Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN


PADA KORBAN TENGGELAM

OLEH:
KELOMPOK 3

1. M. EFENDI JAYADI 6. SISKA WATI


2. NELI 7. SRI APRIYANTI
3. NI WYN NOVI 8. TWIARTI
SINTARI 9. YOLANDA AULIA
4. PARLAN BAMBANG LESTARI
5. ROSTITA WATI

YAYASANRUMAHSAKITISLAMNUSATENGGARABARAT
SEKOLAHTINGGIILMUKESEHATANYARSIMATARAM
PROGRAMSTUDIS1KEPERAWATAN
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya kami kelompok 3 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konsep Kegawat Daruratan Pada Pasien Dengan Tenggelam”. Pada
penulisan makalah ini, kami berusaha menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti sehingga dapat dengan mudah dicerna dan diambil intisari dan
materi pembelajaran. Makalah juga diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa
lain untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai konsep kegawat daruratan
khususnya kehawat daruratan pada pasien dengan tenggelam.
Kami menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang
maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki, makalah
ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa,
pengolahan , maupun dalam penyusunan. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik yang sifatnya sangat membangun demi tercapai suatu kesempurnaan dalam
memenuhi kebutuhan dalam pembuatan suatu makalah.

Mataram, 18 April 2020

Penyusun

Kelompok 3

DAFTAR ISI

ii
COVER............................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BABPENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Konsep dasar kegawatdaruratan pada korban tenggelam.....................3
2.2 Asuhan keperawatan pada korban tenggelam.......................................13
A. Pengkajian ......................................................................................13
B. Diagnosa keperawatan....................................................................13
C. Intervensi keperawatan...................................................................13
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
3.1 Kesimpulan ........................................................................................16
3.2 Saran ..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

iii
4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Diseluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak no.
2 dan no. 3 yang menimpa anak-anak dan remaja. Pada umumnya kasus
tenggelam ini sering terjadi di Negara-negar yang beriklim panas dan Negara
dunia ketiga. Insiden terjadinya kasus tenggelam pada anak-anak ini berbeda-
beda tingkatan pada tiap-tiap Negara. Dibandingkan dengan Negara-negara
berkembang yang lain reputasi Australia kurang baik, karena kasus tenggelam
di Negara ini masuk dalam urutan terbanyak. Tenggelam merupakan salah
satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika terlambat mendapat
pertolongan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat, tahun 2000 di seluruh
dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini
menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global Burden
of Disease (GBD) menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil
dibanding seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir,
kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya. Ditaksir. selama tahun 2000, 10
persen kematian di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan, dan 8 persen
akibat tenggelam tidak disengaja (unintentional) yang sebagian besar terjadi di
negara-negara berkembang.
Tenggelam merupakan penyebab yang signifikan dari kecacatan dan
kematian. Tenggelam telah didefinisikan sebagai kematian kedua setelah
asfiksia dimana terisi dengan cairan, biasanya air, atau dalam 24 jam of
submersion. Pada Kongres Dunia Tenggelam tahun 2002, yang diadakan di
Belanda, sekelompok ahli menyarankan consensus untuk mendefinisikan
tenggelam agar menurunkan kebingungan dari penggunaan dan definisi (>20)
merujuk kepada proses ini yang telah timbul dalam literature. Kelompok ini
mempercayai bahwa keseragaman definisi akan membuat analisis lebih akurat
dan perbandingan studi, dimana para peneliti bisa menggambarkan

1
kesimpulan yang lebih bermakna dari data yang dikumpulkan, dan
meningkatkan kemudahan surveillance serta aktivitas pencegahan.
Mengingat pada kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan pola
nafas yang adekuat karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan
mengalami hipoksemia, yang selanjutnya akan mengalami anoksia susunan
syaraf pusat, hingga terjadi kegagalan resusitasi dan jika tidak segera
diberikan pertolongan akan menimbulkan kematian dalam 24 jam setelah
kejadian.
Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien
tenggelam harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari
Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan
secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang
yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini
menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu dan di
tempat yang dibutuhkan.
Pada korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan
tindakan wajib yang harus dilakukan segeraterjadinya kolaps pada alveolus,
lobus atas atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan tindakan
kegawatdaruratan ini tentunya harus dilakukan secara benar dengan tujuan
untuk mencegah kondisi korban lebih buruk, mempertahankan hidup serta
untuk peningkatan pemulihan.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud korban kegawatdaruratan pada pasien tenggelam?
2. Bagaimana penalaksaan korban tenggelam?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah untuk mengetahui bagaimana dikatakan korban kegawtdaruratan
akibat tenggelam serta penatalaksaannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar kegawatdaruratan pada korban tenggelam


