Anda di halaman 1dari 30

PRINSIP PASIEN SAFETY DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

TUGAS KELOMPOK
Untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Keselamatan Pasien dan Keselamatan
Kesehatan Kerja dalam Keperawatan yang dibina oleh Ibu Nurul Hidayah,
S. Kep., Ns., M. Kep.

Oleh :
Kelompok 8

Muhammad Fahmi N. S P17212235092


Nimas Ayu Mutiara Dewi P17212235102
Safitri Putri Kinanti P17212235112

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JANUARI 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tugas akhir
K3 yang berjudul " Prinsip Pasien Safety dan Faktor yang Mempengaruhinya".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan
bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Malang, Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................
2.1 Definisi................................................................................................................4
2.2 Tujuan Pasien Safety...........................................................................................4
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi....................................................................5
2.4 Enam Sasaran Keselamatan Pasien (Pasien Safety)............................................8
2.5 Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit....................................................16
BAB III PERMASALAHAN KLINIK ATAU MANAJEMEN..........................................
3.1 Kasus................................................................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien pada suatu Rumah Sakit merupakan suatu keharusan yang
harus dijalankan oleh setiap Rumah Sakit yang ada di Indonesia. Kelalaian dalam
menerapkan pasien safety dalam pelayanan pasien dapat meningkatkan insiden
kecelakaan pada keselamatan pasien dan menurunkan kualitas mutu pelayanan
dari suatu rumah sakit. Seperti pada penelitian yang menganalisis terjadinya
insiden akibat kelalaian pasien safety menyatakan bahwa terdapat peningkatan
kejadian nyaris cidera atau KNC dari 88 insiden menjadi 168 insiden. Sedangkan
jenis KTD atau kejadian tidak diharapkan dari 4 kejadian menjadi 13 kejadian
(Salsabila et al, 2019). Pasien safety merupakan prioritas isu penting dan global
dalam pelayanan kesehatan karena penerapan Pasien safety merupakan komponen
penting dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas. Hal ini menjadi
penting karena Pasien safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Nur et al, 2021).

Menurut WHO hasil dari pelaporan di negara-negara Kejadian Tidak


Diharapkan atau KTD pada pasien rawat inap sebesar 3% hingga 16% Di New:
Zealand KTD dilaporkan berkisar 12,9% dari angka pasien rawat inap, di negara
Inggris Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sekitar 10.8%, di negara Kanada
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) berkisar 7,5% Joint Commission International
(JCI) melaporkan KTD berkisar 10% dan di United Kingdom, sedangkan di
Australia 16,6% (Nur et al., 2021).

Menurut data KKP-RS tahun 2021 di berbagai wilayah provinsi Indonesia


memiliki data kasus insiden terjadinya keselamatan pasien sejumlah 145 insiden
di wilayah sabang Indonesia atau wilayah Aceh sebesar 0,68%, Sulawesi Selatan
0,69%, Bali 1,4%, Jawa Barat 2,8%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Timur 11,7%,
Daerah Istimewa Yogyakarta 13,8%, Jawa Tengah 15,9%, Jakarta 37,9%. Hasil
laporan tersebut diketahui bahwa berdasarkan status kepemilikan rumah sakit

1
2

tahun 2010 pada triwulan III diperoleh data bahwa rumah sakit pemerintah daerah
yang memiliki persentasi lebih tinggi sebesar 16% sedangkan data rumah sakit
swasta sebesar 12% (Wahyuda et al, 2024).

Keselamatan pasien yang berada di rumah sakit menjadi prioritas dalam


pelayanan kesehatan, karena keselamatan pasien berkaitan erat dengan kualitas
dan citra rumah sakit itu sendiri (Huriati et al., 2022) . Perilaku dengan
kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/ motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan menjaga
keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan
cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera/ KNC) atau
Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD) (Kartika et al,. 2019).

Rumah sakit sebagai institusi pemberi layanan kesehatan dengan kompleksitas


yang tinggi dan menyediakan beberapa jenis pelayanan seperti pelayanan rawat
jalan, rawat inap dan gawat darurat (UU No-44, 2009), harus meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan (Susanti & Nurmalia, 2021) . Fasilitas pelayanan kesehatan
perlu menyelenggarakan keselamatan pasien untuk memberikan perawatan kepada
pasien agar lebih aman, yang meliputi manajemen resiko, pelaporan dari
pengenalan hingga penataan resiko, pelaporan dan analis kecelakaan, dan
penanganan berupa solusi untuk mengurangi terjadinya resiko dan menghindari
timbulnya cedera akibat dari kelalaian dalam melakukan suatu tindakan kepada
pasien atau tidak melakukan tindakan yang selayaknya dilakukan
(Sihotang et al., 2021)
.

Adanya kesalahan dalam penanganan pasien yang justru merugikan pasien


harus dihindari, baik yang dilakukan oleh dokter, perawat serta petugas lain.
Perawat yang kompeten harus melibatkan kognitif, afektif dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien dalam penanganan pasien keselamatan pasien
terjamin.
3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas didapatkan rumusan


masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep dari patient safety?


2. Apa tujuan dari patient safety?
3. Apa saja prinsip patient safety?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi patient safety?
5. Apa saja standard patient safety di rumah sakit?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui konsep patient safety, prinsip dan faktor yang
mempengaruhi patient safety
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep patient safety
2. Mengetahui prinsip patient safety
3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi patient safety
1.4 Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa


dapat menambah wawasan terkait penerapan patient safety di Rumah Sakit.
4

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Patient Safety

Patient safety didefinisikan sebagai suatu upaya menghindari, mencegah dan


memperbaiki hasil yang merugikan pasien atau cidera akibat proses perawatan
kesehatan (WHO, 2018). Keselamatan pasien atau patient safety adalah suatu
sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem
ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahanakibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Patient safety (keselamatan pasien) di rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
dilakukan (Adventus et al, 2019).

Keselamatan pasien/ klien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan
analisis accident, kemampuan belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimal kantimbulnya risiko (Dep Kes RI, 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan tanggung jawab dari tenaga
kesehatan termaksud perawat dalam rangka mengurangi fenomena medicalerror.

2.2 Tujuan Patient Safety

Tujuan dari patient safety menurut (Adventus et al, 2019) di rumah sakit
antara lain sebagai berikut :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit


2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
5

3. Menurunnya Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) di Rumah Sakit


4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD)
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resikotinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Patient Safety

Menurut Lawrence Green dikutip oleh (Carlesi et al., 2017) menyatakan


bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
seseorang dalam penerapan keselamatan pasien, yaitu :

1. Faktor Predesposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini merupakan faktor yang menjadi dasar untuk seseorang berperilaku
atau dapat pula dikatakan sebagai faktor prefensi “pribadi” yang bersifat bawaan
yang dapat bersifat mendukung atau menghambat seseorang berperilaku tertentu.
Faktor ini mencakup sikap dan pengetahuan.

a. Sikap
Sikap merupakan faktor yang paling menentukan perilaku seseorang
karena sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap
(attitude) merupakan kesiapan mental yang diperoleh dari pengalaman dan
memiliki pengaruh yang kuat pada cara pandang seseorang terhadap orang
lain, obyek dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap adalah bagian
hakiki dari kepribadian seseorang. Sikap mencerminkan bagaimana
6

seseorang merasakan sesuatu. Dalam berinteraksi dengan orang lain, sikap


seseorang akan mencerminkan kondisi sikap mental yang menimbulkan
pengaruh tertentu atas respon seseorang terhadap orang lain, objek atau
situasi yang sedang dihadapinya. Dalam pelayanan keperawatan sikap
mental memegang peranan sangat penting karena dapat berubah dan
dibentuk sehingga dapat mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
perawat.
b. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori
khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbetuknya perilaku
terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya
bersifat langgeng.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bias sekaligus
menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang baik yang termasuk faktor pemungkin (Enabling
Factor), diantaranya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), kepemimpinan,
imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan.
3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan misalnya
perawat pelaksana atau petugas kesehatan lainnya. yang termasuk faktor
pendorong (Reinforcing factor), yaitu: pelatihan keselamatan pasien dan
motivasi perawat dalam pengimplementasian keselamatan pasien.
4. Faktor Individu
Faktor individu adalah salah satu komponen yang mempengaruhi praktek
klinis keperawatan. Karakteristik perawat dalam penerapan keselamatan
pasien meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan status
perkawinan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Usia
Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas
seseorang. Semakin tinggi usia semakin mampu menunjukkan kematangan
7

jiwa dan semakin dapat berpikir rasional, semakin bijaksana, mampu


mengendalikan emosi dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain.
Semakin bertambah usia seseorang maka semakin banyak pengalaman
yang dimilikinya, pemikirannya semakin matang, memiliki etos kerja yang
kuat, dan komitmen yang tinggi terhadap peningkatan mutu. Dari berbagai
periode umur tersebut, umur yang produktif dalam bekerja dan yang
merupakan angkatan kerja ditunjukkan oleh periode dewasa muda (20-40
tahun) dan dewasa madia (40-65 tahun). Dengan bertambahnya usia, maka
seseorang akan memiliki kebijaksanaan yang tinggi dalam mengambil
keputusan, memiliki pola pikir yang rasional, mampu mengontrol emosi
dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap pendapat orang lain, yang
berarti pula telah terjadi peningkatan kinerja pada orang tersebut. Usia
juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk bekerja, termasuk
bagaimana merespon stimulasi.
b. Jenis Kelamin
Teori psikologis menemukan bahwa perempuan lebih patuh
terhadap aturan dibandingkan dengan pria. Pria biasanya memiliki tingkat
keagresifan yang tinggi dan memiliki harapan untuk sukses namun
perbedaan ini kecil adanya bila dibandingkan dengan perempuan. Pegawai
perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas tambahan, hal ini
dapat menyebabkan kemungkinan yang lebih sering dibandingkan
pegawai laki-laki. Robbins juga menyatakan bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai kemampuan yang sama dalam menangani atau
memecahkan masalah, memiliki keterampilan analitis, daya saing,
motivasi, solidaritas dan kemauan untuk belajar. Namun, disisi lain
karyawan wanita cenderung lebih rajin, disiplin, teliti dan sabar dalam
bekerja.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki hubungan atau keterkaitan dengan
kepatuhan perawat dalam menerapkan patient safety. Selanjutnya perawat
harus melanjutkan pendidikan dan kesempatan pelatihan untuk semua
aspek keperawatan misalnya magister nurse dan spesialis keperawatan.
8

Latar belakang pendidikan mempengaruhi kinerja perawat, artinya


semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kinerja yang
ditunjukkan juga akan semakin baik karena pengetahuan dan wawasan
yang dimiliki lebih luas bila dibandingkan dengan perawat yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
d. Masa Kerja
Masa kerja adalah lama seorang perawat bekerja pada suatu
instansi yaitu dari mulai perawat itu resmi dinyatakan sebagai pegawai
atau karyawan suatu rumah sakit. Senioritas dan produktivitas pekerjaan
berkaitan secara positif. Semakin lama seseorang bekerja semakin terampil
dan akan lebih berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Masa
kerja pada suatu pekerjaan dimasa lalu akan mempengaruhi keluar
masuknya karyawan dimasa yang akan datang. Hubungan yang positif
antara masa kerja dengan motivasi kerja perawat
e. Status Perkawinan
Status perkawinan seseorang memiliki pengaruh terhadap
perilakunya dalam kehidupan berorganisasi. Karyawan yang sudah
menikah akan lebih rajin, mengalami pergantian yang jarang dan lebih
menikmati hasil pekerjaannya dibandingkan dengan teman sekerjanya
yang belum menikah. Berdasarkan hal tersebut sangatlah jelas bahwa
status perkawinan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja
perawat. Perkawinan membuat seorang individu mempunyai tanggung
jawab dalam pekerjaan, menjadi lebih berharga dan penting. Karyawan
yang sudah menikah dengan karyawan yang belum menikah akan berbeda
dalam memaknai suatu pekerjaan. Karyawan yang sudah menikah menilai
pekerjaan sangat penting karena sudah memiliki sejumlah tanggung jawab
sebagai keluarga.

2.4 Enam Sasaran Patient Safety

Sasaran keselamatan pasien (Gandhi et al., 2018) merupakan syarat untuk


ditetapkan disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisis akreditasi rumah
sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu Nine Life-Saving Patient Safety Solution
dari WHO patient safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan
9

Pasien Rumah Sakit PERSI (KPPRS PERSI), dan dari Joint Commision
International (JCI)

1. Sasaran I :

Ketepatan Identifikasi Pasien

a. Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
b. Maksud dan tujuan sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat
terjadi dihampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali
pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu
yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua untuk
kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/ atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah;
pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
pemberian pengobatan atau Tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya du acara untuk mengidentifikasi seorang pasien,
seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identifikasi
pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi
tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di
rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau
ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
10

dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi


untuk dapat diidentifikasi (Gandhi et al., 2018).
c. Elemen penilaian sasaran I
Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak
boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
1) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
2) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan specimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
3) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan Tindakan /
prosedur.
4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
2. Sasaran II :
a. Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
b. Maksud Dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis, komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
Kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium
klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk : mencatat (atau memasukkan ke
computer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang
sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau
11

prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak


melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan
seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU
(Gandhi et al., 2018).

c. Elemen penilaian sasaran II


1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan
Kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasikan oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
3. Sasaran III :

Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert)

a. Standar SKP III


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high – alert).
b. Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high – alert medication)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat – obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM,
atau Look Alike Sound Alike/ LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9% dan magnesium
12

sulfat = 50% atau lebih pekat), kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila
perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,
atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif
untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur
juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara
benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati (Gandhi et al., 2018).
c. Elemen penilaian sasaran III
1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
2) Implementasi kebijakan dan prosedur.
3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati - hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
4. Sasaran IV :
Kepastian Tepat - Lokasi, Tepat - Prosedur, Tepat - Pasien Operasi
a. Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien operasi.
13

b. Maksud dan Tujuan Sasaran IV


Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi, adalah
sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang
tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga
praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety 14 (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.Penandaan lokasi operasi perlu
melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali.
Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua
kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki,
lesi) atau multipel level (tulang belakang) (Gandhi et al., 2018) . Maksud
proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
1) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
2) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang
3) Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan / atau implant
yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan
14

semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan.Time out dilakukan di


tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan
dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist (Gandhi et al., 2018).

d. Elemen Penilaian Sasaran IV


1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat, dan fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
“sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur /
tindakan pembedahan.
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
5. Sasaran V :

Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

a. Standar risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. SKP V


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
b. Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan
terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk
15

mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan


merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan.Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran
darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-
infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand
hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional
dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsipetunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit (Gandhi et al., 2018).
c. Elemen Penilaian Sasaran V
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari
WHO Patient Safety).
2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
6. Sasaran VI :
Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
a. Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko pasien dari cedera karena jatuh.
b. Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi
pasien rawat inap.Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
16

keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.


Program tersebut harus diterapkan rumah sakit (Gandhi et al., 2018).
c. Elemen Penilaian Sasaran VI
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap
risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.

2.5 Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Berikut ini merupakan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


(Adventus et al, 2019)
yaitu:

Standar 1. Hak pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi


tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
kejadian tak diharapkan.

Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan dan prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
KTD

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga.

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung pasien dalam asuhan pasien. Keselamatan pasien dalam pemberian
17

pelayanan dapat di tingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan


patner dalam proses pelayanan. Karena itu di rumah sakit harus ada sistem
dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria:
a. Memberi informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan.

Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi


antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang di sesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transaksi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
18

Standar IV : Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki


proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif , dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perencanaan yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai
dengan ” langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit”
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja antara lain
yang terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, menejemen resiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan evaluasi suatu proses kasus
resiko tinggi.

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang di perlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien.

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan


pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan ”7 langkah
menuju keselamatan pasien rumah sakit”.

2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi


risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
KTD/KNC.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
19

mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah rakit serta meningkatkan


keselamatanpasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan


program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis kejadian yang
memerlukan perhatian, mulai dari KNC (Near miss) sampai dengan
KTD (Adverseevent).
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur ”cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jalas untuk
keperluanan alisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar danjelas
tentang analisis akar masalah (RCA) kejadian pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian.

g. Terdapat kolaburasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit


dan antar pengelola pelayanan di dalam Rumah Sakit dengan pendekatan
antar disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang di butuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit danperbaikan
i. Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan
20

sumber daya tersebut.

j. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan


criteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

Standar VI. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien.

1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk


setiap jabatan mencakup keterkaiatan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
yangberkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik tentang keselamatan paien
sesuai dangan tugasnya masing- masing.
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan inservice training dan member pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaburatif
dalam rangka melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai


keselamatan pasien.

1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen


informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
21

a. Perlu di sediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain


proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-
hal terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
BAB III
PERMASALAHAN KLINIK ATAU MANAJEMEN

Keselamatan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit untuk


memberikan pelayanan yang membuat pasien merasa lebih aman. Salah satu
tujuan penting dari penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit adalah
mencegah dan mengurangi terjadinya Incident Keselamatan Pasien (IKP) atau
situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera yang
seharusnya tidak terjadi. IKP ini meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD),
kejadian nyaris cidera (KNC), kejadian potensial cidera (KPC), kejadian centinel
(KKPRS 2007).
Dalam Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 yang mengatur tentang
pedoman audit medis di Rumah Sakit, tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Maka tujuan dilakukannya sistem “Patient
safety” adalah: menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat;
menurunkan Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah
sakit, melaksanakan program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD (A.Siregar, 2016).

3.1 Kasus

Ny. I seorang ibu muda mengalami luka robek dibagian anusnya, sehingga
tidak bisa buang air besar. Diduga pasien yang kini harus buang air besar melalui
organ kewanitaannya, disebabkan kelalaian bidan yang masih magang
dipuskesmas setempat menangani persalinannya. Diduga karena kecerobohan saat
menolong persalinannya di Puskesmas, Ny. I mengalami luka robek dibagian
organ vital hingga kebagian anus. Akibatnya, selain terus-terusan mengalami
kesakitan, sejak sebulan lalu pasien terpaksa buang kotoran melalui alat
kelaminnya. Saat menjalani proses persalinan, korban dibantu oleh beberapa bidan
magang, atas pengawasan bidan puskesmas. Namun, salah seorang bidan magang
diduga melakukan kesalahan saat menggungting dinding kemaluan korban. Jika

22
23

terbukti terjadi malpraktek, Dinas Kesehatan berjanji akan menjatuhkan sanksi


terhadap petugas persalinan tersebut, sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan pada kasus diatas, terdapat kelalaian seorang bidan


yang menangani pasien namun tidak mementingkan keselamatan pasien atau
pasient safety. Berdasarkan teknisnya kasus termasuk tipe dari medical error yaitu
error of mission. Medical error dalam kasus tersebut disebabkan oleh human error
yaitu kelalaian bidan dalam pemantauan postpartum. Sedangkan menurut proses
terjadinya, kasus tersebut termasuk kedalam tipe preventive karena bidan
seharusnya melakukan pemantauan kepada ibu postpartum. Perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal merupakan karakteristik perawat yang bersifat bawaan yang
teridentifikasi berupa tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan pengalaman
pribadi. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku perawat adalah lingkungan,
seperti pengaruh orang lain yang dianggap penting atau kepemimpinan, budaya
dan sistem organisasi. Faktor ini sering menjadi faktor dominan yang mewarnai
perilaku seseorang (A.Siregar, 2016).
Pada kasus tersebut, bidan harusnya mengetahui tentang keadaan pasien.
Selain itu, jika bidan salah melakukan tindakan episiotomi, seharusnya dijahit lagi
dengan rapi agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti kasus
diatas. Kemudian kesalahan bidan dalam kasus tersebut adalah tidak memantau
keadaan pasien setelah melahirkan. Pemantauan kondisi pasien di mulai 2 jam
setelah postpartum untuk mengetahui kondisi ibu termasuk luka episiotominya.
Sehingga bidan dapat mengetahui lebih dini tentang gejala yang timbul. Selain itu,
kurangnya informasi yang diterima oleh pasien setelah menerima asuhan yang
diberikan oleh bidan membuat pasien tidak mengetahui apa yang terjadi pada
dirinya selama proses persalinan. Hal ini berkaitan dengan kurangnya komunikasi
efektif antara petugas kesehatan dengan pasien dapat memberikan dampak buruk
pada tempat pemberi pelayanan sehingga dapat memberikan rasa khawatir kepada
pasien berikutnya yang akan bersalin di tempat tersebut.

24
25

Berdasarkan kasus diatas, perawat memiliki peran penting dalam


keselamatan pasien. Perawat perlu mengetahui dan memahami mengenai konsep
pasien safety untuk mencegah kejadian kecelakaan dalam tempat pelayanan
kesehatan dan menjamin keselamatan pasien. Perawat perlu memperhatikan setiap
point konsep pasien safety yang salah satunya adalah komunikasi yang efektif.
Perawat perlu melakukan komunikasi yang efektif baik antar tenaga kesehatan,
dengan pasien, ataupun keluarga pasien. Kelalaian yang terjadi pada kasus diatas,
disebabkan oleh kurangnya perawat dalam menerapakan prinsip tersebut, dimana
perawat menganggap komunikasi dalam proses timbang terima adalah hal sepele,
sehingga perawat kurang memperhatikan proses tersebut.
Pengalaman kerja dan lama pendidikan mempengaruhi insiden yang akan
timbul bagi keselamatan pasien, hal ini berarti semakin lama waktu bekerja dan
semakin tinggi tingkat pendidikan tidak menjamin tingginya insiden keselamatan
pasien, namun kembali lagi dengan tenaga kesehatan yang bertugas tentang lama
berkerja, pengalaman dan pengetahuan yang didapat, sikap perawat terhadap
tindakan yang dilakukan dan komunikasi dengan team yang bertugas maka
tindakan keselamatan pasien akan baik, diluar dari beban perawat yang diterima
(Yudinata et al., 2021).
Pada kasus tersebut terdapat dua sisi yang dapat dilihat dari sisi positif
maupun negatif. Dilihat dari sisi positifnya, bidan magang ingin membantu
persalinan ibu tersebut dengan begitu akan mendapatkan pengalaman yang lebih
banyak. Sedangkan dilihat dari sisi negatifnya, bidan tersebut kurang hati-hati
karena kelalaian dan kecerobohannya sehingga terjadi kesalahan saat melakukan
tindakan yang mulia.
DAFTAR PUSTAKA

Adventus Et Al. (2019). Modul Manajemen Pasien Safety Prodi Diii Keperawatan
Fakultas Vokasi Uki.

A.Siregar, R. (2016). Hubungan Perawat Dan Pasien : Implementasi Standart


Keslamatan Pasien. To-Ra, 2(2442–8019), 239–316.

Carlesi, K. C., Toffoletto, M. C., Henriquez-Roldán, C., Andrea, M., & Juan, C. (2017).
Patient Safety Incidents And Nursing Workload 1. Https://Doi.Org/10.1590/1518-
8345.1280.2841

Gandhi, T. K., Kaplan, G. S., Leape, L., Berwick, D. M., Edgman-Levitan, S.,
Edmondson, A., Meyer, G. S., Michaels, D., Morath, J. M., & Vincent, C. (2018).
Transforming Concepts In Patient Safety : A Progress Report. 1019–1026.
Https://Doi.Org/10.1136/Bmjqs-2017-007756

Huriati, Shalahuddin, Hidayah, N., Suaib, S., & Arfah, A. (2022). Quality Of Service
For Patient Safety In Hospitals. Forum Ekonomi, 24(1), 186–194.
Https://Doi.Org/Http://Dx.Doi.Org/10.29264/Jfor.V24i1.10572

Kartika, Et Al. (2019). Deskripsi Penerapan Patient Safety Pada Pasien Di Bangsal
Bedah. Jurnal Human Care, 4(2), 86–94.

Nur, A., Estela, D., & Sriwahyuni, J. (2021). Efektivitas Penerapan Pasien Safety
Terhadap Peningkatan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Akbar Nur. Jurnal
Penelitian Kesehatan “Suara Forikes” (Journal Of Health Research “Forikes
Voice”), 12(3), 265–268.

Nur Et Al. (2021). Efektivitas Penerapan Pasien Safety Terhadap Peningkatan


Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
Vol 12 No 3, 266–268. Http://Dx.Doi.Org/10.33846/Sf12309

Salsabila Et Al. (2019). Analisis Insiden Kejadian Nyaris Cedera Dan Kejadian Tidak
Diharapkan Di Rumah Sakit X Surabaya. Majalah Kesehatan Masyarakat Aceh ,
Vol. 2 No. 3. Http://Ojs.Serambimekkah.Ac.Id/Index.Php/Makma

26
27

Sihotang, J. L., Nababan, D., Tarigan, F. L., Ginting, D., & Manurung, K. (2021).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Patients Safety Oleh
Perawat Di Rumah Sakit Bhayangkara Tk III Tebing Tinggi. Journal Of
Healthcare Technology And Medicine, 7(2), 1010–1023.

Susanti, W. P., & Nurmalia, D. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi


Pasien Dalam Keselamatan Pasien. Holistic Nursing And Health Science, 4(1),
62–73. Https://Doi.Org/10.14710/Hnhs.4.1.2021.62-73

Wahyuda Et Al. (2024). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Budaya


Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan, Vol. 16 No. 1.
Http://Journal.Stikeskendal.Ac.Id/Index.Php/Keperawatan

Yudinata, S., Et Al (2021). Manajemen Resiko Dan Keamanan Pasien “Faktor-


Faktor Yang Mempengaruhi Patient Safety.

Anda mungkin juga menyukai