NAMA KELOMPOK
Masuknya Islam di NTT Agama Islam pertama kali dibawa ke wilayah Nusa Tenggara
Timur (NTT), tepatnya di Pulau Solor, oleh Syahbudin bin Salman Al-Faris pada abad
ke-15. Syahbudin bin Salman Al-Faris merupakan seorang ulama dan pedagang yang
membawa Islam ke NTT. Solor menjadi tempat di NTT yang pertama kali terpengaruh
Islam karena letaknya yang strategis. Di Solor terdapat bandar penting di Pamakayo,
Lohayong, Menanga, dan Labala. Bandar tersebut sangat penting sebagai tempat
persinggahan para pedagang. Syahbudin bin Salman Al-Faris juga dikenal sebagai
Sultan Menanga. Ia berhasil menyebarkan Islam. yang dibuktikan dengan mengawini
putri Raja Sangaji Dasi dari Kerajaan Lamakera di Solor.
Perkembangan Islam di NTT Raja Sangaji Dasi adalah salah satu orang Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang pertama kali memeluk Islam. Masuknya Raja Sangaji Dasi ke agama
Islam juga diikuti oleh anggota keluarganya. Selain itu, perkembangan Islam di NTT juga
bisa dibuktikan dengan adanya kampung Muslim pertama di Menanga. Dari Menanga,
Islam kemudian berkembang ke wilayah Alor, Flores, Timor, dan Sumba. Kemudian,
pada abad ke-16, Islam semakin berkembang, dibuktikan adanya berbagai lembaga
yang didirikan. Beberapa lembaga yang didirikan adalah lembaga sosial, lembaga
keagamaan, dan lembaga pendidikan Islam. Berbagai lembaga yang didirikan tersebut
bertujuan untuk menunjang penyebaran agama Islam.
KERAJAAN ISLAM DI NUSA TENGGARA
1. KESULTANAN BIMA
Kesultanan Bima ( )كسلطانن بيماadalah kerajaan Islam yang didirikan pada tanggal 7
Februari 1621 Masehi. Sultan pertamanya adalah raja ke-27 dari Kerajaan
Mbojo yang bernama La Kai. Wilayah Kesultanan Bima meliputi Pulau
Sumbawa dan Pulau Flores Bagian Barat yaitu Wilayah Manggarai yang sekarang
menjadi 3 Kabupaten yakni Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat dan Kab.
Manggarai Timur. Kesultanan ini telah dipimpin oleh 14 sultan. Sultan terakhirnya
adalah Sultan Muhammad Salahuddin.[1]
Pada awalnya Kesultanan Bima merupakan sebuah kelompok masyarakat Suku
Mbojo yang menganut paham animisme dan dinamisme. Masyarakat ini kemudian
disatukan bersama suku-suku lain di sekitarnya. Penyatuan ini dilakukan oleh Sang
Bima yang mengajarkan agama Hindu dari Jawa. Setelah itu, ia mendirikan
Kerajaan Bima dengan gelar Sangaji.[2]
Kerajaan Bima didirikanpada abad ke-11 Masehi dengan dua nama, yaitu Kerajaan
Mbojo dan Kerajaan Bima. Kerajaan Mbojo merupakan nama yang diberikan oleh
para pemangku adat yang disebut Ncuhi, sedangkan Kerajaan Bima merupakan
nama yang diberikan oleh masyarakat. Setelah membentuk kerajaan, Sang Bima
pergi ke Kerajaan Medang. Ia kemudian mengirim kedua putranya yang bernama
Indra Zamrud dan Indra Kumala ke Kerajaan Bima. Indra Zamrud diangkat
menjadi Sangaji di Bima, sedangkan Indra Kumala menjadi Sangaji di Dompu.[3]
Pada tahun 1540 Masehi, para mubalig dan pedagang dari Kesultanan
Demak datang ke Kerajaan Bima untuk menyiarkan Islam. Penyebaran Islam
dilakukan oleh Sunan Prapen, tetapi tidak dilanjutkan setelah Sultan
Trenggono wafat pada tahun yang sama. Pada tahun 1580, penyebaran Islam
dilanjutkan oleh para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Ternate yang diutus
oleh Sultan Baabullah. Selanjutnya, penyebaran Islam di Kerajaan Bima diteruskan
oleh Sultan Alauddin pada tahun 1619. Ia mengirim para mubalig dari Kesultanan
Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone. Kerajaan Bima akhirnya menjadi
kesultanan setelah rajanya yang bernama La Kai menjadi muslim pada tanggal
15 Rabiul Awal tahun 1030 Hijriyah. Agama Islam kemudian menjadi agama resmi
dari para bangsawan dan masyarakat Kerajaan Bima. [4]
RAJA RAJA KESULTANAN BIMA
2. KESULTANAN SUMBAWA