Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU DAKWAH

DAKWAH PARA WALISONGO

DOSEN PEMBIMBING
Muh.Nasution AnshoriS.Sos

DISUSUN OLEH
Riska pitria

AKADEMI DAKWAH INDONESIA

NUSA TENGGARA BARAT

TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT.Yang telah memberikan limpahan
rahmatnya, taufik dan hidayahnya sehingga makalah yang kami susun ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.Seperti yang sudah sama sama kita ketahui tentang keberadaan
walisongo dan apa saja pengaruh besarnya terhadap Indonesia terlebih khususnya bagi agama
islam.

Tugas ini kami buat untuk sama-sama menambah wawasan tentang bagaimana kisah para
walisongo dan metode dakwah yang disebarkan pada zamannya hingga yang bisa kita rasakan
sampai saat ini.Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa membantu pengetahuan kita
semua menjadi lebih luas lagi.

Kami menyadari jika banyak sekali kekurangan dalam penyusunan makalah ini.Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang sifatnya baik sangat kami perlukan agar kedepannya kami bias
menyelesaikan makalah dengan baik dan benar.Kami mengucapkan terimakasi kepada dosen
pembimbing yang sudah memberikan arahannya kepada kami sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebaran Islam ke nusantara tidak merata,di awali di ujung pulau Sumatera,


kemudian menyebar ke wilayah melayu serantau dan Pulau Jawa. Hal ini karena
wilayah nusantara terdiri banyak pulau.

Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam
usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di
sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun
masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang
mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo
berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal
sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain
yang tidak menganut syiah.
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit runtuh
disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa peralihan
kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut agama Islam tingkat
atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman itu pun
dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai
“Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya
juga Sembilan orang. Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan sebagai
pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan
Sunan Gunung Jati.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian walisongo ?
2) Bagaimana peran walisongo dalam penyebaran Islam di Indonesia ?
3) Bagaimana metode pendidikan Islam masa walisongo ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Walisongo
Kata Walisongo diartikan dengan wali yang berjumlah sembilan (songo/sanga
dalam bahasa jawa yang berarti sembilan). Namun demikian terdapat beberapa
penafsiran lain. Kata sanga merupakan perubahan dari kata arab tsana yang berarti
terpuji. Sehingga Walisongo berarti wali yang terpuji. Penafsiran lain, menjelaskan
bahwa kata sanga diambil dari kata sangha yang dalam agama budha berartri jama’ah
para biksu (Ulama’) sehingga walisongo berarti perkumpulan para wali yang terhimpun
dalam suatu lembaga dakwah.
Walisongo berarti sembilan orang wali, mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan
Muria serta sunan Gunung Jati.
Keberhasilan Islamisasi jawa merupakan hasil perjuangan dan kerja keras Walisongo.
Proses islamisasi ini sebagian besar berjalan secara damai, nyaris tanpa konflik, baik
polotik maupun kultural, meskipun terdapat konflik, skalanya sangat kecil, sehingga
tidak mengesankan sebagai perang, kekerasan ataupun pemaksaan budaya. Penduduk
jawa menganut dengan suka rela.Walisongo menerapkan metode dakwah yang
akomodatif, dan lentur, sehingga kehadiran mereka bisa diterima dengan baik oleh
masyarakat. Kehadiran para wali ditengah-tengah masyarakat jawa tidak dipandang
sebagai ancaman. Dengan kepiwaianya para wali menggunakan unsur-unