Anda di halaman 1dari 24

Kisah 25 Nabi Dan Rasul

Nama : Nabilla Lyrissa

Kelas : 8c
1. Kisah Nabi Adam a.s

Nabi Adam AS tercipta saat Allah mengatakan di hadapan para malaikat mengenai penciptaannya.
Menjadi khalifah sebagai leluhur manusia dan keturunannya yang akan memakmurkan dan
mensejahterakan dunia. Para malaikat kian penasaran mengapa harus diciptakan Nabi Adam AS.
Mereka khawatir diciptakannya makhluk yang lebih sempurna adalah karena kelalaian para malaikat.

Allah SWT menciptakan langsung Nabi Adam dan ruhnya pun langsung ditiupkan oleh-Nya. Nabi
Adam AS dibekali oleh akal yang membuatnya bisa mempelajari, mengamati dan memahami
berbagai macam. Dalam kisah Nabi Adam ini kita bisa mengetahui bahwa akal diberikan padanya
dan keturunannya untuk menjalankan tugas sebagai khalifah di dunia. Kelebihan tersebut yang
akhirnya membuat para malaikat mengakui keistimewaan yang diberikan pada Nabi Adam dari Sang
Maha Pencipta.

Nabi Adam diciptakan dari tanah dan setelah mati maka Adam dan anak cucunya juga akan
dikuburkan di tanah. Saat tubuh Nabi Adam sudah terbentuk secara sempurna dan ditiupkan ruh,
maka para malaikat diminta untuk bersujud padanya. Para malaikat pun menuruti perintah Allah
SWT tersebut, namun para setan yang dengan sombongnya menolak untuk melakukannya.
Dikarenakan setan merasa jauh lebih mulia dengan terbuat dari api dibandingkan tanah seperti
manusia salah satunya khalifah pertama.

Hari silih berganti membuat Nabi Adam merasa kesepian karena hidup seorang diri kemudian
diciptakanlah Hawa untuk mendampinginya. Proses penciptaan Hawa tersebut diambil dari tulang
rusuk sebelah kiri milik Nabi Adam yang diambil saat dia sedang terlelap tidur. Saat itu malaikat
bertanya untuk apa Allah SWT menciptakan Hawa. Nabi Adam pun menjawab bahwa Hawa
diciptakan untuk mendampingi, memberikan kebahagiaan dan segala kebutuhan hidupnya sesuai
kehendak Allah.

Nabi Adam dan Hawa diberikan izin dari Allah untuk tinggal di surga yang serba hidup nikmat dan
cukup apapun kebutuhannya. Tetapi ada salah satu hal pantangan yang harus diingat oleh keduanya
yaitu tidak boleh mendekati pohon terlarang dan memakan buahnya. Setelah setan menolak dengan
tidak ingin sujud, dia tidak lagi diijinkan untuk tinggal di surga. Adapun dikarenakan hal tersebut
setan menjadi dendam dengan Nabi Adam dan menginginkannya keluar dari surga.

Segala berbagai macam cara untuk menjerumuskan Nabi Adam dan Hawa keluar dari surga, telah
setan lakukan agar mereka mendekati pohon larangan. Begitu banyaknya rayuan serta tipu daya
yang dilakukan setan akhirnya membuat mereka pun memakan buah dari pohon larangan tersebut.
Selayaknya mereka merasakan akibatnya dengan terbukanya aurat Nabi Adam dan Hawa, karena
malu mereka mencari daun untuk menutupi auratnya. Lantas dengan perasaan malu karena telah
melanggar larangan yang telah Allah SWT berikan mereka menangis sambil memanjatkan doa dan
ampunan.

Nabi Adam dan Hawa memohon ampunan dan bertaubat atas dosanya telah melanggar perintah
Allah dan akhirnya Allah SWT mengampuninya. Mereka pun menjadikan hal tersebut sebagai
pelajaran yang amat berharga dan tidak boleh kembali melanggar perintah Allah SWT. Mereka juga
menyadari bahwa setan adalah musuh terbesar yang tidak lagi boleh dipercaya kembali apapun tipu
dayanya. Namun karena hal tersebut Nabi Adam dan Hawa harus dipindahkan dari surga ke bumi
dan mengemban tugas sebagai khalifah.

Setan selalu terus berusaha keras menyesatkan Nabi Adam dengan berbagai cara walaupun
keinginannya membuat Nabi Adam dikeluarkan dari surga terealisasi. Ketika diturunkan ke bumi
Nabi Adam diturunkan di Hindustan sedangkan Hawa di Jeddah, Saudi Arabia. Mereka terpisah
dengan jarak yang begitu jauh dan bertemu kembali setelah sekian lama di Jabal Rahmah daerah
Arafah. Maka pertemuan setelah perjuangan yang amat panjang menjadi hal yang sangat
membahagiakan, sehingga mereka menjalani hidup bersama dengan amat bahagia.

Nabi Adam dan Hawa menjalani kehidupan berdua sebagai pasangan suami istri dan diberkahi
keturunan. Hawa selalu melahirkan anak kembar laki-laki dan perempuan. Pada kelahiran pertama
anak mereka bernama Qabil dan Iklima, kemudian kelahiran kedua yakni bernama Habil dan Labuda.
Ketika anak Nabi Adam dan Hawa mulai beranjak dewasa, karakter merekapun berbeda-beda satu
sama lain.

Qabil yang memiliki sifat yang kasar dan Habil memiliki sikap lebih santun. Iklima menjadi remaja
yang cantik dan Labuda biasa-biasa saja saja. Anak-anaknya memiliki tugas masing-masing untuk
membantu urusan rumah tangga dan pekerjaan. Seiring dengan semakin bertambahnya kedewasaan
keempat anak Adam dan Hawa tersebut merekapun mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis.

Allah SWT memberikan petunjuk bahwa anak mereka harus segera dinikahkan dengan aturan
mereka tidak boleh dinikahkan dengan saudara kembarnya sendiri. Bahwa artinya Qabil akan
menikahi Labuda dan Habil akan menikahi Iklima. Namun, setelah hal tersebut disampaikan Adam
pada anak-anaknya dengan penegasan tidak boleh ada pihak yang menolak. Ternyata jawabannya
diluar dugaan bahwa Qabil menolak dan menyatakan ingin menikahi Iklima yang merupakan
kembarannya.

Pada saat keadaan perselisihan diantara anak lelakinya, maka Adam memberikan solusi kepada
mereka. Bahwa Qabil dan Habil harus berkurban kemudian siapa yang kurbannya diterima maka
dialah yang berhak menikahi Iklima. Nabi Adam berpikiran bahwa masalah jodoh ini akan lebih baik
jika tawakkal dan berserah diri kepada Allah SWT.

Seiring berjalannya usaha mereka, maka Habil yang qurbannya diterima dan berhak menikahi Iklima,
namun Qabil tidak dapat menerimanya. Setan melakukan berbagai cara untuk menilbulkan rasa iri
dan dengki pada Qabil. Setan pun menjelma dan memberi contoh di hadapan Qabil untuk
membunuh Habil dengan cara memukul kepala burung menggunakan batu.

Qabil menunggu saat yang tepat untuk menghantamkan batu besar ke kepala Habil dan sesaat
kemudian Habil pun meninggal. Qabil pun belajar dari burung gagak bagaimana caranya
menguburkan mayat Habil di dalam tanah. Dalam kisah tersebut menjadi pelajaran besar bagi Nabi
Adam untuk mengajari kebaikan kepada anak-anaknya dan menjauhi perbuatan buruk.

Berikut kisah empat roda kehidupan sang Khalifah Pertama yang memberikan banyak pelajaran
hidup. Setan adalah musuh terbesar manusia, sebagai umat muslim alangkah baiknya kita selalu
memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan. Nabi Adam selalu dan terus berdakwah
pada anak dan cucunya untuk mengikuti ajaran Allah SWT. Beliau wafat di usia 1000 tahun setelah
mengalami sakit selama 11 hari, setahun kemudian Hawa juga wafat menyusul suaminya.
2. Kisah Nabi Idris a.s

Nabi Idris merupakan keturunan yang keenam dari Nabi Adam AS. Ayahnya adalah Qabil dan ibunya
adalah Iqlima, putra dan putri dari Nabi Adam AS. Nama Idris berasal dari kata Darasa yang memiliki
arti belajar. Makanya tdak heran jika Nabi Idris dikenal pintar dan sangat senang belajar.

Menurut Syaikh As-Sa’ setela menafsirkan Surat Maryam ayat 56 hingga 57, Nabi Idris adalah nabi
yang dipuji Allah karena ilmunya yang sempurna, keyakinannya yang kuat dan amal saleh yang dia
lakukan. Makanya, di usianya yang ke-82 tahun, Malaikat Jibril datang untuk menyampaikan wahyu
pertama dari Allah SWT. Allah memerintakan Nabi Idris untuk mengajak umat manusia berjalan di
jalan kebenaran yang diridai Allah SWT.

Nabi Idris adalah manusia petama di bumi yang bisa membaca serta menulis menggunakan pena.
Dia juga adalah manusia yang sangat pintar dan kaya ilmu. Dia bisa merawat kuda, pandai ilmu
perbintangan (falaq) serta ilmu hitung, atau yang sekarang kita kenal dengan pelajaran matematika.
Selain itu, Nabi Idris adalah manusia pertama yang membuat pakaiannya sendiri untuk menutup
aurat.

Semasa kenabiannya, Nabi Idris dijuluki sebagai Asadul Usud yang berarti singa. Julukan itu dia
peroleh karena sifatnya yang pantang menyerah ketika menjalankan perintah Allah, yakni
menyebarkan kebenaran sebagai seorang nabi. Ketika berhadapan dengan umatnya yang kafir, dia
juga tidak gentar. Namun, dia tidak pernah sombong dan sangat mudah memaafkan orang lain.

Nabi Idris dan Malaikat Izrail rupanya bersahabat. Suatu ketika, setelah mereka beribadah bersama,
Nabi Idris tiba-tiba mengajukan satu permintaan yang tidak biasa kepada Malaikat Izrail. Dia
meminta Malaikat Izrail untuk mengajaknya melihat surga dan neraka. Izrail pun merasa heran
dengan permintaan Nabi Idris. Dia mengatakan, “Bahkan malaikat pun takut melihat neraka.”

Tapi Nabi Idris tetap bersikukuh ingin melihat neraka. Dia menyadari azab Allah itu pasti sangat
menakutkan. Dia berharap, setelah melihatnya, iman dia sebagai nabi yang bertugas menyebarkan
kebenaran akan semakin tebal.

Malaikat Izrail pun menyanggupi permintaan Nabi Idris AS, setelah dia mendapatkan izin dari Allah
SWT. Nabi Idris diajak melihat neraka. Namun, belum sampai masuk ke dalamnya, Nabi Idris AS
sudah pingsan menyaksikan langsung sosok malaikat penjaga neraka, Malaikat Malik. Nabi Idris
mengatakan, sosok Malaikat Malik sangat menakutkan dia. Malaikat Malik menyeret serta menyiksa
manusia-manusia yang durhaka kepada Allah SWT semasa hidup di bumi. Nabi Idris tidak kuat
melihat betapa mengerikannya neraka. Dia menyebutkan, neraka adalah tempat terburuk, tidak ada
tempat yang lebih mengerikan dari neraka. Nabi Idris segera meninggalkan neraka, namun dengan
tubuh yang sudah lemas.

Dari neraka, Malaikat Izrail mengajak Nabi Idris melihat surga. Reaksi Nabi Idris sama, NYARIS
PINGSAN! Tapi bukan karena takut, namun takjub dengan keindahan dan pesona yang ada di surga.
Dia menggambarkan sungai-sungai di surga airnya sangat bening, bahkan lebih bening dari air
pegunungan yang belum terjamah manusia. Di tepi sungai, berjajar pohon-pohon rindang yang
batangnya bukan terbuat dari kayu, namun dari emas dan perak. Di sana berdiri istana-istana
megah untuk para calon penghuni surga. Di setiap jengkal ada pohon-pohon yang menghasilkan
buah-buahan segar.

Ketika diajak kembali ke bumi, Nabi Idris merasa enggan karena tetap ingin berada di surga. Tapi
Malaikat Izrail mengingatkan, setelah kiamat nanti Nabi Idris bisa tinggal lagi di surga bersama nabi
lain serta orang-orang beriman. Setelah itu, Nabi Idris berjanji pada dirinya sendiri untuk terus
beribadah kepada Allah sampai hari kiamat tiba.
3. Kisah Nabi Nuh a.s

Nuh merupakan keturunan ke-9 Nabi Adam Alaihissalam. Kaum Nuh yang ada saat itu sudah sangat
jauh menyimpang dari jalan Allah. Mereka mendustakan nikmat yang selalu dilimpahkan Allah
kepada mereka. Kaum Nuh menyembah patung-patung yang mereka anggap sebagai tuhan. Mereka
meniru bapak-bapak mereka terdahulu dan menganggap perbuatan itu pasti benar.

Syaitan lagi-lagi berhasil membuat kaum Nuh menjadi sangat jauh kesesatannya dalam ketaatan
kepada Allah. Mengimani dan menyembah kepada Allah tidak mereka kenal lagi. Dan syaitan merasa
senang ada yang menemaninya menjadi penghuni neraka Jahanam.

