Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN ISLAM DI JAWA

Agama islam masuk ke pulau jawa kurang

lebih pada abad ke-11 M, yang dibawa oleh para pedagang Arab dan Para Muballigh dari Pasai.
Tempat awal dimasuki islam di pulau jawa yaitu terdapat pada daerah Jawa timur.

𝙖. 𝙋𝙚𝙧𝙠𝙚𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙄𝙨𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙅𝙖𝙬𝙖 𝙏𝙞𝙢𝙪𝙧

Perkembangan islam di jawa tidak lepas dari wali songo. Di Jawa Timur, para wali tinggal di
Surabaya, Gresik, dan Lamongan.

Mulai abad ke-15, di beberapa daerah Jawa termasuk di Gresik, telah menunjukkan adanya kegiatan
keagamaan yang diprakarsai oleh para wali. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik adalah tokoh
Wali Songo yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di Jawa, pada abad ke-14.

Sunan Gresik mulai menyebarkan agama Islam di Jawa timur dengan mendirikan masjid pertama di
Manyar. Setelah berhasil merangkul masyarakat Gresik, Maulana Malik Ibrahim melakukan
kunjungan ke ibu kota Majapahit di Trowulan dan diterima dengan baik oleh rajanya.

Selain Sunan Gresik, empat anggota Wali Songo lainnya juga berperan dalam perkembangan Islam di
Jawa Timur. Antara lain

1. Sunan Ampel di Surabaya

2. Sunan Bonang di Tuban

3. Sunan Drajat di Lamongan

4. Sunan Giri di Gresik.

Langkah awal sunan ampel adalah dengan mendirikan pondok pesantren untuk mendidik para dai
yang ditugaskan menyebarkan agama Islam ke seluruh Jawa.

𝙗. 𝙋𝙚𝙧𝙠𝙚𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙄𝙨𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙅𝙖𝙬𝙖 𝙏𝙚𝙣𝙜𝙖𝙝

Sunan Kalijaga berdakwah di Jawa Tengah dengan cara memasukkan ajaran islam dalam cerita
wayang. Penyebaran Islam juga dilakukan oleh Sunan Kudus. Sunan Kudus mengajarkan Islam
dengan mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat agama.
Selanjutnya, Sunan Kudus mendirikan sebuah masjid yang kemudian dikenal sebagai Masjid Agung
Kudus.

Sedangkan Sunan Muria, yang terhitung sebagai salah seorang penyokong Kerajaan Demak, lebih
memusatkan penyebaran Islam di desa-desa yang letaknya jauh dari pusat kota. Sunan Muria
mendidik rakyat di sepanjang lereng Gunung Muria dengan mengadakan kursus pada para
pedagang, nelayan, pelaut, dan rakyat jelata.

𝙘. 𝙋𝙚𝙧𝙠𝙚𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙄𝙨𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙅𝙖𝙬𝙖 𝘽𝙖𝙧𝙖𝙩

Sunan Gunung Jati adalah keponakan dari Pangeran Cakrabuana yang diberi takhta atas Kesultanan
Cirebon. Selama memerintah, Sunan Gunung Jati membangun sarana ibadah dan transportasi
sebagai penunjang langkahnya dalam menyebarkan Islam. Pada 1489, ia membantun Masjid Agung
Sang Cipta Rasa di Cirebon sebagai pusat dakwah. Dari Cirebon, penyebaran Islam berlanjut ke
wilayah Jawa Barat lainnya, seperti Bogor dan Banten. Akan tetapi, proses islamisasi secara damai
terhalang oleh Kerajaan Pajajaran dan kehadiran bangsa Portugis. Dengan gabungan pasukan dari
Demak, Sunan Gunung Jati akhirnya berhasil merebut Banten dan mengusir Portugis. Dalam
dakwahnya, ia menggunakan pendekatan sosial budaya, sehingga Islam dapat diterima masyarakat
dengan mudah. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan
Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat.

Agama Islam pertama kali dibawa ke wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Pulau Solor,
oleh Syahbudin bin Salman Al-Faris pada abad ke-15.

Syahbudin bin Salman Al-Faris merupakan seorang ulama dan pedagang yang membawa Islam ke
NTT.

Solor menjadi tempat di NTT yang pertama kali terpengaruh Islam karena letaknya yang strategis.

Di Solor terdapat bandar penting di Pamakayo, Lohayong, Menanga, dan Labala. Bandar tersebut
sangat penting sebagai tempat persinggahan para pedagang.

Syahbudin bin Salman Al-Faris juga dikenal sebagai Sultan Menanga. Ia berhasil menyebarkan Islam.
yang dibuktikan dengan mengawini putri Raja Sangaji Dasi dari Kerajaan Lamakera di Solor.

Raja sangaji dasi adalah salah satu orang nusa Tenggara Timur (NTT)yang pertama kali memeluk
agama islam

Masuknya Raja Sangaji Dasi ke agama Islam juga diikuti oleh anggota keluarganya. Selain itu,
perkembangan Islam di NTT juga bisa dibuktikan dengan adanya kampung Muslim pertama di
Menanga.

Dari Menanga, Islam kemudian berkembang ke wilayah Alor, Flores, Timor, dan Sumba.

Kemudian, pada abad ke-16, Islam semakin berkembang, dibuktikan adanya berbagai lembaga yang
didirikan. Beberapa lembaga yang didirikan adalah lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan
lembaga pendidikan Islam.

Berbagai lembaga yang didirikan tersebut bertujuan untuk menunjang penyebaran agama Islam.
Masuknya Islam di Kalimantan

Beberapa ahli memperkirakan bahwa wilayah Kalimantan telah berhubungan dengan Muslim Arab
pada sekitar abad ke-7.

Namun, kala itu hanya terjalin hubungan dagang, karena rute Kalimantan dilewati rute pelayaran
Arab-Persia-India-China.

Pendapat kedatangan Islam pada abad ke-7 ini dibuktikan dengan adanya hubungan perdagangan
pada masa Khalifah Utsman bin Affan (644-654), yang ditulis dalam kitab Nukhbah ad-Dahr.

Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Islam baru datang ke Kalimantan pada abad ke-13.

Hal itu dibuktikan dengan adanya makam di Kerajaan Tanjungpura, Kalimantan Barat, yang nisannya
tertulis menggunakan huruf Arab disertai huruf Jawa kuno dan bertahun Saka.

Selain itu, di Desa Negeri Baru Banua Kayong (Ketapang), terdapat beberapa nisan dari abad ke-15
yang terdapat inskripsi Arab dan Jawa Kuno.

Di makam tersebut juga diselipkan tulisan ayat Al Quran, membuktikan bahwa Islam telah
berkembang di Ketapang atau Tanjungpura pada abad ke-15.

Salah satu tokoh berperan dalam menyebarkan agama Islam di Kalimantan adalah Syeikh Husein,
seorang pedakwah dari Jazirah Arab.

Syeikh Husein menjadi penyebar Islam di wilayah Sukadana, Kalimantan Barat, pada sekitar akhir
abad ke-16 di wilayah yang dipimpin oleh Giri Kesuma atau Panembahan Sorgi (1590-1609).

Dalam kurun waktu yang sama, wilayah Kalimantan Timur diislamkan oleh Datuk Ri Bandang dan
Tuan Tunggang Parangan.

Datuk Ri Bandang sendiri adalah murid dari Sunan Giri, salah satu Wali Songo yang berperan besar
terhadap Islamisasi Jawa.

Pada abad ke-16, Islam juga masuk di wilayah Kalimantan Selatan. Pembawa agama Islam ke
Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab dan para mubaligh dari Jawa.

Salah satu buktinya, berdiri Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan, yang pada periode Majapahit
masih bercorak Hindu.

Kemudian, dari abad ke-17 hingga abad ke-19, sejumlah ulama Arab berdatangan ke Kalimantan.
Beberapa nama yang datang ke Kalimantan adalah Syarif Husein Al-Qadrie dari Hadramaut, yaman,
yang datang ke Matan dan Mempawah.

Proses Islamisasi di Kalimantan

Proses Islamisasi memerlukan beberapa strategi dan metode, supaya ajarannya bisa diterima
dengan baik oleh masyarakat Kalimantan.

Salah satunya adalah dengan

1.Berdakwah

seperti yang dilakukan oleh ulama Syarif Karim al-Makhdum, Khatib Dayyan, Syekh Husein (Tok
Mangku), Tuan Tunggang Parangan, dan Datuk ri Bandang.

Selain melalui dakwah, proses islamisasi juga dapat ditempuh dengan

2.Politik

biasanya sasarannya adalah raja yang menguasai suatu wilayah. Pengislaman raja dianggap sangat
efektif karena akan diikuti oleh rakyatnya dan sekaligus mengubah pemerintahan menjadi bercorak
Islam.

Beberapa raja di Kalimantan yang berhasil diislamkan adalah Pangeran Samudera (Sultan
Suriansyah), Raja Aji Mahkota (Raja Kutai Kertanegara), dan Panembahan Sorgi (Raja Sukadana) yang
semuanya terjadi pada abad ke-16.

Proses Islamisasi juga dapat dilakukan dengan

3. Perkawinan Misalnya dengan menikahi putri-putri dari kerajaan yang belum memeluk Islam.
Contohnya adalah perkawinan putra Sultan Tengah (Raja Serawak dari Brunei) yang bernama Raden
Sulaiman dengan Mas Ayu Bungsu (putri dari Ratu Sepudak, penguasa Sambas Hindu). Dari
perkawinan itu, terjadi peralihan Sambas dari kerajaan bercorak Hindu-Buddha menjadi kerajaan
bercorak Islam.

Ketika metode Islamisasi melalui dakwah, politik, dan pernikahan, telah berhasil, perjuangan
dilanjutkan dengan jalan pendidikan. Pendidikan sangat penting dalam menanamkan pemahaman
dan ajaran Islam kepada masyarakat yang belum memahami Islam secara mendalam.
Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, di antaranya dari suku bangsa Makassar
(Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo).Ribuan pulau di Indonesia, sejak lama
telah menjalin hubungan baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan
kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau
Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke
Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum
terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang
beribu negeri di Makassar.

Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaudin al Awwal dan Perdana Menteri atau
Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula
pada ayahanda Sultan Alaudin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk
Islam.

A. Kerajaan Gowa-Tallo

Pada awalnya lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak
Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato’
ri Bandang dan Dato’ Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk
Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam. Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan
lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan
Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos,
Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.

Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transit di Indonesia
bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”. Karena
keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh
terhadap kerajaan di sekitarnya. Faktor-faktor penyebab Kerajaan Makassar menjadi besar:

1.Letaknya strategis, baik sekali untuk pelabuhan.

2.Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang menyebabkan pedagang Islam pindah ke Makassar.

B.Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone, merupakan kesultanan
yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan
sekarang ini. Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam. Namun
Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe ri Tallo Arumpone keduabelas.
Sebelumnya yaitu La Tenrirua telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone yang disebut
Ade Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan meninggal disana. Ketika Islam diterima secara resmi,
maka susunan hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta
KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.
C.Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun 1399, di wilayah yang menjadi
Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi Selatan. Penguasanya disebut “Raja Wajo”. Wajo adalah
kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yaitu Cinnotabi.Komunitas Lampulung terus berkembang dan
memperluas wilayahnya hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal, komunitas ini
cair. Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan sama dengannya, yaitu Puang ri Timpengeng
di Boli. Komunitas ini kemudian hijrah dan berkumpul di Boli. Komunitas Boli terus berkembang
hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng. Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan
Mampu, yaitu La Paukke datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi.

D.Kesultanan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kepulauan Sulawesi Tenggara) Provinsi Sulawesi
Tenggara.Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa Kerajaan Bone di Sulawesi lebih dulu
menerima agama Islam yang dibawa oleh Datuk ri Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar
tahun 1605 M.

Sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada tahun 815
H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae Sangia i-Gola dan baginda langsung memeluk
agama Islam. Lebih kurang seratus tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman al-Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengislamkan Raja Buton yang ke-
6 sekitar tahun 948 H/1538 M.

PERKEMBANGAN ISLAM DI MALUKU

Diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam
mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal
Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga
kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan
Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

Penduduk lokal Kampung Wawane, Provinsi Maluku, merupakan penganut animisme. Lalu seabad
kemudian, hal tersebut mulai berubah seiring dengan kedatangan pedagang Jawa ke provinsi ini.
Pedagang-pedagang Jawa ini tidak hanya berdagang, namun juga menyebarkan ajaran Islam. Mereka
mencoba mengenalkan Islam kepada masyarakat lokal di Maluku, dan kepercayaan animisme sedikit
demi sedikit mulai memudar di Kampung ini. Terkenal dengan daerahnya yang subur dan merupakan
penghasil rempah-rempah terbesar, kepulauan Maluku banyak didatangi pedagang-pedagang,
diantaranya pedagang-pedagang islam. Kedatangan para pedagang islam di Maluku, secara tidak
langsung membuat agama islam tersebar melalui jalur perdagangan yang selanjutnya disebarkan
oleh para mubaligh atau ulama yang salah satunya berasal dari pulau jawa. Perkembangan Islam di
Maluku selanjutnya ditandai dengan dibangunnya Masjid Wapaue pada 1414 yang merupakan
masjid tertua yang ada di Indonesia. Mesjid tua Wapauwe ini terletak dekat dengan Benteng
Amsterdam di desa Kaitetu, Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Masjid ini dinamakan Masjid Wapaue
karena terletak di bawah pohon mangga. Dalam bahasa setempat, "wapa" berarti "bawah" dan
"uwe" berarti mangga. Keseluruhan bangunan masjid ini terbuat dari kayu sagu yang dilekatkan satu
sama lain tanpa menggunakan paku. Sampai saat ini Masjid Wapaue ini masih terawat dan
digunakan juga sebagai galeri museum yang berisi koleksi-koleksi antik peninggalan kebudayaan
muslim maluku kuno antara lain Bedug yang berumur seratus tahun, Al-Quran antik yang ditulis
tangan, sebuah kaligrafi tulisan arab yang ditaruh di sebuah lempengan metal dan sebuah
timbangan kayu yang digunakan untuk menimbang zakat.

PERKEMBANGAN ISLAM DI PAPUA

Sejarah Masuknya Islam di kepulauan Papua sama halnya dengan sejarah masuknya islam di kota-
kota yang ada di Nusantara, dan rata-rata melalui jalur perdagangan. Karena letak Papua yang
strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia Barat, maupun para
pedagang lokal Indonesia sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai
harganya dan kekayaan rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang. Karena
kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah maka terjadi hubungan politik dan perdagangan
antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan Ternate dan Tidore, sehingga
banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di daerah tersebut. Tanah Papua secara
geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari
kajian para sejarahwan lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi
silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja Ampat-
Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, diantara mereka saling mengklaim bahwa
Islam lebih awal datang kedaerahnya yang hanya di buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung
dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis.

Anda mungkin juga menyukai