Anda di halaman 1dari 25

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“ DIABETES MELLITUS “

DI RUANG WIJAYA KUSUMA A RSUD dr. SOEDONO MADIUN

Oleh :

1. Fahrur Riza (191104016)

2. Nurrin Enggarsari (191104083)

3. Paramitha Susanti (191104043)

4. Putri Ayu Natalia Sari (191104044)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Satuan acara penyuluhan “Diabetes Mellitus” di Ruang Wijaya Kusuma A

RSUD dr. Soedono Madiun sesuai praktik yang dilakukan oleh kelompok 9 :

1. Fahrur Riza (191104016)


2. Nurrin Enggarsari (191104083)
3. Paramitha Susanti (191104043)
4. Putri Ayu Natalia Sari (191104044)

Sesuai syarat pemenuhan penyuluhan pendidikan profesi NERS Stikes

Pemkab Jombang Stase Anak.

Yang telah melakukan seminar pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 16 Januari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Alik Septian M.,S.Kep.,Ns.,M.Kep Emmy Kusmijati,S.Kep.Ns


NIK.011988300920110973 NIP.196904061995032005

Kepala Ruangan

Emmy Kusmijati,S.Kep.Ns
NIP. 196904061995032005
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Diabetes Mellitus


Sub Topik : Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Sasaran : Keluarga pasien Ruang Wijaya Kusuma A
Hari/Tanggal : Kamis, 16 Januari 2020
Jam : 09.00 WIB - selesai
Waktu : 40 menit
Tempat : Ruang Wijaya Kusuma A RSUD dr. Soedono Madiun

1. TUJUAN
1.1.Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan Penyuluhan tentang Diabetes Mellitus
di Ruang Wijaya Kusuma A RSUD dr. Soedono Madiun selama 40
menit, diharapkan yang menderita atau beresiko dapat memahami tentang
penatalaksanaan Diabetes Mellitus dan dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
1.2.Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan Penyuluhan tentang Diabetes Mellitus
di Ruang Wijaya Kusuma A RSUD dr. Soedono Madiun selama 40
menit, diharapkan seluruh pasien atau keluarga dapat mengetahui
tentang:
1. Pengertian Diabetes Mellitus
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
3. Etiologi Diabetes Mellitus
4. Patofisiologi Diabetes Mellitus
5. Pemeriksaan diagnostik Diabetes Mellitus
6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
7. Komplikasi Diabetes Mellitus

2. MATERI
Terlampir
3. MEDIA
1. Materi SAP
2. Leaflet

4. METODE
1. Penyuluhan
2. Tanya jawab

5. PENGORGANISASIAN & URAIAN TUGAS


1. Protokol / Pembawa Acara
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta
b. Mengatur proses dan lamanya penyuluhan
c. Menutup acara penyuluhan
2. Penyuluh / Pengajar
Uraian tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan’
c. Memotivasi peserta untuk bertanya
3. Fasilitator
Uraian tugas :
a. Ikut bergabung dan duduk bersama diantara peserta
b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yag belum jelas
d. Meginterupsi penyuluh tentang istilah / hal-hal yang dirasa kurang
jelas bagi peserta

4. Observer
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan
d. Menyampaikan evaluasi langsung kepada peyuluh yang dirasa tidak
sesuai dengan rencana penyuluhan
5. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan
Peserta
Pembukaan : Menjawab
 Memberi salam salam,
1 5 menit  Menjelaskan tujuan penyuluhan mendengar
 Menyebutkan materi/pokok bahasan yang kan dan
akan disampaikan memperhati
kan
Pelaksanaan :
 Menjelaskan materi penyuluhan secara
berurutan dan teratur.
Materi :
Menyimak
20 1. Pengertian Diabetes Mellitus
2 dan
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
menit memperhati
3. Etiologi Diabetes Mellitus
kan
4. Patofisiologi Diabetes Mellitus
5. Pemeriksaan diagnostik Diabetes Mellitus
6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
7. Komplikasi Diabetes Mellitus
Evaluasi :
1. Menyimpulkan inti penyuluhan.
2. Menyampaikan secara singkat materi
penyuluhan.
3. Memberi kesempatan kepada peserta Menyimak,
10 untuk mengulang teknik cuci tangan yang memprakte
3 diajarkan kkan dan
menit
4. Memberi kesempatan kepada peserta mendengar
untuk mengulang cara pembuatan dan kan
pemberian oralit
5. Memberi kesempatan kepada peserta
untuk bertanya.
6. Memberi kesempatan kepada peserta
untuk menjawab pertanyaan yang
dilontarkan.