2.1.1 Pengertian tenggelam
Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh
aspirasi cairan ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau
sebagian tubuh ke dalam cairan. Definisi baru menyatakan bahwa
tenggelam merupakan proses yang dihasilkan dari kerusakan tractus
respiratorius primer dari adanya penumpukkan dalam medium cair.
Definisi implicit adalah bahwa adanya cairan yang timbul dalam jalan
nafas korban. Hasilnya dapat termasuk menghambat morbiditas atau
kematian.
Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut
Kongres Tenggelam Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian
berupa gangguan respirasi akibat tenggelam atau terendam oleh cairan.
Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam (drowning) adalah
kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near
drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamat dari episode
akut dan merupakan berisiko besar mengalami disfungsi organ berat
dengan mortalitas tinggi. Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara
tenggelam di air tawar dan air laut.
Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik,
sedangkan pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat
diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular,
hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air
laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.
Jadi yang dimaksud dengan tenggelam adalah suatu istilah dari
suatu keadaan yang disebabkan karena seseorang menghirup air atau
cairan ke paru-paru sehingga menghambat/mencegah udara yang
mengandung oksigen untuk sampai dan berhubungan dengan bagian depan
permukaan alveolus di paru-paru,dimana bagian ini merupakan bagian

3
penting yang berfunsi untuk pertukaran gas di paru-paru dan proses
oksigenisasi darah.
2.1.2 Etiologi tenggelam
1. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
2. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
3. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
4. Kurangnya pengawasan oarng tua terhadap anak
5. Kurangnya keamanan peralatan saat renang.
2.1.3 Manifestasi klinis
1. Koma
2. Peningkatan edema paru
3. Kolaps sirkulasi
4. Hipoksemia
5. Asidosis
6. Timbulnya hiperkapnia
7. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal
sampai apneu.
8. Syanosis
9. Lunglai
10. Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
11. Koma dengan cedera otak yang irreversibel.
2.1.4 Kondisi umum dan faktor resiko pada kejadian korban tenggelam
1. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama
dengan usia 18-24 tahun
2. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke
bawah
3. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
4. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang
sangat dalam
5. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan
membunuh,kekerasan atau permainan di luar batas.

4
2.1.5 Patofisiologi
Peristiwa fisiologik yang terjadi setelah tenggelam berlangsung
secara berurutan. Setelah panik dan perjuangan awal, korban akan
menahan nafasnya dan menelan banyak air. Mula-mula terjadi
laringospasme, tetapi bagi kebanyakan anak, diikuti relaksasi otot dan
akhirnya mereka mengaspirasi banyak air. Segera timbul henti jantung
paru dan terjadilah hipoksia. Hipoksia pada tenggelam kering adalah
akibat dari obstruksi jalan nafas disebabkan oleh laringospasme. Pada
tenggelam basah, hipoksia terjadi karena gabungan edema alveoli dan paru
intersitisial, deposit protein dalam alveoli, kerusakan kapiler, pulmoner,
penurunan sufeksi surfaktan, dan aspirasi benda asing.
Jenis air teraspirasi berperan dalam menentukan patofisiologi
tenggelam basah. Pada tenggelam air asin, cairan hipertonik itu tertarik
kedalam alveoli, mengencerkan surfaktan dan menimbulkan hipovolemia,
hemokonsentrasi, dan peningkatan konsentrasi elektrolit serum. Pada
tenggelam air tawar, cairan yang teraspirasi tertarik keluar alveoli dengan
cepat, masuk ke ruang intravaskuler. Perpindahan cairan ini menyebabkan
hipervolemia, hemodilusi dan penurunan konsentrasi elektrolit serum. Air
tawar diduga merusak sel alveoli tipe II, yang mengendalikan produksi
surfaktan paru.
2.1.6 Komplikasi
1. Ensefalopati Hipoksik
2. Tenggelam sekunder
3. Pneumonia aspirasi
4. Fibrosis interstisial pulmoner
5. Disritmia ventricular
6. Gagal Ginjal
7. Nekrosis pancreas
8. Infeksi
2.1.7 Klasifikasi tenggelam
1. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
a. Typical Drawning

5
Yaitu keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran
pernapasan korban saat korban tenggelam. Atau sering disebut
tenggelam basah (wet drowning), yaitu kematian terjadi sesudah
menghirup air.
b. Atypical Drawning
1) Dry Drowning
Yaitu keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada
cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Tenggelam
kering (Dry Drowning), yaitu kematian sebelum menghirup air.
Tenggelam kering dapat terjadi jika tenggelam air tawar
ataupun air asin. Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam
saluran nafas, tetapi saat air akan masuk kedalam saluran nafas,
terjadi spasme laring yang menyebabkan tertutupnya jalan
nafas.
2) Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun
ke dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan
terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia,
dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan
menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi
serebaral. Sering juga disebut tenggelam dalam air dingin (cold
immer sionsyndrome/immer sionsyndrome), dimana seseorang
tenggelam dalam air dingin, reseptor suhu pada kulit teraktivasi
secara tiba-tiba dan yang menyebabkan terhentinya nafas dan
jantung tiba-tiba.
3) Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau
penyakit jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau
peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air.
4) Delayed dead
Yaitu keadaan dimana seorang korban masih hidup
setelah lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu
episode tenggelam.

6
5) Tenggelam sekunder (secondary drowning),
Yaitu terjadi beberapa hari setelah korban tenggelam
dan diangkat dari air. Korban meninggal karena komplikasi
yang diakibatkanenggelam, eperti aspirasi, pnemonia, dan
ketidakseimbangan elektrolit.

2. Berdasarkan kondisi kejadian


a. tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air
dalam jumlah yang banyak sehingga air masuk ke dalam saluran
pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan
mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi
tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
b. Hampir tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan
membatukkan air keluar.
2.1.8 Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
1. Pemeriksaan foto toraks-aneka temuan (dari infiltirat parenkim
tersebar sampai edema pulmner luas)
2. Nilai analisa gas darah arteri-untuk menentukan asidosis respiratori
dan asidosis metabolic
3. Pemantauan TIK-untuk menentukan perfusi serebri
4. EKG
5. Hitung darah lengkap
2.1.9 Kegawatdaruratan pada korban tenggelam
1. Perubahan pada paru-paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan
80 – 90% pada korban hampir tenggelam. Jumlah dan komposisi
aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung,
organism pathogen, bahan kimia toksik dan bahan asing lain dapat
member cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.

7
2. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan
bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat
berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi
kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar
akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan
keseimbangan asam-basa.
3. ubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua
organ tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena
iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia,
reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema
serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami
penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah
apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10
menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali
setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang
waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam
4. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat
resusitasi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi
albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal
progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya
hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar
cairan tetapi selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi
paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat
menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut
dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahan cairan karena
tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan
hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak.

8
Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan
hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena
kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.
2.1.10 Penanganan pertama pada korban tenggelam
1. Prinsip pertolongan di air :
a. Raih ( dengan atau tanpa alat ).
1) Lempar ( alat apung ).
2) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
3) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat
apung ).
2. Penanganan Korban
a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan
posisi kepala, leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus.
Pertimbangkan untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau
bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan penderita
ke darat.
c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka
upayakan untuk memberikan nafas awal secepat mungkin dan
berikan bantuan nafas sepanjang perjalanan.
d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila
perlu.
f. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan
selimuti.
h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
3. Pernapasan Berhenti
Penyebab berhentinya pernafasan yang sering dijumpai adalah :
a. Tenggorokan tersumbat

9
b. Lidah atau cairan kental yang menyumbat tenggorokan pada orang
yang tidak sadar.
c. Tenggelam,tercekik oleh asap, atau karena keracunan.
d. Pukulan yang keras pada kepala atau dada.
e. Serangan jantung
2.1.11 Penatalaksaan korban tenggelam
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan,
dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi
buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran.
Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada
saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap
penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban,
karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air
untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat
harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk
membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan.
Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun
imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka
yang berat.
2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga
langkah, yaitu:
a) Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
b) Listen, yaitu mendengarkan suara napas
c) Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak


bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi
dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara
pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to
mask, dan mouth to neck stoma.

10
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian
napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan
inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke
hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada
pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan
hingga 10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan
tenggelam selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil
menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5
menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian
bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan
tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam
mengalami henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini
dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun,
pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan,
karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko
muntah dan aspirasi. Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat
terjadi, baik regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal
terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan.
Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian
oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan
BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang
diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini,
keadaan korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal
2.1.12 Cara terhindar dari ancaman tenggelam
1. Setiap anak yang sedang berenang harus selalu diawasi
2. Hindari minum minuman keras sebelum berenang atau dekat kolam
renang
3. Pintu masuk atau akses ke kolam renang harus selalu dalam
pengawasan

11
4. Peralatan penyelamat seperti pelampung atau ban penyelamat harus
selalu dekat dengan kolam renang atau area berenang
5. Bila punya kolam renang di rumah, letakkan telepon dekat dengan
kolam renang. Agar anda bisa mengangkat telepon tanpa
meninggalkan pengawasan anak anda saat berenang
6. Hindari meletakkan meja dan kursi dekat kolam renang agar anak
anda tidak dapat memanjatnya
7. Tenggelam pun bisa terjadi pada orang dewasa, jadi pengawasan tetap
dibutuhkan
8. Ikutkan salah seorang anggota keluarga anda di dalam pelatihan RJP
agar bila dibutuhkan suatu saat ia dapat menolong.

12
2.2 Asuhan keperawatan pada korban tenggelam
A. Pengkajian
1. Biodata Klien : Nama,Umur,jenis kelamin
2. Keluhan utama : obstruksi jalan nafas,sesak nafas, kelebihan cairan
3. Riwayat penyakit sekarang : susah bernafas, kelebihan cairan,suhu
tubuh menurun dan gangguan kesadaran
4. Riwayat penyakit masa lalu : sebelumnya sudah pernah mengalami
tenggelam, asma.
5. Pemeriksaan fisik
6. Keadaan umum : lemah, pucat, sesak, kelebihan cairan, pernafasan
terhenti
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan oksigen dalam udara inspirasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d supresi reflek batuk sekunder
akibat aspirasi air masuk kedalam paru akibat tenggelam
3. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kurangnya suplai oksigen
4. Pola nafas tidak efektif b/d imobilisasi sekunder akibat depresi sistem
saraf pusat
5. Penurunan curah jantung b/d gangguan fungsi jantung ditandai dengan
tekanan darah rendah, nadi cepat, sianosis, disretmia, dispnea, adema.
6. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan preload, penurunan
kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
keinginan untuk makan sekunder akibat perubahan tingkat kesadaran.
C. Intervensi keperawatan
1. Dx: Gangguan pertukaran gas b/d penurunan oksigen dalam udara
inspirasi Intervensi:
a. I : Kaji bunyi paru; frekuensi nafas, kedalaman, dan usaha; dan
produksi sputum sesuai dengan indikator dari penggunaan alat
penunjang yang efektif.
R : pengkajian paru dilakukan untuk tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya
b. I : Pantau hasil gas darah.

