Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEBIJAKAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

” KEBIJAKAN DALAM ASUHAN TERBAIK YANG LAYAK DITERIMA


PEREMPUAN DAN PERAN KONSUMEN SEBAGAI PENERIMA LAYANAN”

Disusun oleh:

Erla Widiawati P01740322 109

Feyla Enggar W.N P01740322 112

Hestina Reksi Utami P01740322 115

Jarnelia Renita P01740322 117

Marlinda P01740322 122

Peti Mely P01740322 127

Raden Ayu Siti Marisa P01740322 131

Ruri Indah Katarosa P01740322 132

Wulandari P01740322 136

Zulfa Tania Febriani P01740322 139

Dosen Pengajar:
WENNY INDAH PES, SST.,M.Keb

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
PROGRAM ALIH JENJANG
TA.2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan kebesaran Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang,
penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah "Kebijakan dalam Pelayanan Kebidanan".

Adapun makalah " Kebijakan dalam Pelayanan Kebidanan" ini telah


penulis usahakan dapat disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan
dari berbagai pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara
tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan
makalah ini.

Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya, penulis tetap menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari
segi penggunaan kosa-kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis agar
penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah " Kebijakan dalam Pelayanan


Kebidanan " ini bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah
ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya oleh para pembaca.

Curup, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................ 4
BAB II Tinjauan Pustaka

A. Women Center Care .................................................................... 5


B. Peran Pasien Sebagai Konsumen ................................................ 15
BAB III Penutup

A. Kesimpulan ................................................................................ 21
B. Saran .......................................................................................... 21
Daftar Pustaka ...................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perempuan adalah makhluk Bio Psiko Sosial Kultural yang utuh dan
unik,mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Setiap perempuan merupakan pribadi yang
mempunyai hak, kebutuhan serta harapan. Perempuan mengambil tanggung
jawab terhadap kesehatannya dan keluarganya melalui pendidikan dan
konseling dalam dalam membuat keputusan. Perempuan mempunyai hak
untuk memilih dan memutuskan tentang siapa yang memberi asuhan dan
dimana tempat pemberian asuhan. Sehingga perempuan perlu pemberdayaan
dan pelayanan untuk memperoleh pendidikan dan informasi dalam
menjalankan tugasnya.
Di Indonesia dalam menilai derajat kesehatan masyarakat terdapat
beberapa indikator yang dapat digunakan. Derajat kesehatan masyarakat
digambarkan melalui jumlah AKI (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka
Kematian Bayi), morbiditas penyakit, dan status gizi. (Profil Kesehatan
Jateng, 2016 ; h. 11).
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan dalam
bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan
berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau
oleh masyarakat. Kesehatan sebagai modal pembangunan memerlukan
dukungan dari tenaga kesehatan termasuk bidan dan perawat.(Mona, 2015)
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan
telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Upaya-upaya
penyelenggaraan kesehatan senantiasa beriringan dengan fenomena
globalisasi dan perkembangan dunia teknologi, mempengaruhi pelaksanaan
upaya-upaya penyelenggaraan kesehatan secara menyeluruh. Tenaga
kesehatan memberikan kontribusi sebanyak 80% untuk keberhasilan tujuan

1
pembangunan kesehatan. Kinerja sistem kesehatan telah ditunjukkan melalui
peningkatan status kesehatan yaitu penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB). Namun perbaikan indikator tersebut
belum seperti yang diharapkan. (Kemenkes,2011)
Setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal
dunia. Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika
melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan.
Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan
Pembangunan Milenium Development Goals (MDGs) kelima, berjalan
lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio kematian ibu, yang diperkirakan
sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selama
dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu. Hal ini bertentangan dengan negara-negara miskin
di sekitar Indonesia yang menunjukkan peningkatan lebih besar pada MDGs
kelima. (Bappenas,2015)
Pelayanan kebidanan dilaksanakan oleh bidan mulai dari pelayanan
kesehatan tingkat primer, sekunder dan tertier. Untuk memberikan pelayanan
kebidanan yang berkualitas diperlukan tenaga bidan yang memiliki
kemampuan dalam aspek intensitas kognitif tidak hanya level tahu,
komprehensif dan aplikasi, tetapi perlu memiliki kemampuan analisis, sintesa
dan evaluasi, sehingga mampu berpikir kritis dalam suatu pengambilan
keputusan yang tepat serta mampu memehami perasaan klien yang ditangani.
Bidan sebagai pemberi pelayanan harus memjamin pelayanan yang
profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan.
Karena itu bidan harus memiliki pengetahuan dan kompetensi serta
memahami tentang hukum yang berhubungan dengan ibu, bayi serta
kliennya. Landasan komitmen yang kuat dengan basis hukum dan moral yang
baik diperlukan untuk mencapai mutu pelayanan kebidanan yang baik.
Sangat penting bagi seorang bidan untuk menyadari segala konsekuensi
dari setiap tindakan dan respon yang diberikan kepada kliennya. Setiap
tindakan bisa berdampak baik pada dirinya, klien dan karirnya. Bidan
merupakan tenaga kesehatan yang telah dipercaya oleh masyarakat. Baik

