KELOMPOK 6
Ana Elsiana Missa 1706105694
Rahma Dwifa Sari 1706106362
Wida Arminiati Z 1706106570
PJ MK :
Dr. Indri Hapsari Susilowati S.K.M., M.K.K.K.
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah
berjudul “Pengelolaan bencana pada skala lokal, nasional dan Internasional.” tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca
yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Akhir kata, kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua kalangan.
(Penulis)
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengelolaan bencana pada skala lokal, nasional, dan Internasional
2. Mengetahui masalah yang dapat terjadi dalam pengelolaan bencana di skala lokal,
nasional, dan internasional
3. Mengetahui kesiapan (mitigasi dan kesiapsiagaan) menghadapi bencana pada skala
lokal, nasional, dan internasional
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Bencana tingkat provinsi yang ditetapkan oleh gubernur, memiliki indikator jika korban
jiwa kurang dari 500 orang, kerugian kurang dari 1 triliun, cakupan bencana mencakup
beberapa kabupaten/kota, dampak sosial ekonomi dan kerusakan sarana dan prasarana yang
ditimbulkan menengah dalam artian beberapa kerusakan mengganggu kehidupan masyarakat.
Tingkat provinsi ini dilakukan jika pemerintah kabupaten/kota tidak dapat mengatasinya
sendiri dan membutuhkan bantuan pemerintah provinsi (Nugroho, 2014).
Penentuan tingkat bencana, baik lokal maupun provinsi oleh bupati / walikota /
gubernur mempertimbangkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) kabupaten/kota/provinsi yang diamanahkan untuk menangani bencana (UU
Penanggulangan Bencana, 2007).
7
Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana :
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain,
badan-badan, atau pihakpihak internasional lain;
e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman atau bahaya bencana;
f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang
melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan
g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional.
2.3.3 Kelembagaan
a. Pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
b. Badan Nasional Penanggulangan Bencana merupakan Lembaga Pemerintah Non
departemen setingkat menteri.
• koordinasi;
• komando; dan
• pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
2.3.4 Tugas badan Nasional Penanggulangan Bencana
a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
8
b. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
c. Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi
darurat bencana;
e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional
dan internasional;
f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
dan
h. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
2.3.5 Elemen Penanggulangan Bencana
PRABENCANA (sebelum bencana)
Perencanaan penanggulangan bencana;
Pengurangan risiko bencana;
Pencegahan;
Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
Persyaratan analisis risiko bencana;
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
Pendidikan dan pelatihan; dan
Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
PRABENCANA (ada potensi)
kesiapsiagaan;
peringatan dini; dan
mitigasi bencana.
TANGGAP DARURAT
Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya;
Penentuan status keadaan darurat bencana;
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
Pemenuhan kebutuhan dasar;
9
Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
REHABILITASI
Perbaikan lingkungan daerah bencana;
Perbaikan prasarana dan sarana umum;
Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
Pemulihan sosial psikologis;
Pelayanan kesehatan;
Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
Pemulihan sosial ekonomi budaya;
Pemulihan keamanan dan ketertiban;
Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
Pemulihan fungsi pelayanan public
REKONSTRUKSI
Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana;
Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha, dan masyarakat;
Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
Peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
2.3.6 Perencanaan
Perencanaan Penanggulangan Bencana Nasional yang menjadi pedoman pelaksanaan
tertuang dalam:
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015 – 2019
RENSTRA BNPB 2015 – 2019
10
2.3.7 Organisasi
2.3.8 Pendanaan
a. Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah dan pemerintah daerah.
b. Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam
penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat.
c. Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan
bencana secara memadai
d. Penggunaan anggaran penanggulangan bencana dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
e. Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah melakukan pengelolaan sumber daya
bantuan bencana
2.3.9 Pengawasan
Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap
penanggulangan bencana yang meliputi:
11
a. sumber ancaman atau bahaya bencana;
b. kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana;
c. kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan bencana;
d. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang
bangun dalam negeri;
e. kegiatan konservasi lingkungan;
f. perencanaan penataan ruang;
g. pengelolaan lingkungan hidup;
h. kegiatan reklamasi; dan
i. pengelolaan keuangan.
2.3.10 Perundang – undangan
a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007
TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA
b. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN
2008 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
c. PERATURAN DALAM NEGERI NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG
PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
d. PERATURAN KEPALA BNPB NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG
PEDOMAN KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA
2.3.11 Alur Komando
12
2.4 Masalah dan tantangan pada bencana tingkat Nasional
2.4.1 Masalah
a. Belum terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam implementasi rencana
pembangunan secara efektif dan komperhensif;
b. Belum tersedianya prosedur operasional standar penyelenggaraan penanggulangan
bencana yang memadai;
c. Keterbatasan kajian risiko bencana dan peta risiko bencana sampai tingkat
kabupaten/kota yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan analisa spasial;
d. Basis data yang tidak termutakhirkan dan teradministrasi secara reguler
e. Belum optimalnya koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana;
f. Kurang tersedianya anggaran yang memadai dalam rangka penanggulangan bencana;
g. Masih tingginya ketergantungan daerah terhadap bantuan pendanaan kepada
pemerintah pusat;
h. Keterbatasan jumlah sumberdaya manusia;
i. Masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
j. Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam penyebaran
informasi kebencanaan kepada masyarakat;
k. Sistem informasi dan komunikasi kebencanaan belum terbangun secara terpadu dan
terintegrasi
2.4.2 Tantangan
a. Luasnya cakupan wilayah penanganan penanggulangan kebencanaan dengan kondisi
geografis dan jenis potensi bencana yang beragam.
b. Adanya perubahan iklim global yang berpotensi meningkatkan intensitas kejadian
bencana alam di dunia;
c. Meningkatnya jenis, intensitas dan skala bencana
d. Banyak daerah yang memiliki tingkat risiko bencana yang tinggi;
e. Penyusunan regulasi, pedoman, dan standar sesuai dengan amanat peraturan
perundang-undangan bidang penanggulangan bencana;
f. Keterbatasan alokasi anggaran untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana;
g. Anggaran penanggulangan bencana yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga
yang perlu dikoordinasikan
13
2.5 Bencana Tingkat Internasional
Menurut Coppola, dalam bukunya yang berjudul Introduction to International
Disaster Management, pengelolaan bencana tingkat internasional merupakan suatu studi
yang mempelajari tentang berbagai macam sistem serta struktur pengelolaan bencana
yang ada pada seluruh dunia. Dengan sistem pengelolaan bencana internasional ini
diharapkan dapat menjadi scenario dasar dalam merespons keadaan bencana ketika suatu
Negara dirasakan tidak mampu dalam mengatasi bencana yang terjadi pada negaranya
sendiri.
2.6 Mekanisme Bantuan Internasional
Masuknya bantuan dari internasional dipicu oleh permasalahan penanggulangan bencana
yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah seorang diri.
1. Pemicu Masuknya Bantuan Internasional
Bantuan internasional terdiri dari bantuan melalui lembaga internasional dan lembaga
asing nonpemerintah, dimana bantuan dapat diterima dengan alasan:
a. Dampak bencana melampaui kemampuan pemerintah untuk menanggulanginya
sehingga memerlukan bantuan dari lembaga internasional dan lembaga asing
nonpemerintah.
b. Pernyataan pemerintah untuk menerima tawaran bantuan dari lembaga
internasional dan lembaga asing nonpemerintah sesuai dengan kebutuhan di
daerah yang terkena bencana.
2. Mekanisme Masuknya Bantuan Internasional
a. Masuknya bantuan internasional diawali dengan pernyataan resmi pemerintah
untuk bersedia menerima bantuan internasional.
b. Jenis dan jumlah bantuan internasional didasarkan pada hasil pengkajian cepat
yang dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD.
c. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan menyampaikan surat
edaran inisiasi bantuan internasional kepada lembaga internasional dan lembaga
asing nonpemerintah, dengan menggunakan Formulir 1 dan Formulir 2 yang
berisikan:
1) Laporan singkat tentang bencana;
2) Lamanya periode tanggap darurat;
3) Informasi kebutuhan logistik dan peralatan yang mendesak (dari laporan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Tim Kaji Cepat);
4) Informasi kebutuhan tenaga ahli yang dibutuhkan.
14
d. Dalam memfasilitasi masuknya bantuan internasional maka BNPB bekerja sama
dengan instansi pemerintah terkait untuk tingkat nasional, Pemerintah Daerah
pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota untuk:
1) Menetapkan pangkalan militer, bandara dan pelabuhan yang menjadi pintu
masuk bantuan internasional (entry point).
2) Membentuk Pos Pendukung di tiap pangkalan militer, bandara dan pelabuhan
yang ditetapkan menjadi pintu masuk bantuan internasional yang terdiri dari
personil yang menangani Pos Pendukung ini terdiri dari perwakilan:
a) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
b) Kementerian Pertahanan
c) Kementerian Kesehatan
d) Kementerian Pertanian (Badan Karantina Pertanian)
e) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Direktorat Jenderal
Imigrasi)
f) Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)
g) Kementerian Luar Negeri
h) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
i) Kementerian Perdagangan (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar
Negeri)
j) Kementerian Perhubungan
k) Badan Intelijen Negara(BIN)
l) Badan Pengawas Obat dan Makanan
m) Pemerintah Daerah/Badan Penanggulangan Bencana Daerah
PBB juga telah membentuk mekanisme koordinasi yang saling berkaitan yang dirancang
untuk memandu hubungan antar lembaga kemanusiaan dalam penanggulangan bencana
internasional bersama dengan pemerintah serta penduduk yang terkena dampak bencana
untuk memastikan bantuan telah tersampaikan secara komprehensif.
15
Berikut mekanisme koordinasi internasional:
16
ICRC, ICVA, IFRC, InterAction, IOM, OHCHR, SCHR), Office of the Special
Rapporteur on the Human Rights of Internally Displaced Persons dan World Bank.
2. Mekanisme Tingkat Negara
UN Resident Coordinator (UN RC) merupakan wakil yang ditunjuk oleh Sekjen PBB
di satu negara tertentu dan kepala Tim Negara PBB (UNCT). Fungsi UN RC
biasanya dijalankan oleh Wakil Resident UNDP. Humanitarian Coordinator (HC)
ditunjuk oleh ERC melalui konsultasi dengan IASC jika dibutuhkan satu bantuan
kemanusiaan internasional yang berskala besar dan/ atau berkelanjutan di sebuah
negara. HC mengemban kepemimpinan HCT selama krisis. Apabila tidak ada HC,
UNRC bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi strategis dan operasional
terhadap upaya-upaya yang dilakukan lembaga-lembaga anggota UNCT dan aktor-
aktor kemanusiaan lain yang relevan.
Tim Kemanusiaan Tingkat Negara (HCT) merupakan sebuah forum pengambil
keputusan dalam negeri yang fokus untuk memberikan arahan strategis dan kebijakan
secara umum tentang isu-isu yang berkenaan dengan aksi kemanusiaan. Keanggotaan
HCT biasanya sama persis dengan IASC di tingkat negara, yang terdiri dari
organisasi-organisasi kemanusiaan PBB dan non-PBB yang berada (residen) dan/atau
bekerja di dalam satu negara.
3. Mekanisme Penjembatan
Cluster merupakan pengelompokan IASC terhadap badan-badan operasional, baik
PBB maupun non-PBB, sesuai sektor masing-masing dalam aksi kemanusiaan.
Cluster beroperasi di tingkat global dan negara untuk mendukung pemerintah-
pemerintah nasional dalam mengelola bantuan internasional. Di tingkat global,
cluster bertanggung jawab untuk memperkuat kesiapsiagaan seluruh sistem dan
mengkoordinasikan kapasitas teknis untuk merespon pada keadaan-keadaan darurat
kemanusiaan di masing-masing sektor. Di tingkat negara, cluster memastikan
aktivitas-aktivitas organisasi kemanusiaan dikoordinasikan dan bertindak sebagai
kontak pertama untuk dihubungi pemerintah, UNRC dan HC.
17
a. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah harus merujuk pada hasil
pengkajian dan informasi yang ada di BNPB dan Pemerintah Daerah sebelum
memutuskan untuk melakukan pengkajian secara sendiri-sendiri
b. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah harus berkoordinasi
dengan Team Kaji Cepat BNPB/BPBD dalam melaksanakan pengkajian untuk
menghindari kejenuhan korban bencana dan masyarakat atas berbagai pengkajian.
c. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah harus melaporkan hasil
pengkajiannya kepada BNPB/BPBD sebagai bahan masukan hasil kaji cepat yang
ditetapkan oleh BNPB/BPBD sesuai kewenangannya
2. Penyelamatan dan evakuasi
a. Secara umum bantuan internasional juga membantu untuk pencarian korban
bencana, dimana akan dibutuhkan jika terjadi bencana yang menyebabkan
sejumlah korban.
b. Bantuan internasional untuk pencarian korban diakhiri dengan pernyataan
Pemerintah.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar
a. Pemenuhan kebutuhan dasar yang dimaksud meliputi Bantuan Tempat
Penampungan/Hunian Sementara, Bantuan Pangan, Bantuan Non-pangan,
Bantuan Sandang, Bantuan Air Bersih dan Sanitasi dan Bantuan Pelayanan
Kesehatan.
b. Standar kebutuhan dasar yang berlaku mengacu pada Peraturan Kepala BNPB
nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar.
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan
a. Kelompok rentan meliputi bayi, anak usia dibawah lima tahun, anak-anak, ibu
hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia.
b. Pengkategorian kelompok rentan pada butir a). dapat ditambahkan sesuai
kenyataan di lapangan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
5. Pemulihan segera prasarana dan sarana vital
Aktivitas ini antara lain pembersihan puing-puing, sampah, lumpur, dan bahan-bahan
yang rusak dan berbahaya serta perbaikan darurat sarana dan prasarana.
18
2.8 Masalah Pada Bencana Tingkat Internasional
Masalah yang kemungkinan dapat terjadi di lapangan pada saat menyalurkan bantuan ke
daerah-daerah yang terdampak bencana cukup beragam, diantaranya adalah askesibilitas.
Akses menuju daerah yang terdampak bencana akan menjadi sulit jika tidak dilengkapi
dengan sarana dan infrastruktur yang memadai. Seringkali jalanan, jembatan yang rusak
serta medan yang curam dapat menjadi hambatan tersalurkannya bantuan. Budaya mulai
dari bahasa, adat istiadat maupun agama pada suatu suku yang mendiami wilayah
terdampak bencana dapat menjadi hambatan tersendiri dalam hal komunikasi serta
berbagai hal tabu yang tidak dapat diterima oleh warga setempat ketika menerima
bantuan dari internasional. Sistem pelaporan bantuan yang buruk juga dapat
menyebabkan bantuan menjadi terhambat bahkan menyebabkan masalah lain seperti
wilayah lainnya yang terdampak bencana tidak semuanya mendapatkan bantuan karena
buruknya sistem pelaporan serta kurangnya koordinasi antar tim penanggulangan bencana
setempat dengan lembaga yang memberikan bantuan.
19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
o Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat , dan rehabilitasi
o Menurut W. Nick Carter dalam buku “A Disaster Manager’s handbook” 2008
Kebijakan Pengelolaan Bencana Nasional dalam sebuah negara harus meliputi :
Latar belakang, Tujuan Kebijakan, Tanggung Jawab dan Wewenang , Elemen
Penanganan bencana dan Prioritas, Perencanaan Organisasi & Hubungan
dengan kebijakan Nasional Kordinasi dan Penggunaan sumber daya, Legislasi
dan Pengawasan
o Sistem pengelolaan bencana internasional diharapkan dapat menjadi scenario
dasar dalam merespons keadaan bencana ketika suatu Negara dirasakan tidak
mampu dalam mengatasi bencana yang terjadi pada negaranya sendiri.
o Masalah yang umum yang masih ditemukan dalam penanganan bencana skala
local, nasional dan internasional adalah belum terintegrasinya pengurangan
risiko bencana dalam implementasi rencana pembangunan, belum tersedianya
prosedur operasional standar penyelenggaraan penanggulangan bencana yang
memadai, keterbatasan kajian risiko bencana dan peta risiko bencana, basis data
yang tidak termutakhirkan dan teradministrasi secara regular, kurang
optimalnya koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana dan kurang
tersedianya anggaran yang memadai dalam rangka penanggulangan bencana
3.2 Saran
o Pemerintah perlu menintegrasikan secara maksimal upaya penanggulangan bencana
dalam setiap implementasi pembangunan melalui regulasi, pedoman dan standar yang
jelas serta pendanaan yang cukup.
o Melihat beragam macam bencana dengan intensitas yang berbeda diperlukan basis data
yang selalu up to date dan kajian resiko yang akurat melalui peningkatan kualita sumber
daya yang ada secara terus menerus
o Peningkatan koordinasi dalam pelaksanaan setiap elemen/tahap penenggulangan bencana
baik local, nasional maupun internasional
20
DAFTAR PUSTAKA
21