Anda di halaman 1dari 33

KEBIJAKAN DAN PELAYANAN LANSIA DI LUAR NEGERI

MAKALAH
Untuk memenuhi tugasmatakuliah
Keperawatan Gerontik
yang dibina oleh Ibu Ning Arti Wulandari, M.Kep

Oleh :
Gigih Dyan Firmansyah 2012068
Vatma astarina 2012023
Septin Wulandari 2012024
Devi Trismia Puspitasari 2012022
Tri Ratna Kolopaking 2012067
Irlina Dewi Yunita 2012026
Sri lestari 2012025

STIKES PATRIA HUSADA BLITAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Oktober 2020
KEBIJAKAN DAN PELAYANAN LANSIA DI AMERIKA SERIKAT

Di setiap negara memiliki kebijakan terkait pemberian pelayanan sosial kepada


lanjut Usia. Program tersebut tentu saja memiliki keunikan terkait dengan
karakteristik dan kemapanan sebuah bangsa. Negara maju dengan negara
berkembang memiliki perbedaan dalam pelayanan lansia, akan tetapi tidak ada
salahnya jika kita mengenal program-program tersebut dan Semoga tulisan ini
memberi inspirasi dalam pengembangan program pelayanan lanjut usia di
Indonesia.

The National Family Caregiver Support Program (NFCSP)

Merupakan program yang diamanatkan oleh Older Americans Act atau undang-


undang Lanjut Usia di Amerika serikat, program ini bertujuan untuk
memberikan bantuan kepada anggota keluarga yang menjalankan peran
perawatan kepada seorang lansia di rumahnya, kebanyakan mereka adalah
anggota keluarganya sendiri misalnya (ayah, ibu, mertua, paman, bibi, atau
anggota keluarga yang lain).

Program ini diselenggarakan oleh pemerintah Amerika Serikat mengingat


bahwa pemberian perawatan kepada anggota keluarga lansia adalah lumrah
terjadi di Amerika Serikat, sekitar 21-23 persen rumah tangga amerika serikat
memberikan perawatan gratis (unpaid care) kepada anggota keluarganya.
kegiatan ini bertujuan untuk membatu para caregiver mengelola berbagai
tanggung jawab dan beban perawatan.

Bentuk Pelayanan yang diberikan dalam program ini adalah :

1. Individual counseling,

2. Support group.

3. Pelatihan,

4. Respite care.

Departemen kesehatan dan pelayanan kemanusiaan Amerika Serikat, pada


tahun 2004 melalui program ini telah membantu sekitar 4 juta caregiver di
seluruh Amerika serikat dengan memberikan informasi mengenai Program dan
pelayanan kepada lansia, selain itu NFCSP juga memberikan bantuan kepada
436.000 caregiver untuk mengakses pelayanan yang mereka butuhkan dalam
rangka memberikan perawatan yang terbaik kepada keluarga yang mereka
rawat, memberikan pelayanan kepada 180,000 caregiver dengan pemberian
konseling dan pelatihan, serta menyediakan respite care kepada 70.000
caregiver.

Program NFCSP secara konseptual mirip dengan pelaksanaan program home


care yang dilaksanakan oleh kementerian sosial RI melalui panti werdha, yang
berbasis keluarga (family base). Bedanya bahwa NFCSP ini sasaran
langsungnya adalah pihak keluarga yang memberikan perawatan,
sementara home care adalah sasaran langsungnya adalah lansia itu sendiri,
baik yang tinggal dengan keluarganya maupun yang hidup sendiri di rumahnya,
berupa pemberian pelayanan kesehatan, bantuan gizi, termasuk bimbingan
sosial dan mental, serta bantuan usaha ekonomi produktif.

Jika kita lihat bahwa Amerika saja individualis ternyata memiliki program atau
perhatian kepada penduduknya yang memiliki perhatian kepada lansia.
Sementara kita tahu bahwa di Indonesia hampir setiap keluarga memiliki
anggota keluarga lansia dan memberikan perawatan. Program seperti pemberian
informasi, konseling dan pelatihan dirasakan perlu dilakukan kepada para
keluarga yang memiliki tanggung jawab merawat lansia.

Selain itu kelelahan merawat lansia sering kali memicu stress yang dapat
memicu terjadinya kekerasan pada lansia yang dirawatnya, sehingga sesekali
caregiver ini diberikan kesempatan untuk istirahat merawat lansianya dalam
kurung waktu tertentu untuk selanjutnya diambil lagi, solusinya dapat berupa
lansia tersebut dititip untuk sementara waktu pada sebuah panti werdha. Jika
kegiatan ini dilaksanakan dapat mengurangi tindak kekerasan serta perlakuan
salah terhadap lansia. Kurangnya pemahaman, pengetahuan serta keterampilan
sering kali berdampak pada perlakuan salah kepada lansia. Sehingga program
ini dirasakan cukup menarik untuk dikaji lebih jauh untuk dilaksanakan di
Indonesia.
KEBIJAKAN DAN PELAYANAN LANSIA DI INGGRIS

Komunitas Pensiunan (retirement community)

Program ini merupakan sebuah program yang diselenggarakan oleh pemerintah


inggris. Yakni sebuah program yang dinamakan Berryhill Retirement
Village atau desa pensiunan. Berryhill Retirement Village diperuntukkan bagi
mereka yang berusia diatas 55 tahun atau lansia dan pra-lansia yang berlokasi di
wilayah perkotaan, berupa sebuah bangunan gedung yang berbentuk T, terdiri
atas 148 flat yang terdiri atas kamar tidur, sitting room, ruang masuk (hallway),
dapur dan kamar mandi. Semua kamar tidur dan sitting room menghadap
keluar. Semua flats cocok untuk pengguna kursi roda (wheelchair). Semua
warga mendapatkan layanan dukungan setiap hari, dan mereka juga
memperolah bantuan berupa, housekeeping, shopping, pengambilan gaji
pension dan laundry.

Kategori warga berdasarkan tingkat bantuan yang diperlukan :

Level 1 : lansia yang dapat tinggal seorang diri dalam rumah, membutuhkan
bantuan dukungan yang minimal, mungkin sekitar 2 atau 3 kali dalam
seminggu melakukan panggilan untuk mendapatkan bantuan. Berupa bantuan
pengambilan pensiun, dan mungkin bantuan untuk mandi.

Level 2 : sama seperti level satu, masih mampu hidup dalam rumah mereka
sendiri tetapi melakukan panggilan telepon sebanyak 2 atau 3 kali sehari.
Mungkin pada malam dan pagi hari.

Level 3 : lansia yang pindah ke perawatan utama, menelepon petugas untuk


minta bantuan lebih dari 4 kali sehari, bantuan yang diperlukan seperti, waktu
makan, bangun tidur, berangkat tidur, dan sebagainya.

Pada level 4 ini orang ini sangat tergantung. Membutuhkan bantuan sama
seperti pada level 3 tapi hampir sepanjang malam, karena itu perlu dikunjungi
setiap 3-4 jam dalam sehari semalam.
Berryhill memiliki beberapa fasilitas untuk penghuni termasuk ruang senan
(gym) dan Jacuzzi (ruang untuk mandi), ruang keterampilan, bengkel kayu, dan
ruang komputer, Aula, area bar dan restauran, green house, dan kebun
bersama, telepon umum.

Pengembangan program dilakukan dengan cara pembentukan kelompok


berdasarkan minat yang dimulai dengan sebuah pertemuan bersama untuk
mengidentifikasi cara dan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan tersebut. Seorang staf bertugas sebagai koordinator kegiatan dan
mendukung pelaksanaan kegiatan ini. Untuk pengembangan partisipasi warga,
maka dilakukan pertemuan bulanan yang dilaksanakan di jalan

Program Bantuan menjelang kematian.

