Disusun oleh:
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sumber daya manusia yang paling memegang peranan penting
didalam layanan kesehatan di rumah sakit adalah perawat. Karena selain
jumlahnya yang paling mendominasi sekitar 55-65%, tetapi juga perawat
yang paling memegang peran dalam memberikan pelayanan kesehatan
dengan jumlah waktu kerja yang cukup padat terutama perawat yang bekerja
di Instalasi Rawat Inap hampir 24 jam waktunya diatur sedemikian rupa
sehingga bisa optimal dalam melayani pasien. Oleh karena itu, dalam asuhan
keperawatan memerlukan pemahaman tentang pasien safety agar terciptanya
kualitas pelayanan Rumah Sakit yang bermutu.
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
2. Pastikan identifikasi pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara
benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan,
pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dan
sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,
termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi dalam metode identifikasi di
semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini, serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan
nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan pasien antara unit-
unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima
pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat
kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima, dan melibatkan para pasien serta keluarga
dalam proses serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus
dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah
sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang
distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan, pemberian tanda pada sisi
yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur, dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
4
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan
pencegahan atas campur aduk atau bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk
mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi
yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai
perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dana tau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi, dan komunikasikan daftar tersebut kepada
petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa
agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail atau rinci bila sedang
mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar),
dan ketika menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan
slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya
adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan
periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-
pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai
penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
5
9. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif
adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya
adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia
pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf
mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih
ditempat kerja, dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan atau observasi dan teknik-teknik yang lain.
2.3 Tujuh Langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
1. Pimpin dan dukung staf
2. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
3. Kembangkan sistem pelaporan
4. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
5. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
6. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
2.4 Aspek Hukum Patient Safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
6
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung
jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang komprehensif.
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
7
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana”
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
5) Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang
keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu
system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System
tersebut meliputi:
a) Assessment risiko
b) Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c) Pelaporan dan analisis insiden
d) Kemampuan belajar dari insiden
e) Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
9
2.4 Standar Praktik Keperawatan
Standar adalah nilai atau acuan yang menentukan level praktek terhadap staf atau
suatu kondisi pada pasien atau sistem yang telah ditetapkan untuk dapat diterima sampai
pada wewenang tertentu (Schroeder, 1991). Sebuah standar secara komprehensif
menguraikan semua aspek profesionalisme, termasuk sistem, praktisi dan pasien. Secara
umum standar ini mencerminkan nilai profesi keperawatandan memperjelas apa yang
diharapkan profesi keperawatan dari para anggotanya. Standar diperlukan untuk :
1. Meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan publik
2. Mengajarkan teori dan praktek keperawatan
3. Melakukan konseling terhadap pasien dalam rangka perawatan kesehatan
4. Mengkoordianasi pelayanan kesehatan
5. Terbitan dalam administrasi, edukasi, konsultasi, pengajaran atau penelitian.
Dalam pembuatan standar praktek keperawatan dilandasi oleh sifat suatu profesi yaitu :
1. Profesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat kepada publik terhadap kerja
mereka.
2. Praktek profesional didasarkan atas body of knowledge yang spesifik
3. Profesional dan kompeten menerapkan pengetahuannya
4. Profesional terikat oleh etik
5. Sebuah profesi menyediakan pelayanan kepada publik
6. Sebuah profesi mengatur diriya sendiri
Tipe standar keperawatan :
1. Standar Praktek, Standar praktek meliputi kebijakan, uraian tugas dan standar kerja.
Fungsi standar praktek :
a. Tuntunan bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
b. Menetapkan level kinerja perawat
c. Gambaran definisi institusi tentang apa yang dilakukan perawat
d. Kebijakan menentukan sumber ± sumber untuk memfasilitasi pemberian asuhan
2. Standar Asuhan, Standar asuhan ini meliputi prosedur, standar asuhan generik dan
rencana asuhan. Fungsi standar asuhan :
a. Kepastian keamanan dalam perawatan pasien
b. Memastikan hasil yang berasal dari pasien
10
BAB III
Sumber : http://news.rakyatku.com/read/129788/2018/12/01/nenek-ini-sekarat-perawat-
tak-sengaja-suntikkan-obat-eksekusi-mati
11
Vecuronium, obat yang menyebabkan kelumpuhan. Itu menyebabkan wanita itu terkena
serangan jantung dan meninggal pada hari-hari setelah kecelakaan itu. "Perawat yang pergi untuk
mengambil Versed dalam kasus ini, malah mengambil obat suntik mematikan," kata Manookian,
yang berspesialisasi dalam kasus-kasus kematian yang salah.
"Itu adalah obat yang digunakan dalam protokol injeksi mematikan di Tennessee, dan negara-
negara lain untuk mengeksekusi pembunuh dan pembunuh berantai." Kecelakaan itu mendorong
Pusat Layanan Medicare dan Medicaid, untuk menyelidiki pusat medis. Menurut penyelidikan,
perawat mengalami kesulitan menemukan resep dalam kabinet medis. Perawat mengetik dalam
dua huruf pertama untuk yang berpengalaman -'VE'- dan malah mencabut dosis mematikan dari
anestesi yang melumpuhkan.
Protokol yang tepat memanggil perawat untuk memantau pasien untuk melihat bagaimana
mereka bereaksi terhadap obat-obatan, tetapi wanita itu dipindahkan ke mesin pemindai, yang
berarti dia tidak dapat diamati dengan benar. Penyelidikan menyimpulkan, wanita itu mungkin
berada di mesin pemindai sendirian sebelum ada yang memperhatikan apa yang terjadi.
"Rumah sakit gagal untuk memastikan semua pasien menerima perawatan, dalam pengaturan
yang aman. Dan staf mengikuti standar praktik dan memanfaatkan keterampilan keperawatan
dan pelatihan, untuk memastikan obat yang tepat diberikan kepada semua pasien," menurut
penyelidikan.
"VUMC diberitahu tentang temuan yang merugikan oleh Departemen Kesehatan Tennessee,
setelah survei di tempat yang melibatkan pasien yang meninggal pada Desember 2017,
mengikuti kesalahan pengobatan," tulis John Howser, Chief Communications Officer Vanderbilt
University Medical Center.
Dia menambahkan, pihaknya mengidentifikasi bahwa kesalahan terjadi karena anggota staf telah
melewati beberapa mekanisme keamanan yang ada, untuk mencegah kesalahan tersebut. Howser
mengatakan, ia mengungkapkan kesalahan itu kepada keluarga pasien, memicu gugatan
kematian yang salah berikutnya.
Pasal yang terkait dengan perawat X
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima
Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian,
setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
12
3.2 Pembahasan Kasus Menurut Kelompok
Menurut kelompok, kasus ini merupakan kasus yang berkaitan dengan patient safety
dikarenakan kelalaian perawat dalam membaca obat yang harus diberikan pada pasien. Sesuai
dengan standar asuhan keperawatan, perawat memastikan keamanan dalam perawatan pasien
dalam hal ini keamanan dalam memberikan obat pada pasien. Menurut Undang Undang Nomor
36 Tahun 2009 Pasal 53 ayat 3 menyatakan bahwa “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
Perawat keliru saat memberikan obat yang seharusnya bernama Versed menjadi
Vecuronium yang merupakan obat protokol injeksi mematikan. Perawat yang mengalami
kesulitan saat menemukan resep dalam kabinet medis akhirnya mengambil Vecuronium dan
melakukan injeksi pada pasien. Perawat seharusnya memerhatikan nama obat sesuai dengan
Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien Rumah Sakit poin pertama yaitu perhatikan
nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
13
BAB IV
KESIMPULAN
Pelayanan keperawatan sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan
kesehatan terdepan dan terlama yang berhubungan dengan pasien sangat memungkinkan sekali
terjadinya klaim tanggung gugat dari pengguna layanan. Oleh karena, itu perlindungan terhadap
tata kerja perawat merupakan suatu keniscayaan dan juga perlunya pengetahuan perawat tentang
aspek hukum yang menjadi area kerjanya.
Perawat akan terjamin perlindungan hukumnya bila perawat tersebut memenuhi aspek
legalitas, berupa kepemilikan Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK untuk melakukan praktik
keperawatan di sarana pelayanan kesehatan, Surat Izin Perawat untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan di seluruh wilayah Indonesia, Surat Izin Praktik Perawat untuk melakukan praktik
keperawatan secara perorangan dan/atau berkelompok, dan STR (Surat Tanda Registrasi) yaitu
bukti tertulis dari pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi
sesuai ketentuan perundang-undangan.
Kewenangan bagi perawat, berupa surat izin yang akan menjamin perlindungan hukum
perawat hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki
kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara
berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang
Legalitas dan perundang-undangan yang berhubungan dengan keperawatan sangatlah
banyak, dalam hal ini hanya disajikan beberapa sumber hukum yang memang secara langsung
perlu diketahui oleh perawat terutama UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Achir Yani S. (2007). Buku ajar RisetKeperawatan :Konsep, etika, daninstrumentasi.
Edisi 2, Jakarta : EGC
15