Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BIOGRAFI DAN PERJUANGAN WALISONGO


(Sunan Drajat)

Disusun Oleh:
1. Illodafinre Al Bachri
2. Rio Febryanto
3. Harits

Kelas : XII TKJ B

SMK PANJATEK
TAHUN PELAJARAN 2023/2024

Jalan Lingkar Utara No. 99, Harapan Baru Bekasi Utara


Telp. 021-88981110 Fax. 021-88981113
email : smkpanjatek@yahoo.com
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wali adalah sekelompok manusia pilihan Allah SWT, yang di beri perintah
untuk membawa umat ke jalan yang benar dan di ridhoi oleh Allah SWT. Sunan
Drajat yang dikenal juga sebagai Syech Siti Jenar, lahir di Tuban, Jawa Timur,
Pada abad ke 15. Beliau adalah salah satu tokoh kunci dalam penyebaran agama
Islam di Indonesia, terutama di tanah Jawa. Sunan Drajat termasuk salah satu dari
Wali Songo, Sembilan tokoh ulama yang berperan besardalam membentuk
Masyarakat Islam di wilayah ini.

B. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memenuhi tugas makalah.
2. Mengetahui biografi sunan drajat
3. Untuk mengetahui Sejarah perjuangan dari sunan drajat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA

Pendidikan Sunan Drajat dipengaruhi oleh atmosfer keislaman yang kuat di


Jawa pada masanya. Beliau belajaar dari berbagai ulama terkaemuka, seperti
Sunan Kalijaga. Sunan drajat juga dikanal sebagai figur yang ahli dalam tasawuf,
memadukan ajaran islam dengan nilai-nilai spiritual.

Salah satu kontribusi Sunan Drajat adalah upayanya dalam penyebaran islam
melaluiu pendekatan yang inklusif. Beliau dikenal sebagai tokoh yang mampu
menyatukan ajaran Islam dengan budaya local, membangun jembatan antara Islam
dan Masyarakat Jawa. Meskipun metodenya kontroversial, Sunan Drajat dianggap
sebagai pemersatu dan pemimpin spiritual.

Selain itu, Sunan Drajat juga dikenal dengan karya-karyanya, seperti puisi-
puisi yang mengandung nilai-nilai kebijaksanaan dan spiritualitas tinggi,
Pengaruh Suna Drajat dapat terlihat dalam berbagai aspek kehuidupan masyarakat
Jawa, dari segi tradisional hingga tata nilai sosial.

Banyak perbedaan mengenai nama Sunan Kalijaga. Ada pendapat


berasaldari Arab, Cina atau dari kata Jawa asli. Sebagian orang mengatakan
bahwa namaKalijaga itu berasal dari kata-kata bahasa Arab yang telah disesuaikan
menurutlidah orang Jawa, yaitu dari kata “Qodli Zaka”, yang berarti hakim suci
atau penghulu suci. Sebagai alasan, mereka mengatakan bahwa di dalam hidupnya
Sunan Kalijaga terkenal sebagai tokoh yang banyak menghakimi segala
pertentangan di antara raja-raja Demak yang berselisih dan bertengkar, bahkan
peristiwa Siti Jenar pun Sunan Kalijaga yang menjadi hakimnya.

Ada pula yang mengatakan bahwa nama Kalijaga ini berasal dari bahasacina,
yaitu nama Mas Said (nama kecilnya) berasal dari kata “Oei Sam Ik”,kemudian
diucapkan menurut lidah Jawa menjadi Said, atau R.M Syahid yang kemudian
bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga.

Menurut cerita, dinamakan Kalijaga juga karena dia bertapa di Sungai sampai
semak belukar tumbuh merambati badannya. Kalijaga artinya menjagakali,
berasal dari kata-kata kali yang berarti air yang mengalir, dan kata jaga yang
berarti menjaga. Jadi berarti orang yang menjaga semua aliran atau kepercayaan
yang hidup di dalam masyarakat. Selain Mas Said (R.M. Syahid) dan Kalijaga, ia
juga mempunyai nama Brandal Lokajaya, Syeikh Malaya, pangeran Tuban, dan
Raden Abdurrahman.