Bantuan menjelang kematian bagi lansia yang mengalami sakit kronis dan
mengalami sebuah penderitaan yang sangat luar biasa yang sering dikenal
dengan istilah Euthanasia. Bantuan ini tentu saja masih sangat kontroversial,
kecuali di beberapa Negara yang telah melegalkannya seperti Belanda. Secara
konseptual euthanasia dibagi atas euthanasia aktif dan euthanasia
pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan sengaja untuk memendekkan umur
sebagai upaya mengakhiri penderitaan yang berpenyakit permanen, untuk dapat
meninggal dengan terhormat, seperti dengan pemberian suntik
mati. Euthanasia pasif adalah tindakan disengaja untuk menunda atau
menghentikan perawatan, sistem penunjang kehidupan, atau selain makan yang
dapat memperpanjang kehidupan pasien dengan penyakit tak tersembuhkan.

Meskipun kontroversi, secara tidak sadar bahwa masyarakat telah sering


mempraktekkan euthanasia pasif dalam bentuk penghentian pengobatan.
Sehingga dalam pemberian layanan kepada lansia di PSTW meskinya kita
berhati-hati untuk melaksanakan euthanasia pasif ini, minimal ada sebuah case
conferencee yang membahas kasus tersebut untuk dihasilkan sebuah kesepakan
untuk melakukan penghentian pengobatan dengan alasan kemanusiaan.
Penghentian pengobatan sebaiknya berdasarakan atas kesepakatan atau
permintaan pasien dan atau keluarga,  disetujui dokter dan termasuk pihak
PSTW.

Program Living Arrangement bagi lansia

1. Retirement hotel. Bangunan hotel atau apartemen yang didesain ulang untuk
memenuhi kebutuhan kemandirian lansia. Pelayanan hotel secara umum
meliputi : layanan operator, layanan kamar, dan pusat pesan.

2. Perumahan bersama. Rumah dapat dibagi secara informal oleh orang tua dan
anak atau bersama teman, terkadang beberapa lembaga sosial menyatukan
antara orang-orang yang membutuhkan tempat tinggal dengan orang-orang
yang memiliki rumah atau apartemen dengan kamar ekstra. Lansia biasanya
memiliki kamar pribadi tetapi berbagi tempat untuk memasak, makan, dan
dapat bertukar layanan seperti pengerjaan pekerjaan rumah sebagai biaya sewa.

3. Congregate Housing. Kompleks apartemen sewaan swasta atau disubsidi


pemerintah yang didesain untuk lansia, menyediakan makanan, pengerjaan
urusan rumah tangga, transportasi, aktivitas sosial, rekreasi, dan terkadang
perawatan kesehatan. Salah satu tipe perumahan Congregate Housing adalah
group home, yakni menyewa seorang pembantu untuk berbelanja, memasak,
melakukan pekerjaan bersih-bersih rumah, dan memberikan konseling.

4. Foster care home. Sebuah keluarga menerima seorang lansia untuk tinggal
bersama dengan mereka dengan memberikan makanan, perawatan, dan
perlindungan, dimana diantara mereka tidak terdapat hubungan keluarga.
KEBIJAKAN DAN PELAYANAN LANSIA DI JEPANG

GAMBARAN UMUM LANSIA JEPANG


Jepang, sebagai negara maju dengan lingkungan yang higienis,
masyarakat bergaya hidup sehat, serta teknologi pengobatan yang muktahir, tak
mengherankan memiliki banyak penduduk berumur panjang. Menurut data
statistik WHO 2010, Jepang menempati peringkat tertinggi di seluruh dunia
dalam hal angka harapan hidup (laki-laki: 79 tahun, perempuan: 86 tahun.
Bahkan saat ini ada yang mencapai umur 113 tahun lho.). Ngomong-ngomong
Indonesia ada di urutan ke-berapa ya? Ternyata di urutan 123 dengan usia rata-
rata 67 tahun. Tetapi berumur panjang ternyata tidak selalu menggembirakan.

Seiring dengan perkembangan ekonomi suatu negara, ada 3 perubahan


pola perkembangan jumlah penduduk negara tersebut, yaitu dari pola tingkat
kelahiran tinggi dan tingkat kematian tinggi, menjadi pola tingkat kelahiran
tinggi dan tingkat kematian rendah, menjadi pola tingkat kelahiran rendah dan
tingkat kematian rendah. Jepang sedang berada di pola yang ke-3.

Dari data Kementrian Umum Jepang (Soumusho) tahun 2010, jumlah


penduduk lansia (berumur 65 tahun ke atas) mencapai sekitar 29 juta atau 23 %
dari total jumlah penduduk, meningkat 0,4% dari tahun sebelumnya. Besarnya
angka ini disebabkan karena generasi baby boom (masa tingkat kelahiran yang
tinggi) pertama, yang lahir di tahun 1947-1949 sekarang menjadi lansia. Angka
ini diperkirakan masih akan mengalami peningkatan drastis saat generasi
masa baby boom kedua di tahun 1971-1974 mencapai usia lanjut nanti.

Lansia di Jepang dianggap lebih besar daripada Negara lain, sebagai


Negara yang diakui memiliki proporsi tertinggi warga lanjut usia : 33,0 %
warga berada di atas usia 60 tahun, 25,9% warga berusia 65 tahun atau lebih
tua, 12,5 % berusia 75 tahun atau lebih tua. Data per September 2014.
Dengan angka rata-rata setiap ibu di Jepang hanya melahirkan 1 bayi,
komposisi jumlah penduduk yang produktif (usia kerja) dan tidak produktif
akan menjadi tidak seimbang. Pemasukan pajak dari penduduk produktif
berkurang, sehingga uang pensiun untuk para lansia pun menjadi berkurang.
Hal ini mengakibatkan kekhawatiran pada penduduk yang membayar asuransi
hari tua saat ini apakah nantinya bisa menerima pensiun sesuai yang dibayar
atau tidak. Saat ini jumlah pensiun yang dibayarkan rata-rata perbulan telah
berkurang dari tahun sebelumnya, untuk laki-laki sekitar 180 ribu yen (sekitar
18 juta rupiah), dan perempuan 100 ribu yen.

PENYEBAB PENINGKATAN LANSIA DI JEPANG

Penuaan populasi ini disebabkan oleh gabungan kesuburan yang rendah


dan harapan hidup yang tinggi (contoh, tingkat kematian rendah). Pada tahun
1993, tingkat kelahiran kelahiran diperkirakan 10,3 per 1.000 penduduk, dan
rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama hidupnya menjadi
kurang dari dua sejak akhir 1970-an (jumlah rata-rata diperkirakan 1,5 pada
tahun 1993).  Keluarga berencana menjadi hampir universal,
dengan kondom dan aborsi legal sebagai bentuk utama dari kontrol kelahiran.

Sejumlah faktor berkontribusi pada kecenderungan menuju keluarga


kecil: pendidikan tinggi, kecintaan kepada membesarkan anak-anak yang
sehat, perkawinan terlambat, peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan
kerja, ruang tamu kecil, pendidikan tentang masalah kelebihan penduduk, dan
tingginya biaya perawatan dan pendidikan anak.

Harapan hidup saat lahir, 76,4 tahun untuk pria dan 82,2 tahun untuk
wanita pada tahun 1993, adalah yang tertinggi di dunia. (Rentang harapan hidup
pada akhir Perang Dunia II, baik untuk pria dan wanita, adalah 50 tahun.)
Tingkat kematian pada tahun 1993 diperkirakan sebesar 7,2 per 1.000
penduduk. Penyebab utama kematian adalah kanker, penyakit jantung,
dan penyakit serebrovaskular, pola umum bagi masyarakat industri.

"Lajang parasit" dan "Pria herbivora”. Di Jepang semakin banyak wanita


muda yang lebih memilih untuk tidak menikah, dan hal ini seringkali dilakukan
sebagai pemberontakan terhadap citra tradisional peran wanita sebagai istri dan
ibu. Pada tahun 2004, 54% dari wanita Jepang berusia 20-an adalah masih
lajang, sementara hanya 30,6% yang lajang pada tahun 1985.

Wanita muda bahkan mengambil bagian dalam gaya hidup berpusat pada
teman-teman, pekerjaan, dan menghabiskan sejumlah besar pendapatan mereka;
orang dewasa Jepang yang belum kawin biasanya tinggal bersama orang tua
mereka, sehingga menghemat biaya rumah tangga dan meningkatkan jumlah
uang yang tersedia untuk hiburan. Sosiolog Masahiro Yamada memberi cap
orang dewasa muda tersebut sebagai "lajang parasit". Beberapa wanita muda
bereaksi dengan menciptakan kartu nama dengan nama mereka dan gelar
"Parasit Lajang" dicetak di atasnya. Media Jepang telah memberikan cakupan
berat untuk penurunan angka kelahiran Jepang, namun tren ini terus berlanjut.

Pria herbivora ( 草 食 ( 系 ) 男 子  Sōshoku(-kei) danshi) adalah fenomena


sosial di Jepang yang ditandai dengan pria yang menghindari perkawinan atau
mendapatkan pacar. Fenomena ini dipandang oleh pemerintah Jepang sebagai
penyebab utama dalam penurunan tingkat kelahiran nasional, mendorong
pemerintah untuk memberikan insentif bagi pasangan yang memiliki anak,
termasuk pembayaran dan pelayanan kesehatan gratis.

DAMPAK TERHADAP MASYARAKAT

Kebijakan publik, media, dan diskusi dengan warga negara


mengungkapkan kepedulian tingkat tinggi terhadap implikasi satu dari empat
orang di Jepang adalah 65 tahun atau lebih tua. Pada tahun 2025, rasio
ketergantungan (rasio orang di bawah usia 15 tahun ditambah mereka yang 65
tahun dan lebih tua untuk mereka yang berusia 15-65 tahun, menunjukkan
secara umum rasio populasi bergantung kepada penduduk yang bekerja)
diperkirakan menjadi dua tanggungan untuk setiap tiga pekerja. Meskipun
hanya klaim, ini bukanlah rasio ketergantungan yang sangat tinggi, misalnya,
Uganda memiliki 1,3 tanggungan untuk setiap satu pekerja. Penuaan populasi
sudah menjadi jelas dalam penuaan tenaga kerja dan kekurangan pekerja muda
pada akhir 1980-an, dengan dampak potensial pada praktik kerja, upah dan
tunjangan, dan peran perempuan dalam angkatan kerja.

Meningkatnya proporsi orang tua juga memiliki dampak besar pada


pengeluaran pemerintah. Jutaan dolar disimpan setiap tahun untuk pendidikan
dan perawatan kesehatan dan kesejahteraan untuk anak-anak. Seperti baru-baru
awal 1970-an, belanja sosial hanya sebesar 6% dari pendapatan nasional
Jepang. Pada tahun 1992 bagian tersebut dari anggaran nasional adalah 18%,
dan diperkirakan bahwa tahun 2025, 27% dari pendapatan nasional akan
digunakan untuk kesejahteraan sosial.

Selain itu, median usia penduduk lansia meningkat pada akhir 1980-an.
Proporsi orang usia 65-85 diperkirakan meningkat dari 6% pada tahun 1985
menjadi 15% pada tahun 2025. Karena kejadian meningkatnya penyakit kronis
dalam usia tersebut, sistem pelayanan kesehatan dan dana pensiun diharapkan
untuk datang di bawah tekanan berat. Pada pertengahan 1980-an pemerintah
mulai mengevaluasi kembali beban relatif pemerintah dan sektor swasta
dalam pelayanan kesehatan dan dana pensiun, dan menetapkan kebijakan untuk
mengendalikan biaya pemerintah dalam program ini.

Sebuah studi oleh Divisi Populasi PBB yang dirilis pada tahun 2000
menemukan bahwa Jepang akan perlu untuk menaikkan usia pensiun ke 77
tahun atau mengizinkan imigrasi bersih 17 juta pada tahun 2050 untuk
mempertahankan rasio pekerja-ke-pensiunan-nya.

Menyadari kemungkinan lebih rendah bahwa orang tua akan tinggal


dengan anak dewasa dan kemungkinan yang lebih tinggi dari partisipasi setiap
anak atau  menantu dalam angkatan kerja yang dibayar, pemerintah mendorong
pembentukan rumah jompo, fasilitas penitipan anak untuk orang tua, dan
program kesehatan di rumah. Masa hidup yang lebih panjang akan mengubah
hubungan antara pasangan dan lintas generasi, menciptakan tanggung jawab
baru pemerintah , dan mengubah hampir semua aspek kehidupan sosial.

Orang yang pensiun membuat jalan bagi pengusaha untuk


mempekerjakan orang-orang usia kerja. Ini memiliki efek menurunkan tingkat
pengangguran atau rasio seleksi sebagaimana orang tua umumnya berhenti
bekerja atau mencari pekerjaan. Rasio pekerjaan Jepang untuk pelamar terus
meningkat dari Mei 2010 sampai awal 2011.

CARA LANSIA JEPANG MELEWATKAN MASA PENSIUN

Banyak lansia yang memasuki masa pensiun berkumpul untuk membuat


perusahaan yang kebanyakan bergerak di bidang konsultansi dengan
memanfaatkan pengalaman semasa bekerja. Ada juga yang menjadi relawan
sebagai ahli (silver expert) yang dikirim mewakili JICA (Japan International
Coorporation Agency) ke negara-negara berkembang, seperti para dokter
hewan yang pada 1997-2000 membuat misi menjadikan susu murni di Jawa
Barat lebih berkualitas. Ada pula yang bekerja kembali di yayasan seperti JASS
(Japan Association of Second-life Service) dengan berbagai kegiatan seperti
menyelenggarakan seminar tentang pembelajaran hidup, berdiskusi dengan
orang asing mengenai budaya, atau mengadakan kelas-kelas untuk
memperdalam hobi. Dalam satu tahun ada sekitar 2.500 acara yang
diselenggarakan oleh JASS di seluruh Jepang. Betapa semangat dan sibuknya
para lansia ini belajar kan, berarti kita harus lebih bersemangat lagi daripada
mereka ya.
Penduduk Jepang dengan jumlah lansia yang semakin banyak makin
banyak masalah yang harus dihadapi. Indonesia memang masih jauh dari apa
yang dialami Jepang saat ini, namun semangat lansianya untuk tetap terus
belajar dan berkarya, perlu sekali kita contoh.
TRANSISI DALAM KEBIJAKAN KESEHATAN JEPANG UNTUK
SUPER UMUR MASYARAKAT (TABEL 1, 2)

 Universal asuransi kesehatan


Sistem cakupan asuransi kesehatan universal Jepang dimulai di 1961
dan ditandai dengan Afiliasi wajib, gratis, rendah copayments, dan cakupan
oleh premi asuransi dan umum subsidi. Pada awalnya, tingkat copayment
untuk semua adalah Ketika sama proporsi membutuhkan lansia banyak
layanan kesehatan medis lainnya adalah hanya 5,7%. Selanjutnya, biaya-
biaya medis untuk orang tua menjadi gratis karena tekanan sosial
berdasarkan semakin penuaan populasi dikombinasikan dengan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dari 1973 seterusnya. Namun, ekonomi
stagnancy menyebabkan pelaksanaan batas 10 tahun pada pengobatan
gratis perawatan untuk orang tua. Semua orang lebih dari 70 tahun yang
sekarang diminta untuk membayar 20% tingkat copayment, dan mereka
lebih dari 75 harus membayar 10% . Meskipun Jepang memiliki harapan
hidup tertinggi di dunia, Nasional medis biaya telah terus meningkat
sebagai kelahiran tingkat penurunan dan penuaan populasi tumbuh.
Sebagai Hasilnya, pemerintah Jepang sekarang berjuang untuk menemukan
dana yang diperlukan untuk memastikan efektif tua kebijakan kesehatan.
 Perawatan

