Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PATIENT SAFETY DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Praktik Kebidanan

Disusun Oleh :
KELOMPOK 19
1. SRIWULAN
2. ST. ALFIAH
3. SURYANA
4. TRISNAWATI TITUS
5. USNUL ARDILLA UTAMI.T
6. WAHYUNI ARFAH

JURUSAN S1 KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan
dosen dengan judul “Patient Safety dalam Praktik Kebidanan”.
Tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah “Praktik
Kebidanan” guna untuk mengetahui dan lebih memahami tantang “Patient Safety dalam
Praktik Kebidanan” yang telah di berikan oleh dosen.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang masih berhubungan dengan makalah ini sangat kami harapkan
untuk menyempurnaan makalah ini.

Mamuju, 06 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. i


Daftar Isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................2
D. Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Patient Safety .................................................................. 3
B. Standar Keselamatan Pasien…………………………………………4
C. Sasaran Keselamatan Pasien…………………………………………5
D. Enam Sasaran Keselamatan Pasien…………………………………..5
E. Praktik Kebidanan……………………………………………… .…11
F. Asuhan kebidanan……………………………………………………11
G. Pengertian manajemen Kebidanan………………………………... ..11
H. Sasaran Manajemen Kebidanan……………………………………...12
I. Standar Praktik Bidan…………………………………………………12
J. Komunikasi Efektif……………………………………………………16
K. Memperbaiki Komunikasi dengan Tehnik SBAR……………………17
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan ........ ................................................................................. 18
B.Saran ................................................................................................ …18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada
pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko
(Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh
karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan
kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam
undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan
yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap
petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah
seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena
itu, tenaga medis khususnya bidan harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien
serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga
keselamatan diri pasien sesuai dengan asuhan kebidanan yang diberikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Patient Safety ?
2. Bagaimana dengan standar Patient Safety di rumah sakit?
3. Bagaimana dengan sasaran Patient Safety di rumah sakit ?
4. Bagaimana penerapan Patient Safety dengan asuhan kebidanan?
5. Bagaimana dengan standar Patient Safety dalam asuhan kebidanan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Patient Safety.
2. Untuk mengetahui standar Patient Safety di rumah sakit.
3. Untuk mengetahui sasaran Patient Safety di rumah sakit.
4. Untuk mengetahui penerapan Patient Safety dengan asuhan kebidanan.
5. Untuk mengetahui standar Patient Safety dalam asuhan kebidanan.
D. Manfaat
1. Mampu memahami pengertian Patient Safety
2. Mampu memahami standar Patient Safety di rumah sakit.
3. Mampu memahami sasaran Patient Safety di rumah sakit.
4. Mampu memahami penerapan Patient Safety dengan asuhan kebidanan.
5. Mampu memahami standar Patient Safety dalam asuhan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Keselamatan Pasien
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada 5 (lima) isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
keselamatan pasien (Patient Safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang
terkait kelangsungan hidup rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah
sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan
prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
perumahsakitan (Depkes RI, 2008).
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan sebagai freedom from
accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai ranah pertama dari mutu dan definisi
dari keselamatan ini merupakan pernyataan dari perspektif pasien (Kohn, dkk, 2000
dalam Sutanto, 2014). Pengertian lain menurut Hughes (2008) dalam Sutanto (2014),
menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cedera terhadap pasien.
Pencegahan cedera didefinisikan sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak
sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek
keselamatan pasien diartikan sebagai menurunkan risiko kejadian yang tidak diinginkan
yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis atau kondisi perawatan
medis.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKP-RS (2008) mendefinisikan bahwa
keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard). Keselamatan pasien
(Patient Safety) adalah pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau
bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis,
cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011,
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan
pasien sesuai dengan yang diucapkan Hippocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu
Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui dengan semakin berkembangnya
ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit menjadi semakin
kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan- KTD (Adverse Event)
apabila tidak dilakukan dengan hati-hati karena di rumah sakit terdapat ratusan macam
obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga
profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.
Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat
terjadi KTD (Depkes RI, 2008).
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden
yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat
disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian
Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius (Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).

B. Standar Keselamatan Pasien


Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien. Standar Keselamatan
Pasien meliputi (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011):
1. hak pasien;
2. mendidik pasien dan keluarga;
3. keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien;
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
C. Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah
sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini
mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient
Safety(2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI
(KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara
intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi,
sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

D. Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:


1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi
pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak
sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori;
atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali
pengecekan: pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah; pengambilan darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang
berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan,
unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa
identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat
diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.

2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,
seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/(memasukkan ke
komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca
ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read
back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di
IGD atau ICU.
Elemen Penilaian Sasaran II, yaitu:
a. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten

3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen
harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang
perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan
terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat
yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,
dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat
tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat
kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan
gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien
ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data
yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area
mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar
operasi serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana
penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran II :
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
b. Implementasi kebijakan dan prosedur.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

4. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi


Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak
ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien
yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian
singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada
tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit
dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk
sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel
level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;
3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-
implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau


kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas,
misalnya menggunakan ceklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakanpembedahan.
d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

5. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada
aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis).
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
sudah diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
b. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
6. Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI
a. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh
dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh
c. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
d. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
E. Praktik Kebidanan
Penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien
dengan pendekatan manajemen kebidanan. Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis Lingkup
praktik kebidanan meliputi asuhan mandiri / otonomi pada perempuan, remaja putri, dan wanita
dewasa sebelum, selama kehamilan dan sesudahnya. Praktik kebidanan dilakukan dalam system
pelayanaan kesehatan yang berorientasi pada masyarakat, dokter, perawat, dan dokter spesialis
dipusat-pusat rujukan.
F. Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu pasien
atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara :
a. Bertahap dan sistematis
b. Melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan
Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan
pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan
ibu masa hamil,persalinan, nifas bayi stelah lahir serta KB.
G. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen Kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis sistematis. Oleh karena
itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi bidan dalam memberikan
arah/kerangka dalam menangani kasus yang menjadi tanggu jawabnya.
Pengertian manajemen kebidanan menurut beberapa sumber:
1. Menurut buku 50 tahun IBI, 2007 Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengkajian, analusa data, diagnose kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
2. Menurut Depkes RI, 2005 Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan
pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga, dan masyarakat.
3. Menurut Helen Varney (1997) Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan
masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada
klien.
H. Sasaran Manajemen Kebidanan
Sesuai dengan lingkup dan tanggungjawab bidan, maka sasaran manajemen kebidanan
ditujukan kepada baik individu ibu dan anak, keluarga maupun kelompok
masyarakat.Individu sebagai sasaran di dalam asuhan kebidanan disebut klien. Yang
dimaksud klien di sini ialah setiap individu yang dilayani oleh bidan baik itu sehat
maupun sakit.
I. Standar Praktik Bidan
1. Standar I : Metode Asuhan
Asuhan Kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan
langkah : Pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa, perencanaan
pelaksanaan, evaluasi, dan dokumentasi.
Definisi Operasional
a. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
b. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data, rencana
format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.
2. Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
a. Ada format pengumpulan data
b. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data :
2) Demografi identitas klien
3) Riwayat penyakit terdahulu
4) Riwayat kesehatan reproduksi
5) Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
6) Analisis data
c. Data dikumpulkan dari :
1) Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
2) Tenaga kesehatan
3) Individu dalam lingkungan terdekat
d. Data diperoleh dengan cara :
1) Wawancara
2) Observasi
3) Pemeriksaan fisik
4) Pemeriksaan penunjang
e. Kebijakan :
1) Identifikasi dilakukan sebelum tindakan
2) Identitas pasien terdiri dari:
a) Nama lengkap pasien
b) No. Rekam Medis
3) Data identitas pasien tertulis pada:
a) Gelang pasien
b) Kartu identitas berobat
c) Data identitas pada foto diri pasien
4) Penanda tambahan pada gelang dan fungsinya
a) Merah berarti alergi
b) Kuning berarti risiko jatuh dan sedang
c) Ungu berarti DNR (Do Not Resusitate)
5) Hal khusus:
a) Identifikasi Ibu dan Bayi baru lahir
b) Identifikasi sampel dan laboratorium
3. Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Definisi Operasional :
a. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh
klien/ suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai
dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien
b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistematis mengarah pada
asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien
Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah
a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi pasien
c. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
4. Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan
Definisi Operasional :
a. Ada format rencana asuhan kebidanan
b. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan
evaluasi
Kriteria Perencanaan :
a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien,
tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan komprehensif.
b. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
c. Mempertimbangkan kondisi psikologi dan sosial budaya klien/keluarga
d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan evidence based dan
memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat bagi klien.
e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya serta
fasilitas yang ada.
5. Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan
klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Definisi Operasional :
a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan
klien
d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan
wewenang bidan atau tugas kolaborasi
e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan
etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman
f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia
Kriteria Tindakan :
a. Memperlihatkan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-kultural
b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau
keluarganya (informed consent)
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
e. Menjaga privacy klien/pasien
f. Melaksanakan prinsip pencegahan klien secara berkesinambungan
g. Menggunakan sumberdaya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
h. Melakukan tindakan sesuai standar
i. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
6. Standar VI : Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam
rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Definisi Operasional :
a. Klien/ keluarga mendapatkan informasi tentang :
2) Status kesehatan saat ini
3) Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
4) Peranan klien/ keluarga dalam tindakan kebidanan
5) Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
6) Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
b. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan
kegiatan
7. Standar VII : Pengawasan Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara
terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien
Definisi Operasional :
a. Adanya format pengawasan klien
b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis untuk mengetahui
keadaan perkembangan klien
c. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah
disediakan
8. Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan
kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Definisi Operasional :
a. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Klien sesuai
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan
b. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
c. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan
Kriteria Evaluasi :
a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien/keluarga
c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
d. Hasil evaluasi ditindaklanjuti dengan kondisi klien/pasien
9. Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan
kebidanan yang diberikan.
Definisi Operasional :
a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan
b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang
bertanggung jawab
c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan
Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan :
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang
tersedia (Rekam Medis/KMS/Status pasien/buku KIA)
b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
c. S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
d. O adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
e. A adalah analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
f. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudahdilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan
secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up
dan rujukan.
Keberhasilan penerapan standar asuhan kebidanan yang safety diperlukan adanya
dukungan kebijakan dai berbagai pihak dan komitmen bidan pada pelayanan.
J. Komunikasi Efektif
Order melalui verbal atau telepon dan laporan hasil test yang bersifat kritis atau
emergency, yaitu
1. Penerima order obat hendaknya mengulang nama obat dan mengejanya
2. Menghindari penggunaan singkatan
3. Penerima order mencatat tanggal, waktu dan tanda tangan
4. Pemberi order secara lisan harus membubuhi tanda tangan pada lembar catatan
5. Tidak menerima voice mail order, hendaknya petugas harus menerima order
langsung
6. Mengupayakan order secara tertulis
K. Memperbaiki Komunikasi dengan Teknik SBAR
1. S (Situation) : kondisi terkini pada pasien
2. B (Background) : informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien
terkini
3. A (Assesment) : hasil pengkajian kondisi pasien terkini
4. R (Recommendation) : apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang
terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu dan aman, terumata pada pelayanan kebidanan.
Peran-peran bidan dalam mewujudkan Patient Safety dapat dirumuskan antara lain
sebagai pemberi pelayanan kebidanan, bidan mematuhi standar pelayanan dan SOP yang
telah ditetapkan, menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan kebidanan,
memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan kebidanan yang
diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan, menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan
keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak
diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan kebidanan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga.

B. SARAN
Adapun saran untuk bidan yang mengaplikasikan sesuai sasaran pelayanan kebidanan
agar mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan prosedure yang telah di tentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Patient Safety).
Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Bidan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2011).

Anda mungkin juga menyukai