Nuh yang terbebas dari segala bentuk kesyirikan kaumnya, melepaskan diri dari penyembahan
kepada patung-patung buatan tersebut. Allah kemudian mengangkat Nuh menjadi penerus risalah
kenabian. Nabi Nuh Alaihissalam mendapatkan beberapa petunjuk dan Allah agar membersihkan
keimanan kaumnya untuk menyembah hanya kepada Allah.

Pada masa itu, setiap manusia memiliki usia yang panjang. Nuh diangkat oleh Allah menjadi nabi dan
rasul pada usia 480 tahun. Sepanjang usianya tersebut, Nabi Nuh Alaihissalam berdakwah dan
menyeru tiada kenal lelah. Tidak hanya kepada orang-orang di sekitarnya tapi yang utama kepada
anggota keluarganya sendiri. Istri Nabi Nuh Alaihissalam dan seorang anaknya yang bernama Kan’an,
terpengaruh keadaan dan ikut-ikutan pula durhaka kepada Allah.

Sekian lama Nabi Nuh berdakwah, namun hanya sebagian kecil saja dari kaumnya yang mau
mendengarkan dan mengimani ajaran beliau. Pengikut Nabi Nuh Alaihissalam hanya terdiri dari
orang-orang biasa, bukan orang terpandang dan kaya raya. Sedangkan kaum Nuh yang kafir itu tidak
suka bila berdekatan dan bersama-sama dengan orang-orang tersebut. Mereka menganggap bahwa
derajat mereka lebih baik daripada Nabi Nuh dan para pengikutnya.

Bagi kaum yang durhaka itu, Nabi Nuh Alaihissalam manusia biasa yang tidak mempunyai kelebihan
apa pun. Alasan itulah yang mereka gunakan untuk tidak menaati ajaran yang dibawa Nabi Nuh
Alaihissalam. Pemimpin-pemimpin kaum yang kafir itu kemudian berkata akan dengan rela
mengikuti Nabi Nuh Alaihissalam dengan syarat pengikut-pengikutnya yang terdiri dari orang-orang
hina ditinggalkan atau dibiarkan dan diusir. Tentu saja Nabi Nuh menolak hal tersebut Pemimpin-
pemimpin kaum yang kafir merasa kesal kemudian menantang Nabi Nuh Alaihissalam. Bila memang
kedurhakaan mereka kepada Allah akan mendatangkan azab yang besar, maka mereka meminta
Nabi Nuh agar menyegerakan datangnya azab tersebut.

Nabi Nuh kemudian mendapat petunjuk Allah yang memerintahkan agar membangun bahtera yang
besar di puncak bukit. Bahtera tersebut kemudian dikerjakan bersama dengan para pengikutnya.
Pembuatan bahtera tersebut ternyata memakan waktu yang lama. Nabi Nuh Alaihissalam diuji
kesabarannya menghadapi kaumnya yang memandang pekerjaannya itu sebagai pekerjaan orang
gila.

Nabi Nuh Alaihissalam kemudian berdoa Kepada Allah. Beliau berdoa agar Allah jangan membiarkan
seorang pun dari kaum dan pemimpin yang kafir itu tetap tinggal di muka Bumi. Jika dibiarkan hidup,
nantinya mereka akan menyebabkan banyak orang menjadi tersesat dan selalu berbuat maksiat.
Dengan bimbingan Allah, Nabí Nuh dan pengikutnya telah merampungkan pembuatan bahtera
tersebut. Ketika itu, umur Nabi Nuh Alaihissalam telah menginjak usia 600 tahun. Allah kemudian
memerintahkan Nabi Nuh Alaihissalam agar bersiap-siap.

Bumi kemudian diperintahkan memancarkan air dari dalam perutnya. Sedang dari langit turunlah
hujan. Mulailah Nabi Nuh Alaihissalam mengisi bahtera dengan para binatang dan burung-burung.
Kaum Nuh yang memperhatikan itu, terheran-heran. Berbagai macam jenis hewan mendatangi
bahtera Nabi Nuh Alaihissalam dan semua binatang tersebut masuk dengan berpasangan. Tiada
seekor jenis pun yang terlewat. Bahtera yang besar itu ternyata muat dengan segala isi yang telah
masuk kedalamnya

Sementara itu, hujan terus turun dengan deras.Tiada henti bumi dan langit mengeluarkan air yang
melimpah. Kaum Nabi Nuh pun sadar, tempat tinggal mereka pasti akan segera dipenuhi dengan air.
Karena keangkuhan mereka, kejadian tersebut bukanlah azab seperti yang diancamkan Nabi Nuh
Alaihissalam. Mereka hanya menyingkir mencari tempat yang tinggi. Seperti yang dilakukan oleh
putra Nabí Nuh Alahissalam yang bernama Kan’aan. Dia yang sudah kafir tidak juga mau beriman
dan mendengarkan peringatan ayahnya.

Hingga ketika air telah tinggi, terangkatlah bahtera Nabi Nuh Alaihissalam. Mereka semua yang
berada dalam bahtera lalu berdoa memuji kepada Allah karena telah menyelamatkan mereka dari
orang-orang yang zalim. Mereka juga memohon agar Allah memberikan mereka tempat yang
diberkati karena Allah sebaik-baik yang memberi tempat.

Nabi Nuh Alaihissalam melihat Kan’aan, putranya itu sedang terombang-ambing di lautan banjir.
Sebagai ayah, ia merasa kasihan dan iba, Ia ingin anaknya termasuk pengikut yang diselamatkan.
Nabi Nuh Alaihissalam sendiri lalu diberi teguran atas sikapnya, dan kemudian ia menyadari itu lalu
memohon ampun kepada Allah. Siapa saja hari itu, tidak ada yang mampu menyelamatkan diri dari
air bah dan banjir besar yang melanda. Hanya Nabi Nuh Alaihissalam dan pengikutnya saja yang
selamat karena mereka semua telah beriman dan taat kepada Allah. Kaum Nuh termasuk isteri Nabi
Nuh Alaihissalam dan putranya Kan’an telah mendapat balasan karena kekafiran mereka.

Adik-adik, Nabi Nuh Alaihissalam adalah seorang rasul atas pengikut-pengikutnya. Kehidupan
manusia yang ada di muka Bumi saat itu dimulai kembali dari Nabi Nuh Alaihissalam dan pengikut-
pengikutnya atau disebutnya juga generasi manusia kedua setelah generasi Nabi Adam Alaihissalam.
Setelah sekian lama berada di lautan air, Allah kemudian memerintahkan bumi dan langit untuk
mengeringkan air. Di sebuah tempat, bahtera Nabi Nuh Alaihissalam berlabuh karena air mulai surut.
Sementara itu langitj uga berhenti mencurahkan air hujan. Nabi Nuh Alaihissalam dan pengikutnya
lantas mengucap syukur dan mengagungkan nama Allah. Mereka bersyukur karena mereka telah
memperoleh pertolongan dan keselamatan. Betapa bahagianya mereka karena mereka kini menjadi
penerus kehidupan umat manusia selanjutnya.

Nabi Nuh Alaihssalam bersama pengikutnya serta segenap makhluk hidup yang berada di dalam
bahtera lalu keluar. Mereka lalu memilih sebuah tempat dan membangun tempat tinggal yang baru.
Nabi Nuh Alaihissalam bersama istrinya yang lain dan tiga orang anaknya yang beriman bernama
Sam, Yafith, dan Ham, juga bersama-sama membangun tempat kediaman yang baru.
Nabi Nuh Alaihissalam tetap menanamkan ajaran tauhid dan mengingatkan untuk selalu menaati
Allah. Kepada yang tidak beriman dan mendurhakai Allah telah tetap keputusan bahwa kepada
mereka pasti akan ditimpakan azab. Terhitung Nabi Nuh Alaihissalam berdakwah 5 abad lamanya
kepada generasi umat manusia saat itu. Usianya pun mencapai seribu tahun kurang lima puluh
tahun. Keturunan anak-anak Nabi Nuh Alaihissalam telah pula menyebar mencari tempat tinggal
yang baru. Dari ‘Ibnu Abbas diceritakan, Sam menurunkan golongan bangsa berkulit putih, Yafith
menurunkan golongan bangsa berkulit merah dan coklat, sedang Ham menurunkan golongan bangsa
berkulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.
4. Kisah Nabi Hud a.s

Tersebutlah sebuah kaum bernama Kaum ‘Ad. Kaum ini adalah salah satu contoh kaum yang
melupakan Allah. Syaitan yang terkutuk telah menyesatkan hati dan pikiran Kaum ‘Ad ini. Adik-adik
harus berhati-hati dengan syaitan. Bisikannya yang menghasut, bujukannya yang sesat dan
menjerumuskan jangan sampai melemahkan iman kita kepada Allah.

Kaum ‘Ad sepeninggal generasi Nabi Nuh Alaihissalam ini telah sesat. Mereka sungguh kurang
menyadari bahwa segala sesuatu itu adalah anugerah Allah. Allah memberi kelebihan kepada
mereka berupa bentuk badan dan perawakan yang besar dan kuat. Semua itu, sedikit dari nikmat
yang diberikan Allah belum yang lain-lainnya. Tapi kesesatan mereka sudah parah dan juga tidak
tahu bersyukur.

Kaum ‘Ad menganggap bahwa pemberian yang mereka terima datang dari patung-patung yang biasa
mereka sembah. Mereka berbuat begitu karena ikut-ikutan saja. Mereka beralasan bahwa bapak-
bapak mereka sebelumnya juga terbiasa melakukan hal itu.
Di tengah-tengah manusia-manusia sesat itu, Allah mengutus seorang hamba pilihan bernama Hud.
Dia diangkat Allah sebagai nabi. Nabi Hud Alaihissalam adalah salah seorang anak-anak keturunan
‘Ad. Sedang ‘Ad adalah anak-anak keturunan dan putra Nabi Nuh Alaihissalam bernama Syam. Nabí
Hud Alaihissalam menjadi penerus risalah dan bertindak pula sebagai pemberi peringatan bahwa
hanya Allah saja yang harus disembah. Nabí Hud Alaihissalam mendatangi kaumnya, menyeru dan
mengajak mereka untuk menaati Allah.

Kaum ‘Ad menganggap remeh saja perkataan Nabi Hud. Sebagian Kaum ‘Ad yang sesat itu terdiri
dari pemimpin-pemimpin di dalam kaum tersebut. Oleh karena itu mereka meremehkan seruan
Nabi Hud untuk menyembah hanya kepada Allah. Berhala adalah tuhan mereka. Pemimpin-
pemimpin Kaum ‘Ad ¡tu menganggap bahwa kenikmatan yang mereka peroleh berasal dan berhala
yang mereka sembah.

Nabi Hud Alaihissalam mendapat penolakan dari kaumnya. Syaitan telah membuat mereka
melupakan Allah dan mengagungkan berhala. Bukankah patung-patung yang mereka sembah itu
adalah buatan mereka sendiri? Bagaimana mungkin berhala buatan mereka sendiri bisa menjadi
tuhan yang dapat memberikan segala kenikmatan? Sedang Allah adalah Tuhan yang mampu
menciptakan bumi dan langit serta isinya. Maka sungguh hanya Allah-lah yang wajib diimani dan
ditaati.

Nabi Hud Alaihissalam terus berdakwah. Walaupun pengikutnya hanya sedikit, Nabi Hud tidak putus
asa untuk menyampaikan kebenaran. Kaum ‘Ad tetap tidak mempercayai ajaran Nabi Hud
Alaihissalam. Mereka tetap menganggap berhala adalah Tuhan mereka.

Seruan dan ajakan Nabi Hud Alaihissalam benar-benar tidak mereka hiraukan. Tidak sedikit pun
mereka ingin pergi meninggalkan berhala yang menjadi tuhan-tuhan mereka. Mereka justru
menantang agar Allah menimpakan azab jika Nabi Hud benar utusan Allah. Jangan ditiru ya Adik-
adik. Perkataan Kaum ‘Ad itu sama dengan melawan Allah. Perbuatan melawan Allah adalah
perbuatan durhaka. Maka Allah mendatangkan azab. Sesungguhnya ancaman Allah pasti datang
tanpa mereka minta karena kesesatan Kaum ‘Ad tidak terampunkan lagi.

Nabi Hud Alaihissalam bersama pengikutnya meyakini bahwa Allah murka kepada Kaum ‘Ad.
Akhirnya ancaman-Nya itu datang. Allah membuat kehidupan Kaum ‘Ad serba susah. Tanah
pertanian menjadi kering, sumber mata air mereka tidak lagi mengalir, peternakan mereka tak
terurus lagi, sedang hidup mereka sendiri juga susah.

Dalam keadaan seperti itu, mereka masih mengharap berhala mereka datang menolong. Suatu
ketika serombongan awan-awan di langit menggantung. Mereka terasa sangat senang. Mereka pikir
hujan akan segera turun dan mengakhiri kesusahan mereka. Namun Allah menunjukkan kebesaran-
Nya. Awan-awan itu bukan datang membawa hujan tapi membawa azab bagi Kaum ‘Ad. Keluarlah
dari gumpalan awan tersebut angin dahsyat yang sangat panas dan hebat.

Kaum ‘Ad terperangah, bukan hujan yang datang kepada mereka tapi tiupan angin yang kencang lagi
membinasakan. Lenyaplah semua Kaum Ad yang sesat dan durhaka itu. Mereka telah mendapat
azab dari Allah hingga yang tersisa hanyalah bangunan-bangunan mereka saja.