Tentang silsilah Sunan Kalijaga ini pun ada perbedaan, karena memang tidak
ada catatan resmi dan bahan sejarah berupa naskah yang dapat dijadikan
pegangan. Ada yang mengatakan bahwa Sunan Kalijaga itu dari keturunan bangsa
Cina, Arab atau dari keturunan Jawa asli.
B. SEJARAH PERJUANGAN SUNAN KALIJAGA
Menurut sumber naskah Sejarah yang manapun Sunan Kalijaga disebut
sebagai salah satu Waliyullah yang terasuk dalam Walisanga. Kedudukannya
sebagai seorang Wali, menurut Babad Majapahit dan para Wali, dikukuhkan
dihadapan Sunan Giri yang dianggap sebagai ketua para Wali di Jawa. Dengan
demikian, penetapan sebagai Wali itu sesuai dengan ramalan semula semenjak
Sunan Bonang di utus oleh ayahnya, Sunan Ampel Denta untuk mencari dan
mempertobatkan Sunan Kalijaga sebagai upaya mempercepat proses kearah
kedudukannya sebagai wali.

Sebagai Waliyullah, sebagaimana pengertian Waliyullah adalah” kekasih


Allah”. Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya para Wali, Sunan Kalijaga
memiliki” Karamah” pemberian dari Allah berupa keunggulan lahir dan batin
yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang. Disamping itu, sebagai tanda
kewalian, ia bergelar” Sunan” sebagaimana Wali-wali yang lain. Menurut salah
satu penafsiran, kata “Sunnat” yang berarti tingkah laku, Adat kebiasaan. Adapaun
tingkah laku yang dimaksud adalah yang serba baik, sopan santun, budi luhur,
hidup yang serba kebajikan menurut tuntunan Agama Islam. Oleh karena itu,
seorang Sunan akan senantiasa menampilkan perilaku yang serba berkebajikan
sesuai dengan tugas mereka berdakwah, Beramar Ma’ruf Nahi Munkar,
memerintah atau mengajak kearah kebaikan dan melarang perbuatan Munkar.

Peran Sunan kalijaga dalam berdakwah tampak dalam berbagai kegiatan,


baik kegiatan Agama secara langsung ataupun dalam pemerintahan dan kegiatan
seni, budaya pada umumnya, diantara kasus kegiatan yang berkenaan dengan
keagamaan, sebagaimana banyak disebut dalam naskah Babad, adalah kegiatan
Sunan Kalijaga bersama-sama Wali yang lain mendirikan Masjid Agung Demak.
Sudah jelas bahwa fungsi masjid disamping menjadi sarana Peribadatan juga
dipakai sebagai pusat kegiatan Dakwah ketika itu sehingga perlu adanya, kendati
pun sulit untuk menentukan secara pasti kapan masjid tersebut didirikan.
Masjid Agung Demak yang terkenal, tidak saja karena ini dibangun oleh
Wali, tetapi karena salah satu Saka gurunya terdiri dari serpihan kayu-kayu Tatal
karya dari sunan Kalijaga yang dikenal dengan sebutan” Soko Tatal”.
Keikutsertaan Sunan Kalijaga tidak hanya mengupayakan bahan-bahannya saja,
tetapi juga ikut bermusyawarah sebelumnya.

Dituturkan dalam salah satu sumber bahwa pembangunan Masjid Demak


berjalan lancar, masing-masing Wali mendapatkan tugas membawa empat tiang
besar, yaitu Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan kalijaga, Sunan
Kudus, Sunan purwaganda, Sunan Gunung Jati, Pangeran Palembang dan Syekh
Siti Jenar. Hanya Sunan Kalijaga sendirilah yang membawa tiga buah. Jumlah
semuanya 83 kurang 1, tatkala semuanya sudah siap dan waktu mendirikan asjid
tinggal satu hari, sementara Saka Guru kurang satu, maka Sunan Bonang
menanyakan kepada Sunan kalijaga akan tugasnya menyiapkan tiang Saka Guru
itu. Sunan Kalijaga menyanggupinya, malam-malam menunggui orang mengapak
kulit bagian luar, disusun, dilekatkan dengan lem Damar, Kemenyan, Blendok,
Trembalok lantas dibalut. Jadilah sebuah tiang dari Tatal.

Adanya Soko Tatal ini adalah suatu kesengajaan, sebagai lambang


kerohanian, bahwa pembuatan Soko Tatal sebagai lambang kerukunan dan
kesatuan. Konon sewaktu mendirikan Masjid Agung Demak masyarakat Islam
ditimpa perpecahan antar Golongan, bahkan dalam bekerja mendirikan Masjid itu
pun terjadi perselisihan-perselisihan berbagai masalah sepele dan kecil. Suna
Kalijaga mendapat ilham, suatu petunjuk dari Tuhan dan disusunlah Tatal-tatal
menjadi sebuah tiang yang kokoh.

Kasus lain juga bersamaan para wali yang lain adalah upaya memberantas
ajaran aqidah yang tidak benar ataupun sesat yakni, ajaran phanteisme yang
disebarkan oleh salah seorang yang sebenarnya semula termasuk dalam kelompok
Wali yaitu Syekh Siti Jenar. Dalam serat kandaning ringgit purwa maupun babad
tanah jawi dituturkan bahwa Syekh Siti Jenar dihukum mati dihadapan sidang
pengadilan para wali, termasuk Sunan Kalijaga. Hukum itu dijatuhkan kepada
Syekh Siti Jenar oleh karena pengakuannya bahwa dirinya adalah Allah. Ajaran
tentang ketuhanan yang bersifat phanteisme dipandang sangat membahayakan
karena mengakibatkan masyarakat Islam ketika itu meninggalkan syara. Paham
itu disebut juga paham Wahdatul wujud manunggaling kawula Gusti.

Dengan kasus hukumam mati terhadap Syekh Siti Jenar tersebut, Sunan
kalijaga bersama wali lainnya tidak kompromi dengan keyakinan yang memang
sangat membahayakan, meskipun pendekatan yang dipakai para wali dalam
berdakwah juga dengan menggunakan pendekatan sufistik, tetapi sufisme yang
dianut oleh Kalijaga bukanlah sufisme yang beraliran phanteisme, tetapi sufisme
yang tetap menganut Aqidah Ahlussunnah Waljamaah.

Sebenarnya pandangan Sunan Kalijaga jika dibandingkan dengan pandangan


Sunan Ampel maupun Sunan Giri terhadap tersisa-sisa keyakinan agama lama itu
lebih toleran, dalam arti tidak mau memberantasnya seketika. Sunan Kalijaga
berpendirian, bahwa rakyat akan lari begitu dihantam dan diserang oleh
pendiriannya. Dakwah harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Adat istiadat
rakyat jangan terus diberantas, tetapi hendaknya dipelihara dan dihormati sebagai
suatu kenyataan. Adapun cara merubahnya adalah sedikit demi sedikit, memberi
warna yang baru kepada yang lama, mengikuti sambil mempengaruhi yang nanti
diharapkan bila rakyat telah mengerti dan paham akan agama akhirnya mereka
akan membuang sendiri mana yang tidak perlu dan merombak atau
menghilangkan sendiri mana yang tidak sesuai dengan agama. Para wali
sebaiknya bertindak mengikuti dari belakang sambil mempengaruhi atau
mengikuti kebudayaan lama sambil mengisi jiwa islam.

Sikap seperti itu terlihat pada berbagai karyanya yang kalu dilihat dari kaca
mata kebudayaan cenderung mengarah pada akulturasi antara kebudayaan lama
dengan kebudayaan yang baru, hasil kreasinya kearah yang lebih islami.
Sementara itu, kalau dilihat dari segi aqidah Sunan Kalijaga cenderung pada
sinkretisme. Sebagai contoh pendirian seperti itu tampak salah satunya pada
penciptaan lambang gambar bulus di Mihrab Masjid Agung Demak yang bisa
dipandang sebagai hasil karyanya, sebagaimana ide pembuatan soko tatal. Bulus
adalah binatang yang hidup di dua alam di daratan dan di air, dan menurut
masyarakat Islam hukumnya haram, tetapi mengapa ditempatkan pada mihrab
Masjid yang justru tempat suci bagi orang islam. Ternyata itu juga merupakan
suatu bentuk kebijaksanaan berdakwah ketika itu dimana pemeluk agama lama
diingatkan bahwa didalam Masjid juga ada suatu lambang kesucian dan
keabadian, sebagaimana kepercayaan agama lama (budha) memandang bulus
sebagai binatang suci. Hanya saja kesucian dan keabadian dalam islam diperoleh
dengan cara melaksanakan shalat berbakti kepada Allah yang Maha Esa, biar
hidup abadi di alam Baqa nanti dengan bahagia.

Dalam media dakwah yang lain juga tampak sikap Sunan Kalijaga yang
demikian itu, baik dalam penciptaan, seni pakaian, seni suara, seni ukir, seni
gamelan , termasuk juga kesenian wayang. Bahkan terhadap kesenian wayang ini
Sunan Kalijaga dipandamg sebagai tokoh yang telah menghasilkan kreasi baru,
yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala perangkan gamelannya. Wayang
kulit ini merupakan pengembangan baru dari Wayang Beber yang memang sudah
ada sejak Zaman Erlangga. Di antara Wayang ciptaan Sunan Kalijaga bersama
Sunan Bonang dan Sunan Giri adalah Wayang punah kawan pandawa yang terdiri
dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong.

1. Metode Dakwah Sunan Kalijaga.


Cara-cara atau jalan yang ditepuh oleh Sunan Kalijaga khususnya dalam
menyampaikan Ajaran Islam kepada rakyat ditanah Jawa Antara lain ialah. Ajaran
Agama Islam itu diperkenalkan kepada rakyat dengan cara menyampaikan sedikiti
demi sedikit agar mereka tidak kaget atau tidak menolak. Dihindarkan cara-cara
yang dapat menyinggung perasaan atau jiwa mereka yang sudah lama menganut
kepercayaan kepercayaan agama Hindu, Budha dan lainnya.

Apabila memungkinkan ajaran-ajaran Agama Islam itu dikawinkan dengan


kepercayaan Agama Hindu dan Budha, sehingga rakyat tidak terasa bahwa dirinya
telah merubah kepercayaan lamanya atau dengan Ajaran agama Islam.

Adat-istiadat atau kebudayaan yang selama ini mereka hidupakan sesuai


dengan ajaran Agama Hindu, Budha atau kepercayaan nenek moyang yang
ditingalkan kepada mereka, lalu oleh para Wali Sanga khususnya Sunan Kalijaga
Adat-istiadat atau kebudayaan itu secara pelan-pelan diganti dengan bentuk
upacara-upacara Tradisional yang berbau ajaran Islam. Jadi para Wali ( Sunan
kalijaga) tidak begitu saja memberantas adat Istiadat mereka dengan cara kasar
yang dapat menimbulkan sikap Antipati terhadap ajaran Agama Islam.

Ki Siswoharsoyo dalam Serat Guna cara Agama mengatakan bahwa Sunan


Kalijaga, dalam kaitannya dengan kebudhaan dan keislaman pernah mengajukan
usul pada rapat para Wali. Isi usul antara lain sebagai berikut: Usaha untuk
merubah kuatnya pendirian rakyat yang masih tebal kepercayaan terhadap Agama
Budha, agar supaya mau memeluk Agama Islam, harus diusahakan dengan cara
yang begitu rupa, sehingga hatinya tetap senang dan terbuka. Cara-cara usaha
yang baik yang disukai oleh rakyat itu, harus seiring dengan tata cara rakyat
banyak, yang bertalian dengan kepercayaan Agama mereka yang lama (Budha).
Ajaran keislaman yang disampaikan kepada rakyat harus di berikan sedikit demi
sedikit sehingga mereka merasa gampang dan ringan mengamalkan ajaran

Agama islam. Mengamalkan Rukun islam yang ke-5 walaupun baru Syariat
namanya tetapi bagi orang yang baru mendengar sudah merasa berat. Kalau
dipaksa harus mengamalkan seluruhnya, malah menyebabkan orang itu enggan
masuk Islam. Oleh karena itu seyogyanya dimulai dengan membaca kalimat
shyahadat dulu, asal sudah mau mengucapkan dan disertai dengan rasa Ikhlas hati,
sudah bisa dinamakan masuk Islam.
Adapun tata cara ayang menjadi kepercayaan Agama lama yang harus dirubah
menurut Sunan Kalijaga ada 3 hal:
a. Bab Samadi, sebagai puji mengheningkan cipta itu mengandung maksud
untuk mencari Sasmita dan berita batin mengenai hal-hal yang sudah lewat
dan yang akan datang, itu harus diusahakan agar berubah menjadi Sholat
wajib.
b. Bab Sesaji dan Kekutug atau membakar kemenyan, itu dengan maksud
menyajikan kebaktian kepada lelembut, yakni mahkluk-mahkluk halus yang
Ghaib seperti Jin dan Syetan agar membantu maksud serta keinginannya, dan
terutama jangan hendaknya menggoda dan menggagu raktyat setempat. Hal
ini sedikit demi sedikit harus diubah sehinga menjadi tata cara pemberian
sedekah kepada Fakir miskin, tetangga dekatnya, sanak keluarga, famili, dan
sebagainya.
c. Bab Keramaian upacara tradisi keagamaan, pemeluk Agama yang lama jika
mengadakan peralatan perkawinan, yang kaya membuat keramaian meniru
dewa yang dianutnya, misalnya:
1. Upacara atau hiasan tumbuh-tumbuhan serta kembar mayang yang diatur
sebagai Hiasan dalam upacara perkawinan. Itu yang ditiru pertamanan
pohon Kelepu Dewa Daru.
2. Suara Gamelan yang dipukul oleh para niaga itu meniru Gamelan
Lokananta dikhayangan.
3. Wanita menari sambil Sesindenan atau menyanyi menurutkan Irama
Gamelan, itu yang ditiru tarian Waranggana mengelu-elukan datangnya
para dewa.
4. Pria yang menanggapi tarian Waranggana, yang diikuti oleh yang lain-
lain yang kemudian dinamai Tayuban, itu yang ditiru adalah gerak
kedatangan para Dewa.
5. Tata cara demikian itu oleh islam, terang sekali hukumnya: Musyrik yang
berarti menduakan Tuhan dan Haram yang artinya dilarang untuk
dikerjakan. Oleh karena itu sedikit demi sedikit harus di usahakan untuk
dihilangkan. Walaupun begitu, usahanya harus disertai kebijaksanaan
sehingga dapat membuka hati rakyat banyak.

Tata cara yang ada hubungannya dengan kepercayaan agama tadi (Semadi,
sesaji, keramaian), apabila justru di gunakan alat penerangan dengan cara yang
bijaksana, artinya kekeliruan itu di luruskan dengan perlahan-lahan, maka rakyat
lekas sekali bisa mengikuti ajaran islam yang benar, misalnya upacara
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Surakarta dan Yogyakarta dengan
keramaian sekaten, grebeg maulud, grebeg besar dan grebeg syawal.
Sunan Kalijaga adalah seorang Dalang Wayang Purwa. Ia terkenal sebagai
dalang wayang kulit yang sangat menarik. Bila Sunan Kalijaga pentas di suatu
Desa, penonton berjubel-jubel memadati halaman. Pentas wayang Sunan Kalijaga
adalah dalam rangka mendakwahkan Islam. Ia tidak pernah menarik bayaran
materi. Sebagai bayarannya ia mengajak kepada seluruh hadirin untuk
bersyahadat mengucapkan sumpah pengakuaan bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan mengakui bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah. Sunan Kalijaga
mengajak kepada seluruh masyarakat untuk mengurangi perbutan Syirik dan setia
kepada ajaran islam. Lewat sarana itulah Sunan kalijaga berhasil merata islam di
seluruh bumi Jawa. Dalam media dakwah yang lain juga tampak sikap Sunan
Kalijaga yang demikian itu, baik dalam penciptaan, seni pakaian, seni suara, seni
ukir, seni gamelan , termasuk juga kesenian wayang. Bahkan terhadap kesenian
wayang ini Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang telah menghasilkan
kreasi baru, yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala perangkan
gamelannya.

Sunan Kalijaga mengarang lakon-lakon wayang dan menyelenggarakan


pergelaran-pergelaran wayang dengan upah baginya sebagai dalang berupa jimat
kalimasada atau ucapan kalimat Syahadat. Beliau mau memainkan lakon wayang
yang biasanya untuk meramaikan suatu pesta peringatan-peringatan, asal yang
memanggil itu mau bersyahadat sebagai kesaksian bahwa ia rela masuk islam.

Masyarakat kita bangsa Indonesia, khususnya Jawa masih gemar sekali hal
wayang itu, mulai dari dahulu hingga sekarang baik di desa maupun di kota. Oleh
karena itu wali Sanga memperhatika tersebut untuk keperluan memasukkan
dakwah islamiyah. Ketika mendalang itulah Sunan kalijaga menyisipkan ajaran-
ajaran islam. Lakon yang di mainkan tidak lagi bersumber dari kisah Ramayana
dan Mahabarata. Sunan Kalijaga mengangkat kisah-kisah karangan, dengan
wayang Sunan Kalijaga menyajikan kata-kata mutiara yang bukan saja untuk
persembahyangan, meditasi, pendidikan, pngetahuan, hiburan, tetapi juga
menyediakan pantasi untuk nyanyian, lukisan estetis dan menyajikan iajinasi
puitis untuk petua-petua religius yang mampu mempesona dan menggetarkan jiwa
manusia yang mendengarkannya. Wayang cermin bagi kehidupan manusia,
perwatakan manusia yng berbeda-beda digambarkan oleh wayang baik yang
sedang di jejer, disamping maupun dikothak.

Wayang itu sebagai media dakwah yang senantiasa dipergunakan oleh Sunan
Kalijaga dalam kesempatan dakwahnya di berbagai daerah, dan ternyata wayang
ini merupakan media yag epektif dapat mendekatkan dan menarik simpati
rakyat terhadap agama. Kemampuan Sunan Kalijaga dalam mendalang
(memainkan wayang) begitu memikat, sehingga terkenallah berbagai nama
samaran baginya di berbagai daearah. Jika beliau mendalang di daerah Pajajaran
dikenal dengan nama Ki Dalang Sidabrangti, bila beliau mendalng di Tegal
dikenal dengan nama Ki Dalang Bengkok, dan bila beliau mendalang didaerah
Purbalingga terkenal dengan nama Ki Dalang Kumendung.

Pembuatan wayang dari kulit kerbau, dimulai oleh Sunan Kalijaga pada jaman
Raden Patah, yang bertahta di Demak. Sebelumnya lukisan wayang yang
menyerupai bentuk manusia sebagaimana yang terdapat pada relief candi
panataran di daerah Blitar. Lukisan yang mirip manusia oleh sebagian ulama
dinilai bertentangan dengan Syara. Para wali, terutama Sunan kalijaga, kemudian
menyiasatinya dengan mengubah dari lukisan yang menghadap menjadi miring.
Dahulu memakai pahatan pada bagian mata, telinga, perhiasan dan lain-lainnya
wayang hanya digambar saja. Dengan mengubah bentuk dan lukisan wayang
berbeda dengan bentuk manusia sesungguhnya, akan tidak ada alasan lagi untuk
menuduh bahwa wujud wayang melanggar hukum fiqih Islam. Selain itu atas
saran para Wali Sunan Kalijaga juga membuat tokoh semar, petruk, gareng dan
bagong sebagai tokoh panakawan yang lucu. Kadangkala, ia menggunakan tokoh
bancak dan doyok.

2. Sikap Masyarakat terhadap Dakwah Sunan Kalijaga

Salah satu Wali yang terkenal bagi orang Jawa adalah Sunan Kalijaga.
Ketenaran Wali ini adalah karena ia adalah seorang Ulama yang sakti dan cerdas.
Ia juga seorang Politikus yang mengasuh para raja beberapa kerajaan Islam.
Selain itu Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai Budayawan yang santun dan
Seniman Wayang yang hebat.

Sikap masyarakat terhadap Sunan Kalijaga ialah sangat baik dan sedikit demi
sedikit mau menerima Ajaran Agama Islam, karena Sunan Kalijaga dalam
Menyebarkan ajaran Agama Islam benar-benar memahami dan mengetahui
keadaan Rakyat yang masih Kental terpengaruh kepercayaan Agama Hindu-
Budha itu maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan itu, sehingga taktik
dan strategi dakwah perjuangan mengislamisasikan Nusantara itu disesuaikan pula
dengan keadaan ruang dan waktu.

Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama besar dan seorang Wali yang memiliki
kharisma tersendiri diantara Wali-wali lainnya dan paling terkenal dikalangan atas
maupun dikalangan bawah, hal ini disebabkan karena Sunan Kalijaga berkeliling
dalam berdakwah, sehingga beliau dikenal sebagai Syekh Malaya, yaitu Mubaligh
yang menyiarkan Agama Islam sambil mengembara.
Caranya berdakwah sangat luwes, rakyat Jawa yang pada waktu itu masih
banyak kepercayaan lama tidak ditentang Adat istiadatnya, beliau mendekati
rakyat yang masih Awam itu dengan cara halus, bahkan dalam berpakaian beliau
tidak memakai Jubah sehingga masyarakat tidak merasa angker dan mau
menerima dengan senang hati. Diantara anggota dewan Wali, Sunan Kalijaga
merupakan Wali yang paling populer dimata masyarakat Jawa bahkan sebagian
masyarakat Jawa menganggap sebagai Guru Agung dan Suci di Tanah Jawa.

3. Peta keberhasilan sunan kalijaga

a. Bagi Islam.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama besar dan seorang Wali yang
memiliki kharisma tersendiri diantara Wali-wali lainnya dan paling terkenal
dikalangan atas maupun dikalangan bawah, hal ini disebabkan karena Sunan
Kalijaga berkeliling dalam berdakwah, sehingga beliau dikenal sebagai Syekh
Malaya, yaitu Mubaligh yang menyiarkan Agama Islam sambil mengembara.

Walaupun Sunan Kalijaga sudah dinyatakan lulus dari ujian, dan beliau
sudah dinyatakan sebagai Wali atau bernama Sunan Kalijaga tetapi menurut
perasaan hatinya beliau belum merasa puas atas derajat yang dicapainya itu.
Beliau ingin agar tingkat kewaliannya sederajat dengan para Wali yang lain. Maka
sambil mencari ilmu lahir batin beliau mendapat tugas baru lagi dari Sunan
Bonang sebagai Ujian yang kedua..

Sambil memenuhi syarat yang ditentukan Sunan Bonang, Sunan Kalijaga


berkelana kedaerah-daerah sebagai Mubaligh keliling menyiarkan Agama Islam.
Tempat yang dituju ialah arah Barat, yaitu daerah Pesisir Utara Jawa, seperti:
Juwana, Pati, Jepara, Pandang Arang (Semarang), Kendal, Pekalongan, Tegal
sampai Cirebon. Dan atas tempat itu semua Sunan Kalijaga mendapat nama baru
lagi yaitu Syekh Malaya yang artinya penuntun Agama yang dakwah dengan
keliling.

Sewaktu hidupnya beliau berdakwah keliling dan terkenal sebagai seorang


Wali yang ahli dalam bidang Dakwah dan pemerintahan, tidak heran kalau Sunan
Kalijaga berhasil dalam media Dakwah dan pemerintahannya, dengan bukti beliau
turut mendirikan Kerajaan Demak dengan Raden Patah yang dinobatkan sebagai
Dakwahnya.

Sebagai Da’i beliau berdakwah disekitar kota Demak kemampuannya


untuk beradaptasi dengan lingkungan serta kepandaiannya memanfaatkan unsur-
unsur lama sebagai Media dakwah sangat menguntungkan dalam tugasnya
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam karena itu beliau dikenal
sebagi Ahli Dakwah yang Ulung. Adapun daerah pusat keberhasilan Dakwahnya
adalah daerah pantai Utara Jawa Tengah yaitu Gelagah Wangi Demak.

b. Hasil Islamisasi Sunan Kalijaga.


Sunan Kalijaga dalam berdakwah sangat luwes, dimana Rakyat Jawa yang
pada waktu itu masih banyak menganut kepercayaan lama tidak ditentang Adat-
istiadatnya. Sebagai Da’i beliau berdakwah disekitar kota Demak kemampuannya
untuk beradaptasi dengan lingkungan serta kepandaiannya memanfaatkan unsur-
unsur lama sebagai Media dakwah sangat menguntungkan dalam tugasnya
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam karena itu beliau dikenal
sebagi Ahli Dakwah yang Ulung.

Sistem Dakwah yang digunakan oleh Sunan Kalijaga telah berhasil


merintis jalannya Dakwah dipulau Jawa, sehingga beliau berhasil
mengembangkan ajaran Islam dan memperoleh Umat yang paling banyak
khususnya di Pulau Jawa dibandingkan Wali-wali yang lain.
BAB III
PENUTUP

Dari uraian diatas maka dapat disimpulakan bahwasannya Sunan Kalijaga


adalah gelar yang diberikan kepada Raden Mas Syahid, beliau putra dari
Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Tumenggung Wilatikta adalah keturunan
Ranggalawe yang sudah beragama Islam dan berganti nama Raden Sahur. Ibunya
bernama Dewi Nawangrum dan Raden Sahid ini menikah dengan Dewi Sarah
binti Maulana Ishak dan berputra tiga orang yaitu: Raden Umar Said atau Sunan
Muria, Dewi Rukoyah dan Dewi Sofiah. Beliau lahir dari kalangan keluarga
bangsawan asli di Istana Tumenggung Ario Tejo alias Adipati Wilwatikto di
Tuban, ia di didik dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran, khususnya di
bidang Angkatan laut, ia juga ahli dibidang pembutan kapal laut yang dibuat dari
kayu jati, yang nama mudanya atau nama kecil adalah Raden Mas Syahid atau
Jaka Said.

Keberhasilan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan ajaran Agama Islam


tidak bisa terlepas dari kemampuannya dalam menggunakan Metode Dakwahnya.
Cara penyampaian Agama Islam dalam usaha menyebarluaskan Ajaran Agama
Islam yang benar tanpa mengubah secara spontanitas ajaran yang dianut
masyarakat setempat ataupun yang masih berpegang teguh pada ajaran Hindu-
Budha memerlukan jangka waktu yang begitu panjang dan sangat rumit.

Dari sekian perjalanan hidupnya dalam rangka mengembangkan Ajaran


Agama Islam yang menuju pada kemurnian islam, dalam Dakwahnya beliau
selalu memperhatikan situasi dan kondisi masyarakatnya. Sehingga beliaulah yang
merupakan salah satu diantara sekian banyak Wali yang berhasil dalam
menciptakan Kader ataupun masyarakat Muslim dan beliaulah yang mempunyai
pengikut yang paling banyak karena keluwesannya dalam penyampaian Dakwah
Islam.

Anda mungkin juga menyukai