Anda di halaman 1dari 11

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

LAPORAN PENDAHULUAN

I. II.

Kasus (Resiko Bunuh Diri) Proses terjadinya masalah a. Pengertian Menurut Stuard dan Sundeen (1995) bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Bunuh diri ini adalah perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai suatu yang diinginkan. Ungkapan bunuh diri dapat dibedakan menjadi 3, yaitu : 1) suicide attemp atau upaya bunuh diri adalah dengan sengaja melakukan kegiatan tersebut, bila dilakukan sampai tuntas akan menimbulkan kematian 2) suicide gesture atau isyarat bunuh diri adalah bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain 3) suicide threat atau ancaman bunuh diri adalah suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau tidak verbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri (Yosep, 2011). b. Rentang Respon RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI

Respon Adaptif Peningkatan diri Beresiko destruktif Perilaku destruktif diri tidak langsung Rentang respon protektif diri menurut Keliat (1999) : Peningkatan diri

Respon Maladaptif Pencederaan diri Bunuh diri

Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai contoh

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b seseorang mempertahankam diri dari pendapatnya yang berbeda mengenal loyalitas terhadap pemimpin di tempat kerjanya. Beresiko destruktif Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat kerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal. Perilaku destruktif diri tidak langsung Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladptive) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal. Pencederaan diri Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada. Bunuh diri Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang(Direja, 2011).

c. Etiologi Stressor pencetus secara umum Stressor pencetus bunuh diri sebagian besar adalah kejadian memalukan, masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penjara dan yang paling penting adalah mengetahui cara-cara bunuh diri. Faktor resiko secara psikososial : putus asa, ras, jenis kelamin laki-laki, lansia, hidup sendiri, klien yang memiliki riwayat pernah mencoba bunuh diri, riwayat keluarga bunuh diri, riwayat keluarga adiksi obat, diagnostic : penyakit kronis, psikosis, penyalahgunaan zat. Faktor yang mempengaruhi bunuh diri Faktor Predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b 1. Psikologis Kegagalan yang di alami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan. 2. Perilaku Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu untuk mengadopsi perilaku kekerasan. 3. Social budaya Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dari control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive) 4. Bioneurologis Banyak pendapat bahwa kerusakan lobus frontalis, lobus temporal dan ketidakseimbangan kekerasan. 5. Diagnostik psikiatrik Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tipe gangguan jiwa yang membuat individu beresiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, skizofrenia. 6. Sifat kepribadian Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive dan depresi 7. Lingkungan psikososial Factor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan atau bahkan neurotransmitter juga berperan dalam perilaku

perceraian,kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respon seseorang dalam menghadapi masalah tersebut , dan lainlain. 8. Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b 9. Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekam gelombang Electro Enchepalo (EEG) Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi yang yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang di cintai / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekerasan. Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Factor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut bisa sangat rentan. Faktor faktor lain yang mempengaruhi bunuh diri 1) Faktor mood dan biokimiawi otak Ghanshyam Pandey beserta timnya dari university of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa memperngaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawanya sendiri.Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C ( PKC ) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang meinggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di Jurnal Achives of General Psychiatry menyatakan PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi masa lalu. 2) Faktor riwayat gangguan mental Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara PKC dengan kasus bunuh diri di kalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh diri, Sembilan di antaranya memiliki sejarah gangguan mental. Delapan

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b yang lain tidak mempunyai riwayat gangguan psikis, namun dua diantaranya mempunyai sejarah kecanduan alcohol dan obat terlarang. 3) Faktor meniru, imitasi dan pembelajaran Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh factor genetic. Tidak secara otomatis tetapi melalui proses yang berlangsung secara genetic yang mempengaruhi proses biologis juga. Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada proses pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu bisa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya . 4) Faktor Isolasi social dan Human Relations Orang memilih bunuh diri secara umum oleh stress dikarenakan kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat,dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang yang

disayangi.Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia.Bahkan bunuh diri bisa dikarenakan karena perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan dengan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus 5) Faktor Hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini.Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri. 6) Faktor Religiusitas Bunuh diri merupakan sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.Memperkuat keimanan dan pendalaman masalah

keagamaan salah satu jalan keluarnya.Dengan alasan apapun dan di agama mana pun, bunuh diri di pandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan.Di Eropa, Swiss, Negara yang tergolong paling makmur itu, bunuh diri menempati urutan ketiga di banding kematian yang disebabkan oleh kanker.Ironisnya pelaku lebih banyak dari kalangan terdidik ketimbang awam.Secara global, jumlah angka bunuh diri terus meningkat.Kenyataan tingginya angka bunuh diri di Negara maju itu menyiratkan, dengan kehidupan spiritualis yang porak poranda, kasus bunuh diri sangat signifikan.Di jerman barat, kematian lewat bunuh diri mencapai 6000 orang tiap

