Anda di halaman 1dari 55

SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN

YANG MENJAGA KUALITAS ASUHAN KEPERAWATAN


DAN PATIEN SAFETY

Untuk Memehuni Mata Ajar Sistem Informasi Keperawatan


Dosen Pengampu Murtiningsih, SKP., M.Kep., Sp.Mat

Disusun Oleh :
Agus Rustom Bantono 215120036
Irma
Fitri Diana Astuti 215120066
Wahyu
Sanusih

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Informasi Keperawatan yang Menjaga Kualitas Asuhan Keperawatan dan Patient
Safety“.
Tugas ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata
kuliah Sistem Informasi Keperawatan di Magister Keperawatan Fitkes Universitas
Jenderal Achmad Yani Cimahi. Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini
masih belum sempurna, hal ini dikarenakan keterbatas dan kemampuan yang kami
miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata semoga tugas mata kuliah ini dapat bermanfaat. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa membalas budi kebaikan dan menjadikan pahala bagi semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tugas ini hingga selesai.

Cimahi, April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Tujuan...............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................4
2.1. Definisi..............................................................................................................4
2.2. Standar Keselamatan Pasien.........................................................................11
2.3. Sasaran Keselamatan Pasien.........................................................................16
2.4. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien..........................................................26
2.5. Pelaporan Insiden...........................................................................................27
2.6. Analisis Matriks Grading Risiko...................................................................32
2.7. Pengisian Laporan Insiden Keselamatan Pasien.........................................34
BAB III CONTOH KASUS...........................................................................................38
3.1. Kronologis.......................................................................................................38
3.2. Root Cause Analysis.......................................................................................41
BAB IV............................................................................................................................49
SIMPULAN DAN SARAN............................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan pasien (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah

sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah

sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas

kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa

berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan

(green productivity) yang berdampak pada pencemaran lingkungan dan

keselamatan “bisnis” rumah sakit terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit.

Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap

rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan

apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama

untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra

perumahsakitan.

Program WHO dalam keselamatan pasien adalah “ WHO patients safety” dimulai

tahun 2004 dengan visi: Every patient receives safe health care, every time, every

where. Misalnya adalah to coordinate, facilitate and accelerate patient safety

improvements around the world by: being a leader and advocating for change;

generating and sharing knowledge and expertise; supporting member states in

implementationof patient safety action.

1
Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai

dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu primum,

non nocere (first, do not harm). Dengan semakin berkembangnya ilmu dan

teknologi di pelayanan kesehatan risiko pasien cidera meningkat.

Di ruamh sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat

dan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap

memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan

pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan

insiden keselamatan pasien (IKP).

Pada tahun 2000 Institude of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan

yang mengagetkan banyak pihak (“wake up call”): To err is human, building a

safer health system. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah

dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan kejadian tidak

diharapkan (KTD) atau adverse event sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya

meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka

kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh

Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44,000 – 98,000 per tahun.

Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah

sakit di berbagai negara: Amerika, Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan

KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara

segera melakukan penelitian dan mengembangkan sistem keselamatan pasien.

Di Indonesia gerakan keselamatan pasien dimulai ketika Perhimpunan Rumah

Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengambil inisiatif membentuk Komite

2
Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada tahun 2005, kemudian berubah menjadi

Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit (IKPRS). Pada tahun 2012 untuk

melaksanakan ketentuan pasal 43 UU Nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit dan

ketentuan pasal 3 Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan

Pasien Rumah Sakit. Menteri Kesehatan membentuk Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (KKPRS), dengan SK Menteri Kesehatan RI No 251 tahun 2012.

Keselamatan pasien telah menjadi bagian dari kesadaran dan kebutuhan bersama

serta merupakan komitmen global dalam meningkatan kualitas dan akuntabilitas

dalam pelayanan kesehatan, maka diperlukan gerakan nasional keselamatan

pasien yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai kalangan, karena itu

diperlukan acuan yang jelas untuk implementasinya.

1.2. Tujuan

Mengetahui konsep patien safety dan sistem informasi keperawatan dalam

menjaga kualitas asuhan

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi

PMK No 1691 Tahun 2011 tentang Keselatan Pasien Rumah Sakit dan Pedoman

Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (2015) mendefinisikan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Keselamatan / Safety: Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)

2. Hazard / bahaya: Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang

dapat meningkatkan risiko pada pasien.

a. Keadaan: Adalah setiap faktor yang berhubungan atau

mempengaruhi suatu "Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient

Safety Event , Agent atau Personal"

b. Agent: Adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan

perubahan

3. Keselamatan Pasien / Patient Safety: Pasien bebas dari harm /cedera yang

tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi

(penyakit, cedera fisik / sosial / psikologis, cacat, kematian dll), terkait

dengan pelayanan kesehatan.

Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses

dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih

aman.

4
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko

terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar

dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi

serta meminimalisir timbulnya risiko. (Penjelasan UU 44/2009 ttg RS

pasal 43)

4. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety: Suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi

assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar

dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang

seharusnya dilakukan.

5. Harm / cedera: Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau

penurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang

termasuk harm adalah: "Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat, dan

Kematian".

a. Penyakit/Disease Disfungsi fisik atau psikis

b. Cedera/Injury: Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent /

keadaan

5
c. Penderitaan/Suffering: Pengalaman/ gejala yang tidak

menyenangkan termasuk nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi,

agitasi,dan ketakutan

d. Cacat/Disability: Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi

tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan

sosial yang berhubungan dengan harm yang terjadi sebelumnya

atau saat ini.

6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident: Setiap kejadian

atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan

harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lainlain) yang tidak

seharusnya terjadi.

7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event: Suatu kejadian yang

mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu

tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan

karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss: Suatu Insiden yang belum

sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada

pasien.

9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke

pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena

"keberuntungan" (misal; pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi

tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu obat dengan reaksi

alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).

6
10. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” kondisi yang

sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

11. Kejadian Sentinel (Sentinel Event): Suatu KTD yang mengakibatkan

kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang

sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti : operasi pada

bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan

keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah,

dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini

mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur

yang berlaku.

PMK No 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien pasal 15

menyebutkan bahwa kejadian sentinel merupakan suatu Kejadian Tidak

Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau

cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk

mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait

dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien Kejadian sentinel yang

dimaksud pada ayat di atas dapat disebabkan oleh hal lain selain Insiden.

Contoh Kejadian sentinel antara lain :

 Tindakan invasif/pembedahan pada pasien yang salah,

 Tindakan invasif/ pembedahan pada bagian tubuh yang keliru,

 Ketinggalan instrumen/alat/ benda-benda lain di dalam tubuh

pasien sesudah tindakan pembedahan,

 Bunuh diri pada pasien rawat inap,

7
 Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan kematian /

kerusakan neurologis,

 Reaksi Haemolitis transfusi darah akibat inkompatibilitas ABO,

 Kematian ibu melahirkan,

 Kematian bayi “Full-Term” yang tidak di antisipasi,

 Penculikan bayi,

 Bayi tertukar,

 Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun

pengunjung.

Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang

berdampak luas/nasional diantaranya berupa :

 Kejadian yang sudah terlanjur di “ blow up” oleh media,

 Kejadian yang menyangkut pejabat, selebriti dan public figure

lainnya,

 Kejadian yang melibatkan berbagai institusi maupun fasilitas

pelayanan kesehatan lain,

 Kejadian yang sama yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan

kesehatan dalam kurun waktu yang relatif bersamaan,

 Kejadian yang menyangkut moral, misalnya : perkosaan atau

tindakan kekerasaan.

Menurut SNARS Edisi 1.1, maksud dan tujuan PMKP 9.1

menyebutkan bahwa kejadian sentinel adalah suatu KTD yang

mengakibatkan kematian atau cidera yang serius. Setiap rumah sakit

8
menetapkan definisi operasional kejadian sentinel paling sedikit

meliputi:

a. Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya

 Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan

penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh: kematian

karena infeksi paska operasi atau emboli paru-paru)

 Kematian bayi aterm

 Bunuh diri

b. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien

atau kondisi pasien

c. Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien

d. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfuse

darah atau produkdarah atau transplantasi organ atau jaringan

e. Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke

rumah bukan orang tuanya

f. Perkosaan, kekejaman ditempat kerja seperti penyerangan

(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau

pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter,

mahasiswa kedokteran, siswa latihan, pengunjung / vendor / pihak

ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.

Definisi kejadian sentinel termasuk yang ditetapkan seperti diuraikan

di atas dapat ditambah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

9
yang ada atau kejadian yang menurut pandangan rumah sakit harus

ditambahkan sebagai kejadian sentinel.

12. Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal) Pelaporan secara tertulis

setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD)

atau kejadian tidak cedera (KTC) atau kondisi potensial cedera (KPC)

yang menimpa pasien.

13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal) : Pelaporan

secara anonim secara elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak

diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak

cedera (KTC) atau Sentinel Event yang terjadi pada pasien, setelah

dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.

14. Faktor Kontributor: Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang

mempengaruhi dan berperan dalam mengembangkan dan atau

meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian tugas yang tidak

sesuai kebutuhan). Contoh:

a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)

b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada

prosedur

c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif

atau perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya

team workatau komunikasi)

d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.

10
15. Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA): Adalah suatu proses

berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang berkontribusi dalam

suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis kejadian

menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang diulang hingga menemukan

akar penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa' harus

ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil

spekulasi.

2.2. Standar Keselamatan Pasien

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani

segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien

rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk

melaksanakan kegiatannya. Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah

sakit dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi

Rumah Sakit.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:

1. Hak pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya

insiden. Kriteria:

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

pelayanan.

11
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang

rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk

pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban

dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria:

a. Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan

keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.

Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik

pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien

dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien

dan keluarga dapat:

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.

c. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.

d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.

e. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

f. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.

g. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.

h. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

12
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan

pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:

a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat

pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,

tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.

b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga

pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat

berjalan baik dan lancar.

c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan

komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan

keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan

kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.

d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman

dan efektif.

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang

ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria:

13
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang

baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan

pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik

bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi

pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

Rumah Sakit”.

b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang

antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen

risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.

c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan

semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses

kasus risiko tinggi.

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar

kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program

keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui

penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah

Sakit“.

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau

mengurangi insiden.

14
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi

antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan

tentang keselamatan pasien.

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,

mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan

keselamatan pasien.

e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk

setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien

secara jelas.

Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta

mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria:

a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan

orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai

dengan tugasnya masing-masing.

b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien

dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang

jelas tentang pelaporan insiden.

15
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang

kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan

interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien

Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi

keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan

eksternal.

Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria:

a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses

manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal

terkait dengan keselamatan pasien.

b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi

untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

2.3. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah

sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran

ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient

Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik

dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah

16
dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus

berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem

yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada

solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah

tercapainya hal-hal sebagai berikut :

1. Ketepatan identifikasi pasien;

Standar SKP I

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki /

meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran I:

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di

hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan

identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan

terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat

tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat

situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali

pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang

akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian

pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk

memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk

mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah;

17
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau

pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur

memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien,

seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas

pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi

tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga

menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di

rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau

ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.

Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan

dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi

untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I:

a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk

darah.

c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain

untuk pemeriksaan klinis.

d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan

tindakan/prosedur.

e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang

konsisten pada semua situasi dan lokasi.

18
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;

Standar SKP II

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas

komunikasi antar para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang

dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan

peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,

lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan

terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan

kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium

klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau

memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan

oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan

kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi

bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat.

Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa

diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak

memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD

atau ICU.

19
Elemen Penilaian Sasaran II

a. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil

pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

b. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan

kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah

atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan

d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi

keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;

Standar SKP III

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki

keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan

pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah

obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel

event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak

diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan

kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau

Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam

isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak

20
sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium

fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50%

atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak

mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila

perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan,

atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk

mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan

meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai

termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke

farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai

berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur

juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit

konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara

benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,

sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak

sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III

a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses

identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan

elektrolit konsentrat.

b. Implementasi kebijakan dan prosedur.

21
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika

dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah

pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus

diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat

(restricted).

4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.

Standar SKP IV

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-

lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu

yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan

ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak

adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di

dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk

verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak

adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak

mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan

yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible

handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi

yang sering terjadi.

22
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah

yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti

yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety

(2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing

Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu

pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara

konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan

melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika

memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan

lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),

multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang

belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: memverifikasi lokasi,

prosedur, dan pasien yang benar; memastikan bahwa semua dokumen, foto

(imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan

baik, dan dipampang; dan melakukan verifikasi ketersediaan peralatan

khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau

kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan

akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh

23
tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu

didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV

a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti

untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses

penandaan.

b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk

memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat

pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,

tepat, dan fungsional.

c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur

“sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu

prosedur/tindakan pembedahan.

d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang

seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat

pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar

kamar operasi.

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;

Standar SKP V

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko

infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan Sasaran V

24
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan

keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan

kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan

kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood

stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan

ventilasi mekanis).

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci

tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca

kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi

petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk

implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V

a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene

terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari

WHO Patient Safety).

b. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

c. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan

pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait

pelayanan kesehatan.

25
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Standar SKP VI

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko

pasien dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran VI

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien

rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan

yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko

pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila

sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah

terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu

berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan

rumah sakit.

2.4. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien: menciptakan

kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

2. Memimpin dan mendukung staf: membangun komitmen dan fokus

yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit.

26
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko: mengembangkan

sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan

asesmen hal yang potensial bermasalah.

4. Mengembangkan sistem pelaporan: memastikan staf dapat melaporkan

kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada

Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien: mengembangkan cara-

cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien:

mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar

bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien:

menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk

melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

2.5. Pelaporan Insiden

Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya

adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat

dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi

untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien.

Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya

kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi

selanjutnya.

27
1. Mengapa pelaporan insiden penting?

Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk

mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

2. Bagaimana memulainya ?

Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan,

alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus

disosialisasikan pada seluruh karyawan.

3. Apa yang harus dilaporkan ?

Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial

terjadi ataupun yang nyaris terjadi.

4. Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ?

Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan kejadian/insiden.

Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian/insiden

5. Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?

Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai

dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara

mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-

pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa

laporan.

6. Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden

Laporan dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat. Laporan sering

disembunyikan / underreport, karena takut disalahkan. Laporan sering

28
terlambat. Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya menyalahkan

(blame culture)

Alur pelaporan dibagi menjadi internal dan eksternal, dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)

 Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah

sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk

mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan.

 Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan

mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift

kepada Atasan langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam); diharapkan

jangan menunda laporan.

 Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada

Atasan langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai

keputusan Manajemen: Supervisor/Kepala Bagian/ Instalasi/

Departemen / Unit).

 Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading

risiko terhadap insiden yang dilaporkan.

 Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa

yang akan dilakukan sebagai berikut :

Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu

maksimal 1 minggu.

29
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu

maksimal 2 minggu

Grade kuning : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah /

RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari

Grade merah : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah /

RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.

 Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil

investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.

 Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan

Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan

investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading.

 Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan

Analisis akar masalah / Root Cause Analysis (RCA)

 Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan

dan Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa :

Petunjuk / "Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama

terulang kembali.

 Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada

Direksi

 Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan

umpan balik kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada

seluruh unit di Rumah Sakit

30
 Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing –

masing

 Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

2. Alur Pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien RS (Eksternal)

Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang

terjadi pada pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh

Tim KP di RS (internal) / Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS dengan

melakukan entry data (e-reporting) melalui website resmi KKPRS:

www.buk.depkes.go.id

31
2.6. Analisis Matriks Grading Risiko

Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan

derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.

g. Dampak (Consequences)

Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang

dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal ( tabel 1).

h. Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood

32
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya

insiden tersebut terjadi.

Tabel: Penilaian dampak klinis / konsekuensi / severity

Tabel: Penilaian probabilitas / frekuensi

Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel

Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands

risiko.

Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko

33
SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas

1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri

2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,

3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan

dampak.

Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu :

Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan Investigasi

yang akan dilakukan

Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana

Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA

WARNA BANDS : Hasil pertemuan antara nilai dampak yang diurut


kebawah dan nilai probabilitas yang diurut ke samping
kanan

34
2.7. Pengisian Laporan Insiden Keselamatan Pasien

Formulir Laporan Insiden terdiri dari dua macam :

1. Formulir Laporan Internal Insiden Keselamatan pasien

Adalah Formulir Laporan yang dilaporkan ke Tim KP di RS dalam waktu

maksimal 2 x 24 jam / akhir jam kerja / shift. Laporan berisi : data pasien,

rincian kejadian, tindakan yang dilakukan saat terjadi insiden, akibat

insiden, pelapor dan penilaian grading.

2. Formulir Laporan Eksternal insiden Keselamatan Pasien

Adalah Formulir Laporan yang dilaporkan ke KKPRS setelah dilakukan

analisis dan investigasi.

35
36
37
38
BAB III

CONTOH KASUS

3.1. Kronologis

Hari Minggu tgl 13 Agustus jam 19.00

Tn B usia 70 thn masuk ke Bangsal Perawatan Rawat Inap VIP Mawar RS S

diantar anaknya dengan Diagnosa Stroke. Tn B mengalami kelumpuhan pada

bagian tubuh sebelah kiri, keadaan umum baik dan masih sadar. Saat itu Tn B

didampingi oleh anaknya Tn G

Jam 23.00 Tn G komplain karena bel tempat tidur pasien rusak sehingga harus

keluar kamar mencari perawat untuk memberitahukan cairan infus habis. Dari

hasil investigasi ternyata keluhan ”bel yang rusak” sudah berlangsung 1 minggu

di beberapa kamar Bangsal Rawat inap VIP Mawar dan sudah diinformasikan ke

bagian Teknik tetapi sampai saat ini belum ada solusinya. Hasil investigasi ke

Bagian Teknik, permintaan sedang diproses di bagian Pembelian dan sedang

menunggu persetujuan Direksi karena tidak ada stock penggantian bel yang rusak.

Senin 14 Agustus 2006, jam 06.00 Tn G menitipkan Tn B pada perawat karena

harus masuk kerja dan tidak ada keluarga lain yang bisa mendampingi Tn B. Istri

Tn B sudah meninggal dan Tn G adalah anak tunggal.

Saat itu di bangsal Perawatan sedang penuh, Jumlah perawat yang bertugas

seharusnya 5 orang per shift tetapi saat itu perawat yang bertugas hanya 3 orang

karena 1 perawat sedang cuti hamil (belum ada penggantinya) dan 1 orang lagi

sedang ijin sakit. Sehingga perawat merasa kerepotan.

39
Jam 07.00, Supervisor Perawat melaporkan kebutuhan tenaga di Bangsalnya

kepada Kepala Keparawatan karena banyak pasien yang ”high dependence”.

Prosedur mengatakan bahwa Pasien ”high dependence” harus perlu perhatian

khusus dengan pendampingan 1 perawat secara intensif. Kepala Perawat segera

menindaklanjuti laporan tersebut ke bagian HRD untuk menindaklanjuti

permintaan yang sudah pernah diajukan 1 bulan sebelumnya mengenai

penggantian sementara perawat yang cuti hamil. Jawaban HRD, sedang

diupayakan karena belum ada perawat yang bisa dikontrak sementara. Sedangkan

untuk perawat yang sakit segera dicarikan pengganti sementara dari bangsal

Melati. Tetapi ternyata perawat dari bangsal melati baru bisa membantu pada jam

14.00 karena bangsalnya juga sedang penuh karena sedang banyak kasus Demam

Berdarah. Diperkirakan setelah jam 14.00 sudah ada beberapa pasien yang bisa

pulang.

Jam 08.00 Perawat melakukan ronde keliling untuk memeriksa keadaan pasien,

tensi, nadi, respirasi dan suhu dan membagikan obat termasuk ke Tn B. Tanda

Vital Tn B dalam keadaan stabil dan hanya mengeluh sedikit lelah.

Jam 09.00 Petugas Ajun datang menggantikan sprei dan bantal. Tn B sedang

menonton Televisi dan minta tempat tidur sedikit dinaikkan dan menurunkan

pembatas tempat tidur agar lebih leluasa. Petugas Ajun membantu memposisikan

tempat tidur sesuai permintaan Tn B. Setelah dirubah posisinya, petugas Ajun

menyampaikan kepada Tn B untuk memanggil perawat jika ingin menurunkan

kembali tempat tidur dengan menekan ”bel”. Petugas Ajun dan Tn B tidak

mengetahui kalau bel sedang rusak.

40
Jam 11.00 Petugas Cleaning Service masuk dan ingin membersihkan kamar, Tn B

sudah merasa kelelahan dengan posisi setengah duduk dan ingin menurunkan

kembali tempat tidur. Tn B minta dipanggilkan Perawat untuk mengembalikan

posisi tempat tidur ke posisi semula karena Tn B sudah mencoba sejak tadi

menekan bel untuk memanggil perawat, tetapi tidak ada jawaban dan tidak ada

perawat yang datang (karena bel sedang rusak). Petugas Cleaning segera keluar

kamar untuk memanggil perawat. Saat itu pasien sedang penuh dan semua

perawat sedang sibuk menangani pasien di ruangan lain sehingga tidak ada

perawat di Nurse Station

Kira-kira 5 menit kemudian Cleaning service kembali ke kamar untuk

memberitahukan TN B bahwa perawat sedang sibuk, tapi ternyata didapati Tn B

sudah terjatuh dari tempat tidur. Petugas cleaning segera kembali mencari

perawat. Segera setelah mendapatkan laporan, Perawat yang baru selesai

memeriksa pasien dikamar sebelah, memeriksa Tn B dan saat diperiksa Tn B

sudah tidak sadarkan diri. Perawat segera meminta bantuan ”Kode Biru”. Setelah

dilakukan pemeriksaan dan penanganan, Tn B mengalami perdarahan di otak dan

akhirnya meninggal keesokan harinya jam 10 pagi.

Direktur RS segera menindaklanjuti kejadian yang tidak diharapkan ini dengan

membentuk Tim untuk melakukan Komprehensive Investigasi / RCA untuk

mencari akar masalah agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Kejadian pasien

jatuh dari tempat tidur sudah pernah terjadi 3 tahun yang lalu.

41
3.2. Root Cause Analysis

1. Langkah 1: Identifikasi insiden yang akan diidentifikasi

Insiden: pasien jatuh dari tempat tidur lalu meninggal

2. Langkah 2: Tentukan tim investigator

Ketua tim : Ketua Tim KKPRS

Anggota : Ka. Yanmed

Komite Keperawatan (Unsur Keperawatan)

Ka. Rumah Tangga

Ka. SDM

Ka. Logistik / Pengadaan

Ka. Bagian Tehnik

Notulen : Sekretaris KKP

3. Langkah 3: Kumpulkan data dan informasi

i. Observasi langsung

 Bel masih rusak

j. Dokumentasi

 Catatan perawat

 Jadwal dinas jaga perawat

 Status rekam medis

 Jobdesk POS

 SOP pasien high dependent

 Laporan kerusakan

 Kunjungan teknisi

42
 Permintaan alat / bel

 Surat permintaan tenaga perawat

 SOP rekruitmen di SDM

 SOP pengadaan barang

k. Interview

 Perawat yang jaga saat itu

 Petugas teknik yang tugas saat itu

 Cleaning service

 Bagian pengadaan

 Staf SDM

 Cleaning service yang bertugas saat itu

 Dokter yang merawat

43
4. Langkah 4: Petakan kronologi kejadian

Tabular time line

WAKTU / 13 Agustus 13 Agustus 14 Agustus 14 Agustus 14 Agustus 14 Agustus 14 Agustus 14 Agustus 15 Agustus
KEJADIAN Pkl 19.00 Pkl 23.00 Pkl 06.00 Pkl 07.00 Pkl 08.00 Pkl 09.00 Pkl 11.00 Pkl 11.05 Pkl 10.00
KEJADIAN Tn. B masuk Tn G komplain Tn G Supervisor Perawat ronde POS Petugas CS Petugas CS Tn B meninggal
RS. D/ Stroke menitipkan Tn perawat lapor periksa vital mengganti alat membersihkan kembali ke
B ke perawat kebutuhan sign dan tenun kamar 306 kamar 306
tenaga pembagian
obat
INFORMASI Keadaan tubuh Infus habis Tn G harus Banyak pasien Tn B stabil Tn B minta Tn B meminta Tn B tidak Tn B
TAMBAHAN baik, sadar, masuk kerja, high hanya sedikit dinaikkan CS memanggil sadarkan diri perdarahan otak
tubuh kiri tidak ada dependence lelah tempat tidur perawat untuk
lumpuh, pasien keluarga dan turunkan mengembalikan
diantar menunggu, pembatas posisi tempat
anaknya Tn G. bangsal penuh tempat tidur tidur
GOOD Masalah bel Kepala Petugas CS Petugas CS Direktur
PRACTICE sudah ruangan segera segera menindaklanjuti
dilaporkan ke menindak memanggil memanggil membentuk
bagian teknik lanjuti perawat perawat. Tim RCA
dan sudah permintaan Perawat
diproses tenaga yang meminta
diajukan 1 bantuan kode
bulan yang lalu biru
MASALAH Bel rusak 1 Perawat Kurang tenaga POS merubah Tidak ada Tn B jatuh dari
PELAYANAN minggu kurang perawat posisi tempat perawat di tempat tidur
tidur

44
(melakukan nurse station
pekerjaan
diluar job desk
nya).
Pasien dan
POS tidak tahu
bel rusak
(komunikasi
antara perawat
– POS – pasien
tidak adekuat

45
5. Langkah 5: Identifikasi CMP (Care Management Problem)

CMP TOOLS
Bel rusak 1 minggu 5 Why
Kurang tenaga perawat Analisa perubahan
5 Why
POS merubah posisi tempat tidur Analisa perubahan
(melakukan pekerjaan di luar 5 Why
wewenangnya)
Pasien dan POS tidak tahu bel rusak 5 Why
(komunikasi tidak adekuat)
Tn B jatuh dari tempat tidur Fish bond

6. Langkah 6: Analisis Informasi

a. 5 Why: Bel kamar rusak

 Ada komponen bel yang rusak (switch) yang harus di

ganti

 Karena tidak ada stok dan harus di proses dan diajukan

dulu ke bagian pembelian

 Karena setiap pembelian barang harus diajukan dulu ke

direksi

 Belum ada srok barang-barang operasional maupun

pendelegasian dari direksi. Semuanya harus ke direksi

sehingga birokrasi menjadi lama

b. Analisis perubahan jumlah tenaga perawat kurang

SOP Kejadian saat Apakah terdapat


insiden bukti perubahan

46
dalam proses
Pasien high Perawat hanya 3 Ya
dependence: 1 orang
pasien satu perawat
(harus 5 perawat)

c. 5 Why: jumlah tenaga perawat kurang

 Karena ada 2 perawat yang tidak masuk (cuti dan sakit,

sedangkan banyak pasien yang high dependent)

 Masih menunggu di bagian SDM

 Karena perugas SDM belum membuat perencanaan

kebutuhan tenaga

 Petugas SDM belum mengerti perhitungan kebutuhan

tenaga keperawatan

d. 5 Why: POS merubah posisi tempat tidur pasien yang bukan

tugas / wewenangnya

 POS tidak mengerti uraian tugasnya

 POS belum pernah dijelaskan (tugas, wewenang dan

batasan wewenang)

e. 5 Why: Pasien dan POS tidak tahu bel rusak

 Karena perawat tidak menginformasikan fasilitas kamar

pada pasien saat baru masuk

 Karena belum ada prosedur / SOP tentang fasilitas

kamar kepada pasien yang baru masuk

47
f. Fish bone

48
7. Langkah 7: Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvement

Akar masalah Tindalan Tingkat Penanggung Waktu Sumber daya yang Bukti penyelesaian Paraf
rekomendasi jawab dibutuhkan
Belum ada Buat kebijakan Direktorat Direksi 3 hari - SK Direktur
kebijakan stok pengadaan stok
barang operasional barang-barang
operasional
Birokrasi terlalu Buat tindakan Direktorat Direksi 3 hari - SK Direktur
panjang untuk pendelegasian
pengadaan barang wewenang
operasional pembelian barang
operasional
Petugas SDM Pelatihan petugas Tim Diklat 2 hari Dana Rp .... Sertifikat / SDM
belum mengerti SDM tentang telah membuat
perencanaan perencanaan perencanaan
kebutuhan tenaga kebutuhan tenaga kebutuhan tenaga
Belum ada SPO Buat SPO informasi Tim Ka. Perawatan 1 hari - SOP informasi
penjelasan fasilitas fasilitas kamar pada fasilitas kamar
kamar pada pasien pasien baru
baru
POS belum tahu Edukasi uraian Tim Ka RT 3 hari - Notulen dan absensi
uraian tugasnya tugas seluruh POS bahwa POS sudah
(tugas, wewenang diedukasi
dan batasan
wewenang)

49
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih

aman, meliput asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,

pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya rsiko dan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan sebagai akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil. Peraturan yang berlaku di Indonesia mewajibkan setiap fasilitas

kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer lainnya harus

menyelenggarakan keselamatan pasien melalui penerapan standar keselatan

pasien. Teruntuk fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan

primer lainnya menerapkan budaya keselamatan pasien dan segera

menindaklanjuti dan meaporkan jika terjadi insiden.

50
DAFTAR PUSTAKA

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2019. Instrumen Survei Standar Nasional


Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.1. Jakarta: KARS

Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS. (eds), 2000. Committee in Health Care
Quality in America, Institute of Medicine. To Err is Human: Building a
Safer Health System. Washington DC, National Academy Press.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 2015. Pedoman Pelaporan Insiden


Keselamatan Pasien (IKP). Jakarta: KKPRS

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Nasional


Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Manajemen Keselamatan


Pasien. Jakarta: Kemenkes RI.

Gunawan, D., & Tutik Sri Hariyati, R. (2019). The implementation of patient
safety culture in nursing practice. Enfermeria Clinica, 29, 139–145.
https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.05.007

Utarini A, Koentjoro T, At Thobari J. 2000. Accreditation of health care


organization, health professional and higher education institution for
health personnel, Health Project V, Central Java Province. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.

iv
Akinleye, D. D., McNutt, L. A., Lazariu, V., & McLaughlin, C. C. (2019).
Correlation between hospital finances and quality and safety of patient care.
In PLoS ONE (Vol. 14, Issue 8). Public Library of Science.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0219124

Fujita, S., Wu, Y., Iida, S., Nagai, Y., Shimamori, Y., & Hasegawa, T. (2019).
Patient safety management systems, activities and work environments related
to hospital-level patient safety culture: A cross-sectional study. Medicine
(United States), 98(50). https://doi.org/10.1097/MD.0000000000018352

Singh, H., Meyer, A. N. D., & Thomas, E. J. (2014). The frequency of diagnostic
errors in outpatient care: Estimations from three large observational studies
involving US adult populations. BMJ Quality and Safety, 23(9), 727–731.
https://doi.org/10.1136/bmjqs-2013-002627

Widiasari, W., Handiyani, H., & Novieastari, E. (2019). KEPUASAN PASIEN


TERHADAP PENERAPAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH
SAKIT. Jurnal Keperawatan Indonesia, 22(1), 43–52.
https://doi.org/10.7454/jki.v22i1.615

Anda mungkin juga menyukai