13
R: Analisa gas darah berguna untuk mengetahui ph, dan yang
paling penting yaitu kadar 02 dalam darah.
c. I : Pantau kadar elektrolit
R : Pemeriksaan Kadar elektrolit digunakan untuk mengetahui
kerja sel dan organ apakah masih bergungsi dengan baik
d. I : Pantau status mental (tingkat kesadaran).
R : status mental yang baik akan mempengaruhi tindakan
keperawatan yang kooperatif
e. I : Jelaskan penggunaan alat bantu (oksigen)
R: Penting penjelasan alat bantu misalkan oksigen agar pasien
dapat tercukupi kebutuhan oksigennya
f. I :Ajarkan kelurga pasien teknik bernafas dan relaksasi.
R : teknik bernafas yang baik dan relaksasi akan mengurangi
kesulitan bernafas yang di akibatkan kekurangan kebutuhan
oksigen
g. I :Berikan obat yang diresepkan ( misalnya natrium bikarbonat).
R : Untuk mempercepat proses penyembuhan
2. dx Pola nafas tidak efektif b/d imobilisasi sekunder akibat depresi
sistem saraf pusat
a. I : Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan.
R: keseimbangan cairan menandakan sel dan organ masih
berfungsi dengan baik
b. I : Pantau adanya pucat dan sianosis.
S: Penting untuk mengetahui kekurangan 02 pada jaringan
c. I : Pantau efek obat pada status respirasi.
T: indikasi pemberian obat dilakukan untuk memperbaiki status
pernafasan pasien
d. I : Catat asupan dan haluaran.
U: intake dan output cairan perlu diketahui untuk
mengetahui keseimbangan cairan tubuh
e. I: Informasikan kepada keluarga klien tentang teknik relaksasi
untuk meningkatkan pola pernafasan.

14
V: untuk menurangi rasa nyeri saat bernafas
f. I : Ajarkan cara batuk secara efektif.
R: batuk efektif dapat membersihkan saluran pernafasan
sehingga dimungkinkan status pernafasan dapat ditingkatkan dengan baik
g. I: Rujuk kepada ahli terapi pernafasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis.
R: untuk mempercepat proses penyembuhan
3. Dx: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
keinginan untuk makan sekunder akibat perubahan tingkat kesadaran
Intervensi:
a. I : Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat

R: nutrisi yang adekuat baik untuk proses penyembuhan anak


b. I: Kaji kemampuan anak untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui
selang nasogastrik atau oral (NG po)
S: anak dengan perubahan tingkat kesadaran tidak mampu
untuk mendapatkan asupan nutrisi dengan baik secara oral
c. I:Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang
nasogastrik atau per-oral ( periksa adanya sisa dan mumtah).
T: Penting untuk mengetahui agar tidak terjadi makanan yang
terbuang atau tidak masuk ke mulut anak
d. I: Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi.
U: kenaikan jumlah dan jenis asupan nutrisi untuk mengganti
kebutuhan nutrisi
e. I: Kolaborasi dengan ahli gizi
V: Untuk mempercepat proses penyembuhan anak

BAB III

15
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah
pernapasan dan kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong
kehidupan jantung dasar dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari
luar melalui resusitasi, dan mencegah insufisiensi.
Korban dikatakan hampir tenggelam apabila korban dapat bertahan
hidup dalam 24 jam pertama. Apabila tidak dilakukan penanganan segera
maka sebagian besar pasien mengalami kerusakan organ yang multipel dimana
otak merupakan organ yang sangat peka dalam hal ini. Patofisiologi korban
hampir tenggelam sangat tergantung kepada jumlah dan sifat cairan yang
terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Oleh sebab itu, tindakan di luar
rumah sakit atau di tempat kejadian tenggelam menentukan hasil tindakan di
rumah sakit dan prognosa selanjutnya.
Untuk pengelolaan, korban hampir tenggelam dikategorikan
berdasarkan status neurologis. Kategori A dan B biasanya membutuhkan
perawatan medis supportif sedangkan penderita yang termasuk dalam kategori
C membutuhkan tindakan untuk mempertahankan kehidupan dan perawatan
intensif. Juga harus dicari dan ditangani trauma yang timbul, seperti masalah
kejang.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
menguasai materi tentang Asuhan Keperawatan kegawat Daruratan.
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa menjadi penambah refrensi untuk
mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

16
Anonim. 2011. Penanganan Kegawatdaruratan Tenggelam. (online), available
:http://www.medicinesia.com/harian/penanganan-kegawatdaruratan-
tenggelam/ (diakses 20 september 2011).
Perwira, Satria. 2008. Drowning (Tenggelam). (online),available.
http://satriaperwira.wordpress.com/2008/06/03/drowning-tenggelam
(diakses tanggal 20 september 2011).
Rijal, Syamsu. 2001. Near Drowning (Hampir Tenggelam). (online),available :
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062001/pus-2.htm (diakses tanggal
20 september 2011).

17

Anda mungkin juga menyukai