Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN


NEONATAL PADA PERSALINAN DENGAN
LASERASI JALAN LAHIR

Oleh :
RAFDILAH
PO71242220151

DOSEN PEMBIMBING
ENNY SUSILAWATI, M.Keb

POLTEKKES KEMENKES JAMBI


PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi Jalan Lahir” guna
memenuhi tugas Stase Kegawatdaruratan program studi profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Jambi tahun 2022/2023.

Jambi, 15 Februari 2023

Mengetahui:

Preseptor Akademik Pembimbing Lahan

(Enny Susilawati, M.Keb) (Sri lestari, Am.Keb)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Mata Kuliah Praktik Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Laserasi Jalan Lahir.
Penulisanan laporan ini dalam rangka menerapkan tugas mata kuliah praktik
klinik kebidanan komprehensif stase Kegawatdaruratan yang merupakan salah satu
mata kuliah atau kurikulum yang harus dilalui dalam proses pendidikan profesi
kebidanan. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Hj. Suryani, S.Pd, M.PH selaku Kepala Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Jambi
2. Lia Artika Sari, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes
Jambi
3. Enny Susilawati, M.Keb selaku Dosen Pembimbing Institusi
4. Sri lestari, Am.Keb Selaku Pembimbing Lahan

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan
dengan demikian penulis sangan mengharapkan petunjuk dan saran serta kritik dari
dosen pembimbing. Akhir kata semoga hasil laporan ini memberikan manfaat yang
berguna bagi yang membutuhkannya.

Jambi, Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................3
C. Tujuan.......................................................................................3
D. Manfaat ....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................5
A. Anatomi....................................................................................5
B. Pengertian..................................................................................6
C. Insiden.......................................................................................6
D. Faktor Risiko.............................................................................7
E. Penyebab...................................................................................7
F. Klasifikasi..................................................................................11
G. Tanda dan Gejala......................................................................12
H. Pencegahan...............................................................................12
I. Penatalaksanaan..........................................................................15
J. Komplikasi.................................................................................16
K. Evidence Based ........................................................................17
BAB III TINJAUAN KASUS...................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................45
BAB V PENUTUP....................................................................................47
A. Kesimpulan...............................................................................47
B. Saran ........................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA................................................................................49

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah rangkaian peristiwa keluarnya bayi yang sudah cukup


berada dalam rahim ibunya, dengan disusul oleh keluarnya plasenta dan selaput
janin dari tubuh ibu (Departemen Obstetri dan Ginekologi, 2019).
Menurut Prawirohardjo (2009), perdarahan pasca persalinan dapat
menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama pasca
melahirkan, 68-73 % dalam satu minggu setelah melahirkan, dan 82-88 %
dalam 2 minggu setelah melahirkan. Yang terjadi pada 24 jam pertama setelah
melahirkan salah satunya adalah robekan jalan lahir.
Laserasi Jalan lahir adalah laserasi yang terjadi biasanya ringan tetapi
seringkali juga terjadi laserasi yang luas dan berbahaya, untuk itu setelah
persalinan harus di lakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Perdarahan
dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat di pastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari laserasi jalan lahir
maka di lakukan dengan metode jelujur (Aquari, 2020).
Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009 ± 2010 pada beberapa
Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang
mengalami ruptur Perineum akan meninggal dunia dengan persen (21,74 %).
Di Asia ruptur Perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam
masyarakat, 50 % dari kejadian ruptur Perineum didunia terjadi di Asia
(Campion, 2009). Prevalensi ibu bersalin yang mengalami ruptur Perineum di
Indonesia pada golongan umur 25 ± 30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu
bersalin usia 32 ± 39 tahun sebesar 62% (Wulandari et al., 2014)
Ibu bersalin yang mengalami robekan perineum dapat meningkatkan
risiko komplikasi yang dapat terjadi seperti perdarahan hebat yang dapat
menyebabkan ibu menjadi tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, bahkan
anemia. Komplikasi lain yang mungkin dapat terjadi akibat ruptur perineum
adalah fistula, hematoma, dan infeksi (Oxorn, 2011 dalam ).

1
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR)
adalah jumlah kematian ibu akibat proses kelahiran, persalinan, dan pasca
persalinan per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu adalah kematian wanita
dalam masa kehamilan, persalinan, dan dalam masa 42 hari (6 minggu) setelah
berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan maupun tempat
melekatnya janin, oleh sebab apapun yang berkaitan dengan atau diperberat
oleh kehamilan atau pengelolaannya, bukan akibat kecelakaan (STRATEGIS,
RENCANA Jambi, Dinas Kesehatan Provinsi 2021 - 2026, 2022).
Keberhasilan program kesehatan ibu dapat dinilai melalui indikator
utama Angka Kematian Ibu (AKI). Kematian ibu dalam indikator ini
didefinisikan sebagai semua kematian selama periode kehamilan, persalinan,
dan nifas yang disebabkan oleh pengelolaannya tetapi bukan karena sebab lain
seperti kecelakaan atau insidental. AKI adalah semua kematian dalam ruang
lingkup tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup. Selain untuk menilai
program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat kesehatan
masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan,
baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Secara umum terjadi penurunan
kematian ibu selama periode 1991- 2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000
kelahiran hidup. Walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka kematian
ibu, angka ini tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil Survei
Penduduk Antar Sensus(SUPAS) tahun 2015 memperlihatkan angka kematian
ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs (Sibuea et al., 2022).
Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan
keluarga di Kementerian Kesehatan meningkat setiap tahun. Pada tahun 2021
menunjukkan 7.389 kematian di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun 2020 sebesar 4.627 kematian. Berdasarkan
penyebab, sebagian besar kematian ibu pada tahun 2021 terkait COVID-19
sebanyak 2.982 kasus, perdarahan sebanyak 1.320 kasus, dan hipertensi dalam
kehamilan sebanyak 1.077 kasus. Pada tahun 2021 jumlah kematian di Provinsi
Jambi sebanyak 62 kematian dan 19 diantaranya disebabkan oleh pendarahan
(Sibuea et al., 2022).

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah pada laporan
kasus ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi Jalan Lahir?”.

C. Tujuan

a. Tujuan umum
Diperolehnya gambaran tentang Asuhan Kebidanan
Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi Jalan
Lahir dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan yang
didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
b. Tujuan khusus
i. Diperolehnya gambaran tentang pengumpulan data Subjektif pada Asuhan
Kebidanan Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan
Laserasi Jalan Lahir

ii. Diperolehnya gambaran tentang pengumpulan data Objektif pada Asuhan


Kebidanan Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan
Laserasi Jalan Lahir

iii. Diperolehnya gambaran tentang Kajian data untuk mengidentifikasi diagnosa


masalah Asuhan Kebidanan Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal pada
Persalinan dengan Laserasi Jalan Lahir.

iv. Diperolehnya gambaran tentang rencana asuhan yang menyeluruh dengan tepat
dan rasional berdasarkan kebutuhan selama Asuhan Kebidanan
Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi
Jalan Lahir.

v. Diperolehnya gambaran tentang pelaksanakan Asuhan Kebidanan


Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi
Jalan Lahir.

