Anda di halaman 1dari 16

1

BERFIKIR KRITIS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Dosen Pengampu : Happy Marthalena S, SST., M. Keb

Disusun Oleh :

Eviza Kharisma Nadya NIM. PO.62.24.2.20.336


Fatma Yanti NIM. PO.62.24.2.20.337
Fitri Anggraini NIM. PO.62.24.2.20.338
Gebriela Septa NIM. PO.62.24.2.20.339
Rurianti Kasmi NIM. PO.62.24.2.20.340

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN


PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA
MANUSIA POLITEKNIK KEMENKES PALANGKA RAYA PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2020
i

KATA PENGANTAR

Puja dan juga puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang
telah memberikan semua nikmatnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Penalaran Deduktif dan Indutif” ini dengan tepat waktu tanpa
adanya kendala yang berarti. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memudahkan para mahasiswa Profesi Kebidanan dalam memahami bagaimana
menerapkan penalaran deduktif dan induktif dalam memberikan asuhan kebidanan
yang profesional.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tentunya bukan atas usaha penulis saja
namun ada banyak pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan untuk
menyelesaikan penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik
secara moril ataupun material sehingga makalah ini berhasil disusun.
Makalah yang ada di hadapan pembaca ini tentu tidak luput dari kekurangan.
Selalu ada celah untuk perbaikan. Sehingga, kritik, saran serta masukan dari pembaca
sangat kami harapan dan kami sangat terbuka untuk itu supaya makalah ini semakin
sempurna dan lengkap.

Palangka Raya, Agustus 2020

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

COVER Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................3
C. Rumusan Masalah......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penalaran.................................................................................4
B. Ciri Berpikir Dalam Penalaran..................................................................5
C. Jenis Penalaran...........................................................................................6
D. Kesalahan Penalaran..................................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penalaran ilmiah mencakup keterampilan penalaran dan pemecahan
masalah yang terlibat di dalamnya menghasilkan, menguji dan merevisi
hipotesis atau teori, dan dalam kasus yang dikembangkan sepenuhnya
keterampilan, merefleksikan proses akuisisi pengetahuan dan perubahan
pengetahuan yang dihasilkan dari kegiatan penyelidikan tersebut. Ilmu
pengetahuan, sebagai institusi budaya, mewakili ciri khas pencapaian
intelektual spesies manusia dan pencapaian ini didorong oleh keduanya
penalaran individu dan kognisi kolaboratif(Bradley,2012).
Penalaran ilmiah yang efektif membutuhkan keterampilan deduktif dan
induktif. Individu harus memahami bagaimana menilai apa yang saat ini
diketahui atau dipercaya, mengembangkan pertanyaan yangd apat diuji,
menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan yang sesuai dengan
mengoordinasikan bukti empiris dan teori. Alasan seperti itu juga membutuhkan
kemampuan untuk memperhatikan informasi secara sistematis dan menarik
kesimpulan yang masuk akal dari pola yang diamati. Selanjutnya, itu
membutuhkan kemampuan untuk menilai penalaran seseorang pada setiap tahap
dalam proses (Bradley,2012).
Mekanistik dari pengembangan penalaran ilmiah mencakup informasi
tentang proses dimana perubahan ini terjadi, dan bagaimana proses ini
mengarah pada perubahan dari waktu ke waktu. Mekanisme dapat dijelaskan
pada berbagai tingkat (mis., Neurologis, kognitif, interpersonal) dan berbagai
skala waktu. Misalnya, neurologis mekanisme (mis., penghambatan) beroperasi
pada skala waktu milidetik sementara mekanisme pembelajaran dapat
beroperasi selama beberapa menit (mis., menghambat informasi yang tidak
relevan selama penyelesaian masalah). Banyak proses dan mekanisme kognitif

