Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“LANGKAH-LANGKAH MENGEMBANGKAN
BUDAYA PATIENT SAFETY”

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Patient Safety


Dosen Pembimbing : Lydia Febrina,SST,M.Tr.Keb

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :


1. Nia Eni Kusrini P01740322 125
2. Nurtrisna Novriyanti P01740322 126
3. Peti Mely P01740322 127
4. Prameisti Regita Putri P01740322 128
5. Putri P01740322 129

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Patient Safety dengan judul “Langkah-Langkah Mengembangkan Budaya
Patient Safety” sesuai dengan waktu yang telah diberikan, dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun telah
berusaha semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang ada.
Penyusun mendaptkan dukungan dari berbagai pihak, sehingga akhirnya
penyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen yang mengajar mata kuliah
Patient Safety yang memberikan pengajaran dan arahan dalam penyusunan
makalah ini dan tidak lupa kepada teman-teman semua yang telah ikut
berpartisipasi membantu dalam upaya penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun sehingga makalah ini dapat diperbaiki kemudian hari dan
mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Curup, Februari 2023

Penyusun

DAFTAR ISI

i
COVER
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Patient Safety.....................................................................................4
B. Keselamatan Pasien...........................................................................4
C. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit ...........................5
D. Standar Keselamatan Pasien..............................................................5
E. Budaya Keselamatan Pasien Dirumah Sakit......................................6
F. Mengukur Budaya Keselamatan Pasien Dari Segi Perspektif Rs......13
G. Langkah-Langkah Mengembangkan Budaya Patient Safety.............11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................16
B. Saran..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam
pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin
penerapan keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang diberikannya
kepada pasien. Upaya dalam pelaksanaan keselamatan pasien diawali dengan
penerapan budaya keselamatan pasien. Hal tersebut dikarenakan berfokus
pada budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan pasien
yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan
pasien saja.
Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan
keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan
kesehatan. Pondasi keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat
akan menghasilkan pelayanan keperawatan yang bermutu.
Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan
teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang
profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang
diberikan. Rumah sakit harus bisa memastikan penerima pelayanan kesehatan
terbebas dari resiko pada proses pemberian layanan kesehatan. Penerapan
keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi
dan meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas kesehatan
khususnya perawat.
Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan tenaga
kesehatan mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian
layanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman
dan nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit. Pencegahan kesalahan yang
akan terjadi tersebut juga dapat menurunkan biaya yang dikeluarkan pasien
akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi.

1
Pelayanan yang aman dan nyaman serta berbiaya rendah merupakan ciri
dari perbaikan mutu pelayanan. Perbaikan mutu pelayanan kesehatan dapat
dilakukan dengan memperkecil terjadinya kesalahan dalam pemberian layanan
kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien akan mendeteksi kesalahan
yang akan dan telah terjadi. Budaya keselamatan pasien tersebut akan
meningkatkan kesadaran untuk mencegah error dan melaporkan jika ada
kesalahan. Hal ini dapat memperbaiki outcome yang dihasilkan oleh rumah
sakit tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan patient safety?
2. Apa tujuan dari keselamatan pasien?
3. Bagaimana keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit
4. Apa saja standar keselamatan pasien?
5. Apa saja budaya keselamatan pasien dirumah sakit?
6. Apa pengertian dari budaya keamanan?
7. Apa saja manfaat penting budaya kesehatan?
8. Apa itu budaya keselamatan?
9. Dimensi budaya keselamatan pasien?
10. Bagaimana mengukur budaya keselamatan pasien dari segi perspektif staf
rumah sakit?
11. Bagaimana langkah-langkah mengembangkan budaya patient safety?
C. Tujuan
1. Mengetahui patient safety
2. Mengetahui keselamatan pasien
3. Mengetahui keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit
4. Mengetahui standar keselamatan pasien
5. Mengetahui budaya keselamatan pasien dirumah sakit
6. Mengetahui dari budaya keamanan pasien
7. Mengetahui manfaat penting budaya kesehatan
8. Mengetahui budaya keselamatan
9. Mengetahui dimensi budaya keselamatan pasien

2
10. Mengukur budaya keselamatan pasien dari segi perspektif RS
11. Langkah-langkah mengembangkan budaya patient safety

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Patient Safety
Patient Safety Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem
yang diterapkan untuk mencegah terjadinya cedera akibat perawatan medis
dan kesalahan pengobatan melalui suatu sistem assesment resiko,
identifikasi dan pengelolaan faktor risiko, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dan tindak lanjut dari insiden serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem untuk mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan adalah hak pasien, dan para profesional pelayanan kesehatan
berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman. Karena itu,
upaya meningkatkan keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama
para pemimpin pelayanan kesehatan.
B. Tujuan Keselamatan Pasien
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD)
4. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD
Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap rumah
sakit wajib melaksanakan sistem keselamatan pasien melalui upaya yaitu :
1. Akselerasi program infeksion control prevention (ICP)
2. Penerapan standar keselamatan pasien dan pelaksanaan 7 langkah
menuju keselamatan pasien rumah sakit. Dan di evaluasi melalui
akreditasi rumah sakit
3. Peningkatan keselamatan penggunaan darah (blood safety)

4
4. Dievaluasi melalui akreditasi rumah sakit
5. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah terjadinya
wrong person, wrong site, wrong prosedure (Draft SPM RS:100%
tidak terjadi kesalahan orang, tempat, dan prosedur di kamar operasi)
6. Peningkatan keselamatan pasien dari kesalahan obat.
7. Pelaksanaan pelaporan insiden di rumah sakit dan ke komite
keselamatan rumah sakit.
C. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit
Standar Pelayanan Rumah Sakit, telah diterapkan pada sistem
Manajemen Mutu ISO, dan lain-lainnya, yang mana dapat meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit dilihat dari aspek struktur, pada prosesnya
dan juga pada hasilnya. Kenyataanya masih terdapat kejadian yang tidak
diharapkan (KTD) sehingga masyarakat merasa tidak puas dan terjadi
tuntutan hukum. Dalam mengantisipasi hal tersebut diperlukan program
keselamatan Pasien (Patient Safety) dengan melibatkan hak pasien dalam
rangka memperbaiki pelayanan karena sering terjadi kejadian yang tidak
diharapkan (KTD). Sasaran dari keamanan Pasien RS adalah:
1. Terlaksananya budaya keamanan pasien di RS
2. Meningkatnya akutanbilitas RS untuk pasien dan warga masyarakat
3. Rendahnya angka kecelakaan (KTD) di RS.
D. Standar Keselamatan Pasien
Pada keselamatan pasien terdapat 7 standar keselamatan pasien dalam
Depkes (2006), yaitu :
1. Standar I
Merupakan hak pasien dalam mendapatkan berbagai macam
keterangan tentang kecelakaan yang tak terduga
2. Standar II
Mendidik pasien dan keluarga, yakni pasien dan keluarga dididik oleh
RS supaya mengerti akan kewajiban pasien
3. Standar III

5
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, merupakan
jaminan dari RS tentang adanya pelayanan yang rutin dan keselamatan
pasien
4. Standar IV
Yaitu adanya evaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja dalam
meningkatkan keselamatan pasien
5. Standar V
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
a) Merupakan peningkatkan keselamatan pasien oleh pimpinan RS
dengan program proaktif supaya rendahnya angka kejadian yang
tidak diharapkan
b) Pimpinan RS berusaha berkomunikasi dengan berbagai pihak
individu dalam mengambil keputusan berkaitan dengan
keselamatan pasien
c) Pimpinan RS berusaha dengan adanya sumber daya yang
dimilikinya untuk mencapai peningkatan kinerja dan keselamatan
d) Pimpinan RS berusaha mengkaji kontribusinya untuk mencapai
peningkatan kinerja dan keselamatan
6. Standar VI
a) Rumah sakit berusaha mengadakan pelatihan terhadap staf tentang
keselamatan pasien
b) Rumah sakit melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi stafnya
dalam pelayanan pasien
7. Standar VII
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
a) Rumah sakit memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal
b) Informasi yang tepat waktu dan handal
E. Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan
potensi aktif oleh staf sebuah organisasi dalam mengenali sesuatu yang

6
tampak bermasalah. Staf dan organisasi yang mampu mengakui kesalahan,
belajar dari kesalahan, dan mau mengambil tindakan untuk mengadakan
perbaikan dikatakan sudah melaksanakan budaya.
Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai pola terpadu
perilaku individu dan organisasi berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai
bersama yang terus berusaha untuk meminimalkan tindakan yang dapat
membahayakan pasien yang mungkin timbul dari proses perawatan.
Organisasi dengan budaya keselamatan positif memiliki karakteristik
bahwa ada komunikasi yang dibentuk dengan rasa saling percaya tentang
pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan dalam tindakan
pencegahan yang efektif, serta membangun 13 organisasi yang terbuka
(open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian keselamatan
pasien yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian tersebut
(learning).
Budaya keselamatan pasien merupakan produk dari nilai-nilai,
sikap, kompetensi individu dan kelompok yang terbuka, adil, informatif
dalam pelaporan insiden keselamatan pasien, serta belajar dari kejadian.
Budaya keselamatan pasien menentukan komitmen dan gaya dari suatu
organisasi serta dapat diukur dengan kuesioner.
Budaya keselamatan pasien mencakup banyak elemen dalam
pelayanan kesehatan dimana elemen budaya keselamatan pasien mengacu
pada perilaku dan kepercayaan staf yang meningkat dalam
mengidentifikasi dan belajar dari kesalahan. Menurut The Institute of
Medicine (IOM) budaya keselamatan pasien membutuhkan tiga elemen
penting. Elemen tersebut yaitu kepercayaan, komitmen dan lingkungan
kerja
a. Pengertian budaya keamanan
Kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang potensi
terjadinya kesalahan, terbuka juga adil, pendekatan sistem dan
pembelanjaran dari pelaporan insiden

7
Budaya keselamatan pasien yaitu suatu jalan untuk menciptakan
program keselamatan dengan cara focus pada pelaksanaan programnya
sehingga dapat menghasilkan keselamatan pasien.
b. Manfaat penting dari budaya keselamatan
1. Kesalahan yang telah terjadi lebih dapat diketahui oleh suatu
organisasi kesehatan
2. Meningkatkan pelaporan insiden dan belajar dari insiden yang
terjadi untuk mengurangi berulangnya dan kecelakaan yang terjadi
3. Adanya kesadaran terhadap keselamatan pasien dengan cara
mengurangi kecelakaan secara fisik dan psikis
4. Mengurangi biaya pengobatan dan ekstra terapi
5. Mengurangi sumber daya untuk manajemen komplain dan klaim.
c. Budaya keselamatan
Pada budaya keselamatan ini terdiri dari empat komponen
(subculture) yaitu :
1. Informed culture
Budaya dimana pihak yang mengatur dan mengoperasikan sistem
memiliki pengetahuan terkini tentang faktor-faktor yang
menjelaskan keselamatan dalam suatu sistem.
2. Reporting culture
Budaya dimana anggota di dalamnya siap untuk melaporkan
kesalahan atau near miss. Pada budaya ini organisasi dapat belajar
dari pengalaman sebelumnya. Konsekuensinya makin baik
reporting culture maka laporan kejadian akan semakin meningkat.
3. Just culture
Budaya membawa atmofer trust sehingga anggota bersedia dan
memiliki motivasi untuk memberikan data dan informasi serta
sensitif terhadap perilaku yang ada. Termasuk di dalamnya
lingkungan non punitive (no blame culture) bila staf melakukan
kesalahan. Penting bagi setiap level di organisasi untuk bersikap
jujur dan terbuka.

8
4. Learning culture
Budaya dimana setiap anggota mampu dan bersedia untuk
menggali pengetahuan dari pengalaman dan data yang diperoleh
serta kesediaan untuk mengimplementasikan perubahan dan
perbaikan yang berkesinambungan (continous improvement).
Learning culture merupakan budaya belajar dari insiden dan near
miss.
d. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
1. Budaya keterbukaan (open culture)
Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses
pertukaran informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki
karakteristik bahwa perawat akan merasa nyaman membahas
insiden yang terkait dengan keselamatan pasien serta mengangkat
isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan rekan kerjanya,
juga supervisor atau pimpinan.
Komunikasi terbuka dapat diwujudkan dalam kegiatan
supervisi dan dalam kegiatan tersebut perawat melakukan
komunikasi terbuka tentang risiko terjadinya insiden dalam
konteks keselamatan pasien, membagi dan bertanya informasi
seputar isu-isu keselamatan pasien yang potensial terjadi dalam
setiap kegiatan keperawatan.
Keterbukaan juga ditujukan kepada pasien. Pasien diberikan
penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi.
Pasien diberikan informasi tentang kondisi yang akan
menyebabkan resiko terjadinya kesalahan.
2. Budaya pelaporan (reporting culture)
Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien. Aman yang dimaksud apabila
membuat laporan maka tidak akan mendapatkan hukuman. Tenaga
kesehatan yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau
terbuka terhadap kejadian yang terjadi.

9
Perlakuan yang adil, tidak menyalahkan secara individu tetapi
organisasi lebih fokus terhadap sistem yang berjalan akan
meningkatkan budaya pelaporan. Menciptakan program evaluasi
atau sistem pelaporan, adanya upaya dalam peningkatan laporan,
serta adanya mekanisme reward yang jelas terhadap pelaporan
merupakan langkah nyata dalam membangun dimensi budaya ini.
3. Budaya keadilan (just culture)
Tenaga kesehayan saling memperlakukan secara adil antar
tenaga kesehatan ketika terjadi insiden, tidak berfokus untuk
mencari kesalahan individu (blaming), tetapi lebih mempelajari
secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek
dalam budaya keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah
keseimbangan antara kondisi laten yang mempengaruhi dan
dampak hukuman yang akan diberikan kepada individu yang
berbuat kesalahan.
Laporan kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan
mendapatkan hukuman atas kesalahan yang terjadi. Lingkungan
terbuka dan adil akan membantu untuk membuat pelaporan yang
dapat menjadi pelajaran dalam keselamatan pasien. Budaya tidak
menyalahkan perlu dikembangakan dalam menumbuhkan budaya
keselamatan pasien.
Cara organisasi membangun budaya keadilan dengan
memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat untuk
memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak
dapat diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat
sehingga mengurangi rasa takut untuk melaporkan kejadian
berkaitan dengan keselamatan pasien.
4. Budaya pembelajaran (learning culture)
Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah
organisasi memiliki sistem umpan balik terhadap kejadian
kesalahan atau insiden dan pelaporannya, serta pelatihan-pelatihan

10
untuk meningkatkan kualitas dalam melaksanakan asuhan. Setiap
lini di dalam organisasi, baik tenaga kesehatan maupun manajemen
menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar.
F. Mengukur Budaya Keselamatan Pasien Dari Segi Perspektif Staf
Rumah Sakit
Survei Hospital Survey On Patient Safety Culture mengukur
budaya keselamatan pasien dari segi perspektif staf rumah sakit. Survei ini
dapat mengukur budaya keselamatan pasien untuk seluruh staf rumah sakit
dari housekeeping, bagian keamanan, sampai dokter dan perawat. AHRQ
menilai budaya keselamatan pasien dipengaruhi oleh 10 dimensi, yaitu :
1. Komitmen peningkatan menyeluruh dan berkelanjutan
Terdapat sedikit komitmen terhadap kualitas umum atau penga
kuan pentingnya perawatan yang tersedia. Sikap ini ditunjukkan di
tingkat Dewan dan seluruh organisasi pelayanan kesehatan. Kurangnya
waktu dan sumber daya yang dialokasikan dalam penilaian kualitas
dan perbaikan. Tidak ada ketegasan dan respon terhadap temuan yang
didapat dari audit Protokol atau kebijakan yang dipakai sebagai dasar
hukum organisasi tidak digunakan, diulas atau diperbarui.
2. Memprioritaskan keselamatan pasien
Rendahnya prioritas terhadap kesela matan pasien, beberapa sistem
manajemen risiko yang berlaku, seperti strategi dan komite, tidak
terasa dan tidak ada yang benarbenar disampaikan. ini adalah sebuah
organisasi kanker, organisasi yang mempercayai bahwa risiko layak
diambil dan jika ada insiden yang berkaitan.
3. Tolak ukur penyebab insiden keselamatan pasien dan identifikasinya
Insiden dilihat sebagai nasib buruk dan diluar kendali, mengacu
pada kesalahan staff atau perilaku pasien. Pelaporan ssistem Ad hoc
berlaku tapi organisasi melakukan “pembiaran” kecuali jika terjadi
insiden yang serius atau mendapat surat peringatan. insiden dan
keluhan “disembunyikan” jika memungkinkan. Ada kebiasaan

11
menyalahkan dan kemudian memberikan tindakan disiplin kepada
individu tertentu.
4. Menyelidiki insiden keselamatan pasien
Kejadian-kejadian keselamatan kesehatan ditanggapi oleh manejer
pemula yang bertujuan agar kejadian tersebut dapat ditutup atau
disembunyikan. Informasi yang didapat dari penyelidikan disimpan
namun ada tindakan kecil sebagai respon yang merupakan bagian dari
kegiatan disipliner alih-alih tindakan yang mewakili.
5. Pembelajaran lingkup organisasi menyusul insiden keselamatan pasien
Tujuan dari organisasi melakukan pembelajaran setelah terjadinya
insiden tidak lain hanya untuk menutupi insiden yang terjadi dan
sebagai proteksi diri agar media tidak mengetahui insiden yang terjadi.
Tidak ada perubahan yang dilakukan setelah terjadinya insiden terlepas
untuk menjadi perhatian perorangan.
6. Komunikasi tentang keselamatan
Komunikasi pada umumnya lemah. Komunikasi dari atas ke bawah
tanpa memberikan kesempatan kepada staff untuk berbicara kepada
atasan mengenai risiko. Apa yang terjadi disimpan dan tidak
dibicarakan. organisasi ini pada dasarnya tertutup. Komunikasi yang
berjalan adalah komunikasi negatif, dengan fokus pada menyalahkan.
Pasien hanya diberikan informasi yang secara hokum boleh dilakukan
oleh sebuah organisasi.
7. Manajemen personil dan hal-hal berkaitan keselamatan
Staff hanya dipandang sebagai pengisi pos. kurangnya pengetahuan
bahwa manajemen personil berkaitan dengan agenda manajemen risiko
apapun. Belum sempurnanya kebijakan sumber daya manusia,
program pengembangan personil yang tidak testruktur dan tidak
berhubungan dengan kegiatan kesehatan. perekrutan dan seleksi belum
bagus. Para staff merasa tidak didukung dan melihat personil sebagai
mereka bukan kita. Personil mendapat beban menanggung insiden

12
yang terjadi-bahasa yang digunakan adalah bahasa yang negative dan
kurang sehat dan absensi dinilai sebagai tindakan disiplin.
8. Pendidikan dan pelatihan keselamatan bagi karyawan
Pelatihan tidak terlalu diprioritaskan. Satu-satunya pelatihan adalah
pelatihan yang dilaksanakan pemerintah. Pelatihan ini dinilai oleh
petinggi organisasi sebagai hal yang menciderai, memakan waktu dan
biaya. Tidak ada cek yang dilakukan terhadap kualitas atau relevansi
risiko pelatihan yang diberikan. Para karyawan dinilai telah dilatih
untuk melakukan pekerjaan mereka, jadi kenapa harus dilatih lagi.
9. Bekerja sama dalam hal keselamatan
Masing-masing individu bekerja sendiri-sendiri namun ketika
dimasukkan kedalam tim, mereka tidak bekerja efektif dalam hal risiko
dan keselamatan. Ada ketegangan dan berkutat pada hirarki. Mereka
seperti sekelompok orang yang dipimpin tanpa tujuan.
10. Kerjasama tim
G. Langkah-Langkah Mengembangkan Budaya Patient Safety
Ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan
budaya Patient safety ini :
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik
dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient
safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.
Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di
Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien
tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam
membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan Langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan

13
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safetydan manajer RS
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat
tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya
dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien.
Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi
pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk
mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke
waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data
mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat
bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien.
Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh
kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi
hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi
program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam

14
kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah
lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti
dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin
masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu
bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana
pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa
masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh
kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak
saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam
lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak,
serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety.
Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf.
Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan
berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota
tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan tenaga
kesehatan mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian
layanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman
dan nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit. Pelayanan yang aman dan
nyaman serta berbiaya rendah merupakan ciri dari perbaikan mutu pelayanan.
Perbaikan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan memperkecil
terjadinya kesalahan dalam pemberian layanan kesehatan.
Penerapan budaya keselamatan pasien akan mendeteksi kesalahan yang
akan dan telah terjadi. Budaya keselamatan pasien tersebut akan
meningkatkan kesadaran untuk mencegah error dan melaporkan jika ada
kesalahan. Hal ini dapat memperbaiki outcome yang dihasilkan oleh rumah
sakit tersebut.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis, selain itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
makalah ini sehingga dapat diperbaiki kemudian hari

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


EGC.
Firawati, dkk. (2012). Pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD solok.
Fridayanti, dkk. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi
Kesehatan Pasien di RSUD Ajjappannge Soppeng tahun 2015. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, vol.5. 152-157.
Jurnal kesehatan masyarakat .Vol. 6 No. 2. H
Kementrian Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit. Jakarta.
Notoadmojo, S. (2003). Prinsip-prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of
Andalas University, Indonesia
Potter dan Perry. (2010). Fundamental Keperawatan (Ed.7). Jakarta: Salemba
Medika.
Priharjo,R. (2000). Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC. Rifai,
Rutami & Setiawan. (2012). Pelaksanaan Proses Pengkajian Keperawatan Di
Ruang Rawat Inap RSUP Adam Malik Medan. Jurnal Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Simamora Roymond. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Indentifikasi Pasien. Uwais
Inspirasi Indonesia
Simamora Roymond. (2019). Documentation of Patient Identification into the
Electronic System to Improve the Quality of Nursing Services.
International Journal of Scientific & Technology Research. 8 (9). 1884-
1886 H

iii
Simamora Roymond., Fathi Achmad. (2019). The Influence of Training Handover
based SBAR Communication for Improving Patients Safety. Indian
Journal of Public Health Research & Development. 9. 1280-1285
Simamora, R. H. (2018). Buku Ajar Keselamatan Pasien Melalui Timbang Terima
Pasien Berbasis Komunikasi Efektif: SBAR.
Simamora, R. H. (2019). Menjadi Perawat yang: CIH’HUY. Surakarta: Kekata
Publisher.

iv

Anda mungkin juga menyukai