Sedang Nabi Hud Alaihissalam dan pengikutnya semua selamat, semakin bertambahlah keimanan
mereka kepada Allah. Mereka berlalu dari tempat tersebut dan membangun kehidupan baru yang
penuh ketaatan kepada Allah.
5. Kisah Nabi Shaleh a.s

Shaleh diutus Allah untuk berdakwah dan menyerukan kebenaran kepada kaum Tsamud. Shaleh
sendiri masih ada hubungan saudara dengan Tsamud, sama-sama keturunan Sam bin Nuh. Adapun
silsilah Shaleh: Shaleh bin Abid bin Asif bin Masyih bin Abid bin Hadzir bin Tsamud bin Shaleh bin
Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Sedangkan silsilah Tsamud: Tsamud bin Ad bin Irmi bin Shaleh bin
Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Jadi, Tsamud adalah keturunan Ad. Tsamud ini kemudian beranak
pinak, bercucu banyak sehingga terbentuklah suatu kaum atau suku yang disebut kaum Tsamud.
Sedangkan, Shaleh adalah anak dari Abid, keturunan Tsamud.

Kaum Tsamud menghuni daerah Hadramaut, yakni daratan antara Yaman dan Syam (Syria). Kaum
Tsamud ini mempunyai ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan dalam bercocok tanam dan
beternak. Dengan keahlian itu, mereka hidup makmur di Hadramaut. Semua itu adalah karunia Allah
yang diberikan kepada mereka.

Tidak hanya itu, mereka pun diberi kekuatan fisik yang tangguh. Mereka sanggup mengukir gunung-
gunung untuk dijadikan pemandangan indah. Mereka membangun gedung-gedung tinggi. Mereka
juga membuat rumah-rumah di tebing-tebing gunung yang dilubangi dan dipahat.

Namun, kaum Tsamud tidak mengenal tuhan. Berhala yang mereka buat sendirilah yang mereka
jadikan tuhan. Hukum yang berlaku pun hukum rimba. Hukum yang bertentangan dengan
kemanusiaan. Gaya hidup mereka menyimpang jauh dari kebenaran dan kemanusiaan. Orang-orang
kaya hidup berfoya-foya, bermabuk-mabukan, berzina, dan lain-lain. Perampokan terjadi disana-sini.
Penganiayaan dan perbuatan zalim dapat dijumpai setiap hari. Orang yang lemah menjadi budak dan
diperlakukan tidak manusiawi.

Kemudian, Allah mengutus Shaleh kepada kaum Tsamud. Nabi Shaleh berkata, "Wahai Saudaraku,
kaum Tsamud, kebiasaanmu menyembah berhala itu sangat keliru. Sesungguhnya, Tuhan yang wajib
kalian sembah adalah Allah."

"Hai Shaleh! Siapakah Allah itu?" tanya salah seorang dari mereka.

"Dia adalah Tuhan sekalian manusia, sekalian makhluk. Dialah yang berkuasa atas segala-galanya.
Dialah tempat meminta ampunan, tempat memohon pertolongan dari kesulitan," kata Nabi Shaleh
menjelaskan.

"Coba tunjukkan dimana Tuhanmu itu. Bagaimana wujudnya, apakah sama dengan tuhan-tuhan
kami?"

"Masya Allah, kalian sungguh keterlaluan. Kalian tidak akan mampu melihat wujud Allah," jawab
Nabi Shaleh.

"Pembual! Omong kosong kau, hai Shaleh. Aku tidak memercayai omonganmu sedikit pun sebelum
kau menunjukkan bukti, mukjizatmu kepada kami. Tunjukkanlah bukti-bukti kehebatanmu sebagai
nabi utusan Tuhanmu itu! Baru kami akan memercayai dan mengikutimu!" kata orang-orang
Tsamud. Dialog ini diterangkan di dalam Al Quran Surah Huud (11):61-62.
Kaum Tsamud tidak menghiraukan perkataan Nabi Shaleh. Mereka bahkan menganggap Nabi Shaleh
gila, terkena sihir atau kerasukan setan sehingga omongannya ngawur. Mereka hanya akan percaya
bila Nabi Shaleh bisa menunjukkan tanda-tanda kenabiannya. Maka, Nabi Shaleh pun memohon
kepada Allah untuk memberikan mukjizat.

Saat itu pula Allah memerintahkan Nabi Shaleh untuk memukulkan tangannya ke atas permukaan
batu yang ada di depannya. Setelah Nabi Shaleh melakukannya, muncullah unta yang gemuk, besar,
dan bagus. Tentu saja, kandungan susunya banyak. Orang-orang Tsamud terperanjat semuanya.
Saking herannya, mereka bergumam bagaikan suara lebah.

Nabi Shaleh lalu berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, inilah tanda bahwa aku adalah Nabi
pesuruh Allah. Sembahlah Allah, dan tinggalkanlah berhala-berhala itu. Kalian jangan mengganggu
unta ajaib ini. Binatang ini perlu minum sebagaimana kalian minum. Jika kalian menginginkan
susunya, silakan memerahnya!" kata Nabi Shaleh menerangkan. Kisah tentang unta ajaib ini ada di
dalam Al Quran Surah Asy-Syu'araa' 26:155-159.

Sejak awal, Nabi Shaleh telah memperingatkan kaum Tsamud. Mereka dilarang mengganggu unta
itu, apalagi membunuhnya. Sebab, unta itu bukan sembarang unta, melainkan mukjizat dari Allah.
Jika sampai ada yang membunuhnya, dikhawatirkan Allah akan murka.

Sejak itulah, sang unta berkeliaran. Ia berpindah-pindah tempat kemana pun ia suka. Setiap hari,
orang-orang antre untuk mendapatkan susunya. Anehnya, susu itu keluar terus walaupun banyak
orang yang memerahnya. Pembunuhan Unta

Dengan hadirnya unta itu, sebagian dari mereka merasa senang. Hal ini karena mereka bisa
mendapatkan susu setiap hari. Namun demikian, diam-diam ternyata ada beberapa orang yang
sangat tidak menyukai kehadiran unta ajaib itu. Mereka adalah orang-orang yang sudah sejak lama
tidak menyukai Nabi Shaleh.

Pada suatu malam, mereka berunding untuk membunuh unta tersebut. Mereka khawatir jika unta
itu dibiarkan terus hidup, akan semakin banyak orang yang beriman dan mengikuti nabi Shaleh.
Akhirnya, para pemimpin orang-orang kafir sepakat untuk melenyapkan unta Nabi Shaleh.
Kemudian, mereka menunjuk seorang pemuda berbadan kekar untuk melaksanakan tugas itu.

Keesokan harinya, tatkala matahari muncul di ufuk timur, orang-orang berbondong-bondong


mengambil air di telaga sebagaimana biasanya. Setelah itu, para penduduk menyambut kedatangan
unta. Lalu, mereka memerah susunya secara bergiliran. Orang-orang kafir yang fanatik kepada
berhalanya semakin panas hati. Diam-diam, seorang pemuda kafir sedang menanti saat yang tepat
untuk membunuh unta itu. Ketika orang-orang sudah meninggalkan unta itu, si pemuda pun
membunuhnya.

Setelah mengetahui untanya disembelih, Nabi Shaleh marah bukan main. Ia segera menuju telaga.
Sesampainya disana, Nabi Shaleh berkata, "Wahai kaumku! Siapakah yang berani-beraninya
membunuh unta ajaib itu?"

Pemuda yang membunuh unta itu berkata, "Akibat untamu itu, telaga menjadi kotor. Orang-orang
tergila-gila pada air susunya. Kamilah yang membinasakannya.
"Apakah engkau tidak ingat? Aku telah memperingatkan, jangan sekali-kali kalian mengganggu unta
itu. Apalagi sampai membunuhnya. Bila kalian melakukannya, berarti kalian siap menerima azab dari
Allah," kata Nabi Shaleh.

"Mana mungkin Tuhanmu bisa mengirim azab. Buktikan! Kami ingin tahu dan merasakan!" tantang
mereka. Kehancuran Kaum Tsamud

Setelah tantangan kaum Tsamud itu, Nabi Shaleh memberi tahu bahwa azab akan datang tiga hari
lagi. Hal ini dijelaskan Allah dalam Surah Huud (11):65, "Mereka membunuh unta itu. Maka
berkatalah Nabi Shaleh, "Bersukarialah kamu sekalian di rumah selama tiga hari. Itu adalah janji yang
tidak dapat didustakan."

Pada hari pertama setelah pembunuhan unta, masih terasa biasa-biasa saja. Hari kedua pun sama.
Akhirnya, pada hari ketiga, janji Allah datang. Langit menjadi gelap. Orang-orang mulai panik.
Sementara Nabi Shaleh dan pengikutnya, orang-orang beriman sudah pergi menyelamatkan diri.
Petir pun menyambar orang-orang kafir.

Al Quran mengatakan, "Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhanny, lalu mereka di
sambar petir sedang mereka melihatnya." (QS. Adz-Dzaariyaat (51):44).

Mereka juga diguncang gempa. Mereka pun mati di dalam rumah mereka. Allah berfirman, "Karena
itu mereka ditimpa gempa. Karena itu, jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat
tinggal mereka." (QS. Al-A'raaf[7]:78).
6. Kisah Nabi Ibrahim a.s

Pada 2295 SM. Kerajaan Babilonia waktu itu diperintah oleh Namrudz, seorang raja bengis yang
berkuasa secara absolut dan zalim. Kerajaan itu mendapat pertanda langka pada bintang-bintang
bahwa akan ada seorang anak laki-laki perkasa lahir dan keturunannya akan memenuhi seisi bumi,
dengan salah seorang keturunannya akan membunuh Namrudz. Ketakutan terhadap kabar ini, maka
ada perintah bahwa semua bayi laki-laki yang baru lahir harus dibunuh. Pada waktu yang hampir
bersamaan, ayah dari nabi Ibrahim merasakan kebahagiaan sekaligus kekhawatiran karena ia
mendengar kabar bahwa istrinya sedang mengandung seorang anak sesaat setelah ia dinobatkan
sebagai panglima kerajaan, lalu kedua putranya, Nahor dan Haran, memberi pendapat tentang
persoalan ini. Haran, sebagai seorang ahli nujum, berpendapat bahwa sang ayah dapat menyerahkan
anak itu kepada raja, sebab Haran meyakini bahwa belum ada pertanda di langit yang gagal;
sekalipun harus diserahkan ke pedang atau perapian, Haran percaya akan ada keajaiban yang
membuat anak itu tetap hidup. Sedangkan Nahor memberi saran supaya sang ibu meninggalkan
negeri Babilonia selama beberapa waktu, sementara itu sang ayah dapat menyerahkan bayi lain
sebagai ganti Ibrahim. Sang ayah menerima saran Nahor supaya menyelamatkan diri dari negeri
Babilonia.

Ibu Ibrahim ditempatkan di sebuah gua bersama seorang pengasuh sampai hari bersalin dan sang
ayah mengambil seorang bayi dari seorang hambanya untuk diserahkan ke Namrudz. Ketika
penyembelihan bayi dilakukan, Namrudz bergembira sebab ia menyangka ancaman bagi
kerajaannya telah lenyap. Sementara itu, setelah Ibu Ibrahim mengalami persalinan, ia bersama
pengasuh meninggalkan Ibrahim seorang diri di gua, sang ibu menangis seraya berdoa "Semoga Sang
Pelindung selalu menyertaimu, wahai anakku....." setelah Ibrahim ditinggalkan seorang diri, Allah
mengutus sesosok malaikat supaya hadir dan merawat Ibrahim.

Setelah berbulan-bulan, Haran masih mempercayai pertanda di langit tentang Ibrahim sehingga ia
pergi mendatangi gua di mana Ibrahim ditinggalkan. Haran terkejut ketika mendapati adiknya telah
menjadi seorang anak laki-laki yang dapat berbicara. Haran mengajak Ibrahim pulang ke negeri
Babilonia namun Ibrahim sempat menolak seraya menyatakan bahwa ia tidak mempunyai rumah
karena ia mengaku telah tersesat di sebuah tempat yang tidak ia kenal. Pada akhirnya Haran berhasil
membawa Ibrahim ke rumah sang ayah di Babilonia. Ketika Haran mempertemukan Ibrahim, sang
ayah tidak percaya bahwa anak yang diajak Haran itu merupakan bayi yang telah ditinggalkan selama
berbulan-bulan di gua. Ketika Ibrahim ditanya siapa yang selama ini memberinya makan, ia
menjawab bahwa Yang Maha Pemberi yang menyediakan makanan untuknya, lalu ia kembali
ditanya tentang siapa yang merawatnya saat sakit, ia menjawab bahwa Yang Maha Menyembuhkan
yang melakukannya, kemudian ketika ditanya tentang siapa yang memberitahunya tentang jawaban-
jawaban ini, Ibrahim menjawab bahwa Yang Maha Mengetahui yang mengajarinya. Terkejut dengan
jawaban-jawaban ini, sang ayah merasa heran dan takjub terhadap Ibrahim. Untuk menghindari
kecurigaan Namrudz, Ibrahim diasuh di rumah Haran yang berada di luar wilayah Babilonia. Di sana
Ibrahim dibesarkan bersama anak-anak kakaknya yaitu Luth, Sarahdan Milka.
7. Kisah Nabi Ismail a.s

Nabi Ismail (sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dalam kepercayaan agama samawi. Ismail
adalah putera dari Ibrahim dan Hajar, kakak kandung dari Ishaq. Nabi ismail dianggkap menjadi nabi
pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk Qabilah Yaman, Mekkah. Nabi Ismail
namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di Mekkah.
Secara tradisional ia dianggap sebagai Bapak Bangsa Arab. Ismail berasal dari dua kata “dengarkan”
(ishma’) dan “Tuhan” (al/il), yang artinya “Dengarkan (doa kami wahai) Tuhan.” Ismail bin Ibrahim
menikah dengan Umara binti Yasar bin Aqil kemudian diceraikan lalu menikah lagi dengan Sayiida
binti Mazaz bin Umru. Pernikahan dengan Meriba dan Malchut, diketahui memiliki sejumlah anak
dan hanya ada seorang anak wanita yang bernama Bashemath.

Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersamaIstrinya Sarah, Hajar, dan dayangnya di
tempat tujuannya di Palestina. Ia telah membawa pindah juga semua hewan ternaknya dan harta
miliknya yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha dagangnya di Mesir.

Untuk sesuatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim Allah s.w.t.
mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah istrinya dipenuhi dan dijauhkanlah
Ismail bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana
Ismail puteranya bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan. Maka
dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan
Ismail yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri
kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi
Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan
pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang
kencang menghembur-hamburkan debu-debu pasir. Setelah berminggu-minggu berada dalam
perjalanan jauh yang melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya di Makkah kota
suci di mana Kaabah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. Di tempat di mana

Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya. Di situlah
ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan
dan minuman. Sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang
terlihat hanyalah batu dan pasir kering. Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan
oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap
dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang
kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di
tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak
terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang
masih menyusu. Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tega meninggalkannya
seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat disayangi. Akan tetapi ia sadar bahwa apa
yang dilakukannya itu adalah kehendak Allah s.w.t. yang tentu mengandung hikmat yang masih
terselubung baginya. Ia sadar pula bahwa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat
pengasingan itu dari segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar: “Bertawakal-lah
kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-
Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungimu dan
menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak
sesekali aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat kucintai ini.
Percayalah wahai Hajar, bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa
perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-
Allah.” Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju
Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau menunggang untanya kembali ke Palestina dengan iringan air
mata yang bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun
tidak dapat menahan air matanya ketika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju
kembali ke Palestina di mana istrinya Sarah sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam
perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurnia rezeki
bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.

Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya dan anaknya yang masih menyusu di padang sahara. Ibu Ismail
menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat itu matahari bersinar sangat panas dan
membuat manusia mudah merasa haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu.

Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan
kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk
mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. Ia
menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk melindungi kedua matanya
dari sengatan mata-hari. Ia mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat
membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namun semua
harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan
sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada
seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang. Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih
mendapatinya dalam keadaan menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju
ke Shafa dan berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia mondar-
mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh karenanya,
orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini adalah
sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi mereka yang agung, yaitu Ismail.

Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi anaknya yang masih
menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun
memukul-mukulkan kakinya di atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah
kakinya sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu
mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu
beserta anaknya, dan kehidup-an tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang
dikatakannya bahwa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.
Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air yang terpancar dari
sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai
tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya
dengan ujian yang berat.

Sekian lama, Ismail mendampingi ayahnya berdakwah. Ia pun diangkat menjadi seorang nabi dan
rasul. Ismail sangat pantas diangkat menjadi nabi karena memiliki akhlak yang mulia. Ia sangat taat
kepada Allah SWT, berbakti kepada orangtuanya, menepati janji, dan bijaksana. Nabi Ismail
berdakwah di Mekah. Ia menyeru umat manusia agar menyembah Allah SWT dan bertakwa kepada-
Nya. Nabi Ismail wafat di Mekah. Tempat wafatnya dinamakan Hijr Ismail. Nabi Ismail mempunyai 12
anak lelaki dan seorang anak perempuan yang dinikahkan dengan anak saudaranya, yaitu Al-’Ish bin
Ishak. Dari keturunan Nabi Ismail lahir Nabi Muhammad SAW. Keturunan Nabi Ismail juga
menurunkan bangsa Arab Musta’ribah.
8. Kisah Nabi Luth a.s

Nabi Luth ‘alaihissalam berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir.
Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan menuju
Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju
negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan
Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth
pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.

Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan
maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan melakukan
penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan
oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan
syahwatnya dan meninggalkan wanita.

Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan
perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,

“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang
diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak
minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–
Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang
dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS.
Asy Syu’ara: 160-161)

Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong terhadapnya serta
mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar
mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan
memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak
ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan
mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar, “Datangkanlah kepada kami azab Allah,
jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)

Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena
memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya
yang beriman pun menjauhi mereka.

Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya
dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatkan
perumpamaan,

“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya
berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua
istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu
mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam
Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman
kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang
rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
mengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan
menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam.
Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan
berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan
mereka.

Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat
pun menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan
keluarganya selain istrinya yang kafir.

Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka sampai
di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat Nabi Luth ‘alaihissalam
melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui
kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan
memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.

Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk
melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat
pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan
tamu-tamunya itu kepada mereka.

Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada
tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi
mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah
tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah
kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)

Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita
untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin
masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari
kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan
kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk
menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS.
Huud: 80)

Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa
mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang
fasik itu.
Tidak berapa lama, kaum Luth mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu
salah seorang malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan
sempoyongan di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk
pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari.
Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun,
agar tidak menimpa mereka.

Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah
mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab
yang pedih yang menimpa negeri itu.

Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut
negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian
atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang
panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan
negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu
dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu
tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan
beribadah kepada-Nya.

Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri,
sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya.
9. Kisah Nabi Ishaq a.s

Setelah Allah mengaruniakan Ismail kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Nabi Ibrahim berdoa kepada
Allah Subhaanahu wa Ta’ala agar dikaruniakan anak dari istrinya yang bernama Sarah; istri yang
selalu setia bersamanya dalam menegakkan kalimatullah. Maka Allah mengabulkan doanya dan
mengutus beberapa malaikat dalam bentuk manusia untuk menyampaikan kabar gembira
kepadanya akan lahirnya seorang anak dari istrinya; Sarah. Mereka juga memberitahukan tujuan
mereka yang lain, yaitu pergi mendatangi kaum Luth untuk menimpakan azab kepada mereka.

Ketika para malaikat itu datang kepada Nabi Ibrahim, maka ia menyambut mereka dengan sebaik-
baiknya dan mendudukkan mereka di ruang tamu, selanjutnya ia segera menyiapkan jamuan makan
untuk mereka. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah seorang yang selalu memuliakan tamu di samping
sebagai seorang yang dermawan.

Tidak lama kemudian, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam datang membawa anak sapi yang gemuk yang telah
dipanggang serta menghidangkannya kepada mereka, tetapi mereka tidak makan dan tidak
meminum jamuan yang telah dihidangkan itu, hingga akhirnya Nabi Ibrahim merasa takut terhadap
mereka, maka malaikat-malaikat itu pun menenangkannya dan memberitahukan kepadanya tentang
diri mereka serta memberikan kabar gembira kepadanya dengan seorang anak yang ‘alim (berilmu).

Ketika itu, Sarah mendengar pembicaraan mereka, maka ia datang dalam keadaan heran terhadap
kabar gembira yang mereka sampaikan, bagaimana ia akan melahirkan sedangkan ia seorang wanita
yang sudah tua lagi mandul (ketika itu usianya 90 tahun), sedangkan suaminya juga sudah lanjut usia
(lihat surat Hud: 72). Maka malaikat berkata, “Demikianlah Tuhanmu memfirmankan. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Adz Dzaariyat: 30)

Mendengar berita itu, Nabi Ibrahim pun menjadi tenang dan berbahagia; apa yang dinanti-
nantikannya ternyata akan tiba.

Selang beberapa waktu, maka datanglah apa yang dinantikan itu, istrinya yaitu Sarah melahirkan
seorang anak yang kemudian diberi nama Ishaq oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Saat itu, usia Nabi
Ibrahim 100 tahun. Ishaq lahir empat belas tahun setelah kelahiran Ismail.

Alquranul Karim tidak menyebutkan secara panjang lebar kisah Nabi Ishaq ‘alaihissalam, demikian
pula tentang kaum yang kepada mereka diutus Nabi Ishaq. Akan tetapi Allah memuji Nabi Ishaq di
beberapa tempat dalam Alquran, di antaranya:

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-
perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.–Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka
dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia)
kepada negeri akhirat.–Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-
orang pilihan yang paling baik.” (QS. Shaad: 45-47)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memuji Nabi Ishaq dalam sabdanya,
َّ ‫علَ ْي ِه ُم ال‬
‫سالَ ُم‬ َ ‫ِيم‬ َ ُ‫ف ْبنُ يَ ْعق‬
َ ‫وب ب ِْن إِ ْس َحاقَ ب ِْن إِب َْراه‬ ُ ‫ اب ِْن الك َِر ِيم يُو‬،‫ اب ِْن الك َِر ِيم‬،‫ ا ْبنُ الك َِر ِيم‬،‫الك َِري ُم‬
ُ ‫س‬

“Yang mulia putera yang mulia, putera yang mulia dan putera yang mulia adalah Yusuf putera
Ya’qub, putera Ishaq, putera Ibrahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ahli Kitab menyebutkan, bahwa Ishaq ketika menikahi Rafqah binti Batu’il saat ayahnya (Nabi
Ibrahim) masih hidup, saat itu usianya 40 tahun. Istrinya adalah seorang yang mandul, maka Nabi
Ishaq berdoa kepada Allah untuknya, hingga istrinya pun hamil dan melahirkan anak yang kembar;
yang pertama bernama ‘Iishuu. Orang-orang Arab menyebutnyta ‘Iish; ia adalah nenek moyang
bangsa Romawi. Yang kedua bernama Ya’qub. Disebut Ya’qub karena ia lahir dalam keadaan
memegang tumit saudaranya. Ia juga disebut Israil, yang merupakan nenek moyang Bani Israil.

Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai nabi dan rasul, maka Nabi Ishaq ‘alaihissalam wafat.
10. Kisah Nabi Yakub a.s

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam adalah salah seorang di antara para nabi. Beliau adalah putera Ishaq bin
Ibrahim ‘alahimas salam. Kelahiran Ya’qub telah disampaikan oleh para tamu Nabi Ibrahim yang
terdiri dari beberapa malaikat dari istrinya Sarah. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

“Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan
lahir puteranya) Ya’qub. “ (QS. Huud: 71)

Kisah Nabi Ya’qub secara panjang lebar akan diceritakan bersama kisah Nabi Yusuf, insya Allah. Oleh
karena itu, kisah yang disebutkan di sini hanyalah sebatas pengantar saja.

Nabi Ya’qub dari sejak kecil hingga dewasa tumbuh dengan mendapatkan perhatian dari Allah dan
rahmat-Nya. Oleh karena itu, ia berjalan di atas jalan hidup ayahnya dan kakeknya. Nabi Ya’qub
memiliki dua belas orang anak yang Allah sebut mereka dengan sebutan asbath (keturunan Ya’qub).
Dari istrinya yang bernama Rahiil lahirlah Nabi Yusuf ‘alaihissalam dan Bunyamin. Dan dari istrinya
yang bernama Laya lahirlah Ruubil, Syam’un, Laawi, Yahuudza, Isaakhar dan Zabilon.

Dari budak milik Rahiil lahir Daan dan Naftaali, dan dari budak milik Layaa lahir Jaad dan Asyir.

Di antara sekian anaknya, yang paling tinggi kedudukannya, paling bertakwa dan paling bersih
hatinya, di samping paling muda usianya adalah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Oleh karena itulah Nabi
Ya’qub memberikan perhatian dan kasih sayang lebih kepadanya. Hal ini sudah menjadi tabiat, yakni
ayah sangat sayang kepada anak yang paling kecil sampai ia dewasa dan kepada yang sakit sampai ia
sembuh.

Nabi Ya’qub adalah seorang ayah yang patut dijadikan teladan, dimana beliau mendidik anak-
anaknya dengan pendidikan yang baik, memberikan nasihat kepada mereka dan menyelesaikan
masalah mereka. Namun selanjutnya, saudara-saudara Yusuf dihasut oleh setan untuk berlaku jahat
kepada Yusuf ketika mereka mengetahui perhatian ayahnya kepada Yusuf. Sampai-sampai mereka
hendak membunuh Yusuf, namun kemudian sebagian mereka mengusulkan untuk melempar Yusuf
ke sumur yang jauh agar dibawa oleh kafilah yang lewat dan menjadi budak mereka. Ketika Yusuf
tidak kunjung pulang, maka Nabi Ya’qub bersedih dengan kesedihan yang dalam karena berpisah
dengan puteranya, bahkan ia sampai menderita buta karena rasa sedih yang begitu dalam.
Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjadikannya dapat melihat kembali.

Setelah berlalu waktu yang cukup lama, Nabi Ya’qub ‘alaihissalam pun sakit, ia kumpulkan anak-
anaknya dan berpesan kepada mereka agar tetap beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
demikian juga tetap beriman dan beramal saleh. Allah Ta’ala berfirman:
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-
anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Mahaesa dan
Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 133)

Anda mungkin juga menyukai