Penutup :
 Menyimpulkan materi penyuluhan yang telah
disampaikan.
4 8 menit  Menyampaikan terimakasih atas perhatian Menjawab
dan waktu yang telah di berikan kepada salam
peserta
 Mengucapkan salam

6. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang Wijaya Kusuma
A RSUD dr. Soedono Madiun.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawabpertanyaan secara
benar.

3. Evaluasi Hasil
a. Setelah penyuluhan diharapkan sekitar 80% peserta penyuluhan
mampu mengerti dan memahami penyuluhan yang diberikan sesuai
dengan tujuan khusus.
Lampiran
MATERI

1.1. Pengertian
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah (ADA, 2014).
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit Non Communicable
Disease (penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di dunia. DM
merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat akibat pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO, 2011).
Diabetes melitus adalah penyakit komplikasi yang dapat mengganggu
metabolisme baik karbohidrat, lemak dan protein serta cairan dan
keseimbangan asam-basa. Hal ini juga dapat berakibat pada sistem peredaran
darah, ginjal, sistem pernapasan dan sistem saraf (Sherwood, 2010).
1.2. Klasifikasi

Ada beberapa tipe diabetes melitus dengan karakteristik pada masing-


masing tipe. Berdasarkan definisi dan faktor dasar penyebab terjadinya lonjakan
kadar gula dalam darah, maka penyakit diabetes melitus dibagi dalam 3 tipe
(Rahmatul & Siti, 2016).
Penggolongan penyakit Diabetes Melitus menjadi 3 tipe, yaitu :
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes melitus yang disebabkan oleh
kurangnya produksi hormon insulin oleh organ pankreas. Adapun penyebab
dasar dari tipe diabetes 1 ini adalah karena adanya kerusakan atau kesalahan
genetik pada sel pankreas penderita, sehingga sistem imun terganggu dan
tidak bisa menghasilkan hormon insulin. Akibatnya kadar gula dalam darah
meningkat.
Pada penderita diabetes melitus tipe 1 ini sangat bergantung dengan
insulin dari luar. Untuk kelangsungan hidupnya, penderita harus mendapatkan
suntikan hormon insulin secara rutin dan terjadwal. Oleh karena itu, tipe 1 ini
juga dinamakan dengan Insuline Dependent Diabetic Militus atau IDDM.
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe ini merupakan diabetes melitus yang disebabkan oleh kurangnya
respon tubuh terhadap insulin, sehingga penggunaan hormon tersebut menjadi
tidak efektif. Kekurangmampuan tubuh dalam merespon hormon insulin
mengakibatkan tubuh tidak mampu memanfaatkan insulin yang dihasilkan
oleh organ pankreas. Meskipun pankreas telah memproduksi insulin secara
normal, namun hormon yang dihasilkan tidak bisa dimanfaatkan oleh tubuh
secara efektif. Tubuh bersifat resisten (kebal) terhadap hormon insulin.
Ketidakmampuan tubuh dalam memanfaatkan hormon insulin umumnya
dikarenakan sel-sel tubuh bersaing berat dengan sel-sel lemak dalam tubuh.
Hormon insulin banyak dihisap oleh sel-sel lemak yang menumpuk dalam
tubuh. Oleh karena itu, tipe 2 ini lebih banyak menimpa pada orang-orang
yang memiliki pola hidup dan pola makan yang buruk, sehingga terjadi
penimbunan lemak atau kegemukan.
3) Diabetes Melitus Tipe 3 ( Diabetes Gestasional )
Diabetes melitus tipe 3 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan tubuh
tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya hormon penghambat
respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses kehamilan.

1.3. Penyebab
Penyebab diabetes melitus berdasarkan tipenya menurut Rahmatul & Siti
(2016), antara lain :
1) Penyebab diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena ketidakmampuan organ pankreas dalam
memproduksi hormon insulin. Ketidakmampuan produksi insulin ini
umumnya terjadi karena adanya kerusakan pada organ tersebut. Ada beberapa
penyebab kerusakan pada organ pankreas yaitu sebagai berikut :
a) Faktor genetik
Organ pankreas dapat rusak karena faktor genetis, yaitu sistem imun tubuh
menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin pada pankreas, sehingga
organ pankreas tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Hal itu
terjadi karena adanya kesalahan pesan dari sistem imun yang terjadi secara
genetik atau faktor keturunan. Sehingga jika seseorang terkena penyakit
DM karena faktor genetik, maka ada kemungkinan penyakitnya akan
menurun pada anaknya.
b) Infeksi terhadap virus tertentu
Adanya infeksi virus tertentu pada pankreas merupakan salah satu faktor
yang sangat berpotensi untuk menyebabkan kerusakan pada sel-sel
pankreas. Akibatnya, produksi insulin menjadi sangat terbatas atau bahkan
tidak ada sama sekali.
2) Penyebab diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena tubuh tidak memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan hormon insulin. Hal ini terjadi akibat dari terjadinya resistensi
tubuh terhadap hormon tersebut. Organ pankreas pada penderita diabetes
melitus tipe 2 masih berfungsi normal dalam memproduksi hormon insulin.
Akan tetapi, hormon yang dihasilkan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh,
sehingga gula tidak bisa masuk ke dalam sel sehingga menumpuk dalam
darah.
a) Faktor genetik atau turunan
Banyak ditemukan kenyataan di lapangan, bahwa penderita diabetes tipe 2
memiliki anggota keluarga yang juga mengidap penyakit diabetes tipe 2
atau masalah kesehatan yang berhubungan dengan diabetes, misalnya
kolesterol darah yang tinggi, hipertensi atau obesitas.
b) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap potensi
seseorang untuk terserang penyakit diabetes. Salah satunya adalah pola
makan dan pola hidup yang tidak baik yaitu makan makanan yang banyak
mengandung lemak dan kalori tinggi. Di samping itu, aktivitas fisik yang
rendah juga berpotensi untuk seseorang terjangkit penyakit diabetes
(Rahmatul & Siti, 2016).
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dan pre-diabetes antara lain :
(1) Obesitas
(2) Riwayat keluarga
(3) Etnisitas (kulit hitam, Hispanik, Kepulauan Pasifik, keturunan Amerika-
Asia, atau asli Amerika)
(4) Riwayat diabetes gestasional
(5) Riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (9 lbs)
(6) Hipertensi
(7) Kadar HDL (lipoprotein densitas tinggi) yang rendah ( <35mg/dL)
(8) Peningkatan kadar trigliserid ( >250mg/dL)
(9) Usia lebih dari 45 tahun (Williams & Wilkins, 2015).
3) Penyebab diabetes melitus tipe 3
Penyebab diabetes melitus tipe 3 atau diabetes gestasional adalah karena
terjadinya intoleransi glukosa, kemungkinan suatu kombinasi resistensi insulin
dengan gangguan sekresi insulin, yang terjadi selama kehamilan. Faktor risiko
diabetes gestasional adalah terjadinya kehamilan (Williams & Wilkins, 2015).

1.4. Patofisiologi
Pengelolaan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah
menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein
menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu
akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan
diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam
tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel,
zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang
hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut dengan
metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang
sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon
yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin
akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot,
kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk sel untuk
kemudian dibakar menjadi energi / tenaga. Akibatnya kadar glukosa dalam
darah normal.
Jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak
baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi
karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri, pintu masuk sel tetap tidak dapat
terbuka, tetap tertutup hingga glukosa tidak dapat masuk sel untuk dibakar
(dimetabolisme) mengakibatnya glukosa tetap berada di luar sel, hingga kadar
glukosa dalam darah meningkat dan menyebabkan terjadinya diabetes melitus.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada
(DM tipe 1) atau bila insulin itu kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan
resistensi insulin (DM tipe 2) maka glukosa tak dapat masuk sel dengan akibat
glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di
dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan menjadi lemah
karena tidak ada sumber energi di dalam sel (FKUI, 2009).

1.5. Tanda dan Gejala


Beberapa hal yang terjadi pada diabetes melitus, antara lain sebagai berikut :
2. Tabel 2.6. Perubahan, Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Perubahan Tanda dan Gejala
Osmolalitas serum tinggi disebabkan Poliuria, polidipsia
oleh kadar glukosa serum yang tinggi
Simpanan karbohidrat, lemak, dan Polifagia (kadang-kadang pada
protein dalam sel berkurang diabetes tipe 1)
Pencegahan metabolisme normal Penurunan berat badan sampai 30%
karbohidrat, lemak dan protein mereka dengan diabetes melitus tipe
disebabkan oleh gangguan atau tidak 1, secara khas pasien-pasien hampir
adanya fungsi insulin tidak memiliki lemak tubuh saat
diagnosis.
Kadar glukosa intrasel rendah Nyeri kepala, lelah, letargi,
berkurangnya tingkat energi
Ketidakseimbangan elektrolit Kram otot, iritabilitas, labilitas emosi
Pembengkakan karena glukosa Penglihatan kabur
Kerusakan jaringan saraf Mati rasa dan kesemutan
Dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit Rasa tidak nyaman di abdomen dan
atau neuropati otonom nyeri ; mual, diare, atau konstipasi
Hiperglikemia Infeksi atau luka kulit yang
penyembuhannya lambat ; kulit gatal ;
pruritus vagina atau vulvovaginitis
Sumber : (Williams & Wilkins, 2015).

1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk
memeriksa kadar glukosa darah, diantaranya:
1) Tes Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak
mengkonsumsi apapun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya
dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.
Tabel 2.3. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa
Hasil Kadar glukosa darah puasa
Normal Kurang dari 100 mg/dL
Prediabetes 100 – 125 mg/Dl
Diabetes Sama atau lebih dari 126 mg/dL
Sumber : ADA ( 2014 )
2) Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau
kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar
glukosa darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
3) Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah
sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram
yang dilarutkan dalam 300 mL air.
Tabel 2.4. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Hasil Hasil uji toleransi glukosa oral
Normal Kurang dari 140 mg/dL
Prediabetes 140 – 199 mg/Dl
Diabetes Sama atau lebih dari 200 mg/dL
Sumber : ADA ( 2014 )

4) Uji HBA1C
Uji HBA1C (hemoglobin A1C) mengukur kadar glukosa darah rata-rata
dalam 2 – 3 bulan terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol
kadar glukosa darah pada penderita diabetes.
Tabel 2.5. Klasifikasi Kadar HBA1C
Hasil Kadar HBA1C
Normal Kurang dari 5,7 %
Prediabetes 5,7 – 6,4 %
Diabetes Sama atau lebih dari 6,5 %
Sumber : ADA ( 2014 )

1.7 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup


penyandang diabetes (PERKENI, 2011), yaitu :
1) Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
2) Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Menurut PERKENI (2011), terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Edukasi
2) Terapi gizi medis
3) Latihan jasmani
4) Intervensi farmakologis
1) Edukasi
Diabetes melitus terutama tipe 2 umumnya terjadi karena pola hidup yang
tidak baik.. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hiperglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
2) Terapi gizi medis
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
a) Karbohidrat
(1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
(2) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
(3) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi
(4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi

b) Lemak
(1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
(2) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
(3) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal
(4) Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
(5) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).
c) Protein
(1) Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
(2) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu dan tempe.
(3) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.
d) Vitamin
(1) Vitamin terdiri dari sayuran dan buah-buahan, dibutuhkan sebesar 45-
65% total asupan energi.
(2) Sayuran yang dianjurkan yaitu sayur tinggi serat seperti kangkung,
daun kacang, oyong, ketimun, tomat, labu air, kembang kol, lobak,
sawi, selada, seledri dan terong. Sayuran yang dibatasi yaitu bayam,
buncis, daun melinjo, labu siam, daun singkong, daun ketela, jagung
muda, kapri, kacang panjang, pare, wortel dan daun katuk.
(3) Buah-buahan yang dianjurkan adalah jeruk, apel, papaya, jambu air,
salak, belimbing (sesuai kebutuhan) dan buah yang dibatasi yaitu
nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, sawo, semangka,
nangka masak. Sedangkan buah-buahan yang dihindari adalah buah
yang manis dan diawetkan seperti durian, nangka, alpukat, kurma dan
manisan buah.
e) Mineral
(1) Minum air putih 1 liter / 25kg BB (minimal 2 liter / hari).
(2) Minuman yang dihindari adalah minuman yang mengandung alkohol,
susu kental manis, soft drink, es krim, yoghurt dan susu.
3) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
4) Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan serta terapi kombinasi.
a) Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
(1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
(a) Sulfonilurea : mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang.
(b) Glinid : cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama dan dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
(2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion : mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
(3) Penghambat glukoneogenesis
Metformin : mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dapat memberikan efek samping mual.
(4) Penghambat absorpsi glukosa/penghambat glukosidase alfa.
Acarbose : obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan.
(5) DPP-IV inhibitor : Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu
hormone peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida
ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat
pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon.
b) Suntikan
(1) Insulin
Selain fungsi insulin terhadap metabolik (karbohidrat, lemak dan
protein) insulin juga diketahui memiliki fungsi lain, seperti :
(a) Perbaikan dengan menghambat pelepasan stres oksidatif
(PERKENI, 2011)
(b) Perbaikan dengan menghambat pelepasan berbagai molekul
inflamasi yang dikeluarkan saat terjadi hiperglikemia akut
(PERKENI, 2011)
(c) Menormalkan keadaan hiperglikemia, meningkatkan kadar Super
Oxide Dismutase (SOD), menurunkan kadar sitokin proinflamasi
IL-6, dan menurunkan kejadian Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS)
(d) Sebagai protektor sel beta pankreas

(2) Agonis GLP-1


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai
perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia
ataupun peningkatan berat badan bahkan mungkin menurunkan berat
badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis.
c) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon
kadar glukosa darah. Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai
dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet
dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.
Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-
combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga
OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat
menjadi pilihan.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah


kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah
adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan
evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak, terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi
insulin.
1.8 Komplikasi

Menurut PERKENI (2011), komplikasi pada diabetes melitus terbagi atas


komplikasi akut dan kronik.
1) Komplikasi akut
a) Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI, 2011).
b) Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal
atau sedikit meningkat (PERKENI, 2011)
c) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60
mg/dL (PERKENI, 2011). Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat
tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda :
(1) Rasa lapar
(2) Gemetar
(3) Keringat dingin
(4) Pusing
2) Komplikasi kronis
Menurut Powers (2012), komplikasi kronis diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
a) Retinopati
Kebutaan merupakan hasil utama dari retinopati diabetik yang progresif dan
edema makular. Retinopati diabetik diklasifikasikan dalam dua tingkatan,
yaitu : nonproliferasi dan proliferasi (Powers, 2012).
(1) Retinopati diabetik nonproliferasi
Biasanya muncul pada akhir dekade pertama atau di awal dekade kedua
dari penyakit dan ditandai dengan mikroaneurisma vaskular retina, blot
hemorrhages dan cotton-wool spots. Patofisiologi retinopati nonproliferasi
ialah keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan hilangnya retinal
pericytes, peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina, perubahan
dalam aliran darah retina dan sistem mikrovaskular retina abnormal yang
menyebabkan iskemia retina (Powers, 2012).
(2) Retinopati diabetik proliferasi
Pada retinopati diabetik proliferasi muncul neovaskularisasi sebagai
respon terhadap hipoksemia saraf optik dan makula retina. Secara
struktural, pembuluh darah ini rapuh dan dapat menyebabkan perdarahan
vitreous, fibrosis dan perlepasan retina yang dapat berakibat kebutaan
(Powers, 2012; Meeking, 2011; Pearson & McCrimmon, 2014).
b) Neuropati
Pada penderita diabetes mellitus neuropati kemungkinan disebabkan gangguan
sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah. Ada pun jenis-
jenisnya adalah:
(1) Polineuropati dan mononeuropati
Bentuk yang paling umum dari neuropati diabetes adalah polineuropati
simetris distal. Ini paling sering ditandai dengan kehilangan sensori distal,
tetapi hanya 50% dari penderita diabetes melitus memiliki gejala
neuropati. Gejala mungkin termasuk sensasi mati rasa, kesemutan atau
rasa panas yang dimulai dari kaki dan menyebar proksimal. Hiperestesia,
parestesia dan disestesia juga mungkin terjadi. Nyeri sering melibatkan
ekstremitas bawah dan biasanya hadir saat istirahat, dan memburuk pada
malam hari (Powers, 2012). Sedangkan mononeuropati adalah disfungsi
saraf perifer atau saraf kranial yang terisolasi. Mononeuropati ditandai
dengan rasa sakit dan kelemahan motorik dalam distribusi saraf tunggal.
(Powers, 2012).
(2) Neuropati otonom
Penderita DMT1 maupun DMT2 yang kronis dapat mengalami disfungsi
saraf otonom (sistem kolinergik, noradrenergik dan peptidergik).
Neuropati otonom dapat melibatkan berbagai organ karena saraf-saraf
yang terkena tersebut mengatur jantung, gastrointestinal dan sistem kemih.
Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala gangguan pengosongan
lambung, gangguan frekuensi berkemih dan hipotensi ortostatik.
Hiperhidrosis pada ekstremitas atas dan anhidrosis pada ekstremitas bawah
disebabkan oleh disfungsi sistem saraf simpatis (Powers, 2012).
c) Nefropati
Gagal ginjal merupakan penyebab kematian kedua pada DM setelah infark
miokard. Patogenesis nefropati diabetik berhubungan dengan hiperglikemia
kronik yang akan menyebabkan menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir
(ESRD) kemungkinan karena kerja ginjal yang terus menerus melebihi batas
untuk menyaring glukosa sehingga menyebabkan terlibatnya efek faktor
kelarutan (faktor pertumbuhan, angiotensin II , endotelin , AGEs ), perubahan
hemodinamik dalam mikrosirkulasi ginjal (hiperfiltrasi atau hiperperfusi
glomerulus, peningkatan tekanan kapiler glomerulus) dan perubahan struktural
dalam glomerulus (peningkatan matriks ekstraselular, penebalan membran
basal, penyebaran sklerosis mesangial, glomerulosklerosis nodular, fibrosis)
(Kumar et al., 2013; Powers, 2012).
d) Komplikasi kardiovaskular
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi peningkatan
plasminogen activator inhibitor (terutama PAI-1) dan fibrinogen, yang
meningkatkan koagulasi darah dan mengganggu fibrinolisis sehingga lebih
mudah untuk terjadi trombosis. Selain itu diabetes juga berhubungan dengan
disfungsi endotel, otot polos pada pembuluh darah dan platelet. (Powers,
2012).
e) Gastrointestinal
Kelainan yang paling sering muncul adalah gangguan pengosongan lambung
(gastroparesis) dan gangguan motilitas usus (konstipasi atau diare). Gejala
yang mungkin muncul pada gastroparesis antara lain anorexia, muntah, mual,
cepat kenyang, dan kembung (Powers, 2012). Keadaan ini disebabkan
disfungsi saraf simpatis akibat neuropati otonomik (Meeking, 2011).
f) Genitourinari
Neuropati otonom diabetik mungkin menyebabkan disfungsi genitourinary
termasuk cystopathy, disfungsi ereksi dan disfungsi seksual wanita (penurunan
libido, dispareunia dan penurunan lubrikasi vagina). Gejala diabetic
cystopathy dimulai dengan ketidakmampuan untuk merasakan kandung kemih
penuh dan kegagalan untuk buang air kecil sepenuhnya. Seiring dengan
berkembangnya neuropati otonom, kontraktilitas kandung kemih memburuk,
kapasitas kandung kemih berkurang dan terjadinya peningkatan residu air
kemih, yang sering berakibat pada hesitansi urin, penurunan frekuensi
berkemih, inkontinensia dan infeksi saluran kemih berulang (Powers, 2012).
g) Komplikasi Ekstremitas Bawah
Alasan terjadinya peningkatan insiden penyakit ini pada DM melibatkan
interaksi beberapa faktor patogenik : neuropati, biomekanik kaki yang
abnormal, penyakit arteri perifer (PAD) dan penyembuhan luka yang buruk.
Neuropati sensori perifer menyebabkan pasien dapat menahan trauma mayor
maupun trauma minor berulang pada kaki tanpa mengetahui adanya luka.
Gangguan propriosepsi menyebabkan pembentukan kalus dan ulserasi.
Neuropati motorik dan sensorik menyebabkan keabnormalan mekanik otot
kaki dan perubahan struktur pada kaki (hammertoe, deformitas claw toe,
penonjolan metatarsal heads, Charcot joint). Neuropati otonom menyebabkan
anhidrosis and perubahan aliran darah superfisisal pada, yang memicu
kekeringan pada kulit dan pembentukan fisura. Penyakit arteri perifer (PAD)
dan penyembuhan luka yang buruk menghambat resolusi dari kerusakan
minor pada kulit, yang menyebabkan luka meluas dan mudah terinfeksi
(Powers, 2012).
h) Infeksi
Alasan mudah terjadinya infeksi pada pasien diabetes melitus adalah karena
adanya abnormalitas pada cell-mediated immunity dan fungsi fagosit yang
berhubungan dengan hiperglikemia, serta vaskularisasi yang berkurang
(Powers, 2012).
i) Manifestasi Dermatologik
Manifestasi kulit yang paling sering pada DM adalah masa penyembuhan luka
yang memanjang dan ulserasi pada kulit. Dermopati diabetik, kadang-kadang
disebut pigmented pretibial papules atau "diabetic skin spots," yang diawali
sebagai suatu area eritem dan berkembang menjadi area hiperpigmentasi
sirkuler. Jenis-jenis lesi pada kulit yang dapat muncul pada DM seperti,
bullous disease, necrobiosis lipoidica diabeticorum, vitiligo, acanthosis
nigricans, skleroderma, serta lipoatrofi atau lipohipertrofi yang dapat terjadi
pada lokasi penyuntikan insulin (Powers, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

ADA (2014). Diabetes Statistic. (Online), (http://www.diabetes.org, diakses 27


Januari 2017).

Fitriana, Rahmatul dan Siti Rachmawati. (2016). Cara Ampuh TUMPAS


DIABETES. Yogyakarta: MEDIKA

Fox, C. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: Penebar


Plus

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.

Kariadi, Sri Hastuti. (2009). Diabetes : Panduan Lengkap untuk Diabetisi.


Jakarta: Mizan Media Utama.

Nathan, D.M., dan Delahanty, L.M. (2010). Menaklukkan Diabetes. Jakarta :


Bhuana Ilmu Populer.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsensus


Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2011. Semarang: PB PERKENI.

Powers. C.A. (2012). Diabetes Mellitus. In: Longo. D., Fauci. A., Kasper. D.,
Hauser. S.,Jameson. J., Loscalzo. J., Harrison’s Principle of Internal
Medicine. Edisi 18. New York: McGraw Hill.

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Rosdahl, Caroline et al. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Riyadi S., dan Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Roussel, R., et al. (2011). Low Water Intake and Risk for New-Onset
Hyperglycemia. Diabetes Care 34: 2551-2554

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta :


EGC.
Soegondo, Sidartawan. (2009). Penatalakasanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Edisi 11 cetakan ke-7. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang DIABETES
: Panduan lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan
Mudah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wiryana, Made. (2008). Peranan Terapi Insulin Intensif Terhadap SOD, TNF-α
dan IL-6 Pada Penderita Kritis Dengan Hiperglikemia. Denpasar: Pasca S3
Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai