yaitu menurut Emanuel
(2008), yang menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin ilmu
di sektor perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu keselamatan
menuju tujuan mencapai sistem penyampaian layanan kesehatan yang
dapat dipercaya. Keselamatan pasien juga merupakan atribut sistem
perawatan kesehatan; Ini meminimalkan kejadian dan dampak, dan
memaksimalkan pemulihan dari efek samping (Tutiany, Lindawati, &
Krisanti, 2017).
A. Standar Keselamatan Pasien
1. Hak Pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan tedrjadinya insiden. Kriterianya adalah terdiri
dari:

6
5

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan


b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan (contohnya: dokter menulis pada asessmen medik atau
catatan pasien terintegrasi pada rekam medis pasien)

Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan


penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalah fasilitas pelayanan kesehatan harus
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan
dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga
dapat:
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan
kesehatan
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah fasilitas pelayanan kesehatan menjamin
keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
6

koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Dimensi


kesinambungan layanan Kesehatan artinya pasien dapat dilayani sesuai
dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa
mengulangi posedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Karena
Riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan
terkini, layanan Kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat
terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah fasilitas pelayanan kesehatan harus
mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah terdiri dari :
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan serta meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien
7

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standarnya adalah terdiri dari :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki
proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Standarnya adalah terdiri dari :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

B. Langkah-Langkah Patient Safety dalam Keluarga Berencana


Langkah-Langkah Patient Safety dalam Keluarga Berencana
mengacu kepada “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” yang
diterbitkan oleh WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tahun
2007, yaitu:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM/Look-
Alike, Sound-Alike Medication Names).
8

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) yang


membingungkan staf pelaksana, adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu
obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan, akibat bingung terhadap nama merek atau
generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep,
label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep

2. Pastikan Identifikasi Pasien.


Kegagalan yang meluas dan terus-menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar, sering mengarah pada kesalahan
pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur
yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya,
dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit
dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini; serta penggunaan SPO untuk membedakan identifikasi
pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan
pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien, rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan SPO untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
9

pertanyaanpertanyaan pada saat serah terima. Contoh : komunikasi


dengan SBAR
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan ini seharusnya dapat dicegah. Kasus-kasus
dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh
yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak
adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling
banyak kontribusinya terhadap kesalahan macam ini adalah tidak ada
atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur,
sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas
pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. Contoh : penandaan
lokasi operasi pada lokasi tubuh yang ada lateralisasi dan adanya sign
in, time out, dan sign out.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media
kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan
untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah
membuat standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas penyimpanan , pelabelan dan pengenceran cairan
elektrolit pekat yang spesifik. Contoh : penyimpanan elektrolit pekat,
pemberian label high allert, instruksi yang jelas untuk pengenceran,
SPO pemberian obat high allert dengan double check
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakaan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
10

seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai


“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana
menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut
kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer
atau dilepaskan. Contoh : adanya formulir transfer pasien pada rekam
medis yang berisi catatan tentang obat yang diberikan bila pasien
dipindahkan keruangan rawat lain/ transfer .
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus
didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera
atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien, misalnya
menggunakan sambungan dan slang yang benar). Contoh : SPO
pemasangan NGT, SPO pemasangan kateter urine
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran
HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari
jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang
jarum difasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip
pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka
mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum suntik
sekali pakai yang aman. Contoh : Kebijakan single use untuk jarum
suntik
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan
infeksi.
11

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang
di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-sakit.
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-
rubs, dan sebagainya. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan
tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai
teknik kebersihan tangan yang benar, mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik yang lain.
Contoh: Kebijakan dan SPO tentang hand hygiene (Tutiany,
Lindawati, & Krisanti, 2017).

C. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Dalam


Situasi Pandemi Covid-19
1. Pesan Bagi Masyarakat terkait Pelayanan Keluarga Berencana Pada
Situasi Pandemi Covid-19
a. Tunda kehamilan sampai kondisi pandemi berakhir
b. Akseptor KB sebaiknya tidak datang ke petugas Kesehatan, kecuali
yang mempunyai keluhan, dengan syarat membuat perjanjian
terlebih dahulu dengan petugas Kesehatan.
c. Bagi akseptor IUD/Implan yang sudah habis masa pakainya, jika
tidak memungkinkan untuk datang ke petugas Kesehatan dapat
menggunakan kondom yang dapat diperoleh dengan menghubungi
petugas PLKB atau kader melalui telfon. Apabila tidak tersedia
bisa menggunakan cara tradisional (pantang berkala atau senggama
terputus).
d. Bagi akseptor Suntik diharapkan datang ke petugas kesehatan
sesuai jadwal dengan membuat perjanjian sebelumnya. Jika tidak
memungkinkan, dapat menggunakan kondom yang dapat diperoleh
dengan menghubungi petugas PLKB atau kader melalui telfon.
Apabila tidak tersedia bisa menggunakan cara tradisional (pantang
berkala atau senggama terputus)
12

e. Bagi akseptor Pil diharapkan dapat menghubungi petugas PLKB


atau kader atau Petugas Kesehatan via telfon untuk mendapatkan
Pil KB.
f. Ibu yang sudah melahirkan sebaiknya langsung menggunakan KB
Pasca Persalinan (KBPP)
g. Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta
pelaksanaan konseling terkait KB dapat diperoleh secara online
atau konsultasi via telpon
2. Rekomendasi bagi Petugas Kesehatan terkait Pelayanan Keluarga
Berencana pada Situasi Pandemi Covid-19
a. Petugas Kesehatan dapat memberikan pelayanan KB dengan syarat
menggunakan APD lengkap sesuai standar dan sudah mendapatkan
perjanjian terlebih dahulu dari klien :
1) Akseptor yang mempunyai keluhan
2) Bagi akseptor IUD/Implan yang sudah habis masa pakainya
3) Bagi akseptor Suntik yang datang sesuai jadwal.
b. Petugas Kesehatan tetap memberikan pelayanan KBPP sesuai
program yaitu dengan mengutamakan metode MKJP (IUD Pasca
Plasenta / MOW)
c. Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PL KB dan Kader
untuk minta bantuan pemberian kondom kepada klien yang
membutuhkan yaitu :
1) Bagi akseptor IUD/Implan/suntik yang sudah habis masa
pakainya, tetapi tidak bisa kontrol ke petugas kesehatan
2) Bagi akseptor Suntik yang tidak bisa kontrol kembali ke
petugas Kesehatan sesuai jadwal
d. Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PL KB dan Kader
untuk minta bantuan pemberian Pil KB kepada klien yang
membutuhkan yaitu : Bagi akseptor Pil yang harus mendapatkan
sesuai jadwal
13

e. Pemberian Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta


pelaksanaan konseling terkait kesehatan reproduksi dan KB dapat
dilaksanakan secara online atau konsultasi via telpon
3. Hal Yang Perlu Diperhatikan oleh Petugas Kesehatan dalam
Pelaksanaan Pelayanan
a. Mendorong semua PUS untuk menunda kehamilan dengan tetap
menggunakan kontrasepsi di situasi pandemi Covid-19, dengan
meningkatkan penyampaian informasi/KIE ke masyarakat
b. Petugas Kesehatan harus menggunakan APD dengan level yang
disesuaikan dengan pelayanan yang diberikan dan memastikan
klien yang datang menggunakan masker dan membuat perjanjian
terlebih dahulu
c. Kader dalam membantu pelayanan juga diharapkan melakukan
upaya pencegahan dengan selalu menggunakan masker dan segara
mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir atau
handsanitizer setelah ketemu klien
d. Berkoordinasi dengan PLKB kecamatan untuk ketersediaan pil dan
kondom di Kader atau PLKB, sebagai alternative pengganti bagi
klien yang tidak dapat ketemu petugas Kesehatan
e. Melakukan koordinasi untuk meningkatkan peran PL KB dan
kader dalam membantu pendistribusian pil KB dan kondom kepada
klien yang membutuhkan, yang tetap berkoordinasi dengan petugas
Kesehatan
f. Memudahkan masyarakat untuk untuk mendapatkan akses
informasi tentang pelayanan KB di wilayah kerjanya, missal
dengan membuat hotline di Puskemas dan lain-lain.

D. Pelayanan Keluarga Berencana Dalam Masa Pandemi Covid-19 dan


Adaptasi Kebiasaan Baru
1. Himbauan Pada Pasangan Usia Subur
a. Sebaiknya PUS menunda dan atau merencanakan kehamilan
dengan baik sampai kondisi pandemi Covid -19 berakhir dengan
14

memperhatikan: - Layak hamil - Kemudahan akses mendapatkan


pelayanan yang berkualitas.
b. Perencanaan kehamilan dilakukan dengan memastikan bahwa
memang sudah layak untuk hamil. Setelah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Usia PUS antara 20 – 35 tahun
2) Belum mempunyai anak atau memiliki anak tidak lebih dari 2
3) Jarak antar kehamilan tidak kurang dari 2 tahun
4) Memiliki status gizi normal yaitu IMT 18,5 – 25,0
5) Tidak KEK (lingkar lengan atas ≥ 23,5 cm)
6) Tinggi Badan > 145 cm. Jika tinggi badan 145 cm ke bawah
ingin hamil, pada saat persalinan harus dilakukan di Rumah
Sakit.
7) Tidak Anemia (Hb ≥ 12 g/dL)
8) Tidak mempunyai riwayat dan atau sedang menderita penyakit
kronis atau penyakit dalam kondisi terkontrol seperti
Hipertensi, DM Penyakit jantung, Kanker, Masalah kejiwaan,
Asma, Penyakit ginjal kronis, Penyakit auto imun (SLE,dll)
9) Tidak sedang menderita penyakit menular (seperti TB Paru,
Malaria, IMS) atau penyakit dalam kondisi
terkontrol/tersupresi (seperti: HIV, Hep B)
10) Tidak mempunyai riwayat obstetric yang buruk pada
kehamilan sebelumnya seperti kematian janin dalam rahim,
keguguran berulang, preeklamsi, perdarahan, seksio. Jika tetap
ingin hamil, dilakukan dibawah pengawasan petugas
Kesehatan.
11) Untuk calon pengantin sebaiknya calon pengantin perempuan
dan calon pengantin laki-laki tidak sama-sama mempunyai
penyakit atau pembawa sifat Talasemia Atau Hemofilia, karena
akan berisiko melahirkan anak dengan Talasemia atau
Hemofilia
15

c. Pastikan menggunakan alat atau obat kontrasepsi bagi PUS yang


ingin menunda kehamilan atau tidak ingin hamil lagi;
2. Panduan Pelaksanaan Pelayanan
Pelayanan KB di masa pandemik covid 19 dan masa adaptasi
kebiasaan baru dilaksanakan dengan memaksimalkan penerapan
protokol pencegahan covid-19 pada petugas, akseptor, keluarga serta
masyarakat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Pelaksanaan Pelayanan KB

No Kriteria Zona Hijau dan Zona Zona Orange dan Zona


Kuning Merah
1. Teknis umum  Pelayanan KB dapat  Pelayanan KB dapat
Pelaksanaan dilaksanakan tetapi dilaksanakan tetapi
Pelayanan dilakukan dengan dilakukan dengan
pengaturan jumlah pengaturan jumlah
pasien dan waktu pasien dan waktu
pelayanan yang pelayanan yang
dilakukan secara tele dilakukan secara tele
registrasi registrasi
 Akseptor KB
sebaiknya tidak
datang ke petugas
kesehatan, kecuali
yang mempunyai
keluhan, dengan
syarat membuat
perjanjian terlebih
dahulu dengan
petugas Kesehatan
 Dilakukan anamnesa  Dilakukan anamnesa
melalui teleregistrasi melalui teleregistrasi
terkait: gejala dan terkait: - gejala dan
16

risiko tertular covid risiko tertular covid -


(dengan menelusuri konseling penggunaan
riwayat kontak), KB, (apabila masih
konsultasi dibutuhkan informasi
penggunaan KB dapat lanjutan dapat
dilakukan dengan diberikan saat tatap
tatap muka dengan muka dengan waktu
tetap memperhatikan yang terbatas).
protokol kesehatan
 Melakukan validasi  Melakukan validasi
hasil anamnesa hasil anamnesa
teleregistrasi dengan teleregistrasi dengan
melakukan triase. melakukan triase.
Kepada klien yang Kepada klien yang
datang ke fasilitas datang ke fasilitas
kesehatan kesehatan.
2. Pelayanan  Petugas Kesehatan  Petugas Kesehatan
Medis dapat memberikan dapat memberikan
Pemberian pelayanan KB dengan pelayanan KB dengan
kontraseps syarat menggunakan syarat menggunakan
APD lengkap sesuai APD lengkap sesuai
standar dan sudah standar dan
mendapatkan memperhatikan
perjanjian terlebih protokol Kesehatan
dahulu dari klien : bagi klien :
- Akseptor yang - Akseptor yang
mempunyai mempunyai
keluhan keluhan
- Bagi akseptor - Bagi akseptor
AKDR atau AKDR atau
Implan yang Implan yang
sudah habis masa sudah habis masa
17

pakainya, pakainya,
- Bagi akseptor - Bagi akseptor
Suntik yang Suntik dan pil
datang sesuai yang datang
jadwal sesuai jadwal.
- Akseptor baru
yang akan
menggunakan
AKDR, implant,
suntik dan pil
dilakukan
penapisan kondisi
medis
menggunakan
Roda KLOP
 Petugas Kesehatan  Petugas Kesehatan
dapat berkoordinasi dapat berkoordinasi
dengan PL KB dan dengan PL KB dan
Kader untuk minta Kader untuk minta
bantuan pemberian Pil bantuan pemberian
KB kepada klien yang Pil KB kepada klien
membutuhkan yaitu: yang membutuhkan
Bagi akseptor Pil yaitu:
ulangan sesuai jadwal - Bagi akseptor Pil
ulangan sesuai
jadwal
- Bagi akseptor Pil
baru, tetapi yang
sudah konsultasi
ke petugas
Kesehatan
 Petugas Kesehatan tetap memberikan pelayanan
18

KBPP sesuai program yaitu dengan mengutamakan


metode MKJP (AKDR Pasca Plasenta atau MOW
sesuai indikasi)
 Petugas Kesehatan  Petugas Kesehatan
dapat berkoordinasi dapat berkoordinasi
dengan PL KB dan dengan PL KB dan
Kader untuk minta Kader untuk minta
bantuan pemberian bantuan pemberian
kondom kepada klien kondom kepada klien
yang tidak bisa datang yang membutuhkan
kontrol ke petugas yaitu : Bagi akseptor
Kesehatan IUD atau Implan atau
suntik yang sudah
habis masa pakainya,
tetapi tidak bisa kontrol
ke petugas Kesehatan
 Petugas dapat  Tunda pelayanan
memberikan MOW interval dan
pelayanan MOW MOP, hingga wilayah
interval dan MOP di tersebut ditetapkan
FKTP dan FKTRL menjadi zona hijau atau
dengan menggunakan zona kuning (Akseptor
APD sesuai standar dapat disarankan
dan memperhatikan menggunakan pilihan
protokol pencegahan metode KB lainnya)
covid -19
3. Konseling  Konseling KB dapat  Konseling KB tidak
dilakukan secara dilakukan secara
langsung dengan langsung atau tatap
menggunakan APD muka, dapat dialihkan
dan mematuhi melalui media online
protokol pencegahan (WA, SMS, HP,
19

penularan Covid-19, Aplikasi, dsb)


tetapi apabila masih
memungkinkan masih
bisa mengoptimalkan
penggunaan media
online
4. Penyampaian  Petugas kesehatan  Petugas kesehatan
Keluhan dan memberikan memberikan konsultasi
informasi lebih konsultasi kepada kepada klien
lanju klien menggunakan menggunakan
wa/telepon atau wa/telepon
menerima klien secara
langsung dengan
menggunakan APD
dan memperhatikan
protokol pencegahan
covid-19
5. Penggerakkan  Petugas lapangan  Petugas lapangan tidak
masyarakat diperkenankan untuk diperkenankan untuk
memberikan KIE dan memberikan KIE dan
penyuluhan secara penyuluhan baik secara
langsung tetapi personal maupun
dengan jumlah penyuluhan massal
terbatas dan secara langsung kepada
memperhatikan masyarakat
protokol pencegahan
covid-19
 Pemberian KIE dapat  Pemberian KIE dapat
dikombinasikan diberikan dengan
dengan penggunaan mengoptimalkan
media online (WA, penggunaan media
Telepon, Aplikasi online (WA, Telepon,
20

smart phone, dsb) Aplikasi smart phone,


dsb)
 Optimalisasi pencatatan dan pemantauan akseptor
serta berkoordinasi dengan bidan setempat untuk
memastikan tidak terjadi putus pakai bagi klien
dimasa pandemi Covid 19
3. Rekomendasi Bagi Petugas Kesehatan dalam Melakukan Pelayanan
KB
a. Ketersediaan Sarana, Prasarana, alat kesehatan dan Bahan Habis
Pakai Penunjang Pelaksanaan Pelayanan KB
1) Tempat cuci tangan dengan sabun (pintu masuk, ruang tunggu,
ruang pelayanan)
2) Ruang ganti pakaian dan sepatu petugas termasuk loker
3) APD
4) Disinfektan
5) Papan pemberitahuan jadwal praktik nakes
6) Penyediaan masker untuk pasien yang datang tidak
menggunakan masker
7) Penyediaan alat skrining kesehatan: thermometer gun, dan
formulir penapisan
8) Disinfeksi ruangan, peralatan dan lingkungan dalam dan luar
fasilitas pelayanan secara berkala setiap hari setelah selesai
melakukan pelayanan
9) Mengupayakan ketersediaan Tele registrasi sehingga dapat
dilakukan skrining untuk memastikan bahwa klien yang datang
tidak mempunyai risiko menderita covid-19 sebelum tiba di
fasilitas kesehatan dan menyampaikan pesan-pesan untuk
mencegah penularan covid-19.
10) Tersedianya media KIE atau pesan-pesan kesehatan tentang
pencegahan penularan Covid 19
21

b. Pengaturan Tempat
1) Pengaturan tata letak alat-alat dan perkakas lainnya diatur agar
masih bisa menampung jaga jarak antara orang minimal 1-2
meter
2) Ventilasi memadai untuk sirkulasi udara keluar masuk
3) Tersedia Ruangan khusus pemakaian dan pelepasan APD
dengan SOP yang jelas ditempelkan di tempat strategis yang
mudah dibaca semua orang.
4) Tersedia tempat khusus APD yang telah digunakan dan
terdapat SOP perlakuan terhadap APD tersebut.
5) Pengaturan jarak antar tempat duduk di ruang tunggu dengan
jarak minimal 1 – 2 meter.
6) Menghimbau agar akseptor tidak membawa anggota keluarga
yang rentan (anak < 12 tahun serta lansia) saat datang ke
fasyankes
c. Pengaturan Waktu
1) Mengatur jam layanan sesuai dengan kapasitas ruang tunggu
melalui tele registrasi, sehingga tidak terjadi penumpukan
antrian akseptor di ruang tunggu
2) Membatasi jumlah pengantar klien, sebaiknya PUS datang
sendiri atau minimal bersama pasangan
d. Petugas Kesehatan Pemberi pelayanan KB
1) Petugas yang memberi pelayanan KB harus dalam kondisi
kesehatan yang baik (tidak demam atau batuk pilek), untuk
melakukan skrining sederhana dapat memanfaatkan kuisoner
pada aplikasi sehatpedia atau halodoc.
2) Sebelum melaksanakan tugas, petugas mengganti pakaian,
sepatu, dengan pakaian dan sepatu khusus untuk bertugas, serta
menggunakan masker baru
3) Lakukan skrining awal sederhana Covid-19 (anamnesa) pada
akseptor saat pendaftaran melalui tele registrasi;
22

4) Lakukan triase untuk validasi hasil skrining yang sudah


dilakukan melalui teleregistrasi, antara lain dengan cek suhu
badan
5) Petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan KB dengan
harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan mematuhi protokol pencegahan
covid-19
6) Setiap setelah melakukan pelayanan pada setiap klien langsung
cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir
7) Petugas berkoordinasi dengan PLKB atau Kader dalam
menyalurkan pemberian kondom atau Pil KB bagi akseptor
yang membutuhkan
8) Pemberian pil oleh PLKB / kader hanya untuk akseptor pil
ulangan. Jika akan berganti cara ke pil atau baru pertama kali
menggunakan pil, harus konsultasi dulu ke petugas Kesehatan
9) Petugas Kesehatan mengoptimalkan Pemberian Materi
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta pelaksanaan
konseling terkait kesehatan reproduksi dan KB secara online
atau konsultasi via telepon.
e. Petugas Lapangan KB/Kader Pemberi Pelayanan KB
1) Pemberian KIE dapat diberikan dengan mengoptimalkan
penggunaan media online (WA, Telepon, Aplikasi smart
phone, dsb)
2) Jika akan melakukan penyuluhan secara langsung harus
dilakukan dengan jumlah yang terbatas dan melakukan
protokol pencegahan penularan Covid-19
3) Optimalisasi pencatatan dan pemantauan akseptor serta
berkoordinasi dengan bidan setempat untuk memastikan tidak
terjadi putus pakai dimasa pandemi Covid 19
4) Hal hal yang perlu diperhatikan oleh PLKB / Kader dalam
melakukan pelayanan KB
23

 Petugas sudah mendapatkan informasi bahwa kondisi klien


yang dilayani berada dalam kondisi Kesehatan baik (tidak
demam atau batuk pilek), untuk melakukan skrining
sederhana dapat memanfaatkan kuisioner pada aplikasi
sehat pedia atau halodoc.
 Persiapan alat dan bahan: masker, handsanitizer, pil dan
kondom
 Petugas memberikan pelayanan KB (pemberian pil dan
kondom) kepada klien dengan harus menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu menggunakan masker dan
memperhatikan protokol pencegahan covid 19
 Memastikan pasien yang dilayani sudah menggunakan
masker
 Petugas selalu mencuci tangan atau menggunakan
handsanitizer setiap akan dan setelah melakukan penyaluran
kondom dan pil KB kepada akseptor.
 Pemberian pil oleh PLKB / kader hanya untuk akseptor
yang sebelumnya sudah menggunakan pil. Jika akan
berganti cara ke pil atau baru pertama kali menggunakan
pil, klien diminta konsultasi dahulu ke petugas Kesehatan

E. Alat Pelindung Diri Dalam Pelayanan Keluarga Berencana


Dalam melakukan pelayanan KB diharapkan petugas Kesehatan dan
PLKB / kader menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), untuk
memberikan perlindungan dan pencegahan penularan Covid-19.

Tabel 2. Penggunaan APD pada Pelayanan KB bagi Petugas Kesehatan

No. Jenis Pelayanan Tipe APD dan Teknik Pelayanan


1. Konseling  APD: Masker bedah, faceshied,
penutup kepala
 Teknik: berhadapan dengan jarak
minimal 2 meter
2. Penyerahan Pil KB dan Kondom  APD: Masker bedah, sarung
24

tangan, face shield, penutup


kepala
 Teknik: Pil KB atau kondom
diserahkan dengan nampan/baki
obat
3. Pelayanan Suntik KB  APD: Masker bedah, sarung
tangan, face shield, penutup
kepala
 Teknik: Akseptor menyiapkan
posisi bokong siap suntik dengan
tidur tengkurap dengan wajah
menghadap ke arah berlawanan
posisi nakes
4. Pelayanan Implan  APD : Masker N95, sarung
tangan, face shield, Baju Gown
dan penutup kepala
 Teknik: Akseptor menyiapkan
posisi lengan atas siap insersi
implan dengan wajah menghadap
ke arah berlawanan posisi nakes
5. Pelayanan AKDR  APD: Minimal masker bedah,
sarung tangan panjang, face
shield, baju gown dan penutup
kepala
 Teknik: Akseptor menyiapkan
posisi siap insersi AKDR
6. Pelayanan MOW  APD : Masker N95, sarung
tangan, face shield, Baju Gown
dan penutup kepala
 Teknik: sesuai prosedur
7. Pelayanan MOP  APD : Masker N95, sarung
tangan, face shield, Baju gown
25

