Anda di halaman 1dari 23

Makalah Kasus Lupus (SLE)

KASUS

Seorang perempuan usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan merasa


tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah
1 minggu bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama
pada pagi hari dan kurang nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada
pipi dengan terbatas tegas, peradangan pada siku, lesi berskuamapada daerah leher,
malaise. Tekanan darah 110/80 mmHg, pernapasan 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu
38,50 C, HB 11 gr/dl, WBC 15.000/mm3.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

SISTEMISC LUPUS ERYTHEMATOSUS (LUPUS)

1. Definisi

SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah penyakti radang multisistem yang


sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam
autoantibodi dalam tubuh.

Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto
imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke
dalam tubuh.

Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan


antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di
tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ tubuh
sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung, paru,
otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi, semakin
berat kerusakan tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu lama
fungsi ginjal akan menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan cuci darah.
(Dr. Samsuridjal Djauzi, 2009)
Penyebab penyakit lupus belum diketahui secara pasti, agaknya disebabkan
kombinasi berbagai faktor seperti genetik, hormon, infeksi, dan lingkungan. Terjadi
penyimpangan pada sistem kekebalan yang pada mulanya sistem kekebalan tidak bisa
membedakan teman dan musuh, kemudian “teman-teman” sendiri (sel-sel tubuh/organ
sendiri) dianggap sebagai musuh, sehingga dibuat zat anti terhadap sel-sel tersebut,
kemudian zat anti ini menyerang sel-sel tubuh.organ sendiri tersebut. Akibatnya
serangan ini menimbulkan kerusakan-kerusakan pada organ tersebut.

2. Etiologi

Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk


menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman,
virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di
kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita
mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Belum diketahui dengan jelas , namun terdapat banyak bukti bahwa Sistemik
lupus erythematosus (SLE) bersifat multifaktor, mencakup :
2.1 Genetik
2.2 Infeksi
2.3 Lingkungan
2.4 Stress
2.5 Cahaya matahari
2.6 Faktor Resiko : hormon; imunitas; obat

Pengkajian Klien dengan SLE (Sistemisc Lupus Erythematosus)


1. Identitas
1.1 Nama : Nn. A
1.2 Umur : 35 Tahun
1.3 Jenis Kelamin : Perempuan

2. Keluhan Utama
2.1 Pipi dan Leher merah.
2.2 Demam.
2.3 Nyeri pada kulit yang memerah
2.4 Persendian terasa kaku

3. Riwayat kesehatan sekarang.


Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit
memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah besar,
demam nyeri dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan
berkurang nafsu makan.

4. Pemeriksaan umum
4.1 Tekanan darah : 110/80 mmHg
4.2 Respirasi : 20X/menit
4.3 Nadi : 90X/menit
4.4 Suhu : 38,50 C
4.5 Hb : 11 gr/dl
4.6 WBC : 15.000/mm3

5. Pemeriksaan Fisik
5.1 Ruam pada pipi yang terbatas tegas
5.2 Peradangan pada siku
5.3 Lesi berskuama pada daerah leher
5.4 Malaise
6. Pemeriksaan Penunjang
6.1 Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
6.2 Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung.
6.3 Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5
mg/hari atau +++.
6.4 Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel
darah.

7. Analisa Data

N Data Etiologi Masalah


o.
1. DS : Produksiautoimunygberlebi ResikoInfeksi
Klienmerasa tidak han
nyaman dengan kulit
memerah pada daerah Jumlah anti body meningkat
pipi dan leher,
demamdannyeri. Antibody merusakjaringan
DO :
- Suhu 38,50 C Terjadiperadangan /
inflamasi
- WBC 15.000/mm3
- Hb11 gr/dl
2. DS : Peradangan / inflamasi IntoleranAktivitas
Klienmengatakan,
nyeridanpersendianterasa Sendi
kaku,
utamanyadipagihari. Artitis
DO :
- Peradangan pada siku.
3. DS : Kerusakanjaringan ResikoNutrisikurangke
Klienmengakukurangnafs butuhan
umakan. Salurancernaakanmengiritas
DO : ilambung
Malaise
Mual/Muntah

Intake tidakadekuat
4. DS : Produksi anti body GangguanIntegrasiKuli
Klienmerasa tidak t
nyaman dengan kulit Penyakitinflamasi multi
memerah pada daerah organ
pipi dan leher. Merusakkulit yang normal
DO :
- Ruam pada pipi dengan Degenerasilapisan basal

terbatas tegas.
Fibrosis,
- Lesi berskuama pada
inviltrasiperivaskulerselmo
daerah leher
nonukleus
Lesi, EritemadanBula
8. Penyimpangan KDM.
9. DiagnosaKeperawatandanIntervensi.
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi

1. Resiko Infeksi - Meminimalkan penyebaran dan penularan agens


infeksius.

- Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada


pasien yang beresiko.

2. Intoleran Aktivitas - Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif


untuk mempertahankan atau memperbaiki
fleksibilitas sendi.

- Membantu Klien untuk tetap melakukan AKS.

3. Resiko nutrisi kurang - Membantu klien untuk makan


kebutuhan
- Membantu atau menyediakan asupan makanan
dan cairan diet seimbang.

- pemberian makanan dan cairan untuk


mendukung proses metabolik pasien yang
malnutrisi atau beresiko tinggi terhadap
malnutrisi.

4. Gangguan Integrasi Kulit - Mencegah dan mengobati daerah gatal

- Mengumpulkan dan menganalisis data pasien


untuk mempertahankan integritas kulit dan
membran mukosa.

5. Cemas. - Bantu klien mengekpresikan perasaan


kehilangan dan takut.

- Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan,


damping klien dan lakukan tindakan bila
menunjukkan perilaku merusak.

- Hindari Konfrontasi.

- Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi


kecemasan.

- Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh


istirahat.

- Tingkatkan control sensasi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, Marilyn C, RencanaAsuhanKeperawatan:


Pedomanuntukperencanaandanpendokumentasianperawatanpasien, Edisi 3 Jakarta:
EGC, 1999

2. BukuDiagnosaKeperawatan Nanda, NIC, NOC.

3. Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner &Suddart, Edisi 8,
Jakarta, EGC, 2001

http://hamsahpk4.blogspot.co.id/2013/11/makalah-kasus-lupus-sle.html

https://astriwidia87.wordpress.com/2009/12/21/sistemic-lupus-erythematosus-sle-2/

http://documents.tips/documents/patofisiologi-lupus.html
SLE (Systemisc Lupus erythematosus)

Pengertian

SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding autoantibody dan kompleks imun, yang
menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum
diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik,
terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam
tubuh.

Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.
Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan
kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena.

Etiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-
faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama
usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan
ikut berperan pada patofisiologi SLE.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh
sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus.
Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit
inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik
melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini
menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti
tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat
memicu timbulnya lupus:

 Infeksi

 Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)

 Sinar ultraviolet

 Stres yang berlebihan

 Obat-obatan tertentu

 Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya tidak
diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari
penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan
menderita lupus.
Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita
penyakit ini.

Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus
bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering
ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang wanita.
Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya
penyakit ini.
Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada
masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

Faktor Resiko terjadinya SLE

1. Faktor Genetik
 Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa

 Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun

 Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat anggota
dengan penyakit tersebut

2. Faktor Resiko Hormon

Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.

3. Sinar UV

Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga SLE
kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin
sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh
darah

4. Imunitas

Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T

5. Obat

Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu
tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat
yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :

 Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan
isoniazid

 Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin

 Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin

6. Infeksi

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah
infeksi

7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit
ini.

Diagnosis

Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association (ARA, 1992). Seorang
pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :

1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi
dimana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan

2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal ditemukan dengan immunofluoroscence
atau pemeriksaan serupa jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA
sebelumnya

3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi
pada wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar)

4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV / matahari, menyebabkan
pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit

5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit

6. Salah satu Kelainan darah;

- anemia hemolitik,

- Leukosit < 4000/mm³,

- Limfosit<1500/mm³,

- Trombosit <100.000/mm³

7. Salah satu Kelainan Ginjal;

- Proteinuria > 0,5 g / 24 jam,

- Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah
merah/putih maupun sel tubulus ginjal

8. Salah satu Serositis :


- Pleuritis,

- Perikarditis

9. Salah satu kelainan Neurologis;

- Konvulsi / kejang,

- Psikosis

10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan

11. Salah satu Kelainan Imunologi

- Sel LE+

- Anti dsDNA diatas titer normal

- Anti Sm (Smith) diatas titer normal

- Tes serologi sifilis positif palsu

Gejala

Gejala dari penyakit lupus:

- demam

- lelah

- merasa tidak enak badan

- penurunan berat badan

- ruam kulit

- ruam kupu-kupu

- ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari

- sensitif terhadap sinar matahari

- pembengkakan dan nyeri persendian

- pembengkakan kelenjar
- nyeri otot

- mual dan muntah

- nyeri dada pleuritik

- kejang

- psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

- hematuria (air kemih mengandung darah)

- batuk darah

- mimisan

- gangguan menelan

- bercak kulit

- bintik merah di kulit

- perubahan warna jari tangan bila ditekan

- mati rasa dan kesemutan

- luka di mulut

- kerontokan rambut

- nyeri perut

- gangguan penglihatan.

Manifestasi Klinis

Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit lain,
dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang
akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita.

Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
berat.
Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan
masa kekambuhan (eksaserbasi).

Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan
melibatkan organ lainnya.

 Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita artritis.
Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan
lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di
daerah tersebut.

 Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung. Ruam ini
biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul
di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.

 Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel ginjal, tetapi
hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa
terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.

 Sistem saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah disfungsi
mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda
spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan
beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.

 Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di dalam
vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang
dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan
perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.

 Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.
 Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan
antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak
nafas.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu


diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu
serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari
suatu pengobatan.

Antibody Prevalensi, Antigen yang Dikenali Clinical Utility


%

Antinuclear antibodies 98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining


(ANA) terbaik; hasil negative
berulang
menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double-stranded) Jumlah yang tinggi


spesifik untuk SLE dan
pada beberapa pasien
berhubungan dengan
aktivitas penyakit,
nephritis, dan
vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks protein pada 6 Spesifik untuk SLE;


jenis U1 RNA tidak ada korelasi
klinis; kebanyakan
pasien juga memiliki
RNP; umum pada
African American dan
Asia dibanding
Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks protein pada U1 Tidak spesifik untuk


RNAγ SLE; jumlah besar
berkaitan dengan
gejala yang overlap
dengan gejala rematik
termasuk SLE.

Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein pada hY Tidak spesifik SLE;


RNA, terutama 60 kDa dan berkaitan dengan
52 kDa sindrom Sicca,
subcutaneous lupus
subakut, dan lupus
neonatus disertai blok
jantung congenital;
berkaitan dengan
penurunan resiko
nephritis.

Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein pada hY RNA Biasanya terkait


dengan anti-Ro;
berkaitan dengan
menurunnya resiko
nephritis

Antihistone 70 Histones terkait dengan Lebih sering pada


DNA (pada nucleosome, lupus akibat obat
chromatin) daripada SLE.

Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2 Tiga tes tersedia –


glycoprotein 1 cofactor, ELISA untuk cardiolipin
prothrombin dan β2G1, sensitive
prothrombin time
(DRVVT); merupakan
predisposisi
pembekuan, kematian
janin, dan
trombositopenia.

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes


Coombs’ langsung;
terbentuk pada
hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan perubahan Terkait dengan


antigen sitoplasmik pada trombositopenia
platelet. namun sensitivitas dan
spesifitas kurang baik;
secara klinis tidak
terlalu berarti untuk
SLE

Antineuronal (termasuk 60 Neuronal dan permukaan Pada beberapa hasil


anti-glutamate receptor) antigen limfosit positif terkait dengan
lupus CNS aktif.
Antiribosomal P 20 Protein pada ribosome Pada beberapa hasil
positif terkait dengan
depresi atau psikosis
akibat lupus CNS

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time,
ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena
pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA
berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna.
Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan
biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada
pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda
antara laboratorium sangat tinggi.

Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk SLE. ELISA dan
reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60%
sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak
sensitive namun terhubung lebih baik dengan nephritis

1. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

 Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir
semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu
jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap
DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak
semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem
kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan
aktivitas dan lamanya penyakit.
 Ruam kulit atau lesi yang khas

 Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

 Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung

 Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

 Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah

 Biopsi ginjal

 Pemeriksaan saraf.

Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:

 Kelompok Ringan

Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala

 Kelompok Berat

Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral,
vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

Penatalaksanaan Umum :

 Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi, gangguan
hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping
obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup

 Hindari Merokok

 Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi

 Hindari stres dan trauma fisik

 Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia


 Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00

 Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen

Penatalaksanaan Medikamentosa :

 Untuk SLE derajat Ringan;

 Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya memerlukan
sedikit pengobatan.

 Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid

 Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.

 Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine)

 Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.

 Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan

 Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian menggunakan
tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata

 Untuk SLE derajat berat;

 Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit jantung atau
paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya

 Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ sasaran
yang terkena.

 Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat penekan
sistem kekebalan

 Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel) pada penderita
yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.

 Pengobatan Pada Keadaan Khusus


 Anemia Hemolitik

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200 mg/hari bila
dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan

 Trombositopenia autoimun

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan
imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut

 Perikarditis Ringan

Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan prednison 20-40
mg/hari

 Perkarditis Berat

Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari

 Miokarditis

Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan siklofosfamid

 Efusi Pleura

Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase

 Lupus Pneunomitis

Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu

 Lupus serebral

Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7
hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-
turut

PROGNOSIS

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita
yang menunjukkan penyakit yang ringan.
Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang
normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat
dikendalikan.

Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.


Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru,
jantung dan ginjal yang berat.

http://journalmedical.blogspot.co.id/2012/05/sle-systemisc-lupus-erythematosus.html

Anda mungkin juga menyukai