Anda di halaman 1dari 16

Makalah

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS


(PPOK)

Oleh:
1. M ABRAR NAMORA HARAHAP
2. SITI ZAHARA SELIAN
3. KHAIRANI

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKes)
NURUL HASANAH KUTACANE
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik,
tepat pada waktunya adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR, tahun
ajaran 2021, dengan judul “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIS”.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, semoga
makalah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri bagi generasi
muda.

Kuta Cane, 1 November 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….…………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….……1
A.Latar Belakang…………………………………………………...………...1
B.Rumusan Masalah………………………………………………...………..2
C.Tujuan……………………………………………………………....………3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………...……….4
A.Defenisi………………………………………………………......................4
B.Epidemiologi……………………………………………………...…….…..4
C. Etiologi……………………………………………………………………..4
D.Fatofisiologi………………………………………………………………...5
E.Faktor Resiko…………………………………………………………….....6
BAB III PENUTUP……………………………………………………………....9
Kesimpulan……………………………………………………………….9
Saran……………………………………………………………………...9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidemiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) secara global pada
populasi usia lebih dari 40 tahun diperkirakan sebesar 10-20% dengan jumlah
kurang lebih 80 juta orang (Bhandari dan Sharma, 2012; Viet et al., 2015).
Prevalensi di Asia tenggara diperkirakan sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi
di negara Vietnam (6,7%) sedangkan Republik Rakyat Cina (6,5%). Data
prevalensi di Indonesia sebesar 5,6% (Viet et al., 2015; Oemiati, 2013).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) merupakan penyebab
kematian keempat pada tahun 2010 dan diperkirakan menjadi penyebab kematian
ketiga di dunia pada tahun 2030. Angka rawat inap PPOK eksaserbasi secara
global di rumah sakit sebesar 726.000 dengan angka kematian sebesar 119.000
dan jumlah kunjungan ke unit gawat darurat rumah sakit sebesar 1,5 juta orang
pada tahun 2000 (Maclntyre dan Huang, 2008)Penyakit paru obstruktif kronik
ditandai dengan inflamasi kronik dan merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
diobati, mempunyai karakteristik progresif dan ditandai hambatan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi PPOK adalah keadaan dimana
inflamasi kronis yang terjadi menjadi lebih berat dibandingkankondisi pada saat
stabil (GOLD, 2016). Kondisi Eksaserbasi akan mengakibatkan perburukan gejala
klinis, peningkatan risiko rawat inap, peningkatan angka kematian dan komplikasi
sehingga akan terjadi penurunan fungsi paru dan kualitas hidup (GOLD, 2016;
Wedzicha et al., 2013).Eksaserbasi PPOK akan meningkatkan inflamasi saluran
napas ditandai antara lain dengan peningkatan mediator sitokin proinflamasi
interleukin-8 (IL-8). Mediator inflamasi IL-8 merupakan kemoatraktan terkuat
yang memicu kemotaksis netrofil dan jumlahnya akan meningkat pada sputum
penderita PPOK terutama saat kondisi eksaserbasi dan terkait dengan peningkatan
jumlah netrofil. Infiltrasi netrofil pada tempat inflamasi merupakan penanda
terjadinya proses inflamasi akut (Mukaida, 2003;Tanino et al., 2002).
Pengobatan standar PPOK tidak menghentikan progresivitas penyakit, hal ini
ditandai dengan angka kejadian PPOK semakin meningkat dari tahun ke
tahun sehingga diperlukan terapi tambahan. Pemberian terapi tambahan bertujuan
untuk menghambat progresivitas penyakit, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi angka kematian. Penggunaan obat herbal sebagai terapi tambahan
semakin meningkat pada penderita PPOK. Ginseng telah digunakan selama ribuan
tahun sebagai pengobatan tradisional di Cina untuk mengobati sesak napas dan
penurunan kapasitas fisik akibat penyakit kronis. Ginseng merupakan salah satu
obat herbal yang dikenal secara luas yang digunakan pada penderita PPOK dan
mempunyai efek samping yang minimal (Alexandre dan Penque, 2012; Guo et al.,
2006). Ginseng berperan antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan
antimikroba. Bahan aktif utama yang terkandung pada ginsenberupa ginsenoside
akan berperan menghambat inflamasi dengan menekan ekspresi nuclear factor
kappa beta (NFkβ). Hambatan inflamasi akan menyebabkan terjadinya penurunan
mediator inflamasi sehingga hambatan aliran udara akan menurun dan terjadi
peningkatan fungsi paru (Shergis, 2013). Pemberian ginseng pada penderita
PPOK
stabil menunjukkan efek perbaikan fungsi paru (An et al., 2011). Penelitian ini
dilakukan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak ginseng sebagai terapi

tambahan pada terapi standar PPOK eksaserbasi sebagai antiinflamasi melalui


penilaian kadar IL-8 plasma serta pengaruh ekstrak ginseng pada skor CAT dan
lama rawat inap untuk melihat dampak pemberian ektstrak ginseng terhadap
perbaikan klinis penderita PPOK eksaserbasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh pemberian ekstrak ginseng pada penurunan kadar IL-8
plasma penderita PPOK eksaserbasi ?
2. Adakah pengaruh pemberian ekstrak ginseng pada penurunan skor COPD
Assessment Test (CAT) penderita PPOK eksaserbasi ?
3. Adakah pengaruh pemberian ekstrak ginseng pada penurunan lama rawat inap
penderita PPOK eksaserbasi ?