dan penutup kepala


 Teknik : sesuai prosedur
8. Pelayanan KBPP Mengikuti Standar Operasional
Prosedur (SOP) sesuai APD yang
digunakan pada pertolongan
persalinan dan jenis layanan
kontrasepsi.

Tabel 3. Penggunaan APD pada Pelayanan KB bagi PLKB / Kader

No. Jenis Pelayanan Tipe APD dan Teknik Pelayanan


1. Pemberian KIE  APD: Masker Kain (dengan 3
lapisan) dan face shield
 Teknik: Pemberian KIE harus
dilaksanakan dengan tetap
mematuhi protokol-protokol
standar pencegahan penularan
Covid 19, dengan jarak minimal 2
meter
2. Penyerahan Pil KB dan Kondom  ▪ APD: Masker Kain (dengan 3
lapisan)
 Teknik: Pil KB atau kondom
diserahkan dengan nampan/baki
obat
(Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2020)
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada dasarnya, prinsip patient safety dalam pelayanan keluarga


berencana sama seperti patient safety dalam pelayanan yang lainnya karena
Langkah-Langkah Patient Safety dalam Keluarga Berencana mengacu kepada
“Nine Life Saving Patient Safety Solutions” yang diterbitkan oleh WHO
Collaborating Centre for Patient Safety pada tahun 2007. Yakni terdiri dari
Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM/Look-Alike,
Sound-Alike Medication Names); Pastikan Identifikasi Pasien; Komunikasi
secara benar saat serah terima/pengoperan pasien; Pastikan tindakan yang
benar pada sisi tubuh yang benar; Kendalikan cairan elektrolit pekat
(concentrated); Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;
Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube); Gunakan alat injeksi
sekali pakai; serta Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk
pencegahan infeksi. Dikaitkan dengan situasi sekarang, tentu pedoman patient
safety mengalami penyesuaian, yakni pelaksanaan program keluarga
berencana diatur sesuai keadaan zona yang dibagi kepada zona hijau, kuning,
orange dan merah. Pelayanan tersebut dilakukan dengan cara harus membuat
janji terlebih dahulu dengan nakes, lalu nakes harus memakai APD pula yang
sesuai standar ketentuan pelayanan. Hal tersebut diberlakukan guna dapat
menjadi strategi preventif bagi nakes maupun pasien dalam situasi pandemic
seperti saat ini.

B. Saran

Hendaknya bidan selaku tenaga kesehatan tidak hanya memiliki


kompetensi dalam melakukan tindakan praktik kebidanan kepada pasien,
tetapi juga kompetensi dalam memenuhi keselematan pasien termasuk
didalamnya pada pelaksanaan pelayanan keluarga berencana (KB). Terlebih,
di situasi saat pandemi ini patient safety menjadi hal yang sangat krusial jika
tidak diperhatikan karena resiko terdampak pandemic akan sangat besar

26
sehingga kinerja pelayanan serta target pencapaian keberhasilan program
keluarga berencana menjadi tidak optimal.

27
DAFTAR PUSTAKA

RI, K. K. (2020). PANDUAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DAN


KESEHATAN REPRODUKSI DALAM SITUASI PANDEMI COVID 19.
Kementerian Kesehatan RI.

RI, K. K. (2020). Pelayanan Keluarga Berencana Dalam Masa Pandemi Covid-19


Dan Adaptasi Kebiasaan Baru.

Tutiany, Lindawati, & Krisanti, P. (2017). Manajemen Keselamatan Pasien.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Zees, R. F., Zulfiayu, & Aswad, A. (2017). Modul Manajemen Patient Safety.

Anda mungkin juga menyukai