Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Mekah masih diwarnai
dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang dikenal dengan istilah paganisme. Selain
menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi
(Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu agama
Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi
(Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang membawa
Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliah, masa
kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra
karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Di lingkungan inilah Nabi Muhammad SAW. dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk
menegakkan tonggak ajaran agama Islam, di tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan
penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun,
beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat Arab
ketika itu.
Fase kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau bertahanus atau menyepi di gua hira,
sebagai imbas dari keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala.
Di tempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama kali, yaitu Al-Alaq ayat 1-5, maka Nabi
Muhammad SAW. telah di angkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat itu, Nabi Muhammad
SAW. belum diperintahkan untuk menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu yang
kedua, yaitu surah Al-Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. di angkat menjadi Rasul yang
harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi menjadi dua periode,
yaitu:
1. Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini, adalah pembinaan dan pendidikan tauhid
(dalam arti luas),
2. Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik (dalam
arti luas).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah SAW beserta umat Islam
berhijrah?
2. Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
3. Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada periode Madinah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti
meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT. untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya. Arti kedua
hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu
mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah
dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu berpindah ke negeri Islam agar
memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni
berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan
dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:
Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk
berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga
dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk
menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).

Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW.
dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai
ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad
SAW.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang
pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW., sehingga Ia
merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala
hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta
untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa
Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari rumahnya
tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW. menemui Abu
Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur,
kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam
menunggu keadaan aman.

2
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW
sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu
itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor
unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar
menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5
km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah
Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian
terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat
peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk
Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab
itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan
menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-
elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala
al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadi (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur,
selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah
membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW. singgah dan
menginap di rumahnya.
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah
milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai
tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub,
sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi). Orang sering pula
menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam
memancar ke seluruh dunia.

B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah


Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah,
pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan
kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan
saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi

3
terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai
Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW,
tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang
terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode
Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang
sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang yang belum
masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang
termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk
seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman yang Artinya: Dan tiadalah kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiyaa, 21:107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah
ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu
oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat
Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan
agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan
mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal
saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan
dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk
Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha
melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy
penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah
Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat
dihindarkan lagi.
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah
bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:

4
Membela diri dan kehormatan umat Islam.
Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.

Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang
merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar
Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka
akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan
menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia
tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan
antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang Mutah, perang Tabuk, perang
Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.

C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah


Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang
berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-
Nahl ayat 125.
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan
petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi. Umat Islam dalam
melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang
dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi
Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di
Madinah. Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan
ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat

5
yangbaldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,
damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya. Usaha-
usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
A. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid
Quba, yang berjarak 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M). Setelah
Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam. Masjid kedua
yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di
Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar,
yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan
batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka
yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu
Thalib r.a. Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah
sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat
Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang
bersumber kepada Al-Quran dan Hadis.
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan
para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang
melawan orang-orang kafir.

B. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar


Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke
Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang
memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin. Rasulullah SAW bermusyawarah
dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara
Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat seorang dari

6
kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas
karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar. Rasulullah SAW
memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai saudaranya. Apa yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
1. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
2. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
3. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
4. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Saad bin Rabi (Ansar).

Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk


Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang-
sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasangsepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan
hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik.
Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin
berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum
Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk
mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi
pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani
kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian
oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang
disebutSuffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-
kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-
royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Quran
dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi
perang antara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.

C. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah


Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan,
yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-
orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi
Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang
menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan.

7
Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Piagam ini mestilah dipatuhi oleh
semua penduduk Madinah yang muslim atau bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan
Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digrandungi oleh
musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah. Menurut Ibnu
Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan
tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota
Madinah.
4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya.

D. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.


Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi menjadi
berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar, Yahudi,
Nasrani, dan penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi
dan umat Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan
berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem
sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi saw
telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan non
muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang
tertuang di dalam Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan
keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai
seorang Kepala Negara (khalifah).

8
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem
politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat
wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang
harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak
menyimpang dari tuntutan Al-Quran dan Hadis.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah SAW
periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau
hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan
Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial
kemasyarakatan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan
guna perbaikan makalah kami dimasa yang akan datang.

10
Daftar Pustaka

http://almawaddahcity.blogspot.co.id/2014/05/makalah-dakwah-rasulullah-periode.html
http://akbarfaurazi.blogspot.co.id/2014/05/substansi-dakwah-rasulullah-saw-di.html
http://pendidikan60detik.blogspot.co.id/2015/10/substansi-dan-strategi-dakwah.html

11

Anda mungkin juga menyukai