Anda di halaman 1dari 6

SUNAN KALIJAGA DAN DAKWAHNYA

Di susun guna untuk memenuhi


tugas mata kuliah ilmu dakwah.
Dosen Pembimbing : Drs. Afif Rifai,Ms



PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2013/2014

Disusun oleh :
MUHAMMAD IKHWAN AL FARIS (13230028)



BAB I
I. Pendahuluan
Dakwah adalah sebuah proses penyebaran agama islam kepada khalayak ramai. Tentunya
selayaknya sebuah proses juga membutuhkan metode ataupun cara cara yang jitu untuk dapat
tersebar, adapun metode yang paling sesuai yaitu metode yang menganut sistem sikon (sesuai
dengan situasi dan kondisi) juga tidak ketinggalan toleransinya. Kondisi daerah setempat sangan
menentukan mau menggunakan cara apakah seseorang dalam berdakwah, tidak memungkiri juga
bahkan kebudayaan setempat kadangkala dimasukkan dalam model berdakwah, memang
sejatinya yang akan disampaikan bertentangan dengan kebudayaan yang ada tetapi di sini
uniknya bagaimanakah sang dai bisa mengkorelasikan kebudayaan dengan dakwah tentunya
tanpa menghilangkan nilai nilai luhur yang ada dan terus ingat bahwa dakwah adalah
mengislamkan seseorang yang belum islam untuk menjadi islam dan menjadikan orang yang
islamn menjadi benar - benar islam bukan sekedar islam KTP.
Dunia dakwah penuh rintangan seperti halnya dunia kita hidup ini. Itu karena dengan
berprilaku sehari hari (islami) kita telah berdakwah yaitu memberi contoh untuk berperilaku
yang baik pada orang lain spesifiknya orang yang ada di sekitar kita, oleh karena itu unsur
budaya yang selalu dominan dikerjakan oleh manusia sekitar menjadi sebuah jalan yang amat
berpeluang dalam berdakwah. Kali ini sang pemakalah akan mencoba mengkaji model dakwah
berbasis budaya, bagaimanakah natinya budaya ini dijadikan model dakwah dan bagaimana
dakwah bisa membahur dengan budaya akan diterangkan pada maklah ini.
II. Rumusan Masalah
a) Siapakah sang sunan kali jaga itu?
b) Bagaimana dia berdakwah di jawa?
c) Apa sajakah rahasia dibalik hal yang dia lakukan











BAB II
I. Pembahasan
A. Sosok Sunan Kalijaga
Nama asli beliau adalah Raden Syahid dan disebut pula Syaikh Malaya karena beliau
adalah putra Tumenggung Melayukusuma[1] di Jepara. Sunan kali jaga juga terkenal dengan
julukan Brandal Lokajaya, seorang yang semula menjalani kehidupan gelap, sesat dan jahat.
Berkat dakwah Sunan Bonang, Brandal Lokajaya bertobat ke jalan yang benar, bahkan menjadi
seorang utama yang berhak menyandang gelar kehormatan, yaitu sebagai wali penutup dan wali
pusat. Sesuai dengan kedudukan tersebut, ia memang sangat populer, terkenal, bahkan melebihi
kemasyhuran guru gurunya.
Di hutan Jatisari itulah Raden Syahid menjadi pembegal yang kejam Janma mara janma
mati, siapa yang menjadi korbannya tentu binasa terutama bila berani menolak permintaannya.
Sebutan Sunan Kalijaga diberikan kepadanya karena ia telah bertapa dan menelusur ke hilir
sepanjang sungai kecil di daerah Cirebon. Dengan demikian beliau seperti penkjaga kali
layaknya.
Sunan Kalijaga sangatlah terkenal disegala lapisan masyarakat Jawa. Beliaulah yang paling
banyak mendekati serta bergaul dengan raja raja, para penguasa, dan orang orang besar.
Disamping itu, beliau memiliki lingkup pergaulan dengan rakyat jelata dan orang orang kecil
di desa desa. Beliaulah yang dihormati oleh istana dan sebaliknya melekat pula di hati rakyat
jelata yang bukan hanya menghargai, tetapi juga memuja muja karena cinta.[2]
Sunan Kalijaga dilukiskan hidup dalam empat era pemerintahan. Yakni masa Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan
Demak (1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Begitulah yang dinukilkan
Babad Tanah Jawi, yang memerikan kedatangan Sunan Kalijaga ke kediaman Panembahan Senopati di Mataram.
Tak lama setelah itu, Sunan Kalijaga wafat. Jika kisah itu benar, Sunan Kalijaga hidup selama sekitar 150-an
tahun! Tapi, lepas dari berbagai versi itu, kisah Sunan Kalijaga memang tak pernah padam di kalangan masyarakat
pesisir utara Jawa Tengah, hingga Cirebon. Terutama caranya berdakwah, yang dianggap berbeda dengan metode
para wali yang lain.
B. Dakwah Sunan Kalijaga
Ia memadukan dakwah dengan seni budaya yang mengakar di masyarakat. Misalnya lewat wayang, gamelan,
tembang, ukir, dan batik, yang sangat populer pada masa itu. Babad dan serat mencatat Sunan Kalijaga sebagai
penggubah beberapa tembang, diantaranya Dandanggula Semarangan paduan melodi Arab dan Jawa.
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang
selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan
ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia
melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat
itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia
bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia
menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang
menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa
berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu,
Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke
Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden
Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said
tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu
melaksanakan perintah tersebut. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan
membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke sungai,
maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi
pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai
Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi
panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika
diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya
kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam
mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai
sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul -
gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta
lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat
kota berupa kraton, alun - alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh
Sunan Kalijaga.
Kanjeng Sunan lebih suka menggunakan bahasa Jawa, bukan berarti beliau tidak suka
dengan bahasa Arab, atau bahasa Melayu. Beliau lebih sreg dengan menggunakan bahasa Jawa.
Pesan - pesan beliau yang tertulis juga menggunakan bahasa Jawa, didalam realitasnya, beliau
mampu memberikan teladan kepada masyarakat sekitarnya. Beliau pernah menyampaikan
sebuah pesan terkait dengan dakwahnya yang berbunyi:
Yen wis tibo titiwancine kali - kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon
ilang wirange mangka enggal - enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja
ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gisti Allah Yang art inya kurang lebih
sebagai berikut: Jika sudah tiba jamannya di mana sungai-sungai hilang kedalamannya (banyak
orang yang berilmu yang tidak amalkan ilmunya), pasar hilang gaungnya (pasar orang beriman
adalah masjid, jika masjid-masjid tiada azan, wanita-wanita hilang malunya (tidak menutup aurat
dan sebagainya) maka cepat-cepatlah kalian keluar 4 bulan dari desa ke desa (dari kampung ke
kampung), dari pintu ke pintu (dari rumah ke rumah untuk dakwah), janganlah pulang sebelum
mendapat hidayah dari Allah Swt.
Tidak hanya kanjeng Sunan Kalijogo yang menyampaikan dakwahnya menggunakan
pendekatan budaya. Sunan Drajat juga menggunakan pendekatan budaya. Sudan Drajat lebih
suka menyampaiak pesan al-Quran dan hadis dengan menggunakan bahasa Jawa sebagaimana
dicatat oleh sejarah: Menehono teken wong kang wuto (buta), Menehono pangan marang wong
kang luwe (kelaparan), menehono busono marang wong kang wudo (telanjang), menehono
ngiyup marang wong kang kaudanan (kehujajan).[3]
Filsafat dakwah para ulama terdahulu mendahulukan moral (Haliyah), sehingga lebih
mengena terhadap sasaran atau tujuan. Para ulama itu juga sangat cerdas di dalam melakukan
pendekatan, sebagaimana Nabi melakukan dakwahnya ketika di Makkah. Para ilmuan, seperti
Fahruddin al-Rozi,[4] Ibnu Kholdun, al-Ghozali,[5] al-Nawawi senantiasa mengunakan pola
yang sedang berkembang kala itu. Semua fikiran (ilmu)nya dituangkan dalam sebuah karya
ilmiyah, yang selanjutnya dapat dinikmati hingga saat ini.
Mereka telah tiada, tetapi buah pikiranya masih sangat terasa, bahkan dibaca oleh jutaan
manusia dibelahan dunia. Mereka perintis kebaikan, mewarisi ilmunya para Nabi, dan
melanjutkan cita - cita Nabi. Sudah pasti, mereka memperoleh aliran pahala (royalti) dari jerih
payahnya selama merintis kebaikan kala itu. Nabi pernah menuturkan: Barang siapa merintis
(sunnah) kebaikan didalam agama islam, kemudian kebaikan itu dilakukan, maka ia akan
memperoleh pahala, serta memperoleh pahala kebaikan orang yang melakukanya
sepeninggalnya.[6]
C. Rahasia Dibalik Dakwah Sunan Kalijaga
Dalam berdakwah sang Sunan memegang prinsip yaitu islam berjalan dengan periode yang
berbeda beda sebagaimana perjalanan makhluk hidup.[7] Untuk itu beliau tidak menghilangkan
unsur unsur kebudayaan yang ada pada masyarakat setempat dan lebih bagus lagi ketika beliau
dalam berdakwah mempergunakan hal yang disukai masyarakat setempat misalnya wayang
barongan (tegal), pantun (pajajaran), wayang kulit (Jatim) dan sebagainya.[8]
Islam penutup dari agama agama Allah, dia dijadikan sesuai untuk seluruh perobahan
kehidupan manusia dalam berbagai bentuk pertumbuhan dan tingkatan. Terus bagaimanakah
cara kita untuk membuat hal tersebut bisa diterima oleh masyarakat luas bila kita tidak bisa
memadukan unsur budaya dengan cara berdakwah. Dakwah Sunan kalijaga ini amatlah merasuk
dan mudah diterima oleh khalayak dikarenakan sang Sunan berhasil mengemas nilai nilai islam
yang ada dengan berkedok (berbahur) terhadap hal yang disukai oleh masyarakat setempat.
Sekarang kalo sang sunan bisa melakukan hal tersebut dan tentunya kita telah mengetahui
mengapa Sunan menggunakan cara tersebut, maka kita tentunya harus bisa meniru perilaku yang
demikian ini yaitu harus bisa meneruskan perjuangan beliau untuk membesarkan agama islam
atau dalam istilah jawa yaitu nguri nguri.
Di era modern, dunia sudah menjadi satu, busana laki-laki dan wanita sulit untuk
dibedakan. Nama laki-laki sering dipakai oleh seorang wanita, begitu juga sebaliknya. Pola
fikirnya juga tidak jauh berebda antara kaum hawa dan lelaki. Yang membedakan hanyalah
kodratnya wanita yang masih melahirkan, walaupun ahir-ahir ini kaum wanita mulai menggugat
dengan Revolusi Seksual. Mereka tidak ingin menikah, mereka bisa memiliki anak tanpa
harus menikah, mereka menggugat kesakralan penikahan.
Pergaulan muda-mudi seringkali kebablasan, dan sulit dikontrol lagi, bahkan sampai
berbuat kriminal. Orang sibuk mencari rejeki dikota-kota besar, bahkan pergi keluar Negeri
untuk mengadu nasib, tanpa memperdulikan tuhan sang pemberi rejeki. Mereka lupa, bahwa
tuhanlah yang menghendaki dan merubah dunia dan isinya. Orantua tega membunuh anaknya
sendiri, begitu juga sebaliknya. Yang kuat selalu berkuasa dan berbuat semena-mena, dan yang
miskin selalu tertindas, semakin hari semakin menjerit.
Yen wis tibo titiwancine kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon
ilang wirange mangka enggal - enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja
ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gisti Allah.
Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan, sudah saatnya bertapa (puasa) untuk mencari
petunjuk-Nya. Sholat malam, puasa sunnah, menjalankan sholat lima waktu, memohon kepada-
Nya ditenggah keheningan malam agar memperoleh hidayah-Nya. Seringkali renungan
ditenggah malam mampu menembus langit, sehingga tuhan berkenan memberikan methode
ampuh, yang kemudian bisa untuk menyampaikan pesan-pesan al-Quran dan Sunah kepada
masyarakat.
Internet, TV, dan juga Media masa adalah salah satu media atau alat untuk menyampaikan
pesan-pesan tuhan dan Nabi di muka bumi. Dan ini adalah dakwah di dunia modern, bukan
berarti meninggalkan cara-cara klasik, seperti ngaji (halakoh) di masjid-masjid atau musolla.
Karena methode klasik ini masih relevan, perlu dipertahankan dan lestarikan. Namun, terus
mencoba mencari terobosan baru di dunia modern ini, seperti mengenalkan Nabi dengan layar
lebar, atau membuktikan ke-ilmiyahan al-Quran dan dawuhnya Nabi. Dengan harapan, semua
itu dapat merubah moral generasi bangsa menjadi lebih baik.
Njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah)
saka gusti Allah. Di dunia Modern, tehnologi dan informasi menjadi alat untuk menjelajahi dunia
maya (internet), dengan menulis pesan-pesan tuhan lewat internet, agar semua orang bisa
membaca dan mengambil manfaatnya. Dan ini adalah cara terbaik, di era modern dan internitasi.
Dakwah kita terus kita perbaiki dengan inovasi, sehingga menarik dan bermanfaat bagi setiap
orang yang membacanya. Yang lebih penting lagi, senantiasa berdoa siang dan malam, agar
mendapatkan petujuk dan pertolongan-Nya.

II. Kesimpulan
Sunan kalijaga berhasil membuat inofasi dan menggelegar dunia pada masanya, yaitu
berhasil menyebarkan agama islam dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat
Indonesia. Untuk bisa seperti itu diperlukan pemikiran yang amat jenius juga perlu membahur
dengan masyarakat setempat, jadi sebagai penerus perjuangan beliau sebaiknya kita juga harus
bisa menemukan cara yang jitu dalam menyebarkan nilai nilai islam yang luhur pada
masyarakat. Janganlah mudah menyerah dan jangalah mudah puas dengan hal yang telah kita
lakukan, bila kita bisa lebih mengapa tidak kita wujudkan.
Tentunya seseorang yang berdakwahwah haruslah mempunyai ilmu yang memadahi
supaya tidak keliru dalam menyalurkan ilmu ilmu agama dan semakin banyak ilmu seseorang
maka akan semakin berwibawalah orang tersebut sehingga semakin baiklah ia menyampaikan
dakwahnya.

Anda mungkin juga menyukai