Di wilayah timur nusantara ada pula kerajaan besar, yakni Kerajaan Gowa. Berdiri
pada 1300-an, kerajaan ini memainkan peran penting terkait masuknya Islam di
tanah Sulawesi, utamanya pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV bernama I
Manga’rangi Daeng Manrabbia.
Setelah Sultan Alauddin menjadi Muslim, Islam pun ditahbiskan menjadi agama
resmi kerajaan. Hal ini menimbulkan konsekuensi, kerajaan-kerajaan taklukan Gowa
pun wajib memeluk Islam. Sementara, kerajaan-kerajaan yang tidak mau memeluk
Islam dianggap tak mematuhi pesan Sultan Alauddin yang juga adalah kakek dari
Sultan Hasanuddin.
Sebelum Islam masuk, para raja di Sulawesi Selatan pernah membuat perjanjian
yang isinya, “Siapa yang menemukan suatu jalan yang lebih baik, berjanji untuk
memberitahu kan tentang jalan itu kepada raja-raja lainnya”. Namun nyatanya,
perjanjian itu cenderung disepelekan oleh raja-raja itu. Sultan Alauddin yang
menjadikan Gowa sebagai pusat penyebaran Islam di wilayah timur nusantara ini
terus mengembangkan Islam, baik secara damai maupun perang.
Beberapa kerajaan di daerah Bugis, seperti Bone, Wajo, Soppeng, Sidenreng, dan
lainnya menolak keras ajakan Raja Gowa. Akibat penolakan itu, Raja Gowa terpaksa
angkat senjata dan mengirim bala tentara ke daerah itu.
Pada 1608, beberapa pasukan gabungan Kerajaan Bugis itu mengalahkan Gowa,
tetapi pada tahun berikutnya semuanya berhasil ditundukkan dan bersedia
menerima Islam sebagai agama kerajaan. Sidenreng dan Soppeng pada 1609, Wajo
pada 1610, dan Bone pada 1611. Perang Islam di tanah Bugis saat itu disebut Musu
Assalengeng (Perang Islam). Penerimaan Islam oleh para raja itu kemudian diikuti
masing-masing rakyatnya.
Sultan Alauddin wafat pada 15 Juni 1639. Ia diberi gelar “Tumenanga ri Gaukanna”
atau yang mangkat dalam kebesaran ke kua saannya. Sedangkan, sumber lainnya
menya takan, Sultan Alaud din di beri gelar “Tumenanga ri Agamana” atau yang
mangkat dalam aga manya. berbagai sumber