C. Tujuan
1.Tujuan umum
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemberian ekstrak
ginseng sebagai antiinflamasi pada PPOK eksaserbasi.

2. Tujuan khusus
a.Untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak ginseng
pada kadar IL-8 plasma penderita PPOK eksaserbasi.
b.Untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak ginseng skor
CAT penderita PPOK eksaserbasi.
c.Untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak ginseng pada
lama rawat inap penderita PPOK eksaserbasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defrnisi
Defenisi Penyakit paru obstruksi kronis (COPD) merupakan suatu istilah
yang seringdigunakan untuk sekelompok penyakit paru yang belangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya.Bronchitis kronik, emfisema, dan asma bronchial
membentuk kesatuan yang disebut COPD.Agaknya ada hubungan etiologi dan
sekuensial antara bronchitis kronik dan emfisema, tetapitampaknya tak ada
hubungan antara kedua penyakit itu dengan asma.

B.Epidemiologi
Epidemiologi Insidensi PPOK penduduk negeri belanda adalah 10-15 %
pria dewasa, 5% wanitadewasa dan 5% anak-anak.faktor resiko yang utama
adalah rokok, perokok mempunyairesiko 4 kali lebih besar dari pada bukan
perokok,dimana faal paru cepat menurun. Penderita pria : wanita = 3-10 :
1Pekerjaan penderita sering berhubungan erat dengan faktor alergi dan
hiperaktifitas bronkus. Didaerah perkotaan. Insidensi PPOK 1 ½ kali lebih banyak
dari pada di pedesaan.Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk, berdahak,
sering sesak, kelak pada masa tuasering timbul emfisema.

C. Etiologi
EtiologiTerdapat beberapa faktor lingkungan dan endogen termasuk faktor
genetik yang berperan dalam berkembangnya penyakit paru obstruktif kronis.
Defisiensi enzim alfa 1antitripsin merupakan faktor predisposisi untuk
berkembangnya PPOK secara dini.1 Alfa 1antitripsin merupakan sejenis protein
tubuh yang diproduksi oleh hati, berfungsi dalammelindungi paru-paru dari
kerusakan.2Enzim ini berfungsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari
rokok. Jika enzim ini rendah dan asupan rokok tinggi maka akan
mengganggusistem kerja enzim tersebut yang bisa mengakibatkan infeksi saluran
pernafasan. Defisiensienzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda yaitu
pada mereka yang tidak merokok,onsetnya sekitar usia 53 tahun manakala bagi
mereka yang merokok sekitar 40 tahun.

Hiperresponsivitas dari saluran napas ditambah dengan faktor merokok


akanmeningkatkan resiko untuk menderita Penyakit paru obstruktif kronis disertai
dengan penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Selain itu, hiperaktivitas
dari bronkus dapatterjadi akibat dari peradangan pada saluran napas yang dapat
diamati pada bronkitis kronisyang berhubungan dengan merokok. Hal ini dapat
menimbulkan terjadinya ‘remodelling’ pada saluran napas yang memperparahkan
lagi obstruksi pada saluran napas pada penderita penyakit paru obstruktif kronis.
Faktor lingkungan seperti merokok merupakan penyebab utama disertai
resikotambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian
pasienmengalami asma kronis yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.1 Faktor
resiko lainnyayang berimplikasi klinis termasuk selain hiperresponsif bronchial,
bayi berat lahir rendah,gangguan pertumbuhan paru pada janin, dan status
sosioekonomi rendah.

D. Patofisiologi
Patofisiologi Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis
PPOK. Inhalasi asaprokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan
sel epitel untuk melepaskanfaktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofagdan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Proteasesebenarnya dapat
diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnyaantiprotease
terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi
predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang
sangatreaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide
telah diidentifikasisebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena
substansi ini dapatmeningkatkan penghancuran antiprotease.Inflamasi kronis
mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial,hipersekresi mukosa,
peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsisilier pada
epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang
berlebihan.Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis
kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran
elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan
sekat alveolar menyebabkan berkurangnyaelastisitas recoil pada paru dan
kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara
kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi.

E. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko antara lain
1. Pajanan dari partikel antara lain :
a. Merokok
Merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang11. Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi mucus dan obstruksi
jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubung-an antara penurunan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok12. Studi
di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-
2,94),13Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan
PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan
gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko
terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya.
b. Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%13. Manusia banyak menghabiskan
waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja,
perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indooryang penting
antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair,
bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip.
WHO melaporkan bahwa polusi indoorbertanggung jawab terhadap kematian dari
1,6 juta orang setiap tahunya16. Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di
Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi
PPOK (adjusted OR 3,92, 95 % CI 1,2 ± 9,1)17.
c. Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling
kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-
bakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendara-an sepeda
motor di jalan raya pada dekade terakhir ini18,19,20 saat ini telah meng-
khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh
dunia. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di
masyarakat menggunakan cara masak tradi-sional dengan minyak tanah dan kayu
bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk
PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak
merokok PPOK adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan
pajanan lingkung-an dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi indoor dan out
door21. Di Mexico, Tellez ± Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan materi
partikel 10µg/m3dikaitkan dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% (95%
CI 0,9 ± 4,9) dan kematian PPOK 4,1% (95% CI 1,3 ± 6,9 ), respectively22. Di
Hongkong sebuah studi kohort pros-pektif menemukan bahwa prevalensi dari
kebanyakan gejala sakit pernafasan mening-kat lebih selama periode 12 tahun dan
diperoleh data bahwa prevalensi yang ter-diagnosa emfisema meningkat dari 2,4%
- 3,1% dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 ±2,86)23, hal ini mungkin disebabkan oleh
faktor lingkungan khususnya peningkatan polusi udara di kota Hongkong.
Beberapa penelitian menemukan bahwa pajanan kronik di kota dan polusi udara
menurun-kan laju fungsi pertumbuhan paru-paru pada anak-anak24.
d. Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan
bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan
lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu,
pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan
men-capai 19%25.
2. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic memberikan
kontribusi 1 ±3% pada pasien PPOK26.
3. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah
infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau
laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-
anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi
kecacat-an sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya
PPOK27.
4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada orang
dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80
(95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89).Konsumsi alkohol
RR 1,77 (95% CI : 1,45 ± 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34
±3,02).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gejala PPOK secara umum ada tiga yaitu,
batuk, berdahak dan sesak napas khsususnya saat beraktivitas.ATS telah membagi
skala sesak napas dari tingkat 0, satu, dua, tiga dan empat, yang menuju ke tingkat
keparahan. Sedangkan klasifikasi PPOK terdiri dari ringan sedang dan berat yang
diukur berdasarkan pemeriksaan spirometri yang menghasilkan nilai VEP1 dibagi
dengan KVP yaitu besarnya ratio udara yang mampu dihisap dan dikeluarkan oleh
paru-paru manusia. Faktor risiko utama PPOK antara lain merokok, polutan
indoor, outdoor dan polutan di tempat kerja, selain itu ada juga faktor risiko lain
yaitu genetik, gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik.
Berdasarkan tingkat ekonomi ternyata PPOK menduduki peringkat lima dari 10
PTM utama, sedangkan pada negara berkembang menduduki peringkat enam
berasarkan data morbiditas. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab
kematian keempat didunia. Diperkirakan menyebabkan kematian pada 2,75 juta
orang atau setara dengan 4,8%.
B. Saran
Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utamanya
yang akan mem-pengaruhi kualitas hidupnya PPOK. Disarankan pasien
melakukan terapi yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi keluhan sesak
napas atau gangguan fisik serta perbaikan standar kualitas hidup penderita PPOK.
Secara umum biaya pengobatan PPOK 33% dialokasikan untuk perawatan di
rumah sakit dan 31% untuk biaya pembelian obat dan sisanya untuk biaya
operasional pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. National Institutes of Health, National Heart, Lung and Blood Institutes. Global
Iniatiative for Chronic Obstructive Lung Disease. NHLBI/WHO workshop report,
2001.
2. Heidy Agustin dan Faisal Yunus, Proses Metabolisme pada PPOK, J Respir
Indo vol 28 no 3 Juli, 2008.
3. Buist AS, McBurnie MA, Vollmer WM, Gillespie S, Burney P, Mannino DM,
Menezes AM, Sullivan SD, Lee TA, Weiss KB, Jensen RL, Marks GB, Gulsvik
A, Nizankowska-Mogilnicka E; BOLD Collaborative Research
Group,International variation in the prevalence of COPD (the BOLD Study): a
population-based prevalence study. Lancet. 2007 Sep 1;370(9589):741-50.
4. American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient with
COPD. Am J Respir Crit Care Med 1995;152:S77-120
5. Chan-Yeung M, Ait Khaled N, White N, Ip MS, and Tan WC, The Burden and
Impact of COPD in Asia and Africa, Int J Tuberc Lung Dis, 2004; 8; p.2-14
6. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquet X, Systemic Effect
of COPD, Eur Respir J 2003; 21; p.347-360
7. Wan C Tan and Tze P Ng, COPD in Asia, Where East meets West, Chest,
February, 2008(133), Number 2; p.517-527
8. Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK,
J Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006
9. Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78
10. Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir Crit Care Med
1999:160;p.29-32 11. Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2001 12. Yong Il Hwang, Ki Suck Jung,
Sughoon Park, et al, Clinical Characteristic of COPD patients According to BMI,
Am J Respir, 2011 (183); A.2975 13. Katleen H Reilly, Dong Feng Gu, Xiu Fang
Duan, Xiugui Wu, Chung Shiwan Chen et al, Risk Factors for COPD mortality in
Chinese adult, Am Journal of Epidemiol vol 167 issue 8, p.998-1004
14. P Yin, CQ Jiang, KK Cheng, et al. Passive smoking exposure and risk of
COPD among adults in China. The Lancet 2007:370; p.751-757
15. Dennis RS, Maldonado D, Norman S, Baena E, Martinez G, Woodsmoke
Exposure and Risk for Obstructive air ways disease among women, Chest
1996:109; p.115-119
16. WHO, World Health Statistics 2008, Geneva
17. Y Liu, K Lee, R Perez Padilla, NL Hudson, DM Mannino, Outdoor and in
door air pollution and COPD related disease in high and low income countries, Int
J Tuberc Lung Dis, 2008, 12(2); p.115-127
18. Perez Padilla R, Regalado J, Vedal S, et al, Exposure to biomass smoke and
chronic airway disease, a case control study inMexican women , Am J Respir Crit
Care Med 1996:154;701-706
19. MN Bustan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, PT Rineka Cipta, Jakarta
2007
20. Mc Connell R, Bechame K, Yao L, et al, Traffic, Susceptibility and
Childhoodism, Envirron Health Perspect 2006:114;766-772
21. Brunckreef B, Holgate ST, Air pollution and Health, Lancet 2002:360;p.1233-
1242
22. Telez-Rojo MM, Romieu I, Ruiz Velasco S, Lezana MA< Hernadez Avila
MM, Daily Respiratory Mortality and PM10 pollution in Mexico, Eur respire J
2000:16;p.391-396
23. Ko FW, Tan W, Wong TW, et al, Temporal Relatioship between airpollutants
and hospital admissions for COPD in Hongkong, Thorax, 2007:62;779-784
24. Cazzola M, Donner CF, Hanania N, The Hundred Years of COPD, Respir
Med 2007:101;p.1049-1065
25. Di Pede C, Chronic Obstructive Lung Disease and Occupational Exposure,
Curr Op in Allergy Clin Immuno 2002:2;p.115-121
26. Romieu, Trenga C, Diet and Obstructive Lung Disease, Epidemiol Dev
2001:23;p.268-287
27. Rojas R, Romieu I, Perez Padilla R, Mendoza L, Fortoul T, Olaiz G, Lung
Fuctions Growth in Children with longterm exposure to air pollutants in Mexico
city, Epidemiology 2006:17(Suppl): p.S266-S267
28. Murray CJC, Lopez AD, Mortality by cause for eight regions of the world
global burden disease study. The Lancet 1997: 349;p.1269-1276
29. Mannino DM , COPD, Epidemiology, prevalence, morbidity and mortality
and disease heterogienety, Chest 2002: 121(Suppl);p.121 S-125S
30. USA, CDC. National Health and Nutrition Examination Survey, 2004.
http://www.cdc.gov
31. Loddenkemper R, Gibson GJ, Sibille Y. The Burden of Lung Disease in
Europe. Eur Respir J, 2003:22;p.869
32. Schwartz DB, Malnutrition in COPD, Respir Care Clin N Am 2006:12;p.521-
531
33. Sin DD, Man SF. Why are patients with COPD at increased risk of
cardiovascular diseases? Circulation 2003:107;p.1514-1519
34. Barbara JA, Peinado VI, Santos S. Pulmonary hypertension in COPD. Eur
Respir J 2003:21;p.892-905
35. Incalzi RA, Caradonna P, Ranieri P. Correlates of osteoporosis in COPD.
Respir Med 2000: 94; p.1079-1084
36. Chapman K R, Mannino D M, Soriano J B, et al. Epidemiology and costs of
chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 2006; 27: p.188±207.
37. Rabe K F, Hurd S, Anzueto A, et al. Global Strategy for the Diagnosis,
Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: GOLD
executive summary. Am J Respir Crit Care Med 2007; 176: p.532±555.
38. De Tournay B, Pribil C, Fournier M, et al, The SCOPE study; Health Care
Consumption related to patient COPD in France, Value Health, 2004:7;p.168-174

Anda mungkin juga menyukai