Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERADABAN ISLAM DI INDONESIA ERA WALISONGO

Disusun sebagai syarat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “SEJARAH


PERADABAN ISLAM”
Dosen Pengampu : Ibnu Aidil Putra, S.Pd, M,Pd

Disusun Oleh Kelompok : 6

HAMDI WINATA ANGE (21210005)


FAUZAN NAUFAL IBRAHIM (21210006)
AUFA SALSABILA (21210017)
APRIANTI S (21210029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT DAARUL QUR’AN
2022
KATA PENGHANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan
tugas makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya. Salawat serta
salam tak lupa kami curahkan kepada bimbingan besar kita nabi akhir zaman, nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan safaatnya di yaumul kiamah nanti.
Makalah yang berjudul ’’Peradaban Islam Di Indonesia Era Walisongo’’
makalah ini menjelaskan tentang pengertian teori belajar, menjelaskan tentang
dasar pembelajaran akidah akhlak.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, dan
kami mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam makalah ini. oleh
karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari dosen dan teman – teman
demi lebih baiknya makalah ini.
Sekian yang dapat kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Tangerang, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................ 2
C. TUJUAN MASALAH ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
A. PENGERTIAN WALISONGO .............................................................. 3
B. MODEL PENYEBARAN ISLAM WALISONGO ............................... 4
C. PERAN WALISONGO DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM ...... 10
BAB III PENUTUP .................................................................................... 13
KESIMPULAN ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejak zaman prasejarah penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai
pelayar-pelayar handal yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal
abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antar pulau
Indonesia dengan daerah di daratan Asia Tenggara.Wilayah barat Nusantara
dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik
perhatian, terutama karena hasil yang dijual disana menarik para pedagang
dan menjadi lintasan penting antara Cina dan India.
Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu
bersamaan.Pada abad ke-7 sampai ke-10 kerajaan Sriwijaya meluaskan
kekuasaannya sampai ke Malaka dan Kedah.Hingga sampai akhir abad ke-12
perekonomian Sriwijaya mulai melemah.Keadaan seperti ini dimanfaatkan
Malaka untuk melepaskan diri dari Sriwijaya hingga beberapa abad kemudian
Islam masuk ke berbagai wilayah Nusantara, dan pada abad ke-11 Islam
sudah masuk di pulau Jawa.
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam
usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis
di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang
membangun masjid pertama di tanah Jawa. Masjid Demak yang menjadi
pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di
seluruh Jawa.
Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari
hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi
dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah. Penyebaran
agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit runtuh disusul
dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa peralihan
kehidupan agama, politik, dan seni budaya.
Di kalangan penganut agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh
pemuka agama dengan sebutan Wali.Zaman itu pun dikenal sebagai zaman

1
“kewalen”. Para wali itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”,
yang merupakan lanjutan konsep pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya
juga Sembilan orang. Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan
sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim,
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan
Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Walisongo?
2. Bagaimana model penyebaran islam walisongo?
3. Bagaimana Peran Walisongo dalam mengembangkan Islam?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari walisongo
2. Untuk memahami model penyebaran islam walisongo
3. Untuk mengetahui peran walisongo dalam mengembangkan islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WALISONGO
Wali songo secara sederhana artinya sembilan orang wali, sedangkan
secara filosofis maksudnya sembilan orang yang telah mampu mencapai
tingkat wali, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan
hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga
memiliki peringkat wali.
Di dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa walisongo (sembilan wali)
adalah sembilan ulama yang merupakan pelopor dan pejuang pengembangan
Islam (islamisasi) di Pulau Jawa pada abad kelima belas (masa Kesultanan
Demak). Kata “wali” (Arab) antara lain berarti pembela, teman dekat dan
pemimpin. Dalam pemakaiannya, wali biasanya diartikan sebagai orang yang
dekat dengan Allah (Waliyullah). Sedangkan kata “songo” (Jawa) berarti
sembilan. Maka walisongo secara umum diartikan sebagai sembilan wali yang
dianggap telah dekat dengan Allah SWT, terus menerus beribadah kepada-
Nya, serta memiliki kekeramatan dan kemampuan-kemampuan lain di luar
kebiasaan manusia.
Walisongo tinggal di tiga wilayah penting, pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa
Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat yang mengakhiri era dominasi Hindu-
Budha dalam budaya Nusantara menjadi era kebudayaan Islam. Menurut
penemuan Kh.Bisyri Musthafa, sebagaimana diuraikan oleh Saifuddin Zuhri,
jumlah para wali itu tidak hanya sembilan, tetapi lebih dari itu. Agaknya
sembilan orang wali itu adalah mereka yang memegang jabatan dalam
pemerintahan sebagai pendamping raja atau sesepuh kerajaan di samping
peranan mereka sebagai mubalig dan guru. Oleh karena mereka memegang
jabatan pemerintahan, mereka diberi gelar sunan, kependekan dari susuhunan
atau sinuhun, artinya orang yang dijunjung tinggi. Bahkan kadang-kadang
disertai dengan sebutan Kanjeng, kependekan dari kang jumeneng, pangeran
atau sebutan lain yang biasa dipakai oleh para raja atau penguasa

3
pemerintahan di daerah Jawa. Wali songo yang terkenal dalam
mengembangkan Islam di Pulau Jawa adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus,
Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Meski demikian, masih ada perbedaan
pendapat tentang nama-nama yang masuk dalam wali songo ini.
B. MODEL PENYEBARAN ISLAM WALISONGO
1. Syeikh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Syekh Maulana Malik Ibrahim bersal dari Turki, dia adalah seorang
ahli tata negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke
pulau Jawa pada tahun 1404 M. Beliau adalah seorang Walisongo yang
dianggap sebagai ayah dari Walisongo. Beliau wafat di Gresik pada tahun
882 H/1419 M. Jauh sebelum beliau datang Islam sudah ada walaupun
sedikit, ini dibuktikan dengan makam Fatimah binti Maimun yang
nisannya bertuliskan tahun 1082 M.
Agama dan istiadat tidak langsung di tentang dengan frontal dan
penuh kekerasan oleh agama Islam. Beliau mengenalkan kemuliaan dan
ketinggian akhlak yang di ajarkan oleh agama Islam. Beliau langsung
memberi contoh sendiri dalam bermasyarakat, tutur bahasanya sopan,
lemah lembut, santun kepada fakir miskin, hormat kepada orang tua dan
menyayangi kaum muda.
Dengan cara itu ternyata sedikit demi sedikit banyak juga orang Jawa
yang mulai tertarik pada agama Islam dan pada akhirnya mereka menganut
agama Islam. Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam kedudukan
semua orang adalah sama, hanya orang yang beriman dan bertaqwa yang
kedudukannya tinggi disisi Allah SWT. berbeda dengan ajaran Hindu yang
mengenal perbedaan kasta dalam bermasyarakat.
Dan untuk mempersiapkan kader umat yang nantinya dapat
menyebarkan Islam, beliau mendirikan pesantren yang merupakan
perguruan Islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai
calon para mubalig. Syaikh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik,
beliau tidak hanya membimbing umat untuk mengenal dan mendalami
agama Islam, Ia juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan

4
rakyat Gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan
air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.
2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)
Raden Rahmat Ali adalah cucu Raja Cempa, ayahnya bernama
Ibrahim Asmara Kandi yang menikah dengan puteri Raja Cempa yang
bernama Dewi Candra Wulan. Beliau lahir pada tahun 1400. Raden
Rahmat dalam usahanya menyebarkan agama Islam, beliau langsuung
menuju Majapahit. Tetapi sebelum itu, Raden Rahmat singgah di Tuban
dan berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan
Ki Bang Kuning, yang kemudian mereka beserta keluarganya masuk
Islam.
Dengan adanya kedua orang ini, Raden Rahmat semakin mudah
mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitar. Beliau tidak langsung
melarang masyarakat yang masih menganut adat istiadat lama, tapi beliau
berdakwah sedikit demi sedikit mengajarkan tentang ketauhidan. Beliau
menetap di Ampel Denta dan kemudian disebut dengan Sunan Ampel.
Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat putera bangsawan
dan pangeran Majapahit, dan untuk siapa saja yang ingin berguru
kepadanya. Sunan Ampel wafat pada tahun 1478M, dan dimakamkan di
sebelah masjid Ampel.
3. Raden Paku (Sunan Giri)
Beliau adalah putra dari Syekh Maulana Ishak. Nama kecil Sunan
Giri adalah Jaka Samudra, ibunya bernama Sekardadu, putri Raja
Blambangan, Prabu Minaksembuyu. Beliau lahir pada tahun sekitar 1443,
dan wafat pada tahun 1506 M. Masa kecilnya diasuh oleh janda kaya raya
Nyai Gedhe Pinatih.
Menjelang dewasa beliau berguru kepada Suana Ampel. Jaka
Samudra diberi gelar oleh Sunan Ampel Raden Paku. Ketika Sunan Ampel
ketua para wali wafat Sunan Giri diangkat menjadi penggantinya. Atas
usulan sunan Kalijaga, ia diberi gelar Prabu Satmata. Diriwayatkan,
pemberian gelar itu jatuh pada tanggal 9 Maret 1487 yang kemudian
ditetapkan sebagai hari jadi kota Gresik.

5
Dakwah Islam sunan Giri menggunakan jalur politik dan budaya,
Sunan Giri menciptakan: 1) Permainan jetungan, 2) Jamuran, 3) Gula
ganti, 4) Cublak-cublak suweng, 5) Tembang asmarandhana, dan 6)
Tembang pocung.
4. Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)
Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim, beliau putra Sunan
Ampel. Beliau diperkirakan lahir pada tahun 1440 di Mbonang, dan wafat
pada tahun 1525. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli Ilmu Kalam dan
Tauhid. Sekembali dari Persia untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishak
ke tanah Jawa, beliau berdakwah di daerah Tuban. Caranya berdakwah
cukup unik dan bijaksana, beliau menciptakan gending yang disebut
bonang, sehingga rakyat Tuban dapat tersentuh hatinya untuk masuk
masjid.
Beliau membunyikan bonang, rakyat yang mendengarnya seperti
terhipnotis terus melangkah ke masjid karena ingin mendengar langsung
dari dekat. Dengan cara ini sedikit demi sedikit dapat merebut simpati
rakyat, lalu baru menanamkan pengertian sebenarnya tentang Islam.
5. Raden Qasim (Sunan Drajat)
Sunan Drajat adalah anak bungsu Sunan Ampel dengan Dewi
Condrowati atau yang sering disebut sebagai Nyi Ageng Manila. Beliau
lahir pada tahun 1450. Nama lain dari Sunan Drajat yang terkenal adalah
Raden Qasim. Di desa Jelak, Raden Qasim mendirikan surau dan
pesantren. Banyak orang yang datang untuk berguru agama Islam
kepadanya sehingga Jelak semakin ramai dan berkembang menjadi
kampung besar.
Oleh karena itu nama Jelak kemudian dirubah menjadi
Banjaranyar. Beliau memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-
hikam, dengan cara-cara bijak dan tanpa memaksa. Dalam
penyampaiannya beliau menempuh lima cara. Pertama lewat pengajian
secara langsung dimasjid atau di langgar. Kedua melalui pendidikan di
pesantren. Ketiga memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan
masalah. Keempat melalui kesenian tradisional dan yang kelima

6
menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional sepanjang
tidak bertentangan dengan agama islam.
Sunan Drajat juga berdakwah dengan menggunakan kesenian Jawa
yang pada waktu itu sudah mendarah daging dikalangan masyarakat. Salah
satu tembang ciptaan beliau adalah tembang Mijil. Sunan Drajat juga
terkenal dengan ajaran yang mengatakan paring teken marang kang
kalunyon lan wuto, paring pangan marang kang kaliren, paring sandhang
marang kang kudanan (memberi tongkat kepada orang buta, memberi
makan kepada orang yang kelaparan, memberi pakaian kepada yang tidak
punya pakaian dan memberi payung kepada orang yang kehujanan). Ini
memang inti ajaran sosial di dalam Islam yang akan tetap relevan sampai
kapanpun.
Pada masa akhir Majapahit terjadi krisis sosial, ekonomi, politik.
Sunan Drajat menjadi juru bicara yang membela rakyat tertindas. Beliau
mengecam tindakan elit politik yang waktu itu hanya mengejar kekuasaan
demi kenikmatan pribadi. Dalam bidang sastra budaya beliau
menciptakan: 1) Berpartisipasi dalam pembangunan masjid Demak, 2)
Membantu Raden Patah, dan 3)Tembang Pangkur.
6. Raden Sahid (Sunan Kalijaga)
Nama aslinya adalah Raden Sahid, putera dari Raden Sahur putera
Temanggung Wilatikta Adipati Tuban. Beliau lahir pada tahun 1400.
Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan taat terhadap agama
dan orang tua, tetapi beliau tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya
yang banyak terjadi ketimpangan. Hingga akhirnya beliau mencari
makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kepada rakyatnya. Akibat
hal tersebut, Raden Sahid dicambuk dan diusir oleh ayahnya.
Dalam pengembaraannya, beliau bertemu dengan seorang berjubah
putih, beliau adalah Sunan Bonang. Lalu Raden Sahid diangkat menjadi
murid,
dan diberi amanat untuk menunggui tongkat di depan kali sampai
tanpa disadari tubuh Raden Sahid berlumut. Dari hal ini, maka beliau
dikenal dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga adalah salah satu diantara

7
sederetan para wali yang dianggap paling kreatif dalam menerapkan ajaran
keIslaman dengan konteks lokal. Seni pewayangan yang semula kental
dengan warna Hinduisme-India, disulap menjadi sebuah pertunjukan yang
bernuansa Islami. Sunan Kalijaga juga piawai dalam meramu kesenian
lokal, sehingga menjadi sebuah hiburan yang mengasyikkan bagi
masyarakat kala itu. Momen tersebut dimanfaatkan Sunan Kalijaga untuk
menyampaikan wejangan-wejangan keIslaman, terutama yang bernuansa
tasawuf.
7. Ja’far Shodiq (Sunan Kudus)
Nama asli beliau adalah Ja’far Shodiq, putera Sunan Ngudung
(Raden Ngusman Aji bin Raja Pandita bin Ibrahim Asmarakandi bin
Maulana Muhammad Jumadil Kubro bin Zainul Alim bin Zainal Abidin
bin Sayid Husein bin Ali, suami Fatimah binti Rasulullah SAW) dari
Jipang Panolan.15 Beliau lahir pada abad 15 M atau 9 H.. Kakek Sunan
Kudus adalah saudara Sunan Ampel. Meskipun namanya Sunan Kudus
beliau bukanlah asli Kudus.
Dia datang dari Demak. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M
dan dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus terukir
kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.16 Sunan
Kudus adalah seorang tokoh yang kuat, serta gagah berani. Karena
keberaniannya yang luar biasa serta kedudukannya sebagai panglima
perang.
Setelah pengikutnya semakin banyak Sunan Kudus mendirikan
masjid sebagai tempat ibadah dan pusat penyebaran agama. Masjid yang
dibangunnya adalah Masjid Menara Kudus. Tidak ada kepastian kapan
menara Kudus didirikan. Hanya saja tiap-tiap atap menara tersebut
terdapat sengkalan yang berbunyi gapura rusak ewahing jagad yang berarti
tahun 1606 jawa atau 1685 M (gapura=6, rusak=0, ewahing=6, jagad=1).
Sengkalan tersebut hanya menunjukkan bahwa ketika itu terjadi perbaikan
atap yang mulai rusak.
Jadi bangunan itu kira-kira didirikan beberapa puluh tahun
sebelumnya. Bangunannya bercorak bangunan Hindu, berbentuk mirip

8
Candi Jago, makam raja wisnuwardhana yang didirikan tahun 1275-1300
M di dekat Malang. Sunan Kudus terkenal dengan seribu satu
kesaktiannya. Beliau dapat berbuat sesuatu di luar kesanggupan otak dan
tenaga manusia biasa. Contohnya pada suatu ketika Sunan Kudus
memakan lele, kemudian sesudah tinggal kepala serta tulangnya,
dibuanglah oleh sunan ke dalam sebuah sumur, maka ikan yang tinggal
kepala dan tulang itupun hidup.
8. Raden Umar Sa’id (Sunan Muria)
Sunan Muria adalah putera pertama Sunan Kalijaga dengan Dewi
Saroh binti Maulana Ishak. Nama asli beliau adalah Raden Umar Said,
sedang nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Dalam berdakwah, Sunan
Muria meniru cara yang telah dilakukan dengan sukses oleh ayahandanya,
yaitu menggunakan alat musik Jawa (gamelan).
Sasaran yang digarap oleh Sunan Muria adalah masyarakat yang
bertempat tinggal di pedesaan, jauh dari pusat pemerintahan maupun kota.
Oleh karena itu, Sunan Muria membangun pesantren di lereng gunung
Muria, dan karena itulah gelar Sunan Muria diberikan oleh masyarakat.
9. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah, beliau lahir di Makkah.
Banyak versi yang menceritakan tentang keberadaan Sunan Gunungjati
ini, tetapi cerita yang termasyhur adalah menikahnya Sunan Gunungjati
dengan seorang puteri Cina bernama Ong Tien, yang kemudian namanya
diganti dengan Nyai Ratu Rara Semanding.
Syarif Hidayatullah memang mempunyai hubungan baik dengan
kaisar Cina. Dalam rangka menjalin hubungan baik tersebut, pada tahun
1479 beliau berkunjung ke Cina dan bertemu dengan kaisar Hong Gie,
serta berkenalan dengan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, Jendral
Ceng Ho, dan Fei Hsin. Ketiga tokoh itu telah memeluk agama Islam.
Disini Sunan Gunungjati membuka praktek pengobatan, dan banyak
masyarakat Cina yang berobat kepadanya. Kesempatan ini digunakan
sebaik-baiknya oleh beliau untuk berdakwah. Sunan Gunungjati
membangun masjid pada tahun 1480 yang diberi nama Masjid Agung

9
Sang Ciptarasa. Pembangunan masjid ini mendapat bantuan penuh dari
Sultan Demak dan Walisongo. Bahkan juga diceritakan bahwa Sunan
Kalijogo ikut menyumbangkan sebuah tiang tatal. Masjid ini juga sering
dijadikan pusat pertemuan Walisongo untuk membicarakan masalah-
masalah yang dihadapi pada saat itu.

C. PERAN WALISONGO DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM


Peran wali sanga untuk menyebarkan agama Islam dalam berbagai bidang
di daerah Pulau Jawa dan Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pendidikan
Peran walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka
dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan
Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan
pesantren di Ampel Denta (dekat Surabaya) yang sekaligus menjadi pusat
penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Muridnya antara lain
Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian
menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan
banyak lagi.
Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak
berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru
dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura,
Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore. Sunan Bonang memusatkan
kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren yang didirikan di
daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam secara
mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang kemudian
menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini
dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
2. Politik
Beberapa wali sanga menjadi penasehat kerajaan. Sunan Gunung
Jati bahkan menjadi raja. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan
istana Majapahit. Isterinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah

10
(putra raja Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel
dengan kalangan istana membuat penyebaran Islam di daerah Jawa tidak
mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan.
Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu
dalam penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus
diputuskan, wali yang lain selalu menantikan keputusan dan
pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga menjadi penasehat kesultanan
Demak Bintoro.
3. Dakwah
Peran walisongo yang sangat dominan adalah di bidang dakwah,
baik dakwah bil lisan maupun bil hal. Sebagai mubalig, walisongo
berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama
Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi desa-
desa terpencil. Salah satu karya yang monumental dari walisongo adalah
mendirikan mesjid Demak.
Hampir semua walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana
yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang
dipimpin oleh para walisongo dan melalui media kesenian, seperti
wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan tradisional
sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas Islam ke
dalamnya. Syair lagi gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan
tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya
4. Seni Budaya
Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang wali yang berkecimpung
di bidang seni. Sebagai budayawan dan seniman, banyak karya Sunan
Kalijaga yang menggambarkan pendiriannya. Di antaranya adalah
gamelan, wayang kulit, dan baju takwo. Sunan Ampel menciptakan Huruf
Pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa.
Hingga sekarang huruf pegon masih dipakai sebagai bahan
pelajaran agama Islam di kalangan pesantren. Sunan Giri juga sangat
berjasa dalam bidang kesenian, karena beliau menciptakan tembang-
tembang dolanan anak-anak yang bernafaskan Islam. Sunan Drajat juga

11
tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang Jawa yang sampai saat ini
masih digemari masyarakat, yaitu Gending Pangkung, semacam lagu
rakyat di Jawa.
Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam
rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Dalam
menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang selalu menyesuaikan diri
dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari
wayang serta musik gemelan.
Sunan Kudus menciptakan karya satra dan budaya:1) Tembang
Maskumambang, 2) Tembang Mijil, dan 3) Masjid Menara Kudus
Kesembilan wali ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15. Berkat
kepeloporan dan perjuangan wali sembilan itulah, maka agama Islam
menyebar ke seluruh pulau Jawa bahkan sampai ke seluruh daerah di
Nusantara.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan, yakni sebagai berikut :
1. Secara bahasa bahwa walisongo berarti sembilan wali. Wali sanga secara
sederhana artinya sembilan orang wali, sedangkan secara filosofis
maksudnya sembilan orang yang telah mampu mencapai tingkat wali,
suatu derajat tingkat tinggi.
2. Pada awal penyebaran Islam di pulau jawa itu dipelopori oleh walisongo,
walaupun pada dasarnya Islam sudah ada dipulau jawa sebelum
kedatangan walisongo.
3. Orang-orang yang dikenal sebagai walisongo itu tidak hubungan
kekerabatannta diantara satu dengan yang lainnya. Kadang orang-tua dan
anak atau guru dan murid yang menjadi walisongo (sunan)
4. Tujuan walisongo dalam melakukan dakwah ialah itu melakukan
pengembangan Islam terutama dalam bidang pendidikan dan pemurnian
akidah masyarakat

13
DAFTAR PUSTAKA

Al Qurtuby, Sumanto. 2003. Arus Cina-Islam-Jawa, (Yogyakarta: Inspeal


Ahimsakarya Press,
PaeEni, Mukhlis, 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Religi dan Filsafat),
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Tatang Ibrahim, , 2009. Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasa Tsanawiyah Untuk
Kelas IX Semester 1 dan 2, (Bandung,: CV ARMICO
Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, h.
Purwadi,dkk. 2007. Dakwah Wali Songo, Yogyakarta: Panji Pustaka,
Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra
Simon, Hasanu. , 2004. Misteri Syekh Siti Jenar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sutrisno, Budiono Hadi. 2009. Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah
Jawa. Yogyakarta: GRAHA Pustaka
Tarwilah. 2006. Peranan walisongo dalam pengembangan dakwah islam. Ittihad
Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4, No.6
Widiastuti. dkk. 2012. Membangun Game Edukasi Sejarah
Walisongo. Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA). Vol.1, No. 2
Yatim, Badri , 1994. SejarahPeradaban Islam, Jakarta: GrafindoPersada
Yatim (Ed.). Badri, 1996. Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Jakarta : Logos Wacana Ilmu

14

Anda mungkin juga menyukai