Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN TOKOH-TOKOH INSPIRATIF MUSLIM

AGAMA ISLAM

Dosen :

Dr. M. Mukhlis Fahruddin, M.S.I

Disusun oleh :

Ramadhan Rodiansyah 205060601111029


Kelas P

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KAJIAN TOKOH-TOKOH INSPIRATIF MUSLIM

Sunan Kalijaga

1. latar Belakang
Kanjeng Susuhunan Kalijaga atau Sunan Kalijaga adalah
seorang tokoh Walisongo, lahir pada tahun 1450 Masehi dari Raden Ahmad Sahuri
(seorang Adipati Tuban VIII) dan Dewi Nawangarum (putri Raden Kidang Telangkas /
Abdurrahim Al-Maghribi)[1]. Dikenal sebagai wali yang sangat lekat
dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan
pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada
di Kadilangu, Demak.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden
Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh
Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi
masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat
Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
Ketika wafat, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam
ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang - orang dari seluruh indonesia
Terkait asal usulnya, ada dua pendapat yang berkembang. Pendapat pertama,
adalah yang menyatakan Sunan Kalijaga orang Jawa asli. Pendapat ini didasarkan
pada catatan historis Babad Tuban. Di dalam babad tersebut diceritakan, Aria
Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan
mengawini putrinya. Dari perkawinan tersebut Aria Teja kemudian memiliki putra
bernama Aria Wilatikta. Catatan Babad Tuban ini diperkuat juga dengan catatan
masyhur penulis dan bendahara Portugis Tome Pires (1468 - 1540). Menurut catatan
Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam
pertama di Tuban yakni Aria Wilakita, dan Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said
adalah putra Aria Wilatikta. Adapun pendapat yang kedua adalah menyatakan Sunan
Kalijaga adalah keturunan arab. Pendapat kedua ini disebut-sebut berdasarkan
keterangan penasehat khusus Pemerintah Kolonial Belanda, Van Den Berg (1845 –
1927), yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang
silsilahnya sampai ke Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sejarawan lain seperti
De Graaf juga menilai bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu
Abbas, paman Muhammad.
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh
binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi
Rakayuh dan Dewi Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri dan
Dewi Saroh. Mereka adalah kakak beradik.

2. Kajian Teori /Penggunaan dalil


pihak aliran Sunan Giri ini dikatakan kolot dan terlalu ekstrim, tidak mengerti situasi
dan kondisi, tidak bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat dan kurang bisa
menerapkan hukum dalam masyarakat yang masih berkepercayaan lama.Menurut
Hasyim golongan yang tidak setuju dengan pendapat Sunan Giri itu adalah golongan
atau kelompok yang kedua. Kelompok ini dipimpin oleh Sunan Kalijaga yang didukung
oleh Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Golongan
ini berpendirian:
1. Membiarkan dulu adat-adat yang sukar dirubah dan adat-adat kepercayaan
lama itu sangat berat untuk dirubah dengan kekerasan dan tergesa-gesa atau
radikal.
2. Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi agak mudah dirubah
segera dihilangkan.
3. Tutwuri Handayani, mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat
rakyat tetapi diusahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit, dan
tutwuri hangiseni, mengikuti dari belakang sambil mengisi kepercayaan atau
ajaran agama Islam.
4. Menghindarkan konfrontasi secara langsung dengan masyarakat di dalam
pasal menyiarkan agama Islam itu, dengan maksud berusaha untuk
mengambil ikannya tetapi tidak mengeruhkan airnya sehingga menjadi butek.
3. Pembahasan Studi Kasus
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang
perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di
kerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu
akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada
di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan
Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu.
Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi,
Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said
bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang
menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan
harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan
Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. RadeN Said lalu
menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi
muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga
tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari
tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan
perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia
tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun
kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah
menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya
menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama
oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan
Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh
para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan
bertentangan dengan ilmu syariat
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf"
-bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan
sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan
menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap:
mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah
dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran
Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni
ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa
lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah
menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta
lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja").
Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini
pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah
adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Karya
Salah satu karya besarnya Sunan Kalijaga adalah menciptakan bentuk ukiran
wayang kulit yang bentuknya dirubah sedemikian rupa, sehinga tidak menyalahi
hukum Islam. Tembang-temang yang diciptakan Sunan Kalijaga sebenarnya
merupakan ajaran makrifat, ajaran mistis, dalam agama Islam. Meski banyak tembang
yang telah diciptakannya, tapi hanya tembang ilir-ilir yang dikenal oleh masyarakat
Jawa. Tembang ini diajarkan kepada anak-anak SD di Jawa. Sudah barang tentu
tembang-tembang tersebut dimaksudkan untuk tujuan dakwah. Tembang ini sekalipun
termasuk jenis “tembang dolanan” namun bila direnungkan secara dalam, syair
tersebut sangat indah dan mengandung nilai dakwah Islamiyah yang tinggi nilainya
(Surya Alam, tt:3). Pada saat ini keseniang wayang, tembang Ilir-ilir, upacara sekaten
dan gerebeg maulud masih digemari oleh masyarakat walaupun hanya sekedar untuk
ajang hiburan saja. Akibatnya seni dan budaya Jawa yang bernuansa Islamiah ini
tertinggal jauh dibandingkan dengan mdia dan teknologi modern yang tengah
merajalela. Hal ini banyak pengaruh negatif yang dapat mencemari jiwa dan akhlak
masyarakat, seperti adanya lagu-lagu barat, disco, bioskop-film yang banyak digemari
anak-anak muda sekarang. Untuk itu kita harus melestarikan kembali seni dan budaya
tersebut dengan melalui pendekatan-pendekatan yang halus tanpa paksaan agar
masyarakat menjadi tertarik kembali. Berangkat dari uraian tersebut diatas, penulis
merasa sangat tertarik dan berminat untuk mengadakan studi secara mendalam
tentang pendidikan Islam menurut pemikiran Sunan Kalijaga sebagai objek kajian
utama dalam penelitian. Terutama caranya berdakwah, yang dianggap berbeda
dengan metode para wali yang lain. Dia berani memadukan dakwah dengan seni
budaya yang mengakar di masyarakat. Ia tidak melakukan konfrontasi dengan budaya
yang mengakar di masyarakat. Ia tidak melakukan konfrontasi dengan budaya
masyarakat yang ada melainkan dengan “tapa geli” (mengikuti aliran air) dengan
kebiasaan yang berlaku dan memberi baju Islam atau memberi pesan-pesan
keislaman. Dengan demikian andil dan peranan Islam dalam membentuk kebudayaan
Islam di Indonesia pada masa lalu hingga sekarang sangat besar, bahkan telah
memberikan corak khusus bagi pendidikan Islam. Penulis berharap agar nantinya
dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pendidikan Islam yang tidak hanya
bersifat teori tapi juga bernilai praktis dan akhirnya dapat membantu melahirkan
generasi-generasi sholeh dan sholehah dalam mengembangkan kehidupan dunia
akhiratnya di atas landasan iman dan taqwanya kepada Allah SWT.
4. Implementasau Dalam Kehidupan Sehari-Hari
A. Sunan Kalijaga adalah sosok yang sangat bijaksana
B. Sunan Kalijaga adalah sosok yang lembut hatinya, alih-alih berdakwah dengan
cara yang keras ia lebih memilih berdakwah lewat seni
C. Sunan Kalijaga dikenal sebagai sosok yang pandai dan cerdas sebab ia mau
belajar dan berguru pada orang yang tepat, tentu dua hal ini wajib kita teladani
D. Sunan Kalijaga dikenal sebagai sosok yang istiqomah dan tekun, utamanya dalam
berdakwah
E. Sunan kalijaga sosok yang toleran, tidak memaksakan apa-apa yang ia ajarkan.
F. Semua ia sampaikan dengan santun dan halus.

5. Kesimpulan
Sunan kali jaga adalah seorang tokoh yang dulunya terkenal sebagai
“Berandal Lokajaya”, dan kelak dipanggil Sunan Kalijaga, adalah salah satu dari
sembilan wali (Wali Songo) yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa secara
pesat—bahkan meluas hingga ke penjuru Nusantara. Beliau lahir pada tahun 1450 M
sebagai putera dari seorang Bupati Tuban, Tumenggung Wilatikta, dengan nama asli
Raden Sahid.
Sampai suatu ketika, Raden Sahid bertemu dengan Sunan Bonang, dan
merampas tongkatnya yang berdaun emas. Sunan Bonang justru terharu, sambil
menasehati Raden Sahid yang masih muda, tentang tindakannya yang seakan berniat
suci, tetapi dilakukan dengan cara yang kotor. “Bagai wudlu’ menggunakan air
kencing”, ungkap Sunan Bonang.
Setelah mendapatkan gelar Sunan Kalijaga, beliau disarankan oleh Sunan
Bonang agar pergi haji, mengunjungi Ka’bah di Mekkah. Namun pada perjalanannya,
saat tiba di wilayah Malaka, beliau bertemu dengan guru-guru lainnya, yakni Maulana
Maghribi dan Nabi Khidir.
Model dakwah beliau dalam menumbuh-kembangkan nilai-nilai keislaman di
Jawa, lebih banyak dilakukan melalui pendekatan seni dan kearifan budaya lokal (local
wisdom). Meski tidak hanya itu saja yang dijadikan oleh beliau sebagai media dakwah.
Kelanggengan ajaran dan jasa beliau tersebut tidak lain adalah karena
ketekunan, keistiqamahan, dan kebijaksanaan Sunan Kalijaga dalam berdakwah
dengan cara yang halus, santun, toleran dan tanpa paksaan sama sekali
Daftar Pustaka

1. https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga
2. https://www.nu.or.id/post/read/98552/belajar-kebijaksanaan-hidup-dari-sunan-
kalijaga
3. Prin sip To le ran si Sun an Kalijaga dan Ko n tribusin ya dalam Islam isasi
Masyarakat Jawa, Yudi Arm an syah, Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, 2013, diakses
13-12-2020 jam 8.10 am

Anda mungkin juga menyukai