3
D. Manfaat Penulisan

a. Bagi Lahan Praktik


Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu
pelayanan khususnya meningkatkan mutu pelayanan dalam
melakukan Asuhan Kebidanan Kegawatdaaruratan Maternal dan Neonatal
pada Persalinan dengan Laserasi Jalan Lahir.
b. Bagi Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan Kebidanan
Dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran serta dan menambah
pengetahuan dalam melakukan Asuhan Kebidanan Kegawatdaaruratan
Maternal dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi Jalan Lahir, serta
menjadi bahan kepustakaan bagi Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan
Kebidanan.
c. Bagi Pemberi Asuhan Lain
Sebagai masukkan dalam Asuhan Kebidanan Kegawatdaaruratan Maternal
dan Neonatal pada Persalinan dengan Laserasi Jalan Lahir lan di
masyarakat dan sebagai acuan dalam pembuatan studi kasus selanjutnya
dengan variabel yang berbeda

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Alat kelamin eksterna wanita terdiri dari mons pubis, labia mayora,
labia minora, klitoris, vestibula vagina, dan perineum, yang semuanya
dapat rusak saat melahirkan. Perineum adalah tempat laserasi yang paling
umum; massa jaringan ikat padat yang mencakup otot dangkal dan dalam
membran perineum, termasuk otot perineum transversal dan perlekatan
otot bulbocavernosus. Di bawah perineum ada sfingter anus
kompleks. Kompleks ini meliputi sfingter internal dan eksternal, yang
mengelilingi anus distal. Sfingter anus eksternal terdiri dari otot
rangka. Sfingter anus eksternal berada di bawah kendali sukarela dan
memberikan tekanan tekanan pada saluran anus. Penebalan distal lapisan
otot polos melingkar dinding anus membentuk sfingter ani
interna. Sfingter anus internal berada di bawah kendali otonom dan
memberikan hingga 80% dari tekanan istirahat saluran anus. Sfingter
eksternal tumpang tindih dengan sfingter internal distal dengan jarak 1-2
cm; seluruh kompleks sfingter anus meluas ke saluran anus dengan jarak
sekitar 4 cm (ACOG, 2011).

5
B. Pengertian
Laserasi atau robekan jalan lahir adalah robekan yang terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat
saat persalinan, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati panggul dengan ukuran yang lebih besar. Laserasi terjadi hampir
pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Laserasi jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan
lahir selalu harus diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan
sehingga dapat diatasi. Banyaknya kasus laserasi jalan lahir pada ibu
dengan persalinan normal menimbulkan upaya untuk menekan bahkan
mencegah terjadinya kasus tersebut agar tidan meningkatkan Angka
Kematian Ibu (AKI) (Putri & Lestari, 2020).
C. Insiden
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat
dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan
lahir jangan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia
dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan
pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke
belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito-
bregmatika. atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Robekan
perineum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor dari ibu dan faktor dari
janin (Departemen Obstetri dan Ginekologi, 2019).

6
D. Faktor Risiko
 Persalinan bantuan vakum
 Persalinan bantuan forcep
 Episiotomi garis tengah
 Primiparitas
 Multigravida
 Etnis asia
 Induksi Persalinan
 Anastesi Epidural
 Posisi Oksiput Posterior Persisten
 Distosia Bahu
 Persalinan kala dua lama (>60 menit)
 Janin Besar
 Kelahiran vagina setelah operasi caesar
 Usia ≤20 tahun
 Panjang perineum yang lebih pendek (<25 mm) 
 Riwayat

E. Penyebab
Penyebab ruptur perineum sebagai berikut (Departemen Obstetri dan
Ginekologi, 2019):
1) Kepala anak terlalu cepat lahir
2) Anak besar
3) Persalinan buatan
4) Arkus pubis sempit
5) Vagina sempit
6) Perineum yang kaku
7) Posisi oksipito posterior.

7
Robekan perineum yang terjadi pada saat persalinan, salah satunya
disebabkan dari ibu bersalin. Di antara sebab-sebab tersebut, yaitu
(Fitriana & Nurwiandani, 2021):
1) Karena partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong,
his terlampau kuat atau disebut dengan hypertnic uterine contraction.
Kondisi yang demikian ini menyebabkan persalinan selesai dalam
waktu yang sangat singkat. Sifat his normal, partus sudah selesai
kurang dari 3 jam, tonus otot di luar his juga bisa. Kelainannya
terdapat pada kekuatan his, tahanan yang rendah pada bagian lunak
jalan lahir atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai oleh adanya
proses persalinan yang sangat kuat.
2) Pasien atau ibu bersalin tidak mampu berhenti meneran.
Sebagian besar wanita dalam proses persalinan tidak bisa menahan
keinginan untuk mene- ran setiap kali timbul kontraksi uterus,
menutup glottis, dan mengontraksikan otot abdomen berkali- kali
dengan sepenuh tenaga untuk meningkatkan intra abdomen yang besar
selama berlangsungnya kontraksi uterus. Gabungan tenaga yang
ditimbulkan akan mendorong janin turun ke dalam vagina dan pada
kasus persalinan spontan melewati introitus vagina.
3) Adanya dorongan fundus yang terlalu kuat sehingga janin keluar
terlalu cepat.
Biasanya terjadi akibat penolong persalinan tidak sabar ingin kelahiran
janin berlangsung cepat sehingga melakukan dorongan pada fundus
uteri dengan mendorong abdomen. Tindakan ini akan membuat ibu
merasa nyeri, terlebih lagi berbahaya bagi janin dan ruptur uteri.
4) Adanya kelainan vulva.
Atresia vulva disebabkan oleh perlekatan atau jaringan parut setelah
pasien mengalami cidera atau pembedahan. Tahanan yang ditimbulkan
biasanya dapat diatasi oleh tekanan dari kepala janin secara terus
menerus. Akibatnya muncullah ruptura perineum atau robekan

8
perineum. Introitus vulvovaginalis kaku dan tidak elastis maka distosia
dan laserasi yang luas kemungkinan akan terjadi.

5) Arkus pubis yang terlalu sempit.


Sempitnya arkus pubis ini menyebabkan oksiput tidak bisa muncul
langsung di bawah simpilis pubis. Akan tetapi, terdorong lebih jauh ke
bawah pada ramus iskiopubikum. Pintu bawah panggul akan menyem-
pit apabila distosia tuberum 8 cm atau lebih kecil. Kesempitan pintu
bawah panggul ditemukan pada 0,9% dari 1429 primigravida aterm.
6) Episiotomi.
Melakukan eposiotomi secara rutin hendaknya lebih sering dievaluasi
daripada episiotomi restriktif. Pada kelompok episiotomi restriktif
terdapat angka trauma perineum untuk diperbaiki dan memiliki
kompikasi penyembuhan yang rendah (28%). Pada episiotomi rutin,
sebaiknya terda- pat angka trauma perineum yang tinggi, sebanyak 73
%. Adanya temuan ini, episiotomi tidak dapat melindungi perineum
dan justru akan menye- babkan inkontinensia sfingter anus dengan
cara meningkatkan risiko robekan derajat tiga dan empat. Selain itu,
kebijakan untuk episiotomi rutin tidak dapat didukung dengan
sertamerta.
Sebab dari Janin
1) Janin besar. Menurut WHO janin besar adalah janin dengan berat
lahir lebih dari 4000 gram. Kondisi janin yang berat ini nantinya
akan menyebabkan perineum tingkat satu dan dua sebesar 31,13 %.
2) Posisi kepala abnormal. Posisi oksipitalis posterior persisten dalam
keadaan fieksi, bagian kepala yang pertama mencapai dasar
panggul adalah oksiput (oksipito posterior). Oksiput akan memutar
ke depan karena dasar panggul dengan muskulus levator ani
membentuk ruang yang lebih luas sehingga memberikan tempat
yang lebih sesuai bagi oksiput. Dengan demikian, keberadaan

9
ubun-ubun kecil di belakang masih dianggap sebagai variasi
persalinan biasa. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-kadang
ubun-ubun tidak berputar ke depan sehingga tetap di belakang.
Keadaan ini dinamakan oksipito anterior persisten. Hal ini
disabkan karena usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dari
ukuran panggul, misalnya diameter antero posterior panggul lebih
panjang dari diameter transverse seperti pada panggul android atau
otot-otot dasar panggul yang sudah melemah pada multipara atau
kepala janin yang kecil.
3) Presentasi bokong. Pada kondisi ini, kepala harus melewati
panggul dalam waktu yang lebih singkat daripada persalinan
presentasi kepala, sehingga tidak ada waktu bagi kepala untuk
menyesuaiakan dengan besar dan bentuk panggul. Insiden
presentasi bokong 3-5% pada bayi dengan berat badan lebih dari
25000 gram, 65% frank breech, 27% footling breeches, dan 8
complete breech.
4) Terjadinya ekstraksi vakum atau forseps yang sukar. Persalinan
pervaginaan dengan menggunakan alat ada hubungannya dengan
laserasi perineal dengan OR=3,04 CL=2,42-3,84.
5) Distosia bahu. Kepala telah lahir tapi bahu tidak dapat dilahirkan
dengan cara-cara biasa. Insidensi umumhya kurang dari 0, 15-0, 2
%. Pada bayi yang memiliki berat lahir lebih dari 4000 gram,
insidensisnya mencapai 1,6%.
6) Anomalia konginetal seperti hidrosephalus. Hidro- sephalus adalah
penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga
kepala menjadi besar serta menjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara
500-1500 ml. Cairan ini terkadang juga mencapai 5 liter karena
kepala janin terlalu besar dan dapat menyebabkan disproporsi
sepalo pelvic. Kondisi ini terjadi sekitar 12 % dari semua
malformasi berat yang ditemukan pada kelahiran.

10
F. Klasifikasi

 Derajat satu: Cedera pada kulit perineum saja.

 Derajat kedua: Cedera perineum melibatkan otot-otot perineum tetapi


tidak melibatkan sfingter anus.

11
 Derajat ketiga: Cedera perineum yang melibatkan kompleks sfingter
anus.
3a: Kurang dari 50% ketebalan sfingter anus eksternal robek.
3b: Lebih dari 50% ketebalan sfingter ani eksterna robek.
3c. Kedua sfingter anus eksternal dan sfingter internal robek.

 Derajat keempat: Cedera perineum yang melibatkan kompleks sfingter


anus (sfingter anus eksternal dan sfingter anus internal) dan epitel
anus.

G. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari robekan perineum adalah :
 Perdarahan segera

 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

 Uterus berkontraksi dengan baik

 Plasenta baik

 Pucat

12
 Lemah

 Menggigil

H. Pencegahan
1. Episiotomi
Episiotomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan di samping
tempat tidur selama persalinan kala dua yang menyebabkan
pembesaran vagina posterior. Dilakukan sesaat sebelum melahirkan
untuk mengurangi kehilangan darah ibu. Episiotomi dapat
diindikasikan jika ada kebutuhan untuk persalinan janin yang
dipercepat, distosia jaringan lunak, atau kebutuhan untuk membantu
persalinan pervaginam operatif (Ramar & Grimes, 2022).

2. Kompres hangat
Kompres hangat yang dilakukan selama kala dua persalinan
meningkatkan kejadian perineum utuh dan menurunkan risiko
episiotomi dan trauma perineum berat (Magoga et al., 2019).
3. Pijat perineum
Pijat perineum antenatal mengurangi kemungkinan trauma perineum
(terutama episiotomi) dan nyeri perineum yang sedang berlangsung,
dan umumnya diterima dengan baik oleh wanita. Dengan demikian,
wanita harus disadarkan tentang kemungkinan manfaat pijat perineum
dan diberikan informasi tentang cara memijat (Mm & Om, 2013).
4. Posisi bersalin up right and squatting
Posisi ini sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami. Beberapa
suku di Papua dan daerah lain memiliki kebiasaan menggunakan posisi
ini pada saat melahirnya. Dalam dunia obstetric modern, posisi
jongkok ini jarang digunakan. Namun, perkembangan terakhir menun-
jukkan adanya perubahan paradigma. Posisi jongkok kini menjadi

13
salah satu pilihan utama pada saat melahirkan. Posisi jongkok ini dapat
mengurangi rasa sakit Ketika bersalin. Proses ini juga mempersingkat
waktu persalinan kala II dan menurunkan abnormalitas (Fitriana &
Nurwiandani, 2021).
5. Perasat Rigen
(Fitriana & Nurwiandani, 2021) Perasat ritgen adalah teknik yang
digunakan klinisi untuk kelahiran kepala bayi. Langkah-langkah
perasat ritgen adalah sebagai berikut:
1) Satu tangan tetap di oksiput untuk mengendalikan kepala bayi.
2) Tangan yang lain dibungkus handuk kemudian memberi tekanan
ke dalam pada bagian posterior rectum wanita sampai dagu bayi
dapat ditemukan dan berada dalam genggaman jari-jari.
3) Tekanan ke depan dan keluar diberikan di bawah sisi dagu dan
kepala dikendalikan di antara tangan ini dan tangan yang memberi
tekanan pada oksiput.
Pada teknik ini timbul ketidaknyamanan pada pasien. Hal ini
dikarenakan anus menjadi sangat distensi berupa penonjolan
dinding rectum ke dalam anus. Perasat ritgen meningkatkan
peregangan anus dan cenderung membuat anus dan dinding
rectum menjadi sasaran tekanan langsung dan permukaan kasar
handuk. Hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan insidensi
laserasi periuretra.
6. Water birth
Water birth adalah cara melahirkan di dalam air. Suku di Kepualauan
Pasifik, Selandia Baru, Turki, dan Afrika Selatan telah lama
menggunakan metode bersalin di dalam air. Cara bersalin memiliki
keuntungan, kaitannya dengan efek hidrotermik air sebagai konduktor
panas. Dapat melemaskan otot dan meredakan nyeri sehingga kulit
peremium akan lebih lembut dan mudah meregang saat kepala bayi
melaluinya. Secara keseluruhan, ibu yang melahirkan di air lebih

14
mungkin mengalami perineum utuh atau robekan lebih ringan daripada
di darat.
Cara melahirkan di dalam air ini mulai popular di Eropa, terutama
Rusia dan Prancis. Tujuannya pada saat itu adalah untuk memudahkan
lahirnya bayi. Melahirkan bayi dalam air dapat mengurang rasa sakit
pada ibu. Cara melahirkan ini berawal dari pemikiran bahwa janin
yang selama sembilang bulan berenang dalam air ketuban dapat lebih
nyaman memasuki dunia baru yang juga air. Setelah itu, bayi akan
bernapas dan menghirup udara. Namun, ada beberapa resiko pada
water birth ini. Misalnya, adanya komplikasi paru-paru atau bayi
kesulitan bernapas.
Proses melahirkan di dalam air memiliki beberapa manfaat. Manfaat
ini dapat dirasakan oleh ibu ataupun oleh bayi. Berikut ini
penjabarannya.
a) Manfaat Bagi Ibu
Proses melahirkan bayi di dalam air memiliki beberapa keuntungan
atau manfaat bagi ibu, di antaranya:
1) Ibu akan merasa lebih rileks karena semua otot yang berkaitan
dengan persalinan menjadi lebih elastis.
2) Metode ini akan mempermudah proses me- ngejan, sehingga
rasa nyeri selama persa- linan tidak terlalu dirasakan.
3) Proses pembukaan jalan lahir akan berjalan lebih cepat di dalam
air.
b) Manfaat Bagi Bayi
Manfaat melahirkan bayi di ari adalah dapar menurunkan resiko
cedera di kepala bayi dan menjadikan peredaran darah menjadi
lebih baik, sehingga tubuh bayi akan segera memerah saat
dilahirkan.

I. Penatalaksanaan

15
(Hanifa W., 2016 dalam (Amru, 2022)). Penatalaksanaan
perbaikan ruptur perineum dengan cara dilakukan penjahitan untuk
menyatukan jaringan-jaringan yang terbuka akibat robekan atau ruptur
perineum. Prosedur perbaikan ruptur perineum adalah sebagai berikut:
a). Mengeksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
Perdarahan
b). Melakukan irigasi pada luka dan memberikan antiseptic
c). Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap.
d). Melakukan penjahitan luka mulai dari bagian yeng paling distal
terhadap operator e). Khusus pada ruptur perineum totalis dilakukan
penjahitan lapis dermis
f). lapis dengan bantuan busi pada rectum
Cara menjahit rupture perineum dan luka episiotomy:
Ruptur perineum yang datang dari luar masih dapat dijahit dalam 24 jam
pertama setelah persalinan, sesudah itu luka sudah terinfeksi dan tidak ada
gunanya, penjahitan segera malah merugikan. Dalam hal ini terpaksa kita
tunda reparasi luka sampai 3 bulan postpartum.
Teknik cara menjahit luka perineum bermacam-macam tetapi ada titik
persamaan:
 Benang yang dipergunakan harus sehalus mungkin.
 Untuk jahitan dalam dipergunakan chromic catgut.
 Luka yang dangkal dapat dijahit dalam satu lapisan; luka yang dalam
dijahit dalam 2 lapisan atau lebih.
 Tiap jahitan harus sampai ke dasar luka; bila jahitan tidak sampai ke
dasar luka terjadi sebuah rongga yang terisi cairan serosa atau darah;
rongga ini mudah kena infeksi dan isinya pecah keluar dan membuka
luka kembali.
 Reparasi ruptur perineum derajat 3 memerlukan teknik yang khusus.
Mula-mula dinding rektum dijahit ke dalam (inverted) dengan catgut
simpul. Jarum tidak boleh sampai menembus dinding rektum sehingga

16
masuk ke dalam lumen dari rektum. Selanjutnya lapisan ini ditutup dengan
jahitan fasia di atasnya, selanjutnya ujung-ujung sfingter ani dicari dan
dipertemukan dengan 2 atau 3 jahitan chromic catgut, dan seterusnya
dijahit seperti ruptur perineum derajat 2.

J. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dari laserasi jalan lahir adalah (Ramar &
Grimes, 2022):
1) Pendarahan
2) Waktu penjahitan yang menyebabkan tertundanya ikatan ibu-anak
3) Risiko infeksi
4) Inkontinensia urin atau anus
5) Rasa Sakit
6) Keterlambatan kembali ke hubungan seksual karena dyspareunia
Kerusakan pada dasar panggul ini, jika tak dijahit dengan baik,
menyebabkan dukungan untuk alat-alat kandungan dalam tidak sempurna,
sehingga uterus turun dan disebut: prolapsus uteri atau desensus uteri.
Ruptur perineum komplit selain melemahkan dasar panggul juga
menyebabkan inkontinensia alvi, karena ada hubungan antara vagina dan
rektum, kemungkinan infeksi alat kandungan besar (Departemen Obstetri
dan Ginekologi, 2019).

K. Evidence base Midwifery


1. Penelitian (Sri et al., 2022) dilakukan pada 87 ibu bersalin dengan
tujuan menganalisis determinan kejadian laserasi jalan lahir. Hasilnya
menunjukkan hampir seluruhnya ibu mempunyai umur yang tidak
berisiko yaitu 89,7%, paritas ibu sebagian besar adalah multigravida
yaitu 60,9% dan berat badan bayi yang dilahirkan ibu hampir
selurunya normal yaitu 89,7%. Pada beberapa variabel yang analisis
yaitu umur, paritas dan berat lahir dalam mempengaruhi kejadian
laserasi jalan lahir dapat disimpulkan bahwa variabel yang mempunyai

17
pengaruh besar adalah paritas. Paritas dengan multigravida 4.8 kali
lebih rentan untuk mengalami laserasi jalan lahir.
2. Menurut kesimpulan (Yunifitri et al., 2022) pijat perineum pada ibu
hamil efektif mencegah kejadian pisiot perineum pada saat persalinan.
Pijat perineum yang dilakukan secara rutin sejak usia kehamilan > 34
minggu efektif memperkecil risiko pisiot perineum, terutama pada ibu
primipara karena otot-otot perineum dan vagina menjadi lebih elastis
dan kuat. Diperlukan keteraturan pijat perineum agar diperoleh
manfaat yang optimal.
3. (Yunifitri et al., 2022) Secara signifikan Pijat perineum dalam
kehamilan mengurangi kemungkinan terjadinya trauma perineum
(termasuk pisiotomy), terlebih pada primipara. Pijat perineum bisa
diusulkan sebagai salah satu metode untuk mencegah kejadian trauma
perineum.\
4. Hasil penelitian (Fitri et al., 2019) menyimpulkan bahwa ada
perbedaan penyembuhan luka pada ibu post partum yang melakukan
senam kegel dan yang tidak melakukan senam kegel. Dimana pada ibu
yang melakukan senam kegel proses penyembuhannya lebih baik.
Artinya bahwa senam kegel dapat mempercepat penyembuhan luka
perineum pada ibu post partum.
5. Hasil penelitian (Rahayu et al., 2015) menunujukan Rata-rata derajat
robekan perineum pada responden yang melakukan pijatan perineum
adalah derajat 1 sebesar 77,8% dan yang melakukan kegel exercise
adalah derajat 1 sebesar 50%. Ada perbedaan derajat robekan antara
masase perineum dan kegel exercise pada proses persalinan. Masase
perineum lebih baik dalam mengurangi robekan perineum
dibandingkan kegel exercise.
6. Kesimpulan penelitian (Andanawarih & Ulya, 2021), Ada pengaruh
jamu kunyit asam terhadap penyembuhan laserasi perineum pada ibu
nifas dengan nilai p value < alpha (0,000 < 0,05).

18
7. (Silfia Sekar Ames, Astri Yunita, 2021) Ada pengaruh water birth
pada primigravida dengan derajat laserasi perineum di BPM (Bidan
Praktek Mandiri) Bidan Kita Klaten.
8. Berdasarkan hasil penelitian (Ma’rifah & Aisyah, 2017) dapat
disimpulkan bahwa pijat perineum dapat mencegah terjadinya laserasi
perineum pada persalinan normal antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Pijat perineum yang dilakukan dengan benar
sebanyak 4 kali atau lebih dalam seminggu secara rutin dengan lama
10 menit setiap hari pada kelompok intervensi yaitu primigravida
mulai usia kehamilan minimal 34-35 minggu sampai persalinan dapat
mengurangi angka kejadian laserasi perineum secara spontan maupun
episiotomi. Pada kelompok intervensi mengalami laserasi lebih kecil 4
orang (20,0%) dibandingkan kelompok kontrol yang mengalami
laserasi perineum 19 orang (95,0%). Sehingga pijat perineum dapat
diterapkan pada ibu hamil terutama ibu primigravida fisiologis mulai
usia kehamilan 34/35 minggu untuk mencegah terjadinya laserasi
perineum baik secara spontan maupun episiotomi.
9. Berdasarkan hasil penelitian (Dewi & Untari, 2021) dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara keikutsertaan senam hamil dengan
terjadinya laserasi jalan lahir
10. Kesimpulan penelitian (Fauziah et al., 2020) dapat dilihat adanya
perbedaan waktu atau lama proses penyembuhan luka yang signifikan
antara objek yang diberi perlakuan dan objek yang tanpa perlakuan.
Kelompok yang diberi perlakuan berupa pemberian ekstrak ikan gabus
dalam sediaan kapsul memperoleh waktu yang relatif lebih cepat yaitu
selama 7 hari dibandingkan kelompok kontrol penyembuhannya
lambat selama 10 hari. Penyembuhan luka perineum dapat terjadi
perprimam (lambat) yaitu jika luka-luka pada jalan lahir bila tidak
disertai infeksi akan sembuh dalam 9-10 hari. Penyembuhan luka
lambat yaitu jika luka-luka pada jalan lahir sembuh dalam waktu lebih

19
dari 9-10 hari dan bila disertai infeksi terhadap penyembuhan luka
perineum pada ibu post partum
11. Menurut simpulan (Fauziah et al., 2020) Batuk profokasi pada fase
ekspulsi janin, tidak terbukti mampu mencegah laserasi perineum
daripada dengan dipimpin mengejan. Nilai p value yang di dapat
sebesar 0,419 (p>0,05).
12. Setelah penelitian (Yuliyanik et al., 2015) dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa: Posisi lithotomi mengalami laserasi perineum
tingkat I. Posisi dorsal recumbent menimbulkan derajad laserasi
perineum tingkat II.
13. Menurut hasil penelitian (Indrayani et al., 2020) Terdapat perbedaan
efektivitas yang signifikan antara perawatan ruptur perineum dengan
perawatan menggunakan air rebusan daun binahong dan perawatan
dengan menggunakan air biasa terhadap waktu penyembuhan ruptur
perineum pada ibu bersalin di Puskesmas Menes Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten tahun 2019.
14. Berdasarkan hasil penelitian (A.Oka, 2016) yang didapatkan
dilapangan maka dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan antara
pemberian ektrak ikan gabus dengan penurunan kadar IL-6 pada ibu
nifas dengan rupture perineum derajat II di RSDKIA Siti fatimah
Makassar artinya bahwa dengan mengkonsumsi ekstrak ikan gabus
maka dapat menurunkan kadar IL-6 khususnya pada ibu nifas.
15. Dalam penelitian (Purnami & Noviyanti, 2019) pijat perineum tidak
terbukti secara signifikan Pijat perineum dalam kehamilan mengurangi
kemungkinan terjadinya trauma perineum (termasuk episiotomi),
terlebih pada primipara. Pijat perineum bisa diusulkan sebagai salah
satu metode untuk mencegah kejadian trauma perineum.
16. Berdasarkan hasil penelitian (Turnip et al., 2022) diperoleh bahwa
pemberian rebusan putih telur berpengaruh terhadap penyembuhan
laserasi perineum pada ibu pasca bersalin.

20
17. Ibu dengan persalinan lama lebih berisiko terjadi perdarahan karena
atonia uteri, laserasi jalan lahir, infeksi, kelelahan dan syok.
Berdasarkan hasil penelitian (Purnami et al., 2019), mengkonsumsi
kurma dalam persalinan dapat mempercepat durasi waktu persalinan,
sehingga mampu mengurangi risiko persalinan lama. Ibu yang sudah
masuk mendekati masa persalinan direkomendasaikan mengkonsumsi
kurma.

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Data Subjektif

1. Identitas

Nama Ibu : Ny “S” Nama Suami : Tn “S”


Umur : 23 Th Umur : 25 Th
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Alamat : Batang Sangir Alamat : Batang Sangir

21
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan keluar lendir bercampur darah dan mules – mules

3. Riwayat kehamilan saat ini


1) HPHT : 03 Mei 2022
2) Taksiran persalinan : 07 Februari 2023
4. Riwayat kehamilan lalu
3)
4) Tgl/thn Tempat Umur Jenis Anak Nifas Keadaan

5) Partus Partus Khmln Partus Penolong Anak


Jenis BB PB Keadan Laktasi
Sekarang

1 Hamil sekarang

5. Masalah yang pernah dialami


Trimester I : Mual dan Muntah
Trimester II : Tidak ada keluhan
Trimester III : Tidak ada keluhan

6. Riwayat penyakit keluarga


Ibu mengatakan dalam keluarganya baik dari pihak dirinya dan pihak
suami tidak pernah memiliki riwayat penyakit menurun seperti:
jantung, DM, hipertensi ataupun penyakit menular seperti : TBC,
hepatitis dan epilepsi.

7. Makan/Minum/Eliminasi
Terakhir kali makan/minum: makan: 07.30 WIB, minum 07.30 WIB
Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi: Nasi, Lauk-pauk,
Sayur, Buah, Air Mineral
Kapan terakhir BAB/BAK: 08.00 WIB

8. Psikososial
Penerimaan Klien terhadap kehamilan ini: Diharapkan
Social support: Suami dan Keluarga lain

22
B. Data Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD: 120/80 mmHg S: 36,50 C
N: 90 x/menit R: 20 x/menit
Pemeriksaan Fisik
Kepala
 Rambut : Hitam, bersih, tidak ada ketombe dan tidak mudah
rontok.
Muka:
 Pucat
 Tidak ada oedema
 Tidak ada cloasma gravidarum.
Mata
 Conjungtiva : Merah
 Sklera : Putih
 Oedema : Tidak eodema
Mammae
 Membesar : Membesar secara fisiologis
 Tumor : Tidak ada tumor
 Areola : Bersih
 Putting susu : Menonjol
 Kolostrum : Sudah keluar
Abdomen
 Luka bekas operasi : Tidak ada bekas luka operasi
 Linea alba / nigra : Linea alba
 Strie albican / livide : Tidak ada strie
Pemerikasaan Khusus

Palpasi

23
Tinggi fundus : 35cm

Bagian yg terdapat di fundus : Bokong


Letak punggung : pu-ki
Presentasi : Kepala
Posisi : memanjang
Penurunan : H-II
Pergerakan : aktif
TBJ : 3.720 gr
Kontraksi : baik

AUSKULTASI

DJJ : 135x/Menit
Frekuensi : Teratur

PERKUSI
Reflex patella : +/+
Ano-genetalia
Vulva : Bersih
Pengeluaran : Air ketuban, karakteristik: jernih
Hemorroid : Tidak Ada

TOUCHER/ PERIKSA DALAM


Indikasi : --
Porsio : Tebal
Pembukaan : 5 cm
Ketuban : Utuh, Warna: Jernih
Presentase : Kepala, UUK: Kecil
Penurunan : H-II
Lain-lain : -
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13 gr%
C. Assesment

24
G1P0A0 38 minggu kala I fase aktif janin tunggal hidup intrauterin
presentasi kepala, Ketuban: Utuh, Vt: 5 CM.

PERENCANAAN
DIAGNOSA
TANGGAL NAMA&
DAN PERENCANAAN
/ PKL PARAF
MASALAH

25
G1P0A0 38 1. Mempersilahkan pasien mencuci tangan
09.30 WIB
Mgg, kala I sebelum memasuki ruang dan memakai

fase aktif masker, pendamping hanya 1 orang.

janin tunggal 2. Mengenakan APD


3. Informed consent
hidup
4. Melakukan pengkajian sesuai standar
intrauterin
5. Observasi tanda vital ibu
presentasi
6. Anjurkan ibu untuk jalan-jalan atau tirah
kepala,
baring ke sisi kiri
Ketuban:
7. Observasi kesejahteraan ibu dan janin, serta
Utuh, Vt: 5
kemajuan persalinan mengukur DJJ dan
CM.
kontraksi setiap 30 menit, pembukaan,
penurunan bagian terendah, dan tekanan
darah tiap 4 jam serta serta evaluasi
kandung kemih tiap 2 jam
8. Berikan nutrisi yang cukup

9. Berikan dukungan pada ibu dan keluarga


agar tidak cemas
10. Siapkan partus set dan hecting set
11. Lakukan dokumentasi asuhan yang telah
diberikan.

26
PELAKSANAAN

DIAGNOSA NAMA
TANGGAL/ DAN &
PELAKSANAAN
PKL MASALAH PARAF

G1 P0 A0 38 1. Mempersilahkan pasien mencuci tangan


10.00 WIB
Mgg, kala I sebelum memasuki ruang dan memakai

fase aktif janin masker, pendamping hanya 1 orang

tunggal hidup 2. Bidan mengenakan APD


3. Melakukan informed consent kepada ibu /
intrauterin
suami
presentasi
4. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada
kepala,
ibu dan menjelaskan keadaan yang
Ketuban: Utuh,
dialaminya. Hasil: ibu memahami dan
Vt: 5 CM.
mengerti dengan keadaanya.
5. Mengobservasi tanda-tanda vital

a. TD : 120/80 mmhg

b. S : 36,50C

c. N : 84x/ menit

d. P : 20x/menit

7. Menganjurkan ibu untuk jalan-jalan atau


tirah baring ke sisi kiri
8. Observasi kesejahteraan ibu dan janin, serta
kemajuan persalinan mengukur DJJ dan
kontraksi setiap 30 menit, pembukaan,
penurunan bagian terendah, dan tekanan
darah tiap 4 jam serta serta evaluasi
kandung kemih tiap 2 jam

9. Memberikan nutrisi yang cukup yaitu jika


klien lapar atau haus dipersilahkan

10.Memberikan nutrisi yang cukup yaitu jika


klien lapar atau haus dipersilahkan

27
11. Memberikan dukungan pada ibu dan
keluarga agar tidak cemas
12. Menyiapkan partus set dan hecting set
13. Melakukan pendokumentasian

PERENCANAAN

DIAGNOSA
TANGGAL/ NAMA
DAN PERENCANAAN
PKL &
MASALAH
PARAF
G1P0A0 1. Berikan dukungan kepada ibu dengan
14.30 WIB Hamil 38 mendampingi ibu agar merasa nyaman
mgg inpartu
dan yakin pada diri sendiri.
kala II
2. Berikan cukup makan dan minum untuk
memberikan tenaga dan mencegah
dehidrasi
3. Ajarkan ibu tehnik meneran yang benar

4. Atur posisi mengedan


5. Memberi tahu ibu tentang tindakan yang
akan dilakukan
6. Memimpin ibu meneran jika ada his

7. Melakukan persalinan dengan 60 langkah


APN
8. Lakukan penilaian terhadap bayi baru
lahir
9. Mengeringkan dan menghangatkan setelah
bayi lahir

28
PELAKSANAAN

DIAGNOSA PELAKSANAAN
TANGGAL/ NAMA &
DAN
PKL PARAF
MASALAH
G1P0A0 1. Memberikan dukungan kepada ibu
14.40 WIB dengan mendampingi ibu agar
Hamil 38 minggu
merasa nyaman dan yakin pada diri
inpartu kala II
sendiri.
2. Menganjurkan ibu makan dan minum
untuk memberikan tenaga dan
mencegah dehidrasi
3. Mengajarkan ibu tehnik meneran yang
benar yaitu pegang kedua paha saat
kontraksi dan segera meneran saat
merasa sangat sakit.
4. Atur posisi mengedan

5. Memberi tahu ibu tentang tindakan


yang akan dilakukan
6. Memimpin ibu meneran jika ada his
7. Melakukan persalinan dengan 60
langkah APN
8. Bayi lahir jam 14.50 Wib. JK: laki
laki. BB: 3.500 gr
9. Melakukan penilaian terhadap bayi
baru lahir. Hasil: Menangis keras,
Berwarna merah dan gerak bayi aktif.
10. Mengeringkan dan menghangatkan
bayi.

29
PERENCANAAN

DIAGNOSA
TANGGAL/ NAMA &
DAN PERENCANAAN
PKL PARAF
MASALAH
P1A0H1, 1. Beritahu ibu bahwa bayi sudah lahir,
14.50 WIB parturient keadaan ibu dalam keadaan baik, dan
kala III.
plasenta akan dilahirkan.
2. Lakukan Manajemen Aktif kala III
3. Lakukan pemeriksaan fundus untuk
memastikan apakah ada bayi kedua atau
tidak
4. Berikan suntikan oksitosin 10 IU secara
IM di 1/3 paha bagian luar.
5. Lakukan penjepitan dan pemotongan tali
pusat, kemudian mengikat tali pusat
dengan umbilical klem.
6. Lakukan PTT dengan memindahkan klem
5-10cm di depan vulva, jika uterus
berkontraksi tangan kanan melakukan PTT
kearah bawah dan tangan kiri kearah
dorsokranial di atas simfisis sampai
terlihat tanda pelepasan plasenta.
7. Lahirkan plasenta
8. Lakukan massage fundus uteri agar tidak
terjadi atonia uteri sehingga uterus
berkontraksi (Fundus teraba keras)
kemudian mengajarkan kepada ibu dan
keluarga untuk melakukan sendiri
9. Lakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
bagian maternal danfetal.
10. Lakukan pemeriksaan jalan lahir dan
robekan

30
PELAKSANAAN

DIAGNOSA
TANGGAL/ NAMA &
DAN PELAKSANAAN
PKL PARAF
MASALAH
14.55 WIB P1A0H1, 1. Memberitahu ibu bahwa bayi sudah lahir,
parturient kala keadaan ibu dalam keadaan baik, dan
III.
placenta akan dilahirkan.
2. Melakukan Manajemen Aktif kala III
3. Melakukan pemeriksaan fundus untuk
memastikan apakah ada bayi kedua.
4. Memberikan suntikan oksitosin 10 IU
secara IM di 1/3 paha bagian luar.
5. Melakukan penjepitan dan pemotongan
tali pusat, kemudian mengikat tali pusat
dengan umbilical klem.
6. Melakukan PTT dengan memindahkan
klem 5-10cm di depan vulva, jika uterus
berkontraksi tangan kanan melakukan PTT
kearah bawah dan tangan kiri kearah
dorsokranial di atas simfisis sampai
terlihat tanda pelepasan plasenta.
7. Melahirkan plasenta, plasenta lahir pukul
15.05 WIB
8. Melakukan massage fundus uteri agar
tidak terjadi atonia uteri sehingga uterus
berkontraksi (Fundus teraba keras)
kemudian mengajarkan kepada ibu dan
keluarga untuk melakukan sendiri
9. Melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta bagian maternal dan fetal.
10. Melakukan pemeriksaan jalan lahir dan
robekan, ada robekan pada perineum
derajat II yaitu dari mucosa vagina sampai
kulit dan otot perineum.
31
32
PERENCANAAN
TANGGAL DIAGNOSA
NAMA &
/ DAN PERENCANAAN PARAF
PKL MASALAH
15.10 WIB P1 A0H1 1. Beritahu ibu seluruh hasil pemeriksaan
Parturient kala bahwa kondisi ibu baik dan TTV normal
IV dengan 2. Lakukan pemeriksaaan jalan lahir dan
laserasi jalan robekan, ada robekan pada perineum derajat
lahir II yaitu dari mucosa vagina sampai kulit dan
otot perineum.
3. Lakukan penjahitan pada luka robekan jalan
lahir
4. Observasi perdarahan dan luka robekan
5. Bersihkan ibu dari darah dengan
menggunakan air DTT dan melakukan
dekontaminasi tempa tidur dengan larutan
klorin.
6. Rendam alat-alat persalinan kedalam larutan
klorin 0,5 % selama 15 menit, alat-alat
persalinan sudah direndam kedalam larutan
klorin.
7. Lepaskan sarung tangan secara terbalik dan
rendam dalam larutan klorin kemudian
mencuci tangan.
8. Observasi TTV, TFU, kontraksi uterus,
kandungkemih, perdarahan tiap 15 menit
pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada
jam kedua.
9. Lakukan dokumentasi yang diberikan

33
PELAKSANAAN
TANGGAL DIAGNOSA
NAMA &
/ DAN PELAKSANAAN PARAF
PKL MASALAH
P1 A0H1 Parturient 1. Memberitahu ibu seluruh hasil
15.15 WIB kala IV dengan pemeriksaan bahwa kondisi ibu baik dan
laserasi jalan lahir TTV normal
2. Melakukan pemeriksaaan jalan lahir dan
robekan, ada robekan pada perineum
derajat II yaitu dari mucosa vagina
sampai kulit dan otot perineum.
3. Melakukan penjahitan pada luka
robekan jalan lahir
4. Mengobservasi perdarahan dan luka
robekan
5. Membersihkan ibu dari darah dengan
menggunakan air DTT dan melakukan
dekontaminasi tempat tidur dengan
larutan klorin.
6. Merendam alat-alat persalinan kedalam
larutan klorin 0,5 %selama 15 menit,
alat-alat persalinan sudah direndam
kedalam larutan klorin.
7. Melepaskan sarung tangan secara
terbalik dan rendam dalam larutan klorin
kemudian mencuci tangan.
8. Mengobservasi TTV, TFU, kontraksi
uterus, kandung kemih, perdarahan tiap
15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30
menit pada jam kedua.
9. Melakukan dokumentasi pada asuhan
yang diberikan

34
KONTROL HIS

NamaIbu : Ny. S
Umur : 23 th
Alamat : Batang Sangir

Tgl/jam DJJ Ketuban Pembukaan Penurunan His TD N S RR Urine

______

______
(+)
______ 130 5cm H-II 3x10’/40” 120/80 84 36,8 20 ±150

145
______
3x10’/40”

______ 143
3x10’/40”
______

______ 141
3x10’/40”
______
140

______
3x10’/40”
143

______ 4x10’/40”
140

4x10’/40”
144

4x10’/45”

137 5x10’.45”

10 cm H-IV 110/70 80 37,2 20 ±150

35
CATATAN PERKEMBANGAN
NAMA: Ny. S No. RM: PAV:
Umur: 23 th Tanggal: 2023 Kelas:
Diagnosa/ Masalah: Nama
P1 A0 H1 Parturient kala IV dengan laserasi jalan lahir &
Paraf
S O A P
Ibu KU: ibu baik P1 A0 H1 1. Memberitahu ibu seluruh hasil
mengatakan Parturient pemeriksaan bahwa kondisi ibu
Kesadaran:
kepalanya baik dan TTV normal
composmentis. kala IV
masih sedikit 2. Melakukan pemeriksaaan jalan
TD:120/80mmHg dengan
terasa pusing lahir dan robekan, ada robekan
N: 80x/menit laserasi
pada perineum derajat II yaitu
jalan
Suhu: 36,7̊ C
dari mucosa vagina sampai kulit
lahir
RR: 20x/menit dan otot perineum.
BB: 55 kg 3. Melakukan penjahitan pada luka
Protein urine: (-) robekan jalan lahir
4. Mengobservasi perdarahan dan
luka robekan
5. Membersihkan ibu dari darah
dengan menggunakan air DTT
dan melakukan dekontaminasi
tempat tidur dengan larutan
klorin.
6. Merendaalat-alat persalinan
kedalam larutan klorin 0,5 %
selama 15 menit, alat-alat
persalinan sudah direndam
kedalam larutan klorin.
7. Melepaskan sarung tangan
secara terbalik dan rendam
dalam larutan klorin kemudian
mencuci tangan.
8. Mengobservasi TTV, TFU,
kontraksi uterus, kandung

36
kemih, perdarahan tiap 15 menit
pada 1 jam pertama dan tiap 30
menit pada jam kedua.
9. Melakukan dokumentasi pada
asuhan yang diberikan

37
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan pembahasan manajemen asuhan kebidanan yang


dilakukan pada ibu bersalin dengan Laserasi jalan lahir di ruangan VK Puskesmas Kersik
Tuo pada tanggal 06 Februari 2023.
Penulis akan menguraikan berdasarkan SOAP. Bab ini, penulis akan
membandingkan antara tinjauan kasus pada Ny ”S” dengan Persalinan Laserasi Jalan Lahir
di Puskesmas Kersik Tuo dengan teori tentang penanganan Laserasi Jalan Lahir.
Pembahasan ini penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen
asuhan kebidanan dengan Soap, yaitu pengumpulan data Obyektif dan Subyektif,
merumuskan diagnosis dan Membuat perencanaan.
Menurut (Saifuddin, 2014) proses kala I dikatakan normal jika dipantau melalui
patograf dan tidak melewati garis waspada. Dalam hal ini tidak terjadi kesenjangan antara
teori dan praktek, karena saat dipantau dengan menggunakan partograf tidak melewati garis
waspada sehingga proses kala I pada Ny. S dikatakan normal. Persalinan merupakan proses
pergerakan keluarnya janin, plasenta dan membran dari rahim melalui jalan lahir, diawali
dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi,
durasi, dan kekuatan yang teratur. Kejadian ruptur perineum dimungkinkan karena
penatalaksanaan pimpinan persalinan yang tidak sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal
(APN).
Pada kala II Ny. S berlangsung 20 menit dari pembukaan lengkap pukul 14.30
WIB dan bayi lahir spontan 14.50 WIB. Saat pertolongan persalinan dilakukan secara
APN.
Pada kasus Ny. S kala III berlangsung selama 15 menit. Hal ini normal terjadi
karena plasenta lahir 5-30 menit setelah bayi lahir dengan demikian selama kala III tidak
ada penyulit-penyulit dan tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek (JPNK-KR,
2014). Pengeluaran plasenta dengan spontan dengan jumlah kotiledon sekitar 18 buah,
selaput ketuban utuh, dan panjang tali pusat ±0 cm, tidak ada penyulit dan komplikasi pada
pelepasan plasenta, dan tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kemudian melihat robekan
pada perineum, perdarahan ± 250 cc, kala III berjalan dengan normal.
Kala IV pada Ny. S terdapat robekan jalan lahir (robekan perineum derajat II).
Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, pengeluaran lochea rubra, kandung kemih
kosong. Menurut (Johariah, 2017) kala IV adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah

45
bayi lahir, untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post
partum. Pemantauan pada jam pertama yaitu 15 menit, dan jam ke 2 yaitu 30 menit.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah tingkat kesadaran, pemeriksaan tanda-
tanda vital, kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan. Pada kasus Ny. S kala IV setelah
pengeluaran bayi, hingga 2 jam pemantauan dan terdapat rupture perineum derajat II. Pada
Ny. S umur 23 tahun P1A0 yang mengalami ruptur perineum dimana berat badan lahir
3.500 gram.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan maka dilakukan penjahitan perineum
dengan cara jelujur dengan menggunakan cut gut chromic, dimulai dari 1 cm diatas luka,
jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai laserasi. Kemudian melakukan
pemeriksaan dengan memasukkan jari ke anus untuk mengetahui terabanya jahitan pada
rectum karena bisa menyebabkan fistula dan bahkan infeksi.
Dari kasus Ny. S ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik, karena
telah dilakukan sesuai dengan langkah dan manejemen Soap mulai dari pengumpulan data
Subyektif dan Obyektif, identifikasi diagnosa atau masalah, rencana asuhan dan catatan
perkembangan.

46
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Subyek

Berdasarkan data subyektif, ibu mengatakan masih sedikit pusing

2. Obyek

Berdasarkan data subyektif yang didapatkan, TTV ibu dalam batas normal

3. Asesment

Berdasarkan diagnosa atau masalah yang ditemukan adalah persalinan dengan

laserasi jalan lahir.

4. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa atau masalah yang ditemukan dalam persalinan dengan

laserasi jalan lahir memberikan tindakan penanganan perdarahan dan melakukan

penjahitan robekan jalan lahir.

Dari kasus Ny. S ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik, karena
telah dilakukan sesuai dengan langkah dan manejemen Soap mulai dari
pengumpulan data Subyektif dan Obyektif, identifikasi diagnosa atau masalah,
rencana asuhan dan catatan perkembangan.

B. Saran

1. Bagi Lahan Praktik


Meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar kompetensi guna untuk
meningkatkan mutu pelayanan kebidanan, mendeteksi dini keadaan ibu hamil
agar tidak terjadi kehamilan yang mengarah ke kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal, serta memberikan pendidikan kesehatan.

47
2. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Jurusan Kebidanan
Jurusan Kebidanan Poltekkes Jambi, diharapkan dapat terus
mempertahankan mutu pendidikan serta mempertahankan sarana dan prasarana
serta kerja sama dengan instansi lainnya guna mempertahankan mutu dan
menambah wawasan bagi pendidikan
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Meningkatkan pengalaman dan wawasan dalam melakukan asuhan studi
kasus serta diharapkan dapat menambah pengetahuan, keterampilan terhadap
praktek dan teori serta meningkatkan kemampuan penulisa lain dalam
mendokumentasikan dan memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal.

48
DAFTAR PUSTAKA

A.Oka, I. (2016). PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK IKAN GABUS TERHADAP KADAR


INTERLEUKIN – 6 PADA IBU NIFAS DENGAN RUPTURE PERINEUM. 05(07), 65–72.
ACOG. (2011). Perbedaan Hasil Masase Perineum dan Kegel Exercise terhadap Pencegahan
Robekan Perineum pada Persalinan di Bidan. 132(165), 87–102.
Amru, D. E. (2022). EFEKTIFITAS TEKNIK MENERAN TERHADAP KEJADIAN RUPTURE
PERINEUM PADA IBU BERSALIN. 1(1).
Andanawarih, P., & Ulya, N. (2021). EFEKTIFITAS JAMU KUNYIT ASAM TERHADAP
PENYEMBUHAN LASERASI PERINEUM DI KOTA PEKALONGAN. 6(1), 30–37.
Aquari, B. (2020). Pelaksanaan Penjahitan dengan Metode Jelujur Pada Laserasi Jalan Lahir
Tingkat I Sebagai Upaya Pencegahan Perdarahan Pada Ibu Bersalin. 2, 8–14.
Departemen Obstetri dan Ginekologi. (2019). Obstetri Fisiologi (S. R. Krisandi & A. Pribadi (Eds.);
3rd ed.). Sagung Seto.
Dewi, R. K., & Untari, S. (2021). Relationship Between Mothers Who Did Pregnancy Exercise And
The Occurrence of Birth Canal Laceration At The Time Of Delivery. 10–18.
Fauziah, Fitriana, & Noorbaya, S. (2020). Efektivitas Pemberian Ikan Gabus Kukus Terhadap
Penyembuhan Laserasi Perineum Pada Ibu Postpartum. 3, 92–100.
Fitri, E. Y., Aprina, & Setiawati. (2019). Pengaruh senam kegel terhadap penyembuhan luka pada
ibu post partum. 15(2), 179–184.
Fitriana, Y., & Nurwiandani, W. (2021). Asuhan Persalinan. Pustaka Baru Press.
Indrayani, T., Solehah, F. M., & Widowati, R. (2020). Efektivitas Air Rebusan Daun Binahong
Terhadap Penyembuhan Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Puskesmas Menes Kabupaten
Pandeglang. 3(2), 177–184. https://doi.org/10.30994/jqwh.v3i2.73
Ma’rifah, U., & Aisyah, S. (2017). Efektifitas Pijat Perineum Dalam Mencegah Terjadinya Laserasi
Perineum dan Episiotomi Pada Persalinan Normal Di BPM Sri Wahyuni Surabaya. Kebidanan,
3.
Magoga, G., Saccone, G., Al-kouatly, H. B., G, H. D., Thornton, C., Akbarzadeh, M., Ozcan, T., &
Berghella, V. (2019). Warm perineal compresses during the second stage of labor for reducing
perineal trauma: A meta-analysis. European Journal of Obstetrics and Gynecology, 240, 93–
98. https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2019.06.011
Mm, B., & Om, S. (2013). Antenatal perineal massage for reducing perineal trauma ( Review ). 4.
Purnami, R. W., & Noviyanti, R. (2019). EFEKTIVITAS PIJAT PERINEUM PADA IBU HAMIL
TERHADAP LASERASI PERINEUM. 10(2), 61–68.
Purnami, R. W., Wahyuni, E. T., Tinggi, S., Kesehatan, I., Yogyakarta, M., Tinggi, S., Kesehatan, I.,
& Yogyakarta, M. (2019). Phoenix Dactylifera Terhadap Percepatan Persalinan. 1.
Putri, R. A., & Lestari, P. (2020). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Laserasi
Jalan Lahir Pada Persalinan Normal. 3.
Rahayu, S., Sumarni, S., & Umaroh. (2015). Perbedaan Hasil Masase Perineum dan Kegel Exercise
terhadap Pencegahan Robekan Perineum pada Persalinan di Bidan. 4(2), 728–733.
Ramar, C. N., & Grimes, W. R. (2022). Perineal Lacerations. StarPearls.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559068/
Sibuea, F., Hardhana, B., & Widiantini, W. (Eds.). (2022). Profil kesehatan indonesia 2021.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Silfia Sekar Ames, Astri Yunita, P. S. U. I. (2021). PENGARUH WATER BIRTH PADA
PRIMIGRAVIDA DENGAN DERAJAT LASERASI PERINEUM DI BPM BIDAN KITA
KLATEN. Journal of Midwife Community, 4(3), 133–138.
49
Sri, R., Masdiputri, N., Puteri, M. D., Keperawatan, F., Universitas, K., & Banjarmasin, M. (2022).
Analisis Determinan Kejadian Laserasi Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin di RS Islam
Banjarmasin. 12(2), 118–123.
STRATEGIS, RENCANA Jambi, Dinas Kesehatan Provinsi 2021 - 2026. (2022). Pemerintah Provinsi
Jambi.
Turnip, M., Nurianti, I., & Sirait, R. A. (2022). PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN PUTIH
TELUR TERHADAP LUBUK PAKAM. 5(1). https://doi.org/10.35451/jkk.v5i1.1362
Wulandari, P., Arifianto, & Zuhara, I. K. (2014). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM SPONTAN DI BPM NY. NATALIA
KECAMATAN GENUK KOTA SEMARANG. 1–8.
Yuliyanik, Mutanah, & Astuti, A. P. (2015). PENGARUH POSISI LITHOTOMI DAN DORSAL
RECUMBENT TERHADAP DERAJAD ROBEKAN PERINEUM PADA IBU BERSALIN PRIMI
GRAVIDA Studi Di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Myastoeti Kota Malang. 03.
Yunifitri, A., Lestari, D., Aulia, N., Roza, N., Kebidanan, P., Kesehatan, F. I., & Batam, U. (2022).
PIJAT PERENIUM UNTUK MENCEGAH LASERASI JALAN LAHIR. 12(3), 86–95.

50
51

Anda mungkin juga menyukai