2
dalam memberikan pelayanan kebidanan maupun dalam hal lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan di masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi berdampak pada perubahan pola pikir manusia. Masyarakat
semakin kritis sehingga terjadi penguatan tuntutan terhadap mutu pelayanan.
Landasan komitmen yang kuat dengan basis hukum dan moral yang baik
diperlukan untuk mencapai mutu pelayanan yang baik. Agar tidak merugikan
masyarakat, dalam memberikan pelayanan disamping membekali diri dengan
kompetensi yang baik, bidan harus memperhatikan kewenangan dan
peraturan yang berlaku. (IBI,2015)
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertanggungjawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian,
dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi,
perijinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat
mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2014 dijelaskan bahwa salah satu jenis tenaga kesehatan
adalah bidan yang memiliki kewenangan tertentu yang diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1464 tahun 2010 yang diperbaharui dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2017 tentang Peraturan
Menteri Kesehatan Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Didalam ilmu kebidanan kita mengenal asuhan kesehatan yang nantinya
akan menjurus kepada Women Center Care yaitu asuhan kesehatan yang

3
berfokus atau berpusat pada wanita/perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan women center care ?
2. Apa saja peran konsumen sebagai penerima pelayanan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan women center care
2. Untuk mengetahui apa saja peran konsumen sebagai penerima pelayanan

4
BAB II

TINJAUAN MATERI

A. Women Center Care


a. Defenisi Women Center Care
Women Center Care adalah asuhan kesehatan yang berpusat pada
wanita. Dalam kebidanan terpusat pada ibu (wanita) adalah suatu konsep
yang mencakup hal- hal yang lebih memfoluskan pada pada kebutuhan,
harapan, dan aspirasi masing- masing wanita dengan memperhatikan
lingkungan sosialnya dari pada kebutuhan institusi atau profesi terkait
(Hidayat Asri,Dkk,2009).
Women Centered Care adalah istilah yang digunakan untuk filosofi
asuhan maternitas yang memberi prioritas pada keinginan dan kebutuhan
pengguna, dan menekankan pentingnya informed choice, kontinuitas
perawatan, keterlibatan pengguna, efektivitas klinis, respon dan
aksesibilitas. Dalam hal ini bidan difokuskan memberikan dukungan pada
wanita dalam upaya memperoleh status yang sama di masyarakat untuk
memilih dan memutuskan perawatan kesehatan dirinya. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh suatu badan yaitu House of Commons
Health Committee tahun 1992, disimpulkan bahwa terdapat permintaan
yang meluas pada kaum wanita untuk memiliki pilihan yang lebih besar
dalam menentukan jenis asuhan maternitas yang mereka dapatkan dan
bahwa struktur pelayanan maternitas saat ini membuat mereka frustasi
bukan memfasilitasi mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya
asuhan yang berorientasi pada wanita dimana mereka punya peran dalam
menentukan pilihan sehingga terpenuhi kebutuhannya dan timbul
kepuasaan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Asuhan yang
berorintasi pada wanita atau Women Centre Care amat penting untuk
kemajuan Praktik kebidanan.Dalam praktik kebidanan, “Women Centered
Care” adalah sebuah konsep yang menyiratkan hal berikut :
a) Perawatan yang berfokus pada kebutuhan wanita yang unik, harapan

5
dan aspirasi wanita tersebut daripada kebutuhan lembaga-lembaga
atau profesi yang terlibat.
b) Memperhatikan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib sendiri
dalam hal pilihan, kontrol dan kontinuitas perawatan dalam bidang
kebidanan.
c) Meliputi kebutuhan janin, bayi, atau keluarga wanita itu, orang lain
yang signifikan, seperti yang diidentifikasi dan dipercaya oleh wanita
tersebut.
d) Melibatkan peran serta masyarakat, melalui semua tahap mulai dari
kehamilan, persalinan, dan setelah kelahiran bayi.
e) Melibatkan kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya bila
diperlukan.
f) 'Holistik' dalam hal menangani masalah sosial wanita, emosional,
fisik, psikologis, kebutuhan spritual dan budaya
Dalam melaksanakan pelayanan yang berpusat pada perempuan (Women
Centered Care) harus mencakup:
a) Sebuah filosofi yang menyatakan kekuatan wanita itu sendiri,
kekuatan dan keterampilan, dan komitmen untuk mempromosikan
fisiologis dan kelahiran.
b) Kebidanan yang dipimpin perawatan kehamilan normal, kelahiran dan
periode pascanatal.
c) Layanan yang direncanakan dan disediakan dekat dengan perempuan
dan masyarakat di mana mereka tinggal atau bekerja.
d) Terintegrasi perawatan di batas-batas sektor akut dan primer.
e) Sebuah perspektif kesehatan masyarakat, yang mempertimbangkan
faktor sosial dan lingkungan yang lebih luas, berkomitmen pada
sumber daya untuk pencegahan perawatan kesehatan, dan bertujuan
untuk mengurangi ketegangan kesehatan dan sosial.
f) Memaksimalkan kontinuitas perawatan dan perawat, dengan satu-ke-
satu perawatan kebidanan selama persalinan.
g) Fokus pada kehamilan dan persalinan sebagai awal dari kehidupan
keluarga, bukan hanya sebagai episode yang terisolasi secara klinis,

6
dengan memperhitungkan makna penuh dan nilai-nilai setiap wanita
membawa pengalamannya keibuan.
h) Pendanaan struktur dan komitmen yang mengakui hasil seumur hidup
kesehatan ibu dan bayi.
i) melupakan pengguna yang melampaui tokenistik, untuk
mengembangkan kemitraan yang nyata antara wanita dan bidan.
j) Keluarga-berpusat perawatan yang memfasilitasi pengembangan
percaya diri, orangtua yang efektif.
k) Memperkuat kepemimpinan kebidanan, dalam kerangka untuk
mempromosikan keunggulan profesional dan memaksimalkan
kontribusi pelayanan maternitas ke dalam agenda kesehatan
masyarakat yang lebih luas.
l) Cukup membayar dan keluarga-ramah kondisi kerja bagi semua bidan
Women center care untuk kehamilan harus cukup fleksibel untuk
mengatasi berbagai pengalaman perempuan di seluruh dunia, meliputi
berbagai kondisi medis, budaya dan struktur keluarga. Hal ini juga
harus mencakup perempuan yang memilih untuk tidak menginginkan
kehamilan atau mengalami banyak hal.
Asuhan yang berorintasi pada wanita atau Women Center Care sangat
penting untuk kemajuan Praktik kebidanan. Women Center Care ini sangat
sesuai dengan keinginan ICM (International Confederation Of Midwifery)
yang tertuang dalam VISI nya, yaitu :

a) Bidan memberikan asuhan pada wanita yang membutuhkan askeb.


b) Bidan mempunyai otonomi sebagai pemberi asuhan yang menghargai
tim kerjasama dalam memberikan asuhan untuk seluruh kebutuhan
wanita dan keluarga.
c) Bidan memegang kunci dalam menentukan asuhan dimasa mendatang
termasuk pelayanan kesehatan utama pada komunitas untuk seluruh
wanita dan keluarga.
d) Bidan bekerjasama dengan wanita dalam memberikan asuhan sesuai
dengan harapan wanita.

7
b. Bentuk-Bentuk Women Center Care
Terpusat pada ibu memiliki sifat holistik (menyeluruh) dalam membahas
kebutuhan dan ekspetasi, sosial, emosional, fisik, psikologis, spiritual, dan
kebudayaan ibu. Bentuk-bentuk women Center Care di Indonesia merupakan
progam untuk menurunkan angka kematian ibu yang merujuk pada progam
sedunia yang didukung oleh WHO yaitu:
1. Safe Motherhood
Safe motherhood adalah kemampuan wanita untuk dapat hamil dan
melahirkan secara aman dan sehat. Awal dari progam safe motherhood
adalah sebuah usaha menyeluruh yang bertujuan untuk mengurangi
angka kematian dan kesakitan pada wanita dan bayi khususnya di negara
berkembang. Program ini dimulai tahun 1987. Indonesia termasuk
Negara berkembang dan memiliki permasalahan besar yang berkaitan
dengan kematian maternal. Menurut laporan WHO dan Bank Dunia pada
tahun 1997, wanita Indonesia memiliki resiko tinggi pada kematian ibu
yaitu 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi
menjadi empat jenis:
a. kondisi fisiologis wanita
b. kondisi tenaga kesehatan
c. kondisi lingkungan
a) Pandangan agama
b) Status gender
c) Lingkungan tempat tinggal
d) Interaksi sosial
e) Persepsi masyarakat terhadap fungsi, hak dan kewajiban
reproduksi
f) Dukungan dan komitmen politik Serta kebijakan pemerintah
d. perilaku wanita
Maine dan Rosenfield, (1999) melaporkan bahwa alasan penting kurang
berhasilnya mengurangi kematian ibu adalah tidak adanya strategi fokus
yang jelas dalam memulai Safe Motherhood. Mereka menyatakan bahwa

8
perawatan gawat darurat kebidanan merupakan hal yang sangat penting
dalam mengurangi kematian ibu, (M. Sih Setija Utami, 2003). Tahun
1988 dengan digalakkannya Standar Pelayanan Kebidanan Yang
mengikuti program lainnya yang berkesinambungan.
2. Gerakan Sayang Ibu
Gerakan sayang Ibu merupakan gerakan percepatan penurunan angka
kematian ibu yang dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan kesadaran dan kepedulian
dalam upaya integral dan sinergis. program Berupa gerakan sayang ibu
yang dioperasionalkan dikecamatan dan desa atau kelurahan. Gerakan
Sayang Ibu (GSI) mempromosikan kegiatan yang berhubungan dengan
kecamatan sayang ibu dan Rumah Sakit sayang ibu untuk mencegah 3
(Tiga) keterlambatan:
a. Keterlambatan ditingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan
membuat keputusan untuk mencari bantuan.
b. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Keterlambatan difasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
bantuan yang dibutuhkan
Bentuk-bentuk women Center Care di Indonesia merupakan program
untuk menurunkan angka kematian ibu yang merujuk pada program
seduniayang didukungoleh WHO yaitu:
a. Keibuan yang Aman
b. Gerakan Sayang Ibu (GSI)
c. Keterampilan Menyelamatkan Langsung
d. Komunikasi Interpersonal dan Konseling
e. Asuhan Persalinan Dasar (APD) yang kemudian berkembangmenjad i
Asuhan Persalin Normal (APN) Tahun 2000
f. Membuat Kehamilan Lebih Aman (MPS) tahun 2000
g. IBI mengeluarkan standar asuhan kebidanan dan wisatapeningkatan
pendidikanKebidanandari D1, D3, D4, S2

9
c. Penerapan Women Center Care
Untuk dapat memberikan Care atau Asuhan yang baik terhadap wanita, bidan
harus menerapkan hal-hal berikut ini :
a. Lakukan Intervensi Minimal
b. Memberikan asuhan yang komprehensif
c. Memberikan asuhan yang sesuai kebutuhan
d. Melakukan segala tindakan yang Sesuai dengan standar, berwenang,
otonomi dan kompetensi
e. Memberikan asuhan yang Diinformasikan
f. Memberikan asuhan yang Aman, nyaman, logis dan berkualitas
g. Menerapkan Asuhan Sayang Ibu
d. Prinsi–prinsip Women Center Care
1. Memastikan perempuan menjadi mitra yang sejajar dalam perencanaan
dan pemberian perawatan bersalin.
2. Mengenali layanan yang ada untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
mereka, daripada staf atau manajer orang-orang.
3. Memberikan informasi pilihan perempuan dalam hal pilihan yang tersedia
selama kehamilan, persalinan dan periode pascanatal seperti yang
menyediakan perawatan, di mana itu diberikan dan apa yang mengandung.
4. Memberikan kesinambungan perempuan sehingga mereka mampu
membentuk hubungan saling percaya dengan orang-orang yang peduli
terhadap mereka.
5. Memberikan kontrol perempuan atas keputusan-keputusan kunci yang
mempengaruhi isi dan kemajuan perawatan mereka.
Wanita memiliki Hak-hak reproduksi wanita,sebagai brikut :
a. Wanita berhak mempunyai otonomi dan pilihan sendiri tentang fungsi dan
proses reproduksi
b. Wanita berhak menentukan seara bertanggung jawab apakah ingin,
bagaimana, kapan, mempunyai anak, termasuk menentukan berapa
jumlahnya, wanita tidak boleh dipaksa melahirkan atau mencegah
kehamilan
c. Suami atau pria bertanggung jawab secara individu dan sosial atas

10
perilaku seksual dan fertilitas mereka serta akibatnya pada kesehatan dan
kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya
d. Keputusan reproduksi yang diambil seorang wanita patut dihormati,
wanita perlu diberikan informasi dan otoritas untuk membuat keputusan
sendiri tentang reproduksi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan
reproduksinya
e. Sasaran Pelayanan Keidanan
Sasaran pelayanan kebidanan adalah masyarakat khususnya perempuan yang
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Upaya promotif meliputi :
1) Meningkatkan kesadaran individu.
2) Keluarga dan masyarakat untuk berprilaku hidup sehat.
3) Meningkatkan proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi
dan air bersih.
4) Melakukan upaya penyuluhan kesehatan baik dengan menggunakan
media ataupun langsung kepada masyarakat.
2. Upaya preventif meliputi :
1) Meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih.
2) Melakukan kunjungan antenatal secara rutin.
3) Mengkonsumsi makanan gizi seimbang.
4) Meningkatkan isolasi dasar.
5) Meningkatkan pertolongan persalinan yang aman dan bersih.
6) Meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan sebagainya.
3. Upaya Kuratif meliputi :
1) Meningkatkan sistem referensi dan kolaborasi yang irasional
2) Melakukan perawatan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan dan
tanggung jawab.
4. Upaya Rehabilitatif meliputi :
1) Pasien penderita lumpuh melakukan rehabilitasi dengan mengikuti
fisioterapi.
2) Pasien pasca operasi gangguan reproduksi (kanker rahim, kista, dll).

11
f. Contoh Kasus
Tindakan episiotomi saat persalinan merupakan tindakan yang sering
dilakukan oleh penolong persalinan atau habitualis. Episiotomi menjadi
tindakan rutin pada setiap wanita yang melahirkan pada jaman dahulu untuk
memperluas jalan lahir, tetapi tindakan ini sudah tidak diberlakukan sebagai
tindakan rutin setelah diperbaharuinya asuhan persalinan normal, bahkan
pada wanita yang pertama kali melahirkan. Episiotomi dilakukan apabila ada
indikasi medis untuk memperluas jalan lahir, misalkan karena perinium yang
kurang elastis. Bidan HR yang merupakan bidan desa di sebuah desa wilayah
kabupaten T merupakan bidan desa senior yang ramai dikunjungi ibu hamil,
bersalin, nifas, atau pasien-pasien lainnya.
Bidan HR masih menggunakan rutinitas lama dalam menolong persalinan,
yaitu melakukan episiotomi pada setiap ibu yang bersalin di kliniknya. Selain
rutin melakukan episiotomi pada ibu bersalin, bidan HR juga tidak
mengizinkan keluarga kliennya untuk mendampingi saat persalinan karena
bidan HR beranggapan bahwa klien yang didampingi keluarganya akan
bersikap manja dan keluarga akan mengganggu jalannya proses persalinan.
Jika ada permasalahan dalam proses persalinan yang memerlukan rujukan,
maka bidan HR akan mengambil keputusan sendiri akan merujuk kliennya ke
RS mana dengan dokter yang ia pilih tanpa melibatkan klien dan keluarganya
dalam mengambil keputusan karena bila meminta persetujuan keluarga akan
memakan waktu yang lama.
Seperti kejadian yang baru saja terjadi di klinik bidan HR. Ny. K datang
bersama suami dan ibu mertuanya untuk bersalin di klinik bidan HR. Ini
adalah persalinan pertama Ny. K setelah menikah 1 tahun dengan Tn. B. Ny.
K datang ke klinik sudah dengan pembukaan jalan lahir yang sudah lengkap.
Ny. K langsung dipersilhkan masuk kamar bersalin sendiri, suami dan ibu
mertuanya tidak diperbolehkan mendampingi saat proses persalinan. Bidan
HR yang rutin melakukan episiotomi, tanpa ragu lagi dilakukan episiotomi
pada Ny. K setelah terjadi crowning agar persalinan berjalan cepat karena
bidan HR sudah ada rencana berkumpul dengan teman-temannya. Ternyata
persalinan berjalan cepat seperti yang bidan HR perkirakan. Bayi laki-laki

12
lahir sehat dan langsung menangis sesaat setelah dibantu kelahirannya. Lalu
bayi tersebut langsung diberikan perawatan neonatal oleh asisten bidan HR,
sedangkan bidan HR membantu melahirkan plasenta.
Untuk mempercepat keluarnya plasenta, bidan HR yang terburu-buru,
langsung melakukan peregangan tali pusat terkendali setelah menyuntikkan
oksitosin di paha luar ibu dan juga menekan-nekan perut ibu agar plasenta
cepat terlepas. Namun, yang terjadi adalah plasenta tidak segera lahir hingga
lebih dari 30 menit, maka bidan HR langsung memutuskan untuk merujuk
klien ke RS Bina Husada tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan klien
dan keluarga. Suami dan ibu mertua Ny. K cuma bisa menurut pada
keputusan bidan HR untuk merujuk ke RS Bina Husada walau sebenarnya
mereka agak keberatan karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit
swasta.
ANALISIS
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali
diperhatikan pada saat seorang ibu akan bersalin. Dalam asuhan sayang ibu,
seorang ibu bersalin diperbolehkan makan dan minum apa saja yang ibu
inginkan dan didampingi oleh suami atau keluarga yang ibu kehendaki
selama proses persalinan. Tidak seperti yang dilakukan oleh bidan HR yng
tidak memperbolehkan kliennya didampingi suami atau keluarga selama
proses persalinan. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya
seorang pendemping pada proses persalinan adalah :
1. Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara emosional
maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan.
2. Kehdiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini ibu
sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran suami
ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu menghadapi
ini semua seorang diri.
3. Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam
memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi
sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu

13
memberikan makan dan minum.
4. Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat dan
dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan kelahiran
bayi.
5. Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan
nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka
sayangi.
6. Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan
mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih
sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.
Episiotomi sebagai tindakan rutinatis dalam menolong persalinan tidak sesuai
dengan evidenced based midwifery karena berdasarkan penelitian tindakan
rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
1. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang
dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan
perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini
merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
2. Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka
episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi
dan kesehatan ibu kurang baik.
3. Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
4. Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi
derajat tiga dan empat.
5. Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.
Pengambilan keputusan harus berdasarkan keinginan dari klien dan/atau
keluarga klien untuk mencapai kepuasan klien pada pelayanan yang diberikan.
Pengambilan keputusan bukan berdasarkan keputusan sepihak dari
bidan/tenaga kesehatan tanpa memberitahukan terlebih dahulu pada klien dan
keluarga walau itu untuk kepentingan klien. Bidan berperan dalam
memberikan informasi sebagai pedoman kepada klien dan keluarganya dalam
mengambil keputusan.

14
B. Peran pasien Sebagai Konsumen
a. Perlindungan hukum bagi pasien
Pengertian Perlindungan Hukum Pasien Pada umumnya masyarakat
berpendapat bahwa seseorang yang menderita suatu penyakit baik yang
dapat dilihat secara kasat mata maupun tidak dimana orang tersebut
kemudian memeriksakan diri kepada ahli kesehatan atau tenaga medis
dapat dikatan sebagai seorang pasien. Berdasarkan Pasal 1 angka 10
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien
adalah “… setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.”
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument / konsument (Belanda). Kata konsument dalam bahasa Belanda
tersebut oleh para ahli hukum pada umumnya sudah disepakati untuk
mengartikannya sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijk
gebruiker van goederen en dienstent) yang diserahkan kepada mereka oleh
pengusaha (ondernemer). Secara harafiah arti kata consumer adalah
(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan
penggunaan barang atau jasa ini nanti menentukan termasuk konsumen
kelompok mana pengguna tersebut. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon
politicon) pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya,
termasuk orang yang sedang sakit. Orang yang sedang sakit (pasien) yang
tidak dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya, tidak ada pilihan
lain selain meminta pertolongan dari orang yang dapat menyembuhkan
penyakitnya, yaitu tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Pasien tentu akan berhubungan dengan pihak ketiga, baik itu dokter
maupun tempat pelayanan kesehatan dalam memperoleh pelayanan
kesehatan. Harus diakui bahwa hubungan pasien dengan tenaga kesehatan

15
pada umumnya, khususnya hubungan dokter dengan pasien adalah
hubungan yang unik yang meliputi hubungan medik, hubungan hukum,
hubungan non hukum, hubungan ekonomi dan hubungan sosial.
Hubunganhubungan tersebutlah yang mengakibatkan adanya perbedaan
pandangan dalam mengartikan pasien. Sebagian orang berpendapat bahwa
pasien dapat digolongkan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku
usaha dalam bidang kesehatan, sehingga aturan-aturan yang ada dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
(selanjutnya disebut UUPK) berlaku bagi hubungan dokter dan pasien.
Dengan demikian, pasien dikategorikan sebagai konsumen atau pengguna
jasa medis.
Menurut M. Sofyan Lubis bahwa hubungan antara pelaku usaha dan
konsumen khusus di bidang ekonomi harus dibedakan dengan hubungan
antara dokter dengan pasien di bidang kesehatan (hubungan pelayanan
kesehatan). Sehingga kaidah-kaidah hukum yang ada dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen tidak dapat begitu saja diberlakukan
dalam hubungan dokter dengan pasien. M. Sofyan Lubis Tahun 2008
dalam bukunya
“Konsumen dan Pasien dalam Hukum Indonesia” menyebutkan
bahwa Pasien secara yuridis tidak dapat diidentikkan dengan konsumen,
hal ini karena hubungan yang terjadi di antara mereka bukan merupakan
hubungan jual-beli yang diatur dalam KUHP Perdata dan KUHD,
melainkan hubungan antara dokter dengan pasien hanya merupakan
bentuk perikatan medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning verbintenis)
tepatnya perjanjian usaha kesembuhan (teraupetik), bukan perikatan medik
“hasil” (resultaat verbintenis), disamping itu profesi dokter dalam etika
kedokteran masih berpegang pada prinsip “pengabdian dan kemanusiaan”,
sehingga sulit disamakan antara pasien dengan Konsumen pada umumnya.
Adapun unsur-unsur pengertian konsumen yang kemudian
dibandingkan dengan unsur-unsur dalam pengertian pasien yaitu:
1. Setiap Orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap
orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah

16
“orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang
individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga
badan hukum (rechtspersoon). Pasien adalah setiap orang dan bukan
merupakan badan usaha, karena pengobatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan adalah untuk kesehatan bagi diri pribadi orang
tersebut bukan untuk orang banyak. Kesehatan adalah sesuatu hal
yang tidak bisa untuk diwakilkan kepada orang lain maupun badan
usaha manapun.
2. Pemakai Kata “Pemakai” sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka (2)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah menekankan bahwa
konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah
“pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan
tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang dipakai
tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai
konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara
membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan
kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha
tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).
3. Barang dan/atau Jasa Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa,
sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat
ini “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai “setiap benda,
baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen”. Undang-Undang Perlindungan
Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan”
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk jasa sesuai dengan
pengertian Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut, hal ini
karena pelayanan kesehatan menyediakan prestasi berupa pemberian
pengobatan kepada pasien yang disediakan untuk masyarakat luas tanpa

17
terkecuali. Secara umum, jasa pelayanan kesehatan mempunyai beberapa
karakteristik yang khas yang membedakannya dengan barang, yaitu:
a. Intangibility, jasa pelayanan kesehatan mempunyai sifat tidak
berbentuk, tidak dapat diraba, dicium, atau dirasakan. Tidak dapat
dinilai (dinikmati) sebelum pelayanan kesehatan diterima (dibeli). Jasa
juga tidak mudah dipahami secara rohani. Jika pasien akan
menggunakan (membeli) jasa pelayanan kesehatan, ia hanya dapat
memanfaatkannya saja, tetapi tidak dapat memilikinya.
b. Inseparability, produk barang harus diproduk dulu sebelum dijual,
tetapi untuk jasa pelayanan kesehatan, produk jasa harus diproduksi
secara bersamaan pada saat pasien meminya pelayanan kesehaatan.
Dalam hal ini, jasa diproduuksi bersamaan pada saat pasien meminta
pelayanan kesehatan.
c. Variability, jasa juga banyak variasinya (nonstandardized output).
Bentuk, mutu, dan jenisnya sangat tergantung dari siapa, kapan, dan di
mana jasa tersebut diproduksi. Oleh karena itu, mutu jasa pelayanan
kesehatan yang people based. dan high contact personnel sangat
ditentukan oleh kualitas komponen manusia sebagai faktor produksi,
standar prosedur selama proses produksinya, dan sistem
pengawasannya.
d. Perishability, jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat disimpan dan
tidak tahan lama. Tempat tidur Rumah Sakit yang kosong, atau waktu
tunggu dokter yang tidak dimanfaatkan oleh pasien akan hilang begitu
saja karena jasa tidak dapat disimpan. Selain itu, di bidang pelayanan
kesehatan, penawaran dan permintaan jasa sangat sulit diprediksi,
karena tergantung dari ada tidaknya orang sakit. Tidak etis jika Rumah
Sakit atau dokter praktik mengharapkan agar selalu ada orang yang
jatuh sakit.
b. Hak-hak Pasien
Setiap hubungan hukum selalu mempunyai segi yang isinya disuatu pihak
adalah hak, sedangkan dipihak lain adalah kewajiban. Setiap manusia
mempunyai hak-hak asasi masing-masing dan hak tersebut harus diakui

18
oleh pihak-pihak lain dalam kehidupan bersama, karena dalam setiap
undang-undang selalu mengatur hak dan kewajiban. Juga telah disebutkan
dalam kepustakaan mengenai hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
1. Hak atas informasi
2. Hak untuk memberikan persetujuan
3. Hak untuk memilih dokter
4. Hak untuk memilih sarana kesehatan
5. Hak atas rahasia medic
6. Hak untuk menolak pengobatan/YANKES
7. Hak untuk menolak pengobatan/perawatan tertentu
8. Hak untuk menghentikan pengobatan/perawatan
9. Hak untuk memperoleh pendapat kedua
10. Hak untuk melihat rekam medis
Dalam undang-undang kesehatan dikatakan pula bahwa pada dasarnya
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal (Pasal 4 UU Kesehatan Tahun 1992). Hak-hak
asasi itu dapat dibatasi atau dilanggar apabila tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Hak dan kewajiban
harus dibedakan dengan hukum, sebab hak dan kewajiban bersifat melekat
pada individu, sedangkan hukum bersifat umum berlaku untuk setiap
orang.
Hak-hak pasien dapat dibedakan antara hak-hak pasien yang timbul dari
hubungan hukum antara perawat dan pasien, dengan hak-hak pasien yang
timbul dari kewajiban profesional dokter dan perawat berdasarkan
ketentuan-ketentuan profesi. Untuk mendapatkan gambaran secara jelas
mengenai hak-hak pasien, adalah sebagai berikut:
a. Hak menerimma pengobatan dan perawatan
b. Hak menolak pengobatan dan perawatan
c. Hak untuk menghentikan
d. Hak memilih dokter dan sarana pelayanan kesehatan
Hak atas kerahasiaan tenag kesehatan yang meliputi:
a. Segala rahasia yang oleh pasien secara sadar atau tidak disadarinya

19
b. disampaikan kepada tenaga kesehatan
c. Segala sesuatu yang oleh tenaga kesehatan ketahui, yang ada
hubungannya dalam bidang kebidanan selama mengobati dan merawat
pasien
d. hak untuk mendapatkan bantuan tenaga medis
e. hak untuk mendapatkan perawatan yang baik dan continue
f. hak menerima perhatian atau pelayanan atas suatu pengaduan
Disamping itu setelah diketahui hak-hak pasien makaselanjutnya terdapat
kewajiban-kewajiban pasien antara lain:
a. memberikan informasi selengkap-lengkapnya perihal penyakitnya
b. mematuhi nasihat dokter
c. menghormati privasi dokter yang mengobati
b. memberi imbalan jasa

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Women centered care adalah istilah yang di gunakan untuk pilosopi
asuhan naternitas yang memberi prioritas pada keinginan dan kebutuhan
pengguna, dan menekankan pentingnya informed choice, kontinuitas
perawatan,keterlibatan pengguna, efektivitas klinis, respon dan aksesibilitas.
Dalam hal ini bidan di fokuskan memberikan dukungan pada wanita dalam
upaya memperoleh status yang sama di masyarakat untuk memilih dan
memutuskan perawatan kesehatan dirinya.
Di dalam women center care terdapat banyak hal yang harus di
perhatikan oleh bidan. Yaitu tentang prinsip-prinsip dalam pemberian asuhan
kebidanan yang terkait dengan wanita secara keseluruhan bentuk-bentuk
women center care itu sendiri. Dan dapat mengetahui siapa saja yang harus di
lakukan pendekatan secara keseluruhan terkait dengan women center care.
Karena dalam women center care ini adalah ruang lingkup tanggung jawab
dari bidan untuk memenuhi propesinya sebagai teman wanita.
pada umumnya, khususnya hubungan dokter dengan pasien adalah
hubungan yang unik yang meliputi hubungan medik, hubungan hukum,
hubungan non hukum, hubungan ekonomi dan hubungan sosial. Hubungan-
hubungan tersebutlah yang mengakibatkan adanya perbedaan pandangan
dalam mengartikan pasien

B. Saran
Dengan berdirinya Women Center Care yang didalamnya ada organisasi
Gerakan Sayang Ibu/The Mother Friendly(GSI) dan Live Saving Skill (LSS)
bidan profesional itu harus berpandangan luas dan mempunyai tujuan untuk
menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
Dengan menurunnya AKI dan AKB akan mencerminkan bangsa yang sehat
dan berkualitas dalam bidang kesehatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Handonowati,Anis.2009.Hubungan Pendamping Suami dengan Kelancaran

Proses Persalinan.

Hidayat, Ari, Mufdilah. 2009. Catatan Kuliah Kebidanan —Cetakan Kedua

Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Soerjono Soekanto dan Herkuntanto, Pengantar Hukum Kesehatan, cetakan

pertama, Remadja Karya, Bandung , 1987, hlm. 199

Susanti,ari.dkk.2018. Konsep Kesinambungan Asuhan Kebidanan.Nuha Medika:

Yogyakarta

Ana Widyastuti,dkk.Model Praktik dan Management Of Midwifery Care.Yayasan

Kita Menulis.medan

Ariani,Hanny Puspita,dkk.Asuhan Kebidanan Pada Perempuan dan Anak Dengan

Kondisi Rentan.Rena Cipta Mandiri.Kedungkang Malang

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/1573/05.2%20bab%202.pdf?s
equence=8&isAllowed=y

https://rossylauranda.wordpress.com/2012/06/07/women-center-care/

22

Anda mungkin juga menyukai