1
2

yang menjelaskan pembelajaran dan pemecahan masalah melintasi berbagai


domain penting untuk pengembangan keterampilan penalaran ilmiah dan
akuisisi pengetahuan sains. Banyak mekanisme kognitif telah diidentifikasi
sebagai alasan ilmiah yang mendasari dan kognisi tingkat tinggi lainnya (mis.,
analogi, statistic pembelajaran, kategorisasi, peniruan, penghambatan). Namun
karena ruang keterbatasan yang kami fokuskan pada apa yang kami perdebatkan
adalah dua mekanisme paling kritis - penyandian dan pengembangan strategi -
untuk menggambarkan pentingnya kemampuan kognitif tingkat individu (Priti,
2017).
Keterampilan Penalaran Ilmiah yang dibawa mahasiswi untuk belajar dan
pemecahan masalah dapat diharapkan untuk membantu mereka dalam membuat
kemajuan dalam berbagai cara. Kemampuan bernalar ilmiah ‘meliputi alasan
dan keterampilan pemecahan masalah yang terlibat dalam menghasilkan,
menguji dan merevisi hipotesis atau teori, dan dalam hal keterampilan yang
dikembangkan sepenuhnya, yang merefleksikan proses perolehan pengetahuan
dan perubahan pengetahuan yang dihasilkan dari kegiatan inkuiri tersebut.
Penalaran ilmiah berbeda dari keterampilan lain yang dibutuhkan sumber
daya kognitif tambahan serta integrasi alat budaya. Lebih lanjut, ilmiah
penalaran muncul dari interaksi antara faktor internal (mis., kognitif dan
perkembangan metakognitif) dan faktor budaya dan kontekstual. Dalam hal
yang serupa, penalaran ilmiah melibatkan kemampuan untuk membangun
argumen yang kuat untuk tindakan peserta didik. Dengan demikian,
kemampuan terkait dengan kognitif kemampuan seperti pemikiran kritis dan
penalaran yang membantu siswa dalam menghasilkan pengetahuan selama
pemecahan masalah melalui penalaran berbasis bukti. Mengingat
keterhubungan antara generasi pengetahuan melalui argument dan alasan yang
mendukung argument ini,siswa dengan level penalaran yang lebih tinggi dapat
diharapkan menjadi pemecah masalah yang unggul (Priti, 2017).
3

B. Tujuan
Sebagai ilmu pengetahuan dalam kajian pembuatan paragraf sesuai
kaidah dan aturan yang berlaku. Mahasiswa dapat memahami apa yang akan
ditulis sebagai karya ilmiah dengan melakukan analisa data dan pemilihan kata
yang tepat sebagai bahan kajian yang berkualitas

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang maksud dari penalaran ?
2. Apa maksud penalaran deduktif dan induktif?
3. Adakah salah penalaran, sebutkan kesalahan dalam bernalar?
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penalaran
Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat,
panca indera, informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari
empat unsur tersebut dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran, proses
berpikir adalah pemindahan pengindraan terhadap fakta melalui panca indera ke
dalam otak untuk menafsirkan fakta yang didapatkan dari informasi terdahulu.
(Adib, 2015)
Penalaran merupakan proses berpikir berupa ilmu pengetahuan yang ditarik
sebagai suatu kesimpulan. Kegiatan berpikir yang memiliki ciri tertentu dan
bukan merupakan kegiatan perasaan juga disebut penalaran.Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan kekuatan atas kemampuan untuk
menalar. Definisi berpikir secara umum adalah kegiatan yang bertujuan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Definisi berpikir secara khusus adalah
kegiatan menemukan kebenaran ilmiah sehingga digunakan istilah penalaran.
(Adib, 2015)
Pola pikir penalaran adalah pola berpikir yang logis atau sistematik, dan
analitik. Sedangkan logis adalah memiliki alur yang jelas serta runtut atau
memiliki koherensi sehingga antara komponennya terdapat keselarasan. Analitik
artinya proses yang dilakukan secara kritis dengan cara mengajukan
pertanyaan.Pertanyaan yang bisa diajukan dapat berupa pertanyaan tentang apa,
untuk apa, mengapa, bagaimana, dan terus apa (pertanyaan perspektif) / kegiatan
berpikir penalaran dimuai dari suatu pangkal pikir atau premis. Pangkal pikir
atau premis adalah suatu pernyataan atau proposisi dari premis tersebut
kemudian dilakukan penarikan suatu pernyataan kesimpulan.(Putra, 2010)
Sedangkan sikap ilmiah merupakan perilaku yang berguna untuk
membangun pola pikir dan komunikasi ilmiah secara efektif yang terdiri dari :

4
5

1. Selalu ingin mencari tahu atau curious


2. Rasional yakni logis dan kritis (analitik)
3. Independen,yang artinya berorientasi pada kebenaran dan bukan pada
individu
4. Faktual yakni berdasarkan fakta atau evidencebased
5. Objektif
6. Jujur dalam menyampaikan kebenaran
7. Terbuka dan hormat terhadap pendapat lain yang berbeda
8. Etis dalam berkomunikasi berorientasi pada kepentingan kemanusiaan
9. Skeptis dan pragmatis yaitu kebenaran ilmiah bersifat sementara sampai
terdapat kebenaran baru yang lebih terpercaya.
10. Sabar dan ulet untuk menemukan kebenaran
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir ilmiah merupakan pola pikir
berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-prinsip analisis,
menggunakan hipotesis, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan teknik
kuantifikasi yang prosesnya menggunakan pola pikir ilmiah secara logis (lewat
pengetahuan yang didapatkan dengan cara berpikir kritis) maupun empiris (lewat
pengalaman). (Adib, 2015)

B. Ciri Berpikir Dalam Penalaran


Ciri berpikir dalam penalaran terdapat dua ciri yakni berpolapikir luas
(logika) dan berpola pikiran alitik. Ciri penalaran yang berpola pikir luas disebut
sebagai logika sehingga kegiatan penalaran dapat juga diartikan sebagai proses
berpikir yang logis yakni pengkajian untuk berpikir secara sahih. Berdasarkan
pola pikir yang luas yakni logika yang digunakan, maka penalaran dibagi
menjadi logika induktif dan logika deduktif. Sedangkan pola pikir bersifat
analitik adalah berpikir logis berdasar atas langkah tertentu. Sehingga penalaran
ilmiah merupakan suatu kegiatan yang menggunakan logika ilmiah. (Putra,
2010).
6

C. Jenis Penalaran
Cara penalaran individu ditentukan oleh cara penarikan kesimpulan.
Terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Penalaran induktif adalah penalaran yang didasarkan pada cara berpikir yang
bertujuan menarik kesimpulan umum secara analitis dari sesuatu yang bersifat
khusus atau individual. Sedangkan penalaran deduktif adalah penalaran yang
didasarkan pada caraberpikiryang bertujuan menarik kesimpulan khusus secara
sintesis dari sesuatu yang bersifat umum. Pengembangan penalaran deduktif
didasarkan atas kebenaran korespondensi yang berarti memerlukan bukti empiris
dalam pembenarannya. (Putra, 2010)
Sedangkan jenis penalaran menurut langkahnya terdapat dua jenis pola
pikir penalaran yakni penalaran langsung maupun tidak langsung. Penalaran
langsung merupakan pola berpikir yang premisnya terdiri dari suatu proposisi
yang kemudian diikuti dengan suatu kesimpulan. Penalaran tidak langsung
adalah pola berpikir yang premisnya terdiri lebih dari satu proposisi dimana
kedua proposisinya terdapat bagian pembanding yang bertujuan guna
membentuk kesimpulan dari proposisi lain. (Putra, 2010)
1. Penalaran Ilmiah Deduktif
Deduksi adalah proses dalam nalar kita untuk menyimpulkan
pengetahuan dari yang “lebih umum” menuju “lebih khusus”. Pengetahuan
yang lebih khusus itu sudah terkandung dalam pengetahuan yang lebih umum
tersebut, tetapi belum dengan tegas dan jelas dapat dilihat dan dirumuskan.
Jadi, masih bersifat potensial (Hadi, 2006). Penarikan kesimpulan secara
deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pernyataan, premis mayor dan premis
minor, dan sebuah kesimpulan. Contohnya:
 Semua makhluk mempunyai mulut
7

 Aiman adalah seorang makhluk


 Jadi Aiman mempunyai mulut
Ketepatan penarikan kesimpulan bergantung dari tiga hal yakni
kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan
penegambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut
persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. Karena pada
hakikatnya, kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bukan dalam arti
sebenarnya melainkan sekedar konsekuensi dari pengetahuan yang sudah kita
ketahui sebelumnya (Suriasumantari, 2013).
Proses deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi
dalam bentuk jika-maka. Ini berarti hasil dari pengujian tidak diketahui atau
belum diketahui. Seorang ilmuwan harus bertanya apakah peristiwa A
disebabkan X, Y, Z, B. jika hipotesisi benar, maka prediksi dapat diajukan.
Tetapi belum ada pemeriksaan yang serius mengenai hasil-hasil eksperimen,
ia harus tetap mempertanyakan kebenarandari hipotesisnya. Hasil-hasil
eksperimen itu disebut prediksi, bukan karena hasil eksperimennya terjadi di
masa depan, tetapi karena pengetahuan tentang prediksi itu mendahului
pembuktian kebenarannya. Jadi fase deduktif berakhir dengan perumusan
prediksi yang ditarik secra logis dari hipotesis eksplanatoris (Keraf, 2001).
Pada dasarnya silogisme dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Silogisme kategoris
Silogisme kategoris ialah silogisme yang premis-premisnya dan
kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Contoh dari silogisme
kategoris banyak sekali kita temui dalam percakapan sehari-hari. Orang
biasanya menyatakan hasil-hasil pemikiran dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi biasanya hasil pemikiran itu tidak dirumuskan dalam bentuk
silogisme. Contoh bila kita ditanya “Mengapa korupsi itu tidak baik?”
8

maka jawabannya adalah “Karena korupsi itu jahat.” Apabila kita uraikan
contoh tersebut ke dalam bentuk silogisme adalah sebagai berikut:
 Segala tindak kejahatan adalah tidakbaik
 Korupsi adalah salah satu tindakkejahatan
 Jadi korupsi itu tidakbaik
Bentuk deduksi seperti inilah yang disebut silogisme dan silogisme
ini dalam logika tradisional digunakan sebagai bentuk standar dari
penalaran deduktif. Silogisme terdiri dari atas tiga proporsi kategorik
(Soekadijo, 2001). Dua proporsi yang pertama berfungsi sebagau premis
sedang yang ketiga berfungsi sebagai konklusi. Contoh di atas memiliki
tiga term yaitu “kejahatan”, “sikap tidak baik”, dan “korupsi”. Ketiga
term tersebut digunakan dua kali. Kata “korupsi” digunakandua kali
sebagai subyek, sekali di premis dan sekali di konklusi. Kata “sikap tidak
baik” berfungsi dua kali sebagai predikat, sekali di premis sekali di
konklusi.
b. Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang mengandung satu premis
atau lebih yang berupa keputusan hipotesis. Adapun contoh dari silogisme
hipotesis adalah sebagai berikut:
 Jika kamu makan nasi (antecedens), maka kamu kenyang
(konsekuens)
 Kamu makannasi
 Jadi kamu kenyang
Dalam silogisme hipotesis berlaku hukum, jika antecedens,
keputusan kondisional yang mengandung syarat, benar dan hubungannya
sah, maka kesimpulan akan benar pula. Namun, jika kesimpulannya
salah (dan hubungannya sah) maka antecedens salah pula.
9

c. Silogisme dalam kehidupan sehari-hari


Dalam komunikasi sehari-hari banyak terjadi penyimpangan
karena unsur porporsinya hiper lengkap, lebih dari tiga. Di samping itu
banyak silogisme yang menyimpang karena unsur proporsinya tidak
lengkap dan ada juga silogisme yang premisnya lebih dari dua proporsi
bahkan lebih.
2. Penalaran Ilmiah Induktif
Penalaran induktif juga adalah proses penalaran dari fakta-fakta atau
observasi-observasi spesifik untuk mencapai kesimpulan yang dapat
menjelaskan fakta-fakta tersebut secara koheren (Sternberg: 2006).
Penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal-hal yang khusus atau spesifik
ke hal-hal yang bersifat umum juga dikemukakan oleh Sumaryono (1999)
dan Santrock (2004). Demikian juga dengan Tim PPPG (Shadiq, 2004)
mengemukakan bahwa penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu
proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa
pernyataan khusus yang diketahui benar. Dengan demikian penalaran
induktif diartikan sebagai suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik
kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum
berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar.
Keuntungan Menggunakan Penalaran Induktif:
1. Pernyataan yang bersifat umum ini bersifatekonomis
2. Dari pernyataan yang bersifat umum dimungkinkan proses penalaran
selanjutnya baik secara induktif maupundeduktif.

D. Kesalahan Penalaran
Kesalahan penalaran (reasoning atau logical fallacy) adalah gagasan,
perkiran atau simpulan yang keliru atau sesat dalam proses berfikir karena keliru
menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor
1

emosional, kecerobohan atau ketidaktahuan. Kesalahan atau kesesatan terjadi


karena dua hal,yaitu ketidaktepatan bahasa dan ketidaktepatan relevansi. Seorang
psikolog dan ahli filsafat, John Locke, mengidentifikasi beberapa kekeliruan atau
kesesatan berfikir akhirnya termanifestasi dalam perilaku yang juga sesat seperti
subjek jarang berfikir sendiri, tidak menggunakan rasionya sendiri dengan baik
dan tidak terbuka untuk melihat persoalan secara komprehensif (Adib, 2015).
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam :
1. Generalisasi yang terlalu luas
Kesalahan penalaran ini terjadi karena kurangnya data, malas
mengumpulkan dan menguji data yang memadai, sikap menggampangkan,
atau ingin cepat meyakinkan orang lain dengan bahan yang terbatas. Paling
tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul.
2. Generalisasi sepintas
Penulis mengeneralisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat
sedikit.
3. Generalisasi apriori
Penulis mengeneralisasi berdasarkan data yang belum diuji
kebenarannya atau kesalahannya. Biasanya didasarkan atas prasangka
terhadap suatu anggota dari kelompok, keluarga, ras atau suku, agama,
organisasi dan pekerjaan yang melakukan kesalahan atau kekeliruan maka
semua anggota kelompok tersebut dianggap sama.
4. Kerancuann analogi
Kesalahan penaralan ini terjadi karena penggunaan anologi yang
kurang tepat. Kedua hal yang dibandingkan tidak memiliki kesamaan
esensial (pokok).
a. Kekeliruan kausalitas (sebab akibat)
Kesalahan penalaran ini terjadi karena kekeliruan menentuan
sebab. Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan pengamatan
sebab dan akibat, tetapi kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat
1

sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian.


b. Kesalahan relevansi
Kesalahan penalaran ini terjadi apabila bukti yang diajukan tidak
berhubungan atau tidak menunjang kesimpulan. Kesalahan ini dapat
dibagi menjadi tiga macam, yaitu : pengabaian persoalan,
penyembunyian persolan, dan kurang memahami persoalan.
c. Penyandaran terhadap presti seseseorang
Kesalahan penalaran ini terjadi karena penulis menggunakan
pendapat seseorang yang terkenal namun bukan ahlinya (Adib, 2015)
12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seseorang dikatakan berpikir ilmiah jika dapat berpikir secara logis
dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan
mengembangkannya.
Penalaran sebagai salah satu langkah menemukan titik kebenaran. Di dalam
prosesnya ditemukan logika. Logika melahirkan deduksi dan induksi, yang
merupakan suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang
benar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki.
Suatu proses pemikiran dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah
dan pembuktian penalaran, yang melahirkan logika sehingga terciptalah
pengetahuan yang baru. Dengan metode berpikir ilmiah lah pengetahuan akan
dianggap sah.

B. Saran
Diharapkan pembaca dapat melatih pola berpikir secara logis dan
sistematis dalam setiap proses mendalami berbagai macam pengetahuan. Hal ini
penting mengingat filsafat ilmu adalah akar berbagai keilmuan yang terus
berkembang pesat seiring waktu.

12
13

DAFTAR PUSTAKA

Adib M., 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret 2015. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo

Bradley J. Morris, Steve Croker, Amy M. Masnick. 2012. The Emergence of


Scientific Reasoning. Kent State University

Hadi, AS 2006, Logika filsafat berfikir, UNS Press, Surakarta.

Keraf, AS 2001, Ilmu pengetahuan sebuah tujuan filosofis, Kanisius, Yogyakarta.

Priti Shah, Audrey Michalx, Amira Ibrahim. 2017. What Makes Everyday Scientific
Reasoning So Challenging?. Elsevier Inc.

Putra S.T., 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga
University Press.

Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta:


Widyaiswara PPPG Matematika.

Soekadijo, RG 2001, Logika dasar, tradisional, simbolik dan induktif, Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.

Sternberg, Robert J. 2006. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Sumaryono, E. 1999. Dasar-dasar Logika. Yogyakarta: Kanisius.

Suriasumantari, JS 2013, Filsafat ilmu, sebuah pengantar popular, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai