Anda di halaman 1dari 10

ASAL USUL KEHIDUPAN SUNAN KALIJAGA

Sunan Kalijaga adalah gelar yang diberikan kepada Raden Mas Syahid, beliau
putra dari Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Tumenggung Wilatikta adalah
keturunan Ranggalawe yang sudah beragama Islam dan berganti nama Raden Sahur.
Ibunya bernama Dewi Nawangrum. Raden Sahid ini menikah dengan Dewi Sarah binti
Maulana Ishak dan berputra tiga orang yaitu: Raden Umar Said atau Sunan Muria, Dewi
Rukoyah dan Dewi Sofiah. Beliau lahir dari kalangan keluarga bangsawan asli di Istana
Tumenggung Ario Tejo alias Adipati Wilwatikto di Tuban, ia di didik dalam bidang
pemerintahan dan kemiliteran, khususnya di bidang Angkatan laut, ia juga ahli dibidang
pembutan kapal laut yang dibuat dari kayu jati, yang nama mudanya atau nama kecil
adalah Raden Mas Syahid atau Jaka said. Raden Sahid sewaktu kecil sudah mempunyai
rasa solidaritas yang tinggi pada kawan-kawannya, ia bahkan tak segan-segan masuk
dan bergaul kedalam lingkungan rakyat jelata. Ketika itulah ia tidak tahan lagi melihat
penderitaan orang-orang miskin pedesaan. Maka pada waktu malam-malam, ia sering
mengambili sumber bahan makanan dari gudang Kadipaten dan memberikannya
kepada rakyat-rakyat miskin.
Lama-lama tindakan Raden Sahid itu diketahui oleh ayahnya, maka ia
mendapatkan hukuman yang keras, yakni diusir dari istana. Ia akhirnya mengembara
tanpa tujuan yang pasti. Dan kemudia ia menetap di hutan Jatiwangi. Dihutan itu ia
meneruskan pekerjaannya sebagai berandal. Ia merampok orang-orang kaya yang pelit
kepada rakyat kecil. Hasil rapokannya diberikan kepada rakyat-rakyat miskin.
Dalam babad Cerbon naskah Nr.36 koleksi Brandes, dijumpai keterangan bahwa
ayah handa Sunan kalijaga bernama Arya Sidik dijuluki Arya Ing Tuban, Arya Sadik
dipastikan merupakan perubahan dari nama Arya Sidik, dan nama ini merupakan nama
asli dari Ayah handa Sunan kalijaga yang menurut Babad Tuban bukan seorang pribumi
Jawa, melainkan berasal dari kalangan masyarakat Arab dan merupakan seorang Ulama.
Tahun kelahiran serta wafat Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, hanya
diperkirakan ia mencapai Usia lanjut. Diperkirakan ia lahir kurang lebih 1450 M
berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan
putri Sunan Ampel pada usia kurang lebih 20 tahun, yakni tahun 1470. Sedangkan
Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 dan mempunyai anak wanita yang dikawini oleh
sunan kalijaga itu pada waktu ia berusia 50 tahun. Masa hidupnya menglami 3 masa
pemerintahan yaitu: masa akhir Majapahit, Zaman Kesultanan Demak dan Kesultanan
Pajang. Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M, kemudian disusul Kesultanan
Demak berdiri pada tahun 1481 sampai 1546 M, dan disusul pula Kesultanan Pajang
yang diperkirakan berakhir pada tahun 1568 M. Diperkirakan, pada tahun 1580 M
Sunan Kalijaga wafat hal ini dapat dihubungkan dengan gelar kepala Perdikan
Kadilangu semula adalah sunan Hadi, tetapi pada mas Jolang di Mataram(1601-1603),
gelar itu diganti dengan sebutan Panembahan Hadi. Dengan demikian, Sunan Kalijaga
sudah diganti putranya sebagai kepala Perdikan kadilangu sebelum zaman Mas Jolang
yaitu sejak berdirinya kesultanan Mataram pemerintahan Panembahan Senopati atau
sutawijaya(1673-1601). Dan pada awal pemerintahan Mataram, menurut Babad Tanah
jawi versi Meisma, dinyatakan Sunan kalijaga pernah datang ketempat kediaman
Panembahan Senopati di Mataram memberikan saran bagaimana cara membangun
kota. Dengan demikian Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya
yakni sejak pertengahan Abad ke-15 sampai dengan akhir Abad ke-16.
Tentang asal-usul keturunannya, ada beberapa pendapat, ada yang menyatakan
keturunan Arab asli, yang lain menyatakan keturunan Cina dan ada pula yang
mengatakan keturunan Jawa asli. Masing-masing pendapat mempunyai sumber yang
berbeda.
PROSES MASUKNYA SUNAN KALIJAGA MENJADI WALISANGA
Menurut sumber naskah Sejarah yang manapun Sunan Kalijaga disebut sebagai
salah satu Waliyullah yang terasuk dalam Walisanga. Kedudukannya sebagai seorang
Wali, menurut Babad Majapahit dan para Wali, dikukuhkan dihadapan Sunan Giri yang
dianggap sebagai ketua para Wali di Jawa. Dengan demikian, penetapan sebagai Wali itu
sesuai dengan ramalan semula semenjak Sunan Bonang di utus oleh ayahnya, Sunan
Ampel Denta untuk mencari dan mempertobatkan Sunan Kalijaga sebagai upaya
mempercepat proses kearah kedudukannya sebagai wali.
Sebagai Waliyullah, sebagaimana pengertian Waliyullah adalah” kekasih Allah”.
Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya para Wali, Sunan Kalijaga memiliki” Karamah”
pemberian dari Allah berupa keunggulan lahir dan batin yang tidak bisa dimiliki oleh
sembarang orang. Disamping itu, sebagai tanda kewalian, ia bergelar” Sunan”
sebagaimana Wali-wali yang lain. Menurut salah satu penafsiran, kata “Sunnat” yang
berarti tingkah laku, Adat kebiasaan. Adapaun tingkah laku yang dimaksud adalah yang
serba baik, sopan santun, budi luhur, hidup yang serba kebajikan menurut tuntunan
Agama Islam. Oleh karena itu, seorang Sunan akan senantiasa menampilkan perilaku
yang serba berkebajikan sesuai dengan tugas mereka berdakwah, Beramar Ma’ruf Nahi
Munkar, memerintah atau mengajak kearah kebaikan dan melarang perbuatan Munkar.
Peran Sunan kalijaga dalam berdakwah tampak dalam berbagai kegiatan, baik kegiatan
Agama secara langsung ataupun dalam pemerintahan dan kegiatan seni, budaya pada
umumnya, diantara kasus kegiatan yang berkenaan dengan keagamaan, sebagaimana
banyak disebut dalam naskah Babad, adalah kegiatan Sunan Kalijaga bersama-sama
Wali yang lain mendirikan Masjid Agung Demak. Sudah jelas bahwa fungsi masjid
disamping menjadi sarana Peribadatan juga dipakai sebagai pusat kegiatan Dakwah
ketika itu sehingga perlu adanya, kendati pun sulit untuk menentukan secara pasti
kapan masjid tersebut didirikan.
Masjid Agung Demak yang terkenal, tidak saja karena ini dibangun oleh Wali, tetapi
karena salah satu Saka gurunya terdiri dari serpihan kayu-kayu Tatal karya dari sunan
Kalijaga yang dikenal dengan sebutan” Soko Tatal”. Keikutsertaan Sunan Kalijaga tidak
hanya mengupayakan bahan-bahannya saja, tetapi juga ikut bermusyawarah
sebelumnya.
Dituturkan dalam salah satu sumber bahwa pembangunan Masjid Demak berjalan
lancar, masing-masing Wali mendapatkan tugas membawa empat tiang besar, yaitu
Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan kalijaga, Sunan Kudus, Sunan
purwaganda, Sunan Gunung Jati, Pangeran Palembang dan Syekh Siti Jenar. Hanya
Sunan Kalijaga sendirilah yang membawa tiga buah. Jumlah semuanya 83 kurang 1,
tatkala semuanya sudah siap dan waktu mendirikan asjid tinggal satu hari, sementara
Saka Guru kurang satu, maka Sunan Bonang menanyakan kepada Sunan kalijaga akan
tugasnya menyiapkan tiang Saka Guru itu. Sunan Kalijaga menyanggupinya, malam-
malam menunggui orang mengapak kulit bagian luar, disusun, dilekatkan dengan lem
Damar, Kemenyan, Blendok, Trembalok lantas dibalut. Jadilah sebuah tiang dari Tatal.
Adanya Soko Tatal ini adalah suatu kesengajaan, sebagai lambang kerohanian, bahwa
pembuatan Soko Tatal sebagai lambang kerukunan dan kesatuan. Konon sewaktu
mendirikan Masjid Agung Demak masyarakat Islam ditimpa perpecahan antar
Golongan, bahkan dalam bekerja mendirikan Masjid itu pun terjadi perselisihan-
perselisihan berbagai masalah sepele dan kecil. Suna Kalijaga mendapat ilham, suatu
petunjuk dari Tuhan dan disusunlah Tatal-tatal menjadi sebuah tiang yang kokoh.

METODE DAKWAH SUNAN KALIJAGA


Cara-cara atau jalan yang ditepuh oleh Sunan Kalijaga khususnya dalam
menyampaikan Ajaran Islam kepada rakyat ditanah Jawa Antara lain ialah:
1. Ajaran Agama Islam itu diperkenalkan kepada rakyat dengan cara menyampaikan
sedikiti demi sedikit agar mereka tidak kaget atau tidak menolak. Dihindarkan cara-cara
yang dapat menyinggung perasaan atau jiwa mereka yang sudah lama menganut
kepercayaan kepercayaan agama Hindu, Budha dan lainnya.
2. Apabila memungkinkan ajaran-ajaran Agama Islam itu dikawinkan dengan
kepercayaan Agama Hindu dan Budha, sehingga rakyat tidak terasa bahwa dirinya telah
merubah kepercayaan lamanya atau dengan Ajaran agama Islam.
3. Adat-istiadat atau kebudayaan yang selama ini mereka hidupakan sesuai dengan
ajaran Agama Hindu, Budha atau kepercayaan nenek moyang yang ditingalkan kepada
mereka, lalu oleh para Wali Sanga khususnya Sunan Kalijaga Adat-istiadat atau
kebudayaan itu secara pelan-pelan diganti dengan bentuk upacara-upacara Tradisional
yang berbau ajaran Islam. Jadi para Wali( Sunan kalijaga) tidak begitu saja
memberantas adat Istiadat mereka dengan cara kasar yang dapat menimbulkan sikap
Antipati terhadap ajaran Agama Islam.
Ki Siswoharsoyo dalam Serat Guna cara Agama mengatakan bahwa Sunan
Kalijaga, dalam kaitannya dengan kebudhaan dan keislaman pernah mengajukan usul
pada rapat para Wali. Isi usul antara lain sebagai berikut: Usaha untuk merubah
kuatnya pendirian rakyat yang masih tebal kepercayaan terhadap Agama Budha, agar
supaya mau memeluk Agama Islam, harus diusahakan dengan cara yang begitu rupa,
sehingga hatinya tetap senang dan terbuka. Cara-cara usaha yang baik yang disukai oleh
rakyat itu, harus seiring dengan tata cara rakyat banyak, yang bertalian dengan
kepercayaan Agama mereka yang lama (Budha). Ajaran keislaman yang disampaikan
kepada rakyat harus di berikan sedikit demi sedikit sehingga mereka merasa gampang
dan ringan mengamalkan ajaran Agama islam. Mengamalkan Rukun islam yang ke-5
walaupun baru Syariat namanya tetapi bagi orang yang baru mendengar sudah merasa
berat. Kalau dipaksa harus mengamalkan seluruhnya, malah menyebabkan orang itu
enggan masuk Islam. Oleh karena itu seyogyanya dimulai dengan membaca kalimat
shyahadat dulu, asal sudah mau mengucapkan dan disertai dengan rasa Ikhlas hati,
sudah bisa dinamakan masuk Islam.
Adapun tata cara ayang menjadi kepercayaan Agama lama yang harus dirubah menurut
Sunan Kalijaga ada 3 hal:
1. Bab Samadi, sebagai puji mengheningkan cipta itu mengandung maksud untuk
mencari Sasmita dan berita batin mengenai hal-hal yang sudah lewat dan yang akan
datang, itu harus diusahakan agar berubah menjadi Sholat wajib.
2. Bab Sesaji dan Kekutug atau membakar kemenyan, itu dengan maksud menyajikan
kebaktian kepada lelembut, yakni mahkluk-mahkluk halus yang Ghaib seperti Jin dan
Syetan agar membantu maksud serta keinginannya, dan terutama jangan hendaknya
menggoda dan menggagu raktyat setempat. Hal ini sedikit demi sedikit harus diubah
sehinga menjadi tata cara pemberian sedekah kepada Fakir miskin, tetangga dekatnya,
sanak keluarga, famili, dan sebagainya.
3. Bab Keramaian upacara tradisi keagamaan, pemeluk Agama yang lama jika
mengadakan peralatan perkawinan, yang kaya membuat keramaian meniru dewa yang
dianutnya, misalnya:
a. Upacara atau hiasan tumbuh-tumbuhan serta kembar mayang yang diatur sebagai
Hiasan dalam upacara perkawinan. Itu yang ditiru pertamanan pohon Kelepu Dewa
Daru.
b. Suara Gamelan yang dipukul oleh para niaga itu meniru Gamelan Lokananta
dikhayangan.
c. Wanita menari sambil Sesindenan atau menyanyi menurutkan Irama Gamelan, itu
yang ditiru tarian Waranggana mengelu-elukan datangnya para dewa.
d. Pria yang menanggapi tarian Waranggana, yang diikuti oleh yang lain-lain yang
kemudian dinamai Tayuban, itu yang ditiru adalah gerak kedatangan para Dewa.
Tata cara yang ada hubungannya dengan kepercayaan agama tadi (Semadi, sesaji,
keramaian), apabila justru di gunakan alat penerangan dengan cara yang bijaksana,
artinya kekeliruan itu di luruskan dengan perlahan-lahan, maka rakyat lekas sekali bisa
mengikuti ajaran islam yang benar, misalnya upacara memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW di Surakarta dan Yogyakarta dengan keramaian sekaten, grebeg
maulud, grebeg besar dan grebeg syawal.
Sunan Kalijaga adalah seorang Dalang Wayang Purwa. Ia terkenal sebagai dalang
wayang kulit yang sangat menarik. Bila Sunan Kalijaga pentas di suatu Desa, penonton
berjubel-jubel memadati halaman. Pentas wayang Sunan Kalijaga adalah dalam rangka
mendakwahkan Islam. Ia tidak pernah menarik bayaran materi. Sebagai bayarannya ia
mengajak kepada seluruh hadirin untuk bersyahadat mengucapkan sumpah
pengakuaan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mengakui bahwa nabi Muhammad
adalah utusan Allah. Sunan Kalijaga mengajak kepada seluruh masyarakat untuk
mengurangi perbutan Syirik dan setia kepada ajaran islam. Lewat sarana itulah Sunan
kalijaga berhasil merata islam di seluruh bumi Jawa. Dalam media dakwah yang lain
juga tampak sikap Sunan Kalijaga yang demikian itu, baik dalam penciptaan, seni
pakaian, seni suara, seni ukir, seni gamelan , termasuk juga kesenian wayang. Bahkan
terhadap kesenian wayang ini Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang telah
menghasilkan kreasi baru, yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala perangkan
gamelannya.
Sunan Kalijaga mengarang lakon-lakon wayang dan menyelenggarakan
pergelaran-pergelaran wayang dengan upah baginya sebagai dalang berupa jimat
kalimasada atau ucapan kalimat Syahadat. Beliau mau memainkan lakon wayang yang
biasanya untuk meramaikan suatu pesta peringatan-peringatan, asal yang memanggil
itu mau bersyahadat sebagai kesaksian bahwa ia rela masuk islam.
Masyarakat kita bangsa Indonesia, khususnya Jawa masih gemar sekali hal
wayang itu, mulai dari dahulu hingga sekarang baik di desa maupun di kota. Oleh
karena itu wali Sanga memperhatika tersebut untuk keperluan memasukkan dakwah
islamiyah. Ketika mendalang itulah Sunan kalijaga menyisipkan ajaran-ajaran islam.
Lakon yang di mainkan tidak lagi bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabarata.
Sunan Kalijaga mengangkat kisah-kisah karangan, dengan wayang Sunan Kalijaga
menyajikan kata-kata mutiara yang bukan saja untuk persembahyangan, meditasi,
pendidikan, pngetahuan, hiburan, tetapi juga menyediakan pantasi untuk nyanyian,
lukisan estetis dan menyajikan iajinasi puitis untuk petua-petua religius yang mampu
mempesona dan menggetarkan jiwa manusia yang mendengarkannya. Wayang cermin
bagi kehidupan manusia, perwatakan manusia yng berbeda-beda digambarkan oleh
wayang baik yang sedang di jejer, disamping maupun dikothak.
Wayang itu sebagai media dakwah yang senantiasa dipergunakan oleh Sunan
Kalijaga dalam kesempatan dakwahnya di berbagai daerah, dan ternyata wayang ini
merupakan media yag epektif dapat mendekatkan dan menarik simpati rakyat terhadap
agama. Kemampuan Sunan Kalijaga dalam mendalang (memainkan wayang) begitu
memikat, sehingga terkenallah berbagai nama samaran baginya di berbagai daearah.
Jika beliau mendalang di daerah Pajajaran dikenal dengan nama Ki Dalang Sidabrangti,
bila beliau mendalng di Tegal dikenal dengan nama Ki Dalang Bengkok, dan bila beliau
mendalang didaerah Purbalingga terkenal dengan nama Ki Dalang Kumendung.
Pembuatan wayang dari kulit kerbau, dimulai oleh Sunan Kalijaga pada jaman Raden
Patah, yang bertahta di Demak. Sebelumnya lukisan wayang yang menyerupai bentuk
manusia sebagaimana yang terdapat pada relief candi panataran di daerah Blitar.
Lukisan yang mirip manusia oleh sebagian ulama dinilai bertentangan dengan Syara.
Para wali, terutama Sunan kalijaga, kemudian menyiasatinya dengan mengubah dari
lukisan yang menghadap menjadi miring. Dahulu memakai pahatan pada bagian mata,
telinga, perhiasan dan lain-lainnya wayang hanya digambar saja. Dengan mengubah
bentuk dan lukisan wayang berbeda dengan bentuk manusia sesungguhnya, akan tidak
ada alasan lagi untuk menuduh bahwa wujud wayang melanggar hukum fiqih Islam.
Selain itu atas saran para Wali Sunan Kalijaga juga membuat tokoh semar, petruk,
gareng dan bagong sebagai tokoh panakawan yang lucu. Kadangkala, ia menggunakan
tokoh bancak dan doyok.

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP DAKWAH SUNAN KALIJAGA


Salah satu Wali yang terkenal bagi orang Jawa adalah Sunan Kalijaga. Ketenaran
Wali ini adalah karena ia adalah seorang Ulama yang sakti dan cerdas. Ia juga seorang
Politikus yang mengasuh para raja beberapa kerajaan Islam. Selain itu Sunan Kalijaga
juga dikenal sebagai Budayawan yang santun dan Seniman Wayang yang hebat.
Sikap masyarakat terhadap Sunan Kalijaga ialah sangat baik dan sedikit demi
sedikit mau menerima Ajaran Agama Islam, karena Sunan Kalijaga dalam Menyebarkan
ajaran Agama Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan Rakyat yang
masih Kental terpengaruh kepercayaan Agama Hindu-Budha itu maka bertindaklah
beliau sesuai dengan keadaan itu, sehingga taktik dan strategi dakwah perjuangan
mengislamisasikan Nusantara itu disesuaikan pula dengan keadaan ruang dan waktu.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama besar dan seorang Wali yang memiliki
kharisma tersendiri diantara Wali-wali lainnya dan paling terkenal dikalangan atas
maupun dikalangan bawah, hal ini disebabkan karena Sunan Kalijaga berkeliling dalam
berdakwah, sehingga beliau dikenal sebagai Syekh Malaya, yaitu Mubaligh yang
menyiarkan Agama Islam sambil mengembara.
Caranya berdakwah sangat luwes, rakyat Jawa yang pada waktu itu masih
banyak kepercayaan lama tidak ditentang Adat istiadatnya, beliau mendekati rakyat
yang masih Awam itu dengan cara halus, bahkan dalam berpakaian beliau tidak
memakai Jubah sehingga masyarakat tidak merasa angker dan mau menerima dengan
senang hati. Diantara anggota dewan Wali, Sunan Kalijaga merupakan Wali yang paling
populer dimata masyarakat Jawa bahkan sebagian masyarakat Jawa menganggap
sebagai Guru Agung dan Suci di Tanah Jawa.
JASA-JASA SUNAN KALIJAGA
Sunan kalijaga adalah termasuk salah seorang dari kalangan Walisanga yang
tergolong muda saat itu, lagipula paling berat tugasnya. Maka apabila Sejarah beliau
diteliti sesungguhnya tidak sedikit jasa-jasanya Beliau dikenal dengan Mubaligh. Ahli
Seni, Budayawan, Ahli Filsafat, sebagai dalang dalam wayang kulit dan sebagainya.
1. Sebagai Mubaligh.
Beliau dikenal sebagai Ulama besar, seorang wali yang memiliki Kharisma
tersendiri diantara Wali-wali yang lainnya. Dan paling terkenal dikalangan atas maupun
dari kalangan bawah. Hal ini disebebkan Sunan Kalijaga berkeliling dalam berdakwah,
sehingga beliau dikenal sebagai Syekh Malaya yaitu Mubaligh yang menyiarkan Agama
Islam sambil mengembara. Caranya berdakwah sangat luwes rakyat Jawa yang pada
waktu itu masih banyak menganut kepercayaan lama tidak ditentang Adat Istiadat.
Beliau mendekati rakyat yang masih awam itu dengan cara halus, bahkan dalam
berpakaian beliau tidak memakai Jubah sehingga rakyat tidak merasa angker dan mau
menerima kedatagannya dengan senang hati. Pakaian yang dikenakan sehari-hari
adalah pakaian adat Jawa yang di desain dan disempurnakan sendiri secara Islami adat
istiadat rakyat. Dalam pandangan kaum Putihan dianggap Bid’ah tidak langsung
ditentang olehnya selaku pemimpin kaum abangan. Pendiriannya adalah rakyat dibuat
senang dulu, direbut simpatinya sehingga mau menerima Agama Islam, mau mendekat
kepada para Wali. Sesudah itu barulah mereka diberi pengertian Islam yang
sesungguhnya dan dianjurkan membuang adat yang bertentangan dengan Agama Islam.
Kesenian rakyat baik yang berupa Gamelan, Gending dan tembang-tembang serta
Wayang yang dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai alat dakwah. Dan ini ternyata
membawa keberhasilan yang gemilang, hampir seluruh rakyat Jawa pada waktu itu
dapat menerima ajakan Sunan Kalijaga untuk mengenal Agama Islam.
2. Sunan Kalijaga ahli dalam bidang Strategi Perjuangan.
Seperti diketahui bahwa Walisanga didalam menyebarkan Agama Islam ditanah
Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan
jalan atau Strategi yang diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan-
pertimbangan yang matang, tidak asal-asalan sehingga Agama Islam disampaikan
kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan penuh kesadaran, bukan karena
terpaksa.
Sunan Kalijaga didalam menyebarkan Ajaran-ajaran Agama Islam benar-benar
memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih kental dipengaruhi
kepercayaan Agama Hindu-Budha dan gemar menampilakan budaya-budaya Jawa yang
berbau kepercayaan itu. Maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan yang
demikian itu, sehingga taktik dan Strategi perjuangan beliau disesuaikan pula dengan
keadaan Ruang dan Waktu.
3. Bidang Kesenian.
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai
bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat dalam bertabligh
mengelilingi berbagai daerah yang ternyata justru mempunyai nilai sejarah yang
berharga bagi Bangsa Indonesia. Kesenian yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga tersebut
berupa” Wayang” lengkap dengan Gamelannya.
Serta masih banyak yang diciptakan Sunan Kalijaga dibidang seni termasuk seni
lukis dan sebagainya. Dari sinilah maka sunan Kalijaga kemudian terkenal dikalangan
masyarakat Jawa sampai sekarang sebagai seorang ahli Seni. Dilain pihak Sunan
Kalijaga juga mencipatakan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan
dalam kitab-kitab cerita wayang dan sampai sekarang masih ada.

4. Bidang lain-lain.
Disamping jasa-jasa beliau tadi, maka masih ada juga jasa-jasa yang lain, seperti
pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun
Mesjid bersejarah itu dan hasil karya beliau yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu
“Soko Tatal” artinya tiang kokoh dalam Masjid Agung Demak yang terbuat potongan-
potongan Kayu Jati, lalu disatukan dalam bentuk tiang yang berdiameter kurang lebih
70 Cm.
PENINGGALAN SUNAN KALIJAGA
Sunan Kalijaga memiliki banyak peninggaln, diantaranya sebagai berikut:
1. Masjid Sunan Kalijaga

Di Cirebon tepatnya di desa Kalijaga telah terdapat sebuah masjid kuno, letaknya
bersebelahan dengan petilasan pertapaan Sunan Kalijaga. Masjid ini oleh masyarakat
Cirebon khususnya dikenal dengan nama Masjid Sunan Kalijaga.
Masjid ini tampak kelihatan angker dari luar, mungkin karena letaknya yang
berada di tengah-tengah hutan yang penuh dengan ratusan binatang “kera”. Di
sekeliling masjid tersebut hanya ada penduduk yang jumlahnya sedikit, jurang lebih
terdiri dari sembilan rumah. Masjid ini tampak kurang berfungsi, baik untuk berjamaah
shalat lima waktu maupun sebagai tempat atau pusat kegiatan penyiaran agama Islam.
2. Masjid Kadilangu
Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, masjid Kadilangu itu masih berupa surau kecil.
Setelah Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sunan Hadi
(putra ketiga) surau tersebut disempurnakan bangunannya sehingga berupa masjid
seperti yang kita lihat sekarang ini.
Disebutkan di sebuah prasasti yang terdapat di pintu masjid sebelah dalam yang
berbunyi “menika tiki mongso ngadekipun asjid ngadilangu hing dino ahad wage
tanggal 16 sasi dzulhijjah tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid
Kadilangu pada hari ahad wage tanggal 16 bulan dzulhijjah tahun tarikh Jawa 1456).
Tulisan aslinya bertulisan huruf Arab. Menurut tutur rakyat Kadilangu masjid itu
beberapa kali mengalami perbaikan di sana sini, sehingga banyak bagian bangunannya
yang sudah tidak asli, terutama bagian luarnya.

3. Keris Kyai Clubuk

4. Keris Kyai Syir’an

5. Kotang Ontokusumo

Menurut beberapa cerita rakyat menyatakan bahwa dahulu waktu para


Walisongo sudah selesai menunaikan shalat subuh di masjid Agung Demak, tiba-tiba
terlihatlah ada sebuah bungkusan yang terletak di depan mikhrab. Maka oleh Sunan
Bonang diminta supaya Sunan Kalijaga mengambil dan memeriksanya. Ternyata
bungkusan tersebut berisi “baju” (kutang), dan secarik kertas yang menerangkan baju
itu adalah anugerah dari Nabi Muhammad Saw, dan menerangkan supaya kulit kambing
yang terdapat juga dalam bungkusan itu dibuat baju juga. Menurut cerita kedua baju itu
sampai sekarang masih terawat baik, yang pertama “baju ontokusumo” yang disimpan
di musium kraton Solo dan “baju kyai Gondil” ada dalam makam Sunan Kalijaga di
Kadilangu.

Anda mungkin juga menyukai