Pada tahun 1997, LTC diperkenalkan yang termasuk kesejahteraan


Layanan tetapi pelayanan tidak kesehatan. Dari tahun 1980 sampai tahun
1990-an, banyak tempat tidur di rumah sakit Jepang adalah diduduki untuk
waktu yang lama oleh orang tua Penyandang Cacat karena adanya pasca
debit pengasuh dan/atau kurangnya fasilitas perawatan yang memadai. Ini
disebut "social hospitalization ", dan biaya rawat inap dibayar dari
Asuransi kesehatan medis. Itu adalah jelas bahwa orang tua Layanan
kesehatan itu tidak cukup dari data pada proporsi Jepang menerima formal
perawatan di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan perawatan dan
bantuan untuk kehidupan sehari-hari dengan orang tua, yang adalah lebih
rendah daripada negara-negara industri lain pada tahun 1995. Ini bisa
karena keyakinan budaya tradisional Jepang yang pengasuhan untuk orang
tua adalah kewajiban generasi muda. Namun, karena tumbuh struktur
keluarga nuklir, perawatan lansia yang disediakan oleh generasi muda
sudah mulai runtuh bahkan sebelum Majelis dunia pada penuaan pada
tahun 1982, yang ditetapkan peran utama keluarga dalam mendukung
orang tua. Pada tahun 2000, asuransi LTC dilaksanakan mengikuti diskusi
nasional pada kebutuhan nasional umur perawatan. LTC layanan di Jepang
adalah sekarang tersedia 24 jam/hari, jika perlu, dan disediakan oleh
terlatih, lisensi,dan pekerja terampil perawatan. Jumlah penerima manfaat
dari LTC layanan telah meningkat sebesar 2,1 kali sejak yang Pengenalan;
Namun, karena kemudian, penuaan profil di Jepang telah berubah lagi, dan
usia produktif populasi telah hampir setengahnya dibandingkan tahun
2000. LTC asuransi adalah didanai 50% oleh pajak dan 50% oleh premi.
Setiap pembayar pajak berusia 40 atau lebih wajib untuk membayar premi
asuransi LTC berdasarkan publik mereka nilai premi asuransi kesehatan
medis. Dengan demikian, penurunan penduduk usia produktif
membangkitkan keprihatinan atas kekurangan sumber daya keuangan.
Sebagai Sejarah singkat ini menunjukkan, sistem LTC Jepang memiliki
pergi melalui pergeseran paradigma dan adalah membutuhkan lebih lanjut
Review dan perbaikan.

 Sistem perawatan terintegrasi berbasis masyarakat


Untuk tujuan ini, pemerintah Jepang berusaha untuk menetapkan
struktur baru perawatan disebut "The Communitybased Integrated Care
System "(CbICS). Konsep ini berasal dari keamanan sosial yang
komprehensif dan reformasi pajak yang diluncurkan pada 2012 melalui
argumen untuk Amandemen LTC asuransi. CbICS secara komprehensif
memastikan penyediaan lima faktor: Kesehatan, keperawatan perawatan,
pencegahan, perumahan, dan mendukung. Tujuan utama dari CbICS adalah
untuk membangun dukungan komprehensif dan layanan intim masyarakat
sampai akhir kehidupan sambil menjaga martabat orang tua dan
mendukung hidup mandiri. Pada dasarnya, CbICS mempunyai dua
dimensi: communitybased perawatan berdasarkan dan didorong oleh
perawatan kesehatan masyarakat kebutuhan dan terintegrasi perawatan
yang dikonseptualisasikan sebagai metode atau jenis yang bertujuan untuk
mengurangi fragmentasi pengiriman kesehatan dengan meningkatkan
koordinasi dan kolaborasi antara profesional kesehatan. CbICS berfokus
pada kekuatan masyarakat dan koordinasi dan integrasi dari perawatan
klinis dan kesejahteraan Layanan. CbICS terdiri dari empat elemen utama:
self-help (Jijo) disediakan oleh individu atau keluarga mereka, saling
Bantuan (Go-jo) disediakan melalui sebuah jaringan informal melibatkan
relawan kesehatan lokal, solidaritas social perawatan (Kyo-jo) disediakan
oleh terorganisir jaminan social program-program seperti LTC asuransi dan
pemerintah perawatan (Ko-jo) disediakan oleh publik kesehatan dan
kesejahteraan Layanan atau oleh bantuan umum didanai oleh pendapatan
pajak. empat elemen, kita fokus pada self-help dan Reksa bantuan karena
kami percaya bahwa unsur-unsur ini adalah kunci untuk promosi CbICS.
Kami percaya bahwa CbICS dapat menjadi strategi utama untuk mencapai
sehat penuaan di Jepang karena strategi yang tepat untuk menjaga penuaan
sehat masyarakat sambil menegaskan kembali orang tua itu dan modal
komunitas sendiri. Namun, pendekatan kebijakan yang baru ini diluncurkan
hanya lima tahun lalu, dan evaluasi pertama adalah belum selesai. Dengan
demikian, tidak jelas apakah pendekatan ini akan menjadi sepenuhnya
didirikan

Tabel 1. Peristiwa-peristiwa yang penting dalam sejarah Jepang kebijakan nasional


mengenai lansia
Tahun Acara yang berkaitan dengan kebijakan Proporsi populasi usia
nasional Jepang 65 + pada saat acara
(%)

1961 Pencapaian cakupan nasional penuh dari 5.7


asuransi kesehatan nasional
-Komitmen pemerintah untuk kesehatan untuk
semua

1973 Kebijakan kesehatan gratis untuk orang-orang 7.1


berusia 70 + oleh dana publik

1982 Kesimpulan kesehatan dan medis Services Act 9.1


untuk orang tua
-Perawatan kesehatan untuk orang-orang
berusia 70 + dan terbaring di tempat tidur
umur 65 + dibiayai oleh dana publik (30%)
dan asuransi kesehatan (70%) dengan kecil
rekan-pembayaran

2000 Pengenalan Asuransi kesehatan 17,4


– Menyediakan perawatan berbasis
kelembagaan, pelayanan kesehatan kesehatan
rumah, dan layanan berbasis masyarakat untuk
65 orang + dan mereka antara 40 dan 64 tahun
berhubungan dengan penuaan Penyandang
Cacat

2012 Pembentukan sistem perawatan terintegrasi 23.0


berbasis masyarakat
– Perawatan berbasis masyarakat dan
perawatan klinis yang terintegrasi dan layanan
kesejahteraan Proporsi populasi usia 65 +
pada saat acara (%)

Tabel 2. Perubahan dalam tingkat copayment untuk asuransi kesehatan di Jepang

Item tahun 1960- tahun Tahun tahun 1990- tahun


an 1970-an 1980-an an 2000-an

Asuransi 30% → → → 30%


Kesehatan
Nasional
Tertanggung

Karyawan Tingkat Tingkat (1984 ~) (1997 ~) (2003 ~)


asuransi bunga tetap bunga tetap 10% 20% 30%
Tertanggung

Tanggungan 50% 30% (1981 ~) → (2003 ~)


Rawat jalan 30%
: 30%
Rawat
inap: 20%

Umur 70 + Sama seperti 0% (1983 ~) (1997 ~) (2001 ~)


(termasuk untuk Rawat: 400 Rawat jalan: 10%
usia Tertanggung yen/hari 500 yen/hari (2008 ~)
terbaring di Rawat (max 4 Usia 75 +:
tempat tidur inap: 300 kunjungan) 10%
65+) yen/hari Rawat inap: Usia 70-
1000 74: 20%
yen/hari

TANTANGAN BARU BAGI KEBIJAKAN KESEHATAN LANSIA

Untuk mempromosikan CbICS, Jepang harus alamat tiga tantangan, yang


masing-masing rumit saling terkait:

 Tanggung jawab/ akuntabilitas manfaat keuangan

Tantangan pertama untuk CbICS adalah tanggung jawab keuntungan


keuangan pemerintah keuntungan dengan mempromosikan selfhelp dan
saling membantu. Secara umum, pengeluaran pemerintah penyampaian
perawatan kesehatan didasarkan pada sejumlah umum Bantuan biasanya
dibiayai melalui pajak dan social asuransi. Sebagai contoh, di Inggris,
komprehensif pelayanan kesehatan juga tersedia hampir sepenuhnya
melalui National Health Service (NHS), yang didanai melalui Umum
perpajakan ; dalam model Swedia, kedua kesehatan dan pengeluaran
layanan kesejahteraan sepenuhnya ditutupi oleh Pajak ; dan di Jerman,
pengeluaran kesehatan ditutupi sepenuhnya oleh asuransi sosial. Situasi
berbeda sekali di Amerika Serikat sebagai keluarkan pastinya semua biaya
termasuk layanan LTC disediakan oleh dana pribadi asuransi sukarela .
Jepang saat ini dana kesehatan melalui campuran perpajakan dan jaminan
sosial. Sementara pemerintah memiliki berbagai pilihan untuk
menghasilkan sumber daya yang diperlukan untuk dana Kesehatan, semua
menghadapi kesinambungan keuangan tantangan, terutama untuk LTC. Di
Jepang, medis dan LTC biaya jauh lebih tinggi bagi lebih dari 65 daripada
untuk kelompok usia lainnya. Namun, proporsi orang lebih dari 65
diperkirakan lebih dari 30% pada tahun 2025, Sedangkan populasi usia
produktif dan remaja diharapkan terus berkurang. Medis dan LTC biaya
dari 2012 untuk 2025 diperkirakan meningkat sebesar 1,5 dan 2,3 kali,
masing-masing, meskipun PDB peningkatan hanya 1,2 kali. Oleh karena
itu, akan sulit untuk mempertahankan tren saat ini pertumbuhan ekonomi
sebagai penuaan di Jepang menjadi diam tapi berat beban keuangan.

Sebaliknya, self-help dan saling membantu sangat penting sumber


daya kesehatan untuk tinggal di komunitas lansia orang-orang. Partisipasi
aktif sosial dan akses mudah ke bantuan dari orang lain berhubungan
dengan baik self-help praktek , dan pekerjaan yang dibayar juga
mendorong orang tua orang-orang untuk menjaga kesehatan mereka
kemudian dalam hidup. Dari sudut pandang ini, kebijakan-kebijakan
kesehatan yang ditargetkan secara khusus terhadap orang tua harus aktif
mencakup self-help atau saling membantu. Oleh karena itu, sebagai
tantangan pertama di Jepang, penting untuk keseimbangan formal dan
informal bantuan dalam Kesehatan keuangan bukti kerangka dan
Tampilkan self-help dan gotong royong yang dapat membawa keuntungan
keuangan seperti pengurangan premi.

 Interaksi antara keempat unsur CbICS

Adalah tantangan kedua untuk mempromosikan CbICS interaksi antara


keempat unsur self-help, saling membantu, perawatan solidaritas sosial dan
pemerintah perawatan. Kami terutama fokus pada self-help dan saling
membantu disorot dalam CbICS.

Penelitian sebelumnya di beberapa negara penuaan telah menunjukkan


bukti bahwa promosi kesehatan yang dirancang dengan baik Program dan
manajemen mandiri (26) dapat mengurangi pemanfaatan kesehatan dan
pengeluaran terkait. Idealnya, pemerintah dapat mengurangi beban
keuangan yang dari umur kesehatan dengan tidak menyediakan dana untuk
pemerintah peduli elemen dan mempromosikan self-help dan Reksa
bantuan sebaliknya, meskipun label ini dua agak kontroversial karena
mereka adalah konsep-konsep abstrak. Sebenarnya keuntungan keuangan
self-help dan Reksa-bantuan di Jepang harus diidentifikasi.
Interaksi antara empat elemen penting dalam mempromosikan CbICS
bukan hanya karena ketergantungan pada perspektif finansial tetapi juga
dalam mempertimbangkan seperti konteks regional sebagai latar belakang
budaya. Sistem ini dapat secara fleksibel disesuaikan karena konteks
regional seperti perubahan-perubahan demografik, struktur penyakit dan
tingkat kesehatan.

 Penerapan CbICS kepada masyarakat

Tantangan ketiga adalah penerapan CbICS untuk perawatan Lansia di


setiap komunitas. Pemerintah Jepang mendesak semua kotamadya untuk
mendirikan CbICS 2025 dengan dorongan yang kuat municipal otonomi
dan kemerdekaan karena situasi berbeda dan tidak ada satu-sizefits-semua
pendekatan untuk membangun CbICS. Di Jepang,sebenarnya, dukungan
untuk perawatan pencegahan yang mendorong kekuatan informal seperti
diri atau teman-teman dan lingkungan jaringan, yaitu self-help dan saling
membantu, telah disorot dan diperkuat oleh kotamadya disahkan oleh
dukungan publik. Di Inggris, misalnya, perawatan diri adalah komponen
seumur hidup LTC model di bawah kebijakan NHS , dan self-help sudah
menyebabkan hasil yang positif di sana. Dengan demikian, Jepang
kebijakan nasional diperlukan untuk menafsirkan eksistensial nilai self-
help dan saling membantu.

CbICS diusulkan Jepang, yang merupakan tantangan baru dalam


kebijakan kesehatan untuk orang tua, akhirnya mencapai pengertian umum
melalui beberapa dialog. Jepang berusaha mengurangi pengeluaran
kesehatan yang berlebihan oleh mendorong keterlibatan komunitas daerah
dan melalui empat elemen Self-Help (Ji-jo), saling membantu (Go-jo),
perawatan Solidaritas Sosial (Kyo-jo), dan pemerintah perawatan (Ko-jo).
Sebagai salah satu solusi untuk hambatan untuk kesehatan kebijakan untuk
orang tua, model ini dapat diterapkan pada masyarakat dan negara-negara
di mana penuaan lain masalah muncul. Sebagai implementasi kebijakan
harus dilakukan oleh masing-masing kotamadya berdasarkan unik kondisi
sosial, budaya, ekonomi, dan politik, itu akan menjadi tantangan kami lebih
lanjut untuk memperjelas faktor-faktor yang mempromosikan pembentukan
CbICS dalam berbagai masyarakat.
KEBIJAKAN DAN PELAYANAN LANSIA DI JERMAN

Gambaran Umum

Sekitar 20% dari populasi Jerman sekarang berusia di atas 65 tahun. Perkembangan
demografis ini berarti tantangan baru bagi sistem nasional asuhan keperawatan
profesional atau, dalam bahasa Jerman, Pflege (peduli). Dalam dua puluh tahun
terakhir proporsi lansia yang membutuhkan perawatan telah meningkat sebesar 30%
dan berjumlah sekitar 2,6 juta orang (per 2013,
https://www.destatis.de/DE/ZahlenFakten/GesellschaftStaat/Gesundheit/Pflege/Pfleg
e.html ) Penghuni panti jompo berjumlah sekitar sepertiga dari populasi ini (700.000 -
800.000 orang); mayoritas dari mereka tergabung dalam kelompok usia lanjut (lebih
dari 80 tahun) dan mengalami kesulitan yang signifikan dengan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Politisi, ekonom, ahli gerontologi, dan pakar lainnya berpendapat bahwa
sistem penyediaan perawatan Jerman saat ini perlu direformasi secara mendalam
untuk menanggapi permintaan yang meningkat pesat ini secara memadai. Secara
khusus, kritikus perawatan menyarankan bahwa pendekatan hak asasi manusia yang
lebih kuat perlu diterapkan dalam pengaturan perawatan jangka panjang (LTC).

Mandat German Institute for Human Rights (GIHR) di Jerman

GIHR adalah lembaga hak asasi manusia nasional independen yang terakreditasi A di
Jerman, yang didirikan di 2001. Ia berkontribusi untuk melindungi dan
mempromosikan hak asasi manusia. Institut mempromosikan integrasi hak asasi
manusia ke dalam keputusan kebijakan dalam dan luar negeri dan memantau
pelaksanaan perjanjian hak asasi manusia internasional dan Eropa di Jerman.
Tugasnya termasuk memberikan nasihat kebijakan, penelitian terapan tentang
masalah hak asasi manusia, pendidikan hak asasi manusia, dialog dan kerja sama
dengan organisasi nasional dan internasional, dokumentasi dan informasi. Sejak
2009, Institut ini juga bertugas memantau pelaksanaan Konvensi PBB tentang Hak
Penyandang Disabilitas (CRPD). Sejak 2015, Institut telah mendapat amanat untuk
memantau pelaksanaan PBB Konvensi Anak (CRC). Meski demikian, GIHR
bukanlah lembaga ombudsman dan tidak memiliki mandat untuk menangani
pengaduan individu atas pelanggaran HAM. GIHR telah memperoleh reputasi untuk
penelitian dan saran independen, kritis dan obyektif serta menjadi titik layanan yang
unik dan komprehensif untuk informasi fundamental dan hak asasi manusia di
Jerman. Melalui pertemuan ahli dan konferensi publik serta proyek penelitian
bersama, telah menjalin hubungan kerja yang baik dengan berbagai aktor negara dan
masyarakat sipil serta akademisi di bidang kegiatannya dan seterusnya, yang dapat
digunakan untuk lebih jauh atau informasi lanjutan dan keahlian tambahan eksternal.
Pada tahun 2006 Institut memulai pekerjaannya di bidang perawatan. Selain itu,
GIHR selalu mengintegrasikan perspektif Eropa dan dampaknya terhadap undang-
undang, yurisprudensi, dan kebijakan Jerman.

Perkembangan Implementasi Perspektif Hak Asasi Manusia dalam Perawatan


Jangka Panjang Jerman

a. Landasan pendekatan hak asasi manusia untuk peduli

Jerman telah berkomitmen untuk menerapkan hak asasi manusia melalui ratifikasi
berbagai perjanjian hak asasi manusia. Oleh karena itu, negara harus memenuhi
kewajibannya untuk menghormati, melindungi dan menjamin hak asasi manusia
bagi semua orang yang tinggal di wilayah yurisdiksinya. Ini berarti negara harus
bertindak untuk menghormati hak asasi manusia orang yang membutuhkan
perawatan dan melindungi orang-orang ini dari cedera pihak ketiga (misalnya,
staf pendukung dan panti jompo swasta). Secara keseluruhan, negara wajib
menyediakan kerangka kerja untuk perawatan yang bermartabat. Karena martabat
manusia membentuk dasar hukum dan politik wajib untuk mengintegrasikan
pendekatan hak asasi manusia ke dalam perawatan, hak asasi manusia dan
prinsip-prinsip harus dipertimbangkan di semua tahap. Bagi individu untuk
menggunakan haknya secara penuh, negara diharuskan untuk memelihara
kerangka hukum dan badan pengaduan atau pengadilan untuk memberikan akses
penuh kepada warga negaranya terhadap keadilan. Konsultasi dengan masyarakat
sipil juga berperan dalam memastikan pendekatan hak asasi manusia untuk
peduli. Pelaksanaan semua reformasi, tinjauan dan evaluasi kebijakan perawatan
harus diukur terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsipnya.

Karakter hukum hak asasi manusia didasarkan pada pendekatan individu; hal ini
mendorong pergeseran paradigma melalui pemberdayaan kelompok rentan
(seperti orang tua) untuk menjadi pemilik yang tepat, dan bukan sekadar penerima
manfaat. Diterapkan pada asuhan keperawatan, pendekatan hak asasi manusia
tidak hanya mencakup hak-hak mereka yang membutuhkan perawatan, tetapi juga
hak-hak pekerja perawatan, khususnya hak mereka atas kondisi kerja yang adil,
aman dan sehat. Ini memungkinkan individu untuk secara aktif terlibat dan
berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan dan hak yang secara berkelanjutan
mempengaruhi kehidupan dan keterampilan kerja mereka dalam perawatan.

Kerangka kerja hak asasi manusia

Perlindungan orang lanjut usia penyandang disabilitas, sebagian besar, terjadi


dalam kerangka Konvensi Disabilitas PBB (UN CRPD) yang telah mendorong
persyaratan baru untuk menghilangkan hambatan dan dukungan untuk
penentuan nasib sendiri. Untuk lansia dalam perawatan, aksesibilitas
merupakan aspek penting dalam kehidupan mereka. Persyaratan aksesibilitas
semakin diangkat dalam diskusi yang berkaitan dengan kehidupan di
lingkungan yang akrab dan dipandang sebagai dasar kehidupan bermasyarakat.
Karenanya, pendampingan untuk menjalani kehidupan yang mandiri, mandiri
dan inklusif menjadi semakin penting.

Status hukum perjanjian hak asasi manusia di Jerman

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) berisi sejumlah
ketentuan yang sangat penting bagi orang-orang di LTC, misalnya hak untuk
hidup (Pasal 6) hak untuk tidak diperlakukan secara kejam, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat (Pasal 7 ) dan hak atas kehidupan pribadi dan
keluarga (Pasal 17).

b. Perkembangan hukum dan kebijakan tentang penerapan pendekatan hak


asasi manusia dalam perawatan

Asuransi perawatan jangka panjang Jerman diperkenalkan sebagai Kode Sosial XI


pada tahun 1995. Ini adalah bagian independen dari sistem jaminan sosial dan
menyediakan dana untuk risiko yang membutuhkan perawatan. Asuransi
perawatan wajib mencakup sebagian dari biaya perawatan rumah dan tempat
tinggal jika terjadi peningkatan kebutuhan perawatan atau bantuan rumah tangga
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya enam bulan. Jadi, seorang individu
dibantu untuk menjalani kehidupan yang mandiri dan menentukan nasib sendiri -
sebuah pendekatan yang selaras dengan prinsip melindungi martabat manusia.
Dengan diperkenalkannya asuransi perawatan, risiko menjadi subjek asuhan
keperawatan ( Pflegefall) telah diakui sebagai risiko hidup umum. Jumlah biaya
didasarkan pada tingkat iuran dan pendapatan anggota yang dapat dinilai.
Anggota keluarga berada dalam asuransi non-kontribusi jika pertanggungan
keluarga memenuhi syarat untuk asuransi kesehatan. Akan tetapi, penerimaan
manfaat untuk perawatan jangka panjang tidak terlepas dari pembayaran iuran.

Piagam Hak untuk Orang yang Membutuhkan Perawatan dan Bantuan


Jangka Panjang

Perdebatan yang bertujuan untuk memperbaiki situasi orang-orang yang


membutuhkan bantuan dan perawatan dimulai dengan peluncuran “Meja
Bundar untuk Perawatan Jangka Panjang” pada tahun 2003. Para ahli dari
berbagai bidang tanggung jawab terkait perawatan di hari tua dilibatkan.
Sebagai hasil dari konsultasi Meja Bundar, "Piagam Hak untuk Orang yang
Membutuhkan Perawatan dan Bantuan Jangka Panjang", ( Charta der Rechte
hilfe- und pflegebedürftiger Menschen) dibuat. 6 Piagam ini berisi pembukaan
dan delapan pasal yang mencakup masalah utama dan bidang kehidupan. (Pasal
1: Penentuan nasib sendiri dan dukungan untuk swadaya, Pasal 2: Integritas
fisik dan mental, kebebasan dan keamanan, Pasal 3: Privasi, Pasal 4: Perawatan,
dukungan dan pengobatan, Pasal 5: Informasi, konseling, persetujuan
berdasarkan informasi, Pasal 6 : Komunikasi, penghargaan dan partisipasi
dalam masyarakat, Pasal 7: Agama, budaya dan kepercayaan, Pasal 8:
Dukungan paliatif, kematian dan sekarat). 7 Pada tahun 2007, Kementerian
Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian Keluarga, Lansia, Perempuan dan
Remaja untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran tentang Piagam. Sebuah
Kantor Piagam khusus didirikan, untuk menyebarkan pesan Piagam, untuk
mengkoordinasikan lokakarya dan untuk memantau pelaksanaan Piagam lebih
lanjut. Piagam menciptakan kerangka hak asasi manusia untuk layanan dana
asuransi perawatan jangka panjang dan regulator yang bekerja secara sukarela.
Pada dasarnya, tujuan dari semua kegiatan yang berhubungan dengan Piagam
adalah untuk memberikan panduan bagi penyedia layanan kesehatan, untuk
meningkatkan kesadaran tentang undang-undang hak asasi manusia dan untuk
mendidik mereka tentang penerapannya dalam layanan perawatan untuk lansia.
Selain itu, materi pelatihan gratis dibagikan kepada berbagai pemangku
kepentingan di sektor LTC. Promosi aktif Piagam dihentikan pada tahun 2012
dengan penghentian pembiayaan dari kementerian terkait dan pembubaran
Kantor Piagam. Secara keseluruhan, penerapan Piagam tersebut terlalu sporadis
untuk menghasilkan perbaikan nasional yang nyata, meskipun hasil yang baik
telah dicapai dalam beberapa proyek percontohan. Pada saat penulisan, Piagam
tetap menjadi instrumen opsional yang tidak mengikat, dan implementasinya
tidak dipantau atau dievaluasi oleh badan kontrol kualitas eksternal.

Peningkatan Perawatan Jangka Panjang Bertindak

Undang-Undang Peningkatan Perawatan Jangka Panjang


( Pflegeweiterentwicklungsgesetz) tahun 2008 bertujuan untuk memperkuat
pengasuhan berbasis rumah, membuat layanan dukungan tambahan tersedia
untuk pengasuh keluarga selama reformasi ini. Undang-undang ini
memperkenalkan fasilitasi perawatan di rumah karyawan oleh kerabat dekat
dan dengan demikian meningkatkan rekonsiliasi antara pekerjaan dan
perawatan keluarga. Secara khusus, undang-undang tersebut memberikan hak
kepada pekerja dalam situasi perawatan akut hingga sepuluh hari libur kerja.
Reformasi ini berlabuh pada hak hukum atas nasihat perawatan individu.
Dengan undang-undang ini, kelompok sasaran masyarakat dengan keterampilan
hidup terbatas, terutama penderita demensia, menjadi pertimbangan. Dalam
evaluasi terhadap Undang-undang tersebut, ditemukan bahwa undang-undang
tersebut telah membawa perbaikan untuk perawatan di rumah dengan
meningkatkan manfaat dan menangani peningkatan permintaan. Salah satu
kekurangan, yang terlihat melalui evaluasi, adalah bahwa nasihat untuk
perawatan tersebut sebagian besar kurang dimanfaatkan. Terkait dengan
pemberi perawatan, disimpulkan bahwa kompensasi finansial terlalu rendah dan
birokrasi mereka terlalu tinggi. Untuk area rawat inap, kualitas pelayanan
dilaporkan mengalami peningkatan. Berdasarkan situasi kepegawaian,
dukungan layanan yang baru diperkenalkan disorot sebagai bantuan untuk
perawatan orang-orang dengan keterampilan sehari-hari yang terbatas. Namun,
prakiraan ketersediaan personel yang berkualitas di masa mendatang
menunjukkan bahwa keberlanjutan finansial dari infrastruktur perawatan, masih
belum terselesaikan. Evaluasi tersebut menunjukkan bahwa perbaikan telah
dicapai oleh UU tersebut, namun masih terdapat beberapa kekurangan yang
belum diatasi dari perspektif HAM. Secara spesifik, informasi tentang hak asuh
harus ditingkatkan, Salah satu bagian dari reformasi tersebut adalah tentang
langkah-langkah yang akan meningkatkan kualitas layanan perawatan yang
dilakukan oleh rumah perawatan dan penyedia layanan perawatan. Pemantauan
fasilitas perawatan rawat jalan dan rawat inap dikembangkan lebih lanjut
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas layanan dan meningkatkan
transparansi hasil. Sejak 2011, semua fasilitas perawatan berlisensi dipantau
setahun sekali. Hasil laporan evaluasi dipublikasikan secara online dan di
tempat lain yang sesuai. Berdasarkan laporan MDK (Layanan Medis dari Dana
Asuransi Kesehatan Wajib) ini, Layanan Penasihat Medis Asuransi Kesehatan
Sosial (MDS) harus menyusun laporan umum tentang perkembangan kualitas
perawatan di Jerman setiap tiga tahun.

Strategi demografi Kementerian Dalam Negeri

Strategi demografis yang diluncurkan pada tahun 2011 di Kementerian Dalam


Negeri bekerja sama dengan kementerian lain dan dengan partisipasi luas dari
masyarakat sipil ditetapkan untuk mengatasi perubahan demografis. Di antara
tujuan dan tindakan strategis, pemerintah federal telah menangani perawatan
lansia dalam strategi demografinya. Salah satu langkahnya adalah
mengembangkan pendekatan strategis jangka panjang untuk penuaan yang
ditentukan sendiri dengan pengembangan poin-poin penting. Ini termasuk,
misalnya, hidup mandiri di lingkungan yang akrab, karena banyak orang lanjut
usia ingin tetap tinggal di rumah mereka bahkan dengan gangguan mobilitas -
yang disebutkan sebagai tanggung jawab semua warga negara. Juga disebutkan
komitmen pemerintah kota, termasuk struktur kota yang baik untuk memfasilitasi
penuaan aktif; jaminan titik kontak terintegrasi, rumah multigenerasi; dan
menguji model berbasis bank waktu untuk mengaktifkan cara baru untuk
membantu memberikan perawatan. Sebagai poin terakhir, strategi tersebut
menyerukan reorientasi perawatan termasuk pembaruan konsep perawatan dan
Aliansi Nasional untuk penderita demensia. Landasan kesimpulan adalah untuk
memajukan profesi keperawatan dan merancang regulasi untuk profesi
keperawatan. Strategi terus direvisi; pembaruan terbaru pada tahun 2015.

c. Hak atas perawatan yang dapat diakses dan tersedia

Perjanjian hak asasi manusia internasional tidak secara eksplisit memberi orang
lanjut usia hak atas perawatan jangka panjang. Namun, artikel dalam berbagai
konvensi memang memuat ketentuan tentang hak atas akses yang sama ke
layanan kesehatan (serta jaminan bahwa layanan tersebut terjangkau) dan tentang
hak atas pilihan pengaturan perawatan jangka panjang.
Hak atas otonomi dan kebebasan dipandang sebagai titik awal untuk pilihan bebas
seseorang atas jenis layanan perawatan jangka panjang. Meskipun demikian, ada
yurisdiksi yang menafsirkan penempatan lansia di panti jompo bertentangan
dengan keinginan mereka sebagai tidak melanggar hak asasi manusia mereka.
Pasal 19 CRPD menetapkan kewajiban umum pada negara pihak untuk
memungkinkan penyandang disabilitas hidup mandiri dalam masyarakat, dengan
pilihan di mana dan dengan siapa tinggal. Selain itu, pemerintah harus
memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan semua dukungan yang
diperlukan agar mereka dapat hidup mandiri. Pertanyaan tentang apakah akan
memberi orang lanjut usia yang membutuhkan perawatan pilihan layanan mana
yang mereka sukai telah berubah baru-baru ini untuk menyadari bahwa mereka
harus memiliki pilihan.

Penikmatan hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam berbagai konvensi hak
asasi manusia harus dijamin tanpa diskriminasi atas dasar apa pun seperti jenis
kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, pendapat politik atau lainnya, asal-usul
kebangsaan atau sosial, asosiasi dengan minoritas nasional , properti, kelahiran
atau status lainnya. Ini berarti bahwa seseorang tidak dapat didiskriminasi
sehubungan dengan hak-haknya. Ini relevan untuk memastikan bahwa lansia tidak
ditolak layanan, fasilitas atau perawatannya. Negara pihak harus memastikan
bahwa para lansia dapat tinggal di panti jompo pilihan mereka, misalnya penutur
non-Jerman mendapatkan akses yang sama ke panti jompo seperti lansia yang
berbicara dalam bahasa Jerman.

d. Prinsip hak asasi manusia dalam manajemen dan penyediaan perawatan

Orientasi panduan dari Supportive Processual Care adalah untuk memberikan


penduduk LTC dasar untuk menjalani kehidupan senormal mungkin. Para ahli di
Kementerian Keluarga, Warga Lanjut Usia, Perempuan dan Pemuda mengamati
sejak tahun 2006 bahwa untuk memenuhi tujuan ini, diperlukan pengembangan
sistematis dan sehat dari semua aspek penyediaan perawatan di rumah (BMSFJ
2006, 129-130), khususnya fokus pada aspek-aspek berikut:
- Perbaikan struktur perumahan dan akomodasi yang berkelanjutan;
- Aktivasi, rehabilitasi dan partisipasi sosial;
- Penyesuaian proses perawatan dengan kebutuhan kelompok sasaran tertentu,
seperti penduduk dengan demensia, imigran atau orang di agripnokoma.

Mencapai aspek-aspek ini secara konkret, bentuk sehari-hari terjadi melalui


pendelegasian tugas menit di dalam lembaga LTC. Kebanyakan Rumah Jerman
memiliki setidaknya tiga sub-departemen, dan dewan penasihat Rumah.

1. Departemen Layanan Perawatan ( Pflegedienst) dipimpin oleh Kepala


Perawatan (PDL)

Tanggung jawab utama Departemen Layanan Perawatan adalah


aktivasi dan rehabilitasi melalui pemberian bantuan untuk semua
fungsi tubuh, seperti:

 Pemberian obat-obatan dan perawatan medis langsung, seperti


pencegahan luka tempat tidur, pemeliharaan kantong ekskresi,
dll;

 Membantu warga dalam menggunakan fasilitas toilet, mencuci


dan mandi;

 Mengawasi nutrisi dan asupan air warga.

Kepala Perawatan bertugas membagi tanggung jawab antara


perawat dan asistennya; mereka mengajukan semua dokumentasi
perawatan dan juga bertindak sebagai petugas pengaduan utama
kepada penghuni.

Departemen Layanan Perawatan bekerja sama dengan dokter,


psikiater, dan spesialis medis lainnya. Perawatan paliatif juga
merupakan tanggung jawab Manajemen Perawatan. Untuk itu,
pekerjaan Departemen Layanan Perawatan sangat penting untuk
penerapan berbagai macam hak asasi manusia: hak atas standar
kesehatan tertinggi yang dapat dicapai, hak atas mobilitas, hak atas
privasi (sehubungan dengan prosedur medis dan higienis), hak
nutrisi, dll.

2. Departemen Pelayanan Sosial ( Sozialer Dienst)

Departemen Pelayanan Sosial berfungsi untuk memberdayakan


penduduk dalam kontak sosial mereka, khususnya, melalui
penyelenggaraan acara sehari-hari dan pesta musiman. Bekerja sama
dengan Departemen Perawatan, Departemen Layanan Sosial
merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan ambang
batas rendah, idealnya memastikan partisipasi penghuni ranjang dan
penghuni demensia. Salah satu tugas terpenting dari Departemen
Pelayanan Sosial terletak dalam menghubungkan Rumah dengan aktor
komunal lainnya, seperti, misalnya, sekolah, taman kanak-kanak,
organisasi keagamaan, dll.Pekerjaan Departemen Pelayanan Sosial
sangat penting untuk implementasi hak warga atas inklusi sosial dan
hak asasi manusia lainnya seperti hak untuk mobilitas.

3. Manajemen Rumah ( Heimdirektor) diwakili oleh Kepala Manajemen

Manajemen Rumah bertanggung jawab untuk menyediakan semua


departemen dengan kondisi struktural yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan mereka. Manajemen bertanggung jawab atas
keuangan dan pengeluaran; itu membuat keputusan akhir tentang
lingkungan material Rumah dan mengonfigurasi proses organisasi di
Rumah, seperti:

 Dokumentasi prosedur perawatan yang sistematis;

 Sirkulasi informasi di Rumah;

 Keluhan dan manajemen kasus;


 Manajemen sumber daya manusia, misalnya, pembentukan tim
dan pelatihan personel;

 Komunikasi eksternal dan hubungan masyarakat.

4. Dewan penasehat rumah ( Heimbeirat)

Dewan penasihat Home adalah badan konsultatif yang terdiri dari


penghuni Rumah dan orang ketiga, seperti relawan komunitas atau
kerabat. Dewan penasihat rumah bertindak sebagai instrumen utama
pemerintahan sendiri, dan tujuan utamanya adalah untuk memastikan
partisipasi penghuni Rumah dalam proses pengambilan keputusan.
Dewan penasihat rumah tidak memiliki mekanisme pengelolaan
keluhan. Meskipun didirikan untuk tujuan yang baik untuk
meningkatkan partisipasi sosial orang lanjut usia
Daftar Pustaka

Aroson Polina dan Claudia Mahler.2016. “Human Rights of Older Persons in


Longterm Care: German National Report”.Berlin : German Institute for Human
Rights
Hatano, Y, Matsumoto, M, Okita, M, Inoue, K, Takeuchi, K, Tsutsui, T, Nishimura, S
and Hayashi, T 2017The Vanguard of Community-based Integrated Care in Japan:
The Effect of a Rural Town on National Policy. International Journal of Integrated
Care, 17(2): 2, pp. 1–9, DOI: https://www.doi.org/10.5334/ijic.2451
Kyoko Sudo, Jun Kobayashi, Shinichiro Noda, Yoshiharu Fukuda, Kenzo Takahashi,
Japan's healthcare policy for the elderly through the concepts of self-help (Ji-jo),
mutual aid (Go-jo), social solidarity care (Kyo-jo), and governmental care (Ko-jo),
BioScience Trends, 2018, Volume 12, Issue 1, Pages 7-11, Released March 18, 2018,
[Advance publication] Released February 26, 2018, Online ISSN 1881-7823, Print
ISSN 1881-7815, https://doi.org/10.5582/bst.2017.01271,
https://www.jstage.jst.go.jp/article/bst/12/1/12_2017.01271/_article/-char/en.
Syamsuddin (2011,20 Mei). Program Layanan Sosial Lanjut Usia Di Beberapa
Negara. Diakses pada 27 Oktober 2020, dari
https://gaumabaji.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=33

Anda mungkin juga menyukai