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b tahun.Begitulah nuansa kehidupan kalangan orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan sebagai pengatur seluruh alam semesta dan hidup ini.

d. Tanda dan Gejala Menurut Direja (2011) Tanda Gejala Resiko Bunuh Diri adalah sebagai berikut: Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak (memukul jika tidak senang). Wawancara: mempunyai ide untuk bunuh diri mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan, impulsive, dan memiliki riwayat percobaan bunuh diri verbal terselubung (bebicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan) status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan mengasingkan diri) kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sebagai orang depresi, psikosis, dan menyalahgunakan alkohol). Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan) Konflik interpersonal Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

e. Intensitas Bunuh diri Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel (Suicidal Intertion Rating Scale).

Skor 0

Intensitas Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b 1 2 3 4 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri Mengancam bunuh diri, misalnya : Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri. Aktif mencoba bunuh diri

f.

Penatalaksanaan

Terapi Lingkungan pada Kondisi Khusus Bunuh Diri Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk mencederai dirisendiri atau orang lain, alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci, ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan ruangan mudahb dipantau oleh petugas kesehatan, tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien, warna dinding cerah, adanya bacaan ringan, lucu dan memotivasi hidup, hadirkan music ceria, televise dan film komedi, adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi pasien. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau kegiatan medislainnya, menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta merendahkan, meningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan sosial secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien sendiri terlalu lama.

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b A. Pohon masalah

Resiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif (Iyus, 2009)

B. Data yang perlu dikaji

1) Resiko bunuh diri a. Data Subjektif Mengungkapkan keinginan bunuh diri. Mengungkapkan keinginan untuk mati. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan. Mengungkapkan adanya konflik interpersonal. Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil. b. Data Objektif Impulsif. Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh). Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol). Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal). Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier). Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun. Status perkawinan yang tidak harmonis.

2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah a. Data subjektif Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b Mengungkapkan tidak bisa apa-apa Mengungkapkan dirinya tidak berguna Mengkritik diri sendiri Merusak diri sendiri Merusak orang lain Menarik diri dari hubungan sosial Tampak mudah tersinggung Tidak mau makan dan tidak tidur

b. Data objektif

3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan a. Data subjektif Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya. b. Data objektif Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
III. Diagnosa Keperawatan a. Resiko bunuh diri. b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

IV.

Rencana tindakan keperawatan

Tgl/ No Dx

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien

Tindakan keluarga

Keperawatan

untuk

SP 1 1.

SP 1 Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Menjelaskan masalah yang

dapat membahayakan pasien 2.

dirasakan keluarga dalam merawat

Mengamankan benda-benda yang pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda

dapat membahayakan pasien 3. 4. Melakukan kontrak treatment

dan gejala risiko bunuh diri dan jenis

Mengajarkan cara mengendalikan perilaku bunuh diri yang dialami pasien, serta proses terjadinya mengendalikan 3. Menjelaskan cara merawat

dorongan bunuh diri 5. Melatih cara

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b dorongan bunuh diri SP 2 1. pasien 2. Mengidentifikasi aspek pasien dengan risiko bunuh diri SP 2 positif 1. Melatih keluarga

mempraktekkan cara merawat pasien Mendorong pasien untuk berpikit dengan risiko bunuh diri 2. pasien Melatih keluarga melakukan

positif terhadap diri 3. Mendorong

untuk cara merawat langsung pasien risiko

menghargai diri sebagai individu yang bunuh diri berharga SP 3 1. SP 3 Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga membuat

biasa diterapkan pasien 2.

jadwal aktivitas di rumah termasuk

Menilai pola koping yang biasa minum obat (dischange planning) 2. Menjelaskan follow up pasien

digunakan 3.

Mengidentifikasi pola koping yang setelah pulang

konstruktif 4. Mendorong pasien memilih pola

koping yang konstruktif 5. Menganjurkan pasien menerapkan

pola koping konstruktif dalam kegiatan harian SP 4 1. Membuat rencana masa depan

yang realistis bersama pasien 2. Mengidentifikasi cara mencapai

rencana masa depan yang realistis 3. Memberi dorongan pasien

melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Depkes RI Direja, S. N. Ade Herma. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Alif Yanur Abidin 105070200111021 PSIK 2010 Kelompok 1b Keliat, B. A. 1999. Penatalaksanaan Stress. Jakarta: EGC Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai