Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAGEMEN KEPERAWATAN

STANDAR SNARS DALAM PATIENT SAFETY

Dosen Pengampu : Tri Suwarto S.Kep, Ners

Di susun oleh :

Dwi Andriyani

820163022

S1 Ilmu Keperawatan

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. Ganesha I, Purwosari, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59316


Website: http://www.umkudus.ac.id Email: secretariat@umkudus.ac.id

1|Page
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Standar
Snars Patient Safety”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan untuk kepentingan proses
belajar.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk
pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan di masa mendatang.
Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
                                                               

Kudus, 07 April 2020

penyusun

2|Page
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Patient Safety......................................................................................... 3
B.  Tujuan Sistem Patient Safety................................................................................... 4
C. Implementasi Patient Safety – 6 Standar Keselamatan Pasien................................. 4
D. Keselamatan pasien dalam tinjauan Islam................................................................ 12
E. Aspek Legal Patient Safety....................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................17
B. Saran........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 18

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam
pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang
menerapkan Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah
sakit di negara berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman
manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan
bagi manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara
utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit
yang menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena
dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
tindakan medis atau tidak dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut merupakan sistem yang seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut,
maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing
error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.

4|Page
B. RUMUSAN MASALAH
a.       Apa yang di maksud dengan patient safety ?
b.      Bagaimana penerapan patient safety dalam kebidanan ?
c.       Apa saja faktor yang mempengaruhi pelaksanaan patient safety ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safety
b. Menganalisis pelaksanaan patient safety
c. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safety

5|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Patient safety


Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental
atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak
adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient
safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman,
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak
lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

B. Tujuan Sistem Patient safety


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat

6|Page
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD

C. Implementasi Patient Safety – 6 Standar Keselamatan Pasien


Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada
lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
1. keselamatan pasien (patient safety),
2. keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
3. keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas,
4. keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan
5. keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah
sakit.
Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap
rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada
pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan
hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumah sakitan.

Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien  merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI),
dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian
atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah

7|Page
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin
sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:


Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan  diagnosis dan
pengobatan. Kesalahan  identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi
di  rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini
adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk  identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima  pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien
ketika pemberian obat, darah/produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau
prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti
nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code,
dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada lokasi
yang berbeda  di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau
kamar  operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1)   Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2)   Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3)   Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4)   Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

8|Page
5)   Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.

Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat berbentuk  elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
mudah terjadi kesalahan kebanyakan  terjadi  pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telpon. Komunikasi  yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti  melaporkan  hasil laboratorium
klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk perintah lisan dan telepon termasuk:  mencatat/(memasukkan ke komputer)
perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat.
Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan   tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
Elemen Penilaian Sasaran II
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten

Sasaran III.:   Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu

9|Page
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara  tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml
atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak
tidak diorientasikan  terlebih dahulu  sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb
adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di
rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi  area mana saja  yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta  pemberian
laboratoriumel secara benar  pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati
di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

10 | P a g e
Sasaran IV.: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan  tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat  antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan
resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah
merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan
ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan  secara konsisten di rumah sakit dan
harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat  sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi  (laterality),
multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau  multipel level  (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;
3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant
yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, 
tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit

11 | P a g e
menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan ceklist. 
Elemen Penilaian Sasaran IV
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakanpembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

Sasaran V.: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan  keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood
stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pokok  eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan  WHO, dan
berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
sudah  diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

12 | P a g e
Sasaran VI.:  Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,  pelayanan yang diberikan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh,
obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh
dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi
atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

D.    Keselamatan pasien dalam tinjauan Islam


Dalam hal keselamatan pasien dirumah sakit, setiap tenaga kesehatan harus selalu
menjaga pasiennya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Menolong pasien
tanpa membeda-bedakan baik itu status sosial maupun agama.  Islam juga
memerintahkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam hal kebajikan dan takwa.
“ dan bertolong-tolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kamu kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah : 2)
“ Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh berbuat yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar….. “ ( QS.At-Taubah : 71)
Selain itu tenaga medis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Penyantun
2. Peramah
3. Sabar
4. Tenang
5. Teliti
6. Tegas

13 | P a g e
Etika kedokteran Islam terkumpul dalam kode etik kedokteran Islam yang disebut
Thibbun Nabawi, mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan
rekannya. Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan
manusia. Dalam hubngan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien,
karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang
tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter muslim tidak mungkin
memaksakan kebudayaan profesinya. Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh
seorang dokter  muslim dalam hal penanganan pasien gawat darurat ialah:
1. Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia
2. Seorang dokter muslim dilarang mebeda-bedakan pasien
3. Sebagian besar waktunya harus dicurahkan ke pasien
4. Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dari pada bicara
5. Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan
profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter
6. Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu
untuk memberikanny

E.     Aspek Legal Patient Safety


Ketentuan mengenai keselamatan pasien diatur dalam Undang-Undang (UU)
Kesehatan No. 36 tahun 2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan
pasien dalam UU Kesehatan tersebut adalah :

1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional.

14 | P a g e
4. Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan
keselamatan nyawa pasien.
5. Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.
Selain itu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU 
Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang berbunyi : “ Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya “
    Tuntutan ganti rugi sebagaimana yang dimaksud tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
Aspek hukum lain  terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikut :
1) Pasal 53 (3) UUNo.36/2009 tentang kesehatan Pelaksanaan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan
nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.
2) Pasal 32n UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah
sakit
3) Pasal 29b UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap rumah sakit mempunyai
kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit.
4) Pasal 45 (1) UU No.44/2009 tentang rumah sakit Rumah sakit tidak bertanggung jawab
secara hukum apabila pasien dan atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis
yang komprehensif.
5) Pasal 32d UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional.

15 | P a g e
6) Pasal 32e UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi.
7) Pasal 32j UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak mendapat
informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
8) Pasal 32q UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.
9) Pasal 43 UU No.44/2009 Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
a. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan  pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
b. Rumah sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
c. Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam angka meningkatkan
keselamatan pasien.
10) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. 
11) Permenkes RI no.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah
sakit. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.

16 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam
pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan
antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan
SOP yang telah ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan
keperawatan; memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang
diberikan; menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan
kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif
dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta
mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan
keluarga.
B.     SARAN
Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah sakit agar
selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang telah di tentukan.

17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham Gary F. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Cunningham Gary F, Gant
Norman F, dkk, editor. Williams Obstetri. Ed 21. Jakarta: EGC; 2005. hal 624-73.

Dr. Erwin Santosa, Sp.A. 2015. Kuliah Manajemen Risiko.S2 Kebidanan Stikes ‘Aisyiyah
Yogyakarta.

Departemen Kesehatan R.I. (2006). PANDUAN NASIONAL KESELAMATAN PASIEN RUMAH


SAKIT (Patient Safety).

Hasan, A. B. P. (2006). Psikologi Perkembangan Islam. jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
DENGAN. (2011).

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai