Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setelah Nabi Muhammad wafat, para khalifah mengembangkan agama Islam keluar Jazirah Arab. Penyebaran dan perkembangan Islam berlangsung sangat cepat sehingga pada abad ke-8 M, pengaruh Islam telah meliputi seluruh kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, dan sebagian Eropa, yakni Spanyol dan Turki. Kemudian,pada masa Khalifah Bani Umayyah, agama Islam telah berkembang sampai ke India, bahkan sampai ke Indonesia. Ketika Kerajaan Sriwijaya sedang mengembangkan kekuasaanya, sekitar abad ke7 dan 8M, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang Islam. Berdasarkan beita Cina darizaman Dinasti Tang, pada abad itu, di Sumatra dan Kanton (Guangzhou) sudah terdapat penganut Islam. Pada masa itu, sudah ada kegiatan pelayaran dan perdagangan antara Barat (Laut Tengah) dan Timur (Asia), yang dilakukan oleh Kerajaan Islam Bani Ummayah dengan Kerajaan Cina di bawah Dinasti Tang yang melalui Selat Malaka. Ketika Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad ke-13 M, kedudukan masyarakat Islam di pulau Sumatra, semananjung Melayu, dan pulaupulau disekitar Selat Malaka semakin kuat. Beberapa waktu kemudian, masyarakat Islam sudah berperan penting dalam bidang politik. Di pesisir Sumatra sampai Palembang, berdiri kerajaan-kerajaan Islam termasuk disekitar Selat Malaka,sedangkan di daerah pedalaman masih masih terdapat penganut agama Budha.berita tentang adanya Islam di Sumatra pada abad ke-13 M itu dikemukakan oleh Marco Polo yang singgah di Sumatra pada 1292.

Rupanya agama Islam masuk ke Indonesia itu dengan perlahan-lahandan bertahap, yang dimulai pada abad ke-7 dan mendapatkan bentuknya secara politik pada abad ke-13M. adapun yang menyebarkan agama Islam itu terdiri atas berbagai bangsa seperti Arab, Persia, dan Gujarat. Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M.. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, HAMKA berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat nanti wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 674M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima ptra ratu Sima dari Kalingga masuk Islam. Pada tahun 718M raja Sriwijaya Sri Indrawarman setelah kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah). 2

B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana proses masuknya agama Islam di Indonesia? b. Bagaimana perwujudan akulturasi kebudayaan Indonesia dengan

kebudayaan Islam?

C. Tujuan Penelitian Agar sebuah penelitian memiliki arah yang jelas, maka setiap penelitian tentu harus memiliki tujuan, yakni hasil akhir yang hendak dicapai dari suatu penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara teliti tentang proses masuknya agama Islam di Indonesia dan perwujudan akulturasi kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan Islam.

D. Manfaat Penelitian Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan tujuan penelitian dapat tercapai sehingga dapat memberi manfaat yaitu dapat mengetahui proses masuknya agama Islam di Indonesia dan perwujudan akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumber Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia Sumber sejarah yang menjadi bukti awal penyebaran Islam di Indonesia tidak begitu banyak. Sumber sejarah itu berupa catatan dari para musafir dan pesanpesan yang termuat pada nisan. 1. Catatan Dinasti Tang Sumber sejarah dari Cina itu memberitakan bahwa pada abad ke-7M, telah ada pemukiman pedagang Arab di Baros, kota kecil di pantai barat laut Sumatra Utara. Namun, belum dapat diketahui apakah penduduk asli diwilayah itu telah memeluk agama Islam. 2. Catatan Marco Polo Catatan itu membuktikan adanya masyarakat muslim di Perlak, pada akhir abad ke-13M. 3. Catatan Ma-Huan Catatan musafir Cina itu memberitakan bahwa pada awal abad ke-15M, sebagian masyarakat kota di pantai utara Jawa telah memeluk Islam. 4. Suma Oriental dari Tome Pires Buku musafir Portugis itu memuat catatan lengkap penyebaran agama islam di Sumatra, Kalimantan, Jawa, sampai Maluku, sekitar abad ke-16 M. 5. Tulisan pada nisan di Leran, Gresik

Tulisan berhuruf Arab itu memberitakan wafatnya seorang wanita muslim bernama Fatimah binti Maimun, sekitar abad ke-11 M. 6. Pemakaman Muslim kuno di Troloyo dan Trowulan Pemakaman dekat Mojokerto itu membuktikan adanya bangsawan Majapahit yang sudah memeluk Islam, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

B. Penyebaran Islam di Indonesia Masuknya Islam di Indonesia ke berbagai daerah di Indonesia, tidaklah sekaligus, melainkan secara bertahap. Faktor transportasi, komunikasi, politik, dan latar belakang sosial masyarakat setempat menentukan proses Islamisasi di daerahdaerah Nusantara. Pada mulanya Islam berkembang di daerah pesisir, sedangkan daerah-daerah pedalaman masih menganut paham lama. Dalam buku Suma Oriental, Tome Pires menyebutkan bahwa pada abad 16 Islam telah menyebar di bagian pesisir Sumatra Utara dan Timur, yakni dari Aceh sampai Palembang. Dalam abad 14 di Sumatra telah terbentuk kerajaan Islam, yaitu Samudra Pasai. Dari Samudra Pasai, Islam kemudian berkembang ke Malaka. Dari Malaka Islam disebarkan ke Pulau Jawa. Masyarakat muslim di Jawa Timur diduga terbentuk pada masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit. Disaat Majapahit mengalami kemunduran, muncul kota Tuban, Gresik, dan Demak sebagai pusat penyebaran agama Islam, yang pengaruhnya meluas sampai ke Maluku. Dari Demak Islam meluas ke daerah pesisir utara Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon). Di Pulau Jawa dikenal adanya Wali Sembilan (Wali Songo) yang merupakan tokoh-tokoh ulama penyebar agama Islam. Mereka adalah ahli agama yang dekat kepada Allah, mempunyai tenaga gaib, kekuatan batin, dan menguasai ilmu yang tinggi. Kesembilan wali itu masing-masing diberi gelar Sunan, yaitu Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Djarat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria dan SyekhSiti Jenar (Syekh Lemah Abang). Pemberian gelar itu di dasarkan pada tempat mereka dimakamkan, seperti Gunungjati di Cirebon, Drajat di dekat Tuban, Giri di dekat Gresik, dan

sebagainya. Salah satu dari kesembilan wali itu, yakni

Syekh Siti Jenar

mengalami nasib yang buruk yakni dihukum mati oleh keputusan dewan wali, karena dianggap menyiarkan ajaran yang sesat. Penyebaran Islam ke daerah Maluku berhubungan dengan kegiatan perdagangan antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Islam masuk ke Maluku sekitar abad ke-13. Menurut sumber tradisi, penyebaran Islam di Maluku dilakukan oleh Maulana Husayn pada masa pemerintahan Marhum di Ternate. Menurut Hikayat Tanah Hitu disebutkan bahwa raja pertama yang memeluk agama Islam di Maluku adalah Zainal Abidin (1486-1500). Konon ia belajar agama Islam di pesantren Giri. Berbeda dengan di Jawa proses Islamisasi di Maluku diwarnai oleh persaingan di antara raja-raja muslim seperti Ternate dan Tidore. Dari Maluku Islam kemudian menyebar ke Irian dan sekitarnya. Penyebaran Islam di Kalimantan Selatan diketahui dari Hikayat Banjar. Proses Islamisasinya ditandai oleh terjadinya perpecahan dikalangan Istana, antara Pangeran Tumenggung dengan Raden Samudera. Pangeran Tumenggung adalah Raja Dipa dan Daha bercorak Hindu. Untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung, Raden Samudera meminta bantuan Demak dengan perjanjian bersedia masuk Islam. Atas bantuan Demak, maka Pangeran Tumenggung dapat dikalahkan.Sejak itu, kerajaan Banjar bercorak Islam dan Rajanya Raden Samudera bergelar Sultan Suryanullah. Menurut Hikayat Kutai bahwa proses Islamisasi di Kalimantan Timur berlangsung damai. Disebutkan bahwa penyebar Islam di Kutai adalah Tuan ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Raja Mahkota masuk Islam karena merasa kalah kesaktiannya. Menurut Hikayat Gowa-Tallo dan Wajo bahwa penyebaran Islam di Sulawesi berjalan secara damai. Penyebaran Islam adalah Dato ri Bandang dan Dato Sulaeman. Kerajaan Islam Gowa kemudian menaklukkan Kerajaan Soppeng, Wajo, dan Bone yang raja-raja secara resmi memeluk agama Islam pada tahun 1611. Sebenarnya proses Islamisasi di Indonesia berjalan secara damai, yakni melalui dakwah, perkawinan, tasawuf, dan kesenian. Sedangkan secara politik dan

kekerasan, bukan semata-mata masalah agama, melainkan didorong oleh kepentingan ekonomi dan kekuasaan semata-mata. Sanggahan Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui Pedagang Gujarat Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Safi'i. Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam di masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik. C. Proses Persebaran Pengaruh Islam di Indonesia Persebaran pengaruh Islam di Indonesia pada awalnya berlangsung lambat, dan meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, kecuali sejumlah kawasan di Indonesia bagian timur. Berdasarkan sumber-sumber sejarah, baik berupa tulisan maupun peninggalan fisik, proses persebaran pengaruh Islam di Indonesia diperkirakan sebagai berikut. Para pedagang muslim mancanegara mendirikan pemukiman semi permanen di sejumlah bandar penting Indonesia. Mereka mendirikan masjid untuk keperluan kegiatan keagamaan. Saat berinteraksi dengan penduduk pribumi, mereka mengenal ajaran dan nilai-nilai Islam. Pengenalan ajaran dan nilai Islam belum memperoleh tanggapan saat pengaruh kerajaan Hindu-Budha masih kuat. Meskipun demikian, para pedagang tetap aktif berdakwah, bahkan melibatkan mubalig dari negeri asal mereka. Upaya itu menunjukkan hasil ketika pengaruh kerajaan Hindu-Budha mulai surut. Sejumlah pemukiman muslim yang permanen bermunculan di sejumlah Bandar penting seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Maluku. Berkembangnya pemukiman muslim di pusat-pusat perdagangan menjadikan masyarakat muslim sebagai kekuatan ekonomi. Para pedagang muslim pribumi terlibat aktif dalam kegiatan perdagangan mancanegara. Namun

kekuatan ekonomi belum beralih menjadi kekuatan politik selama kerajaan Hindu-Budha masih berpengaruh. Kekuatan ekonomi itu beralih menjadi kekuatan politik saat penguasa pribumi di bandar-bandar dagang menjadi muslim. Kondisi itu dipercepat dengan mundurnya pengaruh kerajaan Hindu-Budha. Puncak dari kekuatan politik Islam adalah munculnya sejumlah kerajaan Islam di Indonesia. a. Penyebaran Pengaruh Islam di Indonesia Proses persebaran Islam di Indonesia berjaln dengan lancar. Hal itu terbukti dari wilayah persebarannya yang luas. Penyebabnya antara lain seabagai berikut. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang telah dianggap masuk Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat, yang berisi pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Upacara-upacara dalam Agama Islam sangat sederhana bila dibandingkan dengan agama Hindu dan Budha. Agama Islam tidak mengenal sistem kasta dan menganggap semua manusia mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Allah. Agama Islam yang menyebar di Indonesia disesuaikan dengan adat dan tradisi bangsa Indonesia, dan dalam penyebarannya dilakukan dengan damai tanpa kekerasan. Faktor politik ikut memperlancar penyebaran agama Islam di Indonesia, yaitu keruntuhan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai kerajaan Budha dan Hindu di Indonesia.

b. 1.

Cara Penyebaran Islam di Indonesia Cara Perdagangan

Perdagangan memegang peran utama, karena Islam mulai diperkenalkan melalui sejumlah bandar penting. Perdagangan itu pula yang memungkinkan persebaran pengaruh Islam yang luas di Indonesia, berawal dari pesisir lalu kepedalaman.

Pengenalan nilai dan ajaran Islam oleh pedagang muslim mancanegara dimungkinkan dengan kesempatan menetap cukup lama di bandar-bandar Indonesia, sambil menunggu pergantian musim. Selain itu, juga dengan sikap terbuka masyarakat Indonesia terhadap hal-hal baru yang positif. Itulah sebabnya, pedagang muslim mancanegara diperkenankan mendirikan pemukiman beserta tempat ibadah. Yang penting dicatat, kepada bandar-bandar penting disekitar Selat Malaka mengundang para mubalig dari Arab, Persia, dan India untuk mengenalkan nilai dan ajaran Islam sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. 2. Cara Perkawinan

Bagi masyarakat setempat, pedagang muslim mancanegara dianggap sebagai kalangan terpandang, baik kekayaan maupun pengetahuannya. Kedudukan itu menarik kalangan penguasa pribumi (bangsawan) untuk menikahkan anak gadisnya dengan para pedagang itu. Sebelum menikah, sang gadis menjadi muslim terlebih dahulu. Perkawinan dapat pula terjadi antara wanita muslim dengan kalangan pribumi. Kedua bentuk perkawinan tersebut membentuk keluarga muslim, kemudian berkembang menjadi perkampungan muslim. Lalu lebih luas lagi menjadi masyarakat muslim, dan terbentuklah kerajaan Islam. Perkawinan secara muslim dikalangan terpandang memperlancar penyebaran pengaruh Islam. Misalnya, perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawungaten, dan Brawijaya dengan Puteri Jeumpa yang menurunkan Raden Patah. 3. Cara Pendidikan

Pengenalan dan penyebaran ajaran serta nilai-nilai Islam melalui pendidikan dilakukan setelah masyrakat muslim pribumi terbentuk. Pendidikan

diselenggarakan oleh para guru agama, kiai, dan ulama. Mereka mendirikan pondok-pondok pesantren untuk mendidik para santri.

Oleh karena terbuka oleh siapapun, banyak anak-anak dan remaja dari berbagai kalangan tertarik menjadi santri. Setelah selesai, mereka kembali ke kampung halaman masing-masing, juga pergi ke tempat lain. Disana para santri berdakwah mengajarkan Islam. Tindakan seperti itu turut memperluas pengaruh Islam ke berbagai penjuru Indonesia. Tokoh Islam Indonesia yang mendirikan pesantren antara lain Raden Rahmat di Ampel, dekat Surabaya dan Raden Paku di Giri. Beberapa lulusan Giri diundang ke Maluku untuk mengajarkan Islam disana. 4. Cara Politik Penyebaran Islam secara politik dilakukan oleh para penguasa, baik dalam lingkup kecil maupun besar. Mereka mempunyai pengaruh dan berwibawa (disegani), dan menjadi panutan rakyat. Itulah sebabnya, tindakan penguasa masuk Islam segera diikuti oleh rakyatnya. Akibatnya, seluas pengaruh politik sang penguasa, semakin luas pula penyebaran pengaruh Islam. Penyebaran Islam secara politik juga dilakukan sejalan dengan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam. Dalam rangka memperluas pengaruh, kerajaan memerangi kerajaan non-Islam. Misalnya, Demak menyerang Majapahit dan Banten menyerang Pajajaran. Kemenangan kerajaan Islam kemudian menarik penduduk kerajaan non-Islam itu untuk menjadi muslim. 5. Cara Kesenian

Pertunjukan wayang merupakan salah satu sarana kesenian yang digunakan untuk menyebarkan Islam. Tokoh termashur yang mahir mementaskan wayang adalah Sunan Kalijaga. Kisah yang dipentaskan dikutip dari Mahabharata ataupun Ramayana. Namun selama pementasan, disisipkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Selesai pertunjukan, sang dalang tidak meminta upah melainkan mengajak para penonton mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. D. Perwujudan Akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan Kebudayaan Islam

10

Berkembangnya agama dan kebudayaan Islam membawa banyak perubahan terhadap corak kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Masuknya budaya Islam tidak menyebabkan hilangnya kebudayaan asli pra-Islam, tetapi justru memperkaya keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. Unsur-unsur asli kebudayaan Indonesia, pengaruh budaya Hindu-Budha, dan budaya Islam berpadu menjadi kebudyaan baru, yaitu kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan asli, pengaruh Hindu-Budha yang baik terus dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan pola budaya Islam dalam wujud akulturasi kebudayaan. Perwujudan akulturasi kebudayaan itu terlihat dari berbagai aspek kehidupan, seperti dalam seni bangunan, seni rupa aksara dan seni sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, pandangan hidup, dan nilai-nilai tradisional lainnya 1. Seni Bangunan Dalam seni bangunan, akulturasi tampak terutama dalam bentuk bangunan mesjid, keraton, makam. Mesjid arti sebenarnya adalah tempat sujud, yaitu tempat orang Islam melakukan shalat menyembah Allah. Masjid selalu menghadap ke arah kiblat. Mesjid yang besar disebut Masjid Jami dan yang lebih kecil disebut langgar atau mushola. Bangunan mesjid ini berbentuk segi empat dengan serambi di depannya. Mesjid di Indonesia mempunyai ciri khas Indonesia, yakni atapnya berundakundak (bertingkat) yang merupakan prototipe seni bangunan zaman sebelum Islam dan sebelum adanya pengaruh Hindu-Budha. Ciri yang kedua adalah adanya menara, dan yang ketiga adalah letaknya selalu di sebelah barat alun-alun dan tidak jauh dari pusat kota. Halaman mesjid sering digunakan untuk menempatkan makam. Untuk makammakam yang keramat biasanya didirikan rumah tersendiri, disebut cangkub (kubba). Bahkan, dalam kukusan mesjid/makam (kelompok makam) diberi tembok dengan gapura sebagai penghubung. Gapura-gapura itu berlanggam seni zaman kuno, yaitu ada yang berbentuk kori agung (beratap dan barpintu) atau berbentuk candi bentar (tanpa atap dan pintu).

11

Di samping unsur-unsur zaman kuno terdapat pula unsur-unsur zaman madya, unsur daerah, unsur asing, yang semua itu memberi bentuk pada mesjid-mesjid di Indonesia. Unsur-unsur budaya itu, memberi corak yang merupakan tambahan pada bagian-bagiannya. Di Minangkabau, misalnya, bentuk rumah gadang yang menambah indahnya, yakni tatap yang tumpang tindih. Mesjid Sumenep memperlihatkan pengaruh Inggris, Mesjid Agung Palembang (menaranya) memperlihatkan seni bangunan cina, dan Mesjid Kebon Jeruk Jakarta memperlihatkan seni bangunan Belanda, dan sebagainya. Tidak berbeda halnya dengan candi, makam Islam untuknya menyerupai perumahan tempat kediaman terakhir yang abadi, terutama sekali makam para raja sering dibuat layaknya istana. 2. Seni Rupa

Dalam agama Islam ada larangan melukis suatu makhluk hidup apalagi manusia (menurut hadis). Karena itu, seni rupa dan seni pahat (patung) pada zaman madya (Islam pertama kali masuk) yang dalam zaman kuno sangat maju menjadi mundur. Namun, dalam berkembangannya timbul kembali seni patung, pada zaman Islam kepandaian pahat-memahat jadi terbatas pada seni ukir saja., Dalam seni hias pola-polanya meniru zaman kuno, seperti daun-daunan, bungabungaan, bukit-bukit karang, pemandangan, dan garis-garis geometri, kepala kijang, ular naga, dan sebagainya. Dengan datang Islam, maka ada tambahan satu pola lagi, yaitu pola huruf arab. Dalam perkembanganya, ukir-ukiran yang tampak, baik dalam bangunan masjid, nisan-nisan, gapura, atau dinding-dinding tembok banyak yang berpolakan huruf Arab dan pola-pola pra-Islam. Hal yang menarik perhatian adalah banyaknya warna emas dan merah yang digunakan dalam seni rupa/ hias. 3. Aksara dan Seni Sastra Sebelum Islam masuk, aksara Indonesia diwarnai pengaruh huruf Pallawa dari India, misalnya aksara Kawi (Jawa Kuno). Setelah Islam masuk, berkembanglah huruf Arab dan bahasa Arab. Dengan adanya bahasa Arab, banyak hasil sastra kuno yang disadur atau diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Gubahan-gubahan

12

baru dari kisah Mahabharata, Ramayana, dan Pancatantra menjadi Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandaawa Jaya, Hikayat Sri Rama, Hikayat Panjatanderan, dan sebagainya. Demikian halnya cerita panji dalam zaman kuno, maka pada zaman Islam di daerah Melayu dikenal Syair Ken Tambunan, Syair Panji Sumirang, Cerita Wayang Kinudang, Hikayat Panji Kuda Semirang, Hikayat Panji Wila Kusuma, dan sebagainya. Adanya istilah syair dan hikayat jelas sekali adanya pengaruh Islam, sebab istilah ini sebelumnya tidak dikenal. Salah satu karya sastra yang mencerminkan Islam adalah Suluk, yaitu kitab-kitab yang menjelaskan soal-soal tasawuf. Beberapa contoh kitab Suluk, diantaranya sebagai berikut: a. Suluk Sukarsa, yang isinya menceritakan ki Sukarsa mencari ilmu sejati untuk mendapatkan kesempurnaan. b. Suluk Wujil, yang isinya berupa wejangan-wejangan Sunan Bonang kepada Wujil, seorang kerdil bekas abdi raja Majapahit. c. Suluk Malang Sumirang, yang isinya mengagungkan orang yang telah mencapai kesmpurnaan. Beberapa contoh Syair, yaitu sebagai berikut: a. Syair Perahu, yang isinya mengibaratkan manusia seperti perahu, mengarungi dzat Tuhan, dengan menghadapi segala macam rintangan dan marabahaya, dapat diatasi dengan tauhid dan marifat. b. Syair si Burung Pingai, yang isinya menggambarkan manusia seperti seekor burung (dzat Tuhan). Beberapa contoh hikayat, yaitu sebagai berikut: Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bahtiar, Hikayat si Miskin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Jauhar Manikan, Hikayat Raja-Raja Pasai, dan

13

Hikayat Hasanuddin.

4.

Sistem Pemerintahan

Masuknya agama dan budaya Islam juga mempengaruhi terhadap sistem pemerintahan. Sebelum Islam masuk, corak pemerintahan dipengaruhi budaya Hindu dan Budha. Pada zaman kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha, struktur pemerintahan dan nama-nama jabatan dipengaruhi budaya India. Kita mengenal adanya istilah Maharaja, Yuwaraja, Rakryan Mahamantri, Dharma dhyaksa, Senapati, dan sebagainya. Masuknya Islam maka nama-nama jabatan tadi berubah, disesuaikan dengan pola budaya Islam. Misalnya, jabatan raja berubah menjadi Sultan. Kedudukan raja pada masa Islam tidak lagi bersifat turun-temurun, tetapi sudah lebih bersifat demokratis. Kedudukan Sultan pada zaman Islam tidak diperoleh dengan cara kekerasan, tetapi berkat kelebihannya sehingga dipilih dan diangkat oleh rakyatnya. 5. Sistem Kalender

Sebelum Islam masuk, kita mengenal penggunaan kalender Masehi atau tahun Saka (pengaruh budaya India). Setelah masuknya budaya Islam kita mengenal adanya penanggalan Hijriyah, berdasarkan peredaran bulan. Ketika itu, mereka telah tahu nama-nama bulan, seperti Muharram, Syafar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab,Syaban, Ramadhan, Syawal Zulkaidah, dan Zulhijah. Di Indonesia perintis pembuatan kalender Islam adalah Sultan Agung dari Mataram Baru. Dalam perkembangannya, kini kita mengenal adanya sistem kalender yang merupakan penggabungan dari penanggalan Masehi, Saka, dan Hijrah. 6. Filsafat dan Pandangan Hidup

Akulturasi budaya Islam dan pra-Islam terwujud pula dalam filsafat hidup bangsa Indonesia. Secara praktisnya, yaitu berfilsafat, berpikir untuk mencari kebenaran

14

yang hakiki. Menurut falsafah hidup masyarakat Budha, misalnya, bahwa hidup ini adalah samsara (sengsara) akibat manusia mengikuti nafsu ingin menguasai duniawi. Masyarakat Islam berpendapat bahwa hidup pada hakikatnya adalah beribadah (mengabdi kepada Allah). Orang Hindu-Budha untuk mencapai ketenangan dan kesempurnaan hidup berusaha dengan cara bersemedi, meditasi, atau yoga. Orang Islam dengan cara bertasauf, yaitu hidup mengikuti ketentuan ajaran agama Islam yang sebenar-benarnya. Akulturasi budaya Islam dan praIslam itu kini terwujud dalam bentuk falsafah hidup bangsa Indonesia, yakni Pancasila sebagai substansi(isi) nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia.

15

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Yang Digunakan Metode adalah cara atau jalan yang digunakan peneliti untuk menyelesaikan suatu permasalahan di dalam suatu kegiatan penelitian. Metode yang berhubungan dengan ilmiah adalah menyangkut masalah cara kerja, yakni cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Husin Sayuti,1989:32) Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan. Oleh karenanya, metode penelitian sangat dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Historis. Adapun yang dimaksud dengan Metode Historis adalah: Suatu metode yang sistematis untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarawan dengan menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa dari hasilnya, biasanya dalam bentuk tulisan.(Nugroho Notosusanto,1984:10-11) Sedangkan menurut Abdurrahman Surjomimihardjo, Metode Historis adalah suatu proses yang telah dilaksanakan oleh sejarawan dalam usaha mencari, mengumpulkan, menguji, memilih, memisahkan dan kemudian menyajikan fakta sejarah serta tafsirannya dalam susunan yang teratur.(Abdurrahman Surjomihardjo, 1979:133) Dengan demikian metode historis adalah suatu prinsip dan aturan yang sistematis, yang digunakan oleh para sejarawan dalam rangka suatu penulisan sejarah.

16

Tujuan dari penelitian dengan metode historis adalah membuat rekonstruksi masa lampau secara objektif dan sistematis drengan cara mengumpulkan,

memverifikasikan, mensitesakan bukti-bukti untuk memperoleh hasil serta penafsiran yang baik. Dalam penelitian historis, validitas dan reabilitas hasil yang dicapai sangat ditentukan oleh sifat data yang ditentukan pula oleh sumber datanya. Sifat data historis tersebut diklasifikasikan dalam dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun data primer adalah data autentik yaitu data yang langsung dari tangan pertama tentang masalah yang diungkapkan atau data asli. Sedangkan data sekunder adalah data yang mengutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat autentik karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga dan selanjutnya, atau data tidak asli. (Budi Koestoro dan Basrowi, 2006:122) Adapun langkah-langkah dalam penelitian historis,yaitu: 1. 2. Heuristik, adalah proses mencari untuk menemukan sumber sejarah. Kritik, yaitu menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli, baik isi maupun bentuknya. 3. Interpretasi, yaitu setelah memperoleh fakta yang diperlukan maka harus merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal. 4. Historiografi, yaitu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian. (Nugroho Notosusanto, 1984:12) Heuristik, adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber sejarah. Proses yang dilakukan penulis dalam heuristik adalah mencari sumber-sumber sejarah yang sesuai dengan tema penulisan, dan juga mencari sumber-sumber data dan fakta yang berasal dari pustaka yang dapat dijadikan literatur penulisan. Kritik, adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli atau palsu dan apakah dapat digunakan atau sesuai dengan tema penelitian. Proses ini dilakukan penulis dengan memilah-milah dan menyesuaikan data yang penulis dapatkan dari heuristik dengan tema yang akan penulis kaji, dan arsip atau data yang diperoleh penulis telah diketahui keasliannya. Interpretasi,adalah kegiatan setelah memperoleh fakta yang diperlukan maka harus merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal. Pada

17

bagian ini setelah mendapat fakta-fakta yang diperlukan maka kita merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal, dalam hal ini penulis berupaya untuk menganalisis data dan fakta yang telah diperoleh dan dipilah yang sesuai dengan kajian penulis. Historiografi, adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Dalam hal ini penulis membuat laporan hasil penelitian berupa penulisan proposal dari apa yang didapatkan penulis saat heuristik, kritik, dan interpretasi. Penulisan proposal disusun berdasarkan metode karya ilmiah yang diberikan oleh dosen pembimbing yang berlaku di STKIP-PGRI Bandar Lampung. B. Tekhnik Pengumpulan Data Tekhnik dalam pengumpulan data ini diartikan sebagai metode atau cara peneliti dalam mengumpulkan data-data atau sumber-sumber informasi untuk

mendapatkan data yang valid sesuai dengan tema penelitian ini, dengan demikian peneliti perlu menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan sumbersumber bahan antara lain melalui: Tekhnik Kepustakaan

Yang dimaksud tekhnik kepustakaan adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lengkap serta untuk menentukan tindakan yang akan diambil sebagai langkah penting dalam kegiatan ilmiah. (Joko Subagyo, 1997:109) Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Tekhnik kepustakaan merupakan cara mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat diruang perpustakaan, misalnya dalam bentuk majalah atau koran, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen dan lain sebagainya yang relevan dengan penelitian. (Koentjaraningrat, 1983;81) Sementara itu tekhnik kepustakaan juga dapat diartikan sebagai studi penelitian yang dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan yaitu melalui buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. (Hadari Nawawi, 1996:133)

18

Jadi tekhnik kepustakaan ini peneliti berusaha untuk melakukan penelitian dengan mempelajari buku-buku literatur sehingga peneliti memperoleh data-data serta informasi dengan bantuan material berupa naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dan ensiklopedia yang relevan. C. Tekhnik Analisis Data Setelah data penelitian diperoleh maka langkah peneliti selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data untuk diinterpretasikan dalam menjawab

permasalahan penelitian yang telah di ajukan. Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif, dengan demikian tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik analisis data kualitatif, yang berupa fenomena-fenomena dan kasus-kasus dalam bentuk laporan dan karangan sejarawan, sehingga memerlukan pemikiran yang diteliti dalam menyelesaikan masalah penelitian. Adapun definisi penelitian kualitatif adalah data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru ataupun memuatkan suatu gambaran yang sudah ada dan sebaliknya. (Joko Subagyo. 1997:106) Dalam sebuah penelitian, analisis data merupakan hal yang sangat penting, karena data yang sudah diperoleh akan lebih memiliki arti bila telah dianalisis. Kecermatan dalam memilih tekhnik analisis dalam sebuah penelitian sangat diperlukan. Takhnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik analisis data deskriptif kualitatif karena data yang didapatkan tidak berupa angkaangka, akan tetapi data berupa fenomena-fenomena dan kasus-kasus dalam bentuk laporan dan karangan sehingga harus dideskripsikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Pada prinsipnya analisis dan kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, dalam menganalisis data-data tersebut.

19

Tahapan-tahapan dalam proses analisis data kualitatif meliputi: 1. Reduksi Data yaitu sebuah proses pemulihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan dilapangan. Reduksi data juga merupakan bentuk analisis yang tajam, mengolongkan, mengarahkan, serta membuang yang tidak perlu serta mengorganisir data sampai akhirnya bias menarik kesimpulan. 2. Penyajian Data yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun, member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, sehingga dalam penganalisis atau mengambil tindakan nantinya akan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut. 3. Verifikasi Data yaitu menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah semua makna-makna yang muncul dari data sudah diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas kegunaan dan kebenarannya. (Budi Koestoro dan Basrowi, 2006:106)

20

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia

Matroji.2007.Sejarah.Jakarta:Erlangga. Sayuti,Husin.1989.Pengantar Metodologi Riset.Jakarta:Fajar Agung. Notosusanto,Nugroho.1984.Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer.Jakarta:Inti Indayu. Surjomihardjo,Abdurrahman.1979.Pembinaan Bangsa dan masalah Historiografi. Jakarta:Indayu. Sugiyono.2007.Prosedur Bandung :Alfabeta. Koentjoroningrat.1983.Metode-Metode Penelitian Masyarakat.Jakarta:Gramedia. Nawawi,Hadari dan Mimi Martini.1996.Penelitian Terapan.Jakarta:Gadjah Mada University Press. Wijaya, Juhana. 1994. Pegangan Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bandung. CV. Armico. Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D.

21

Anda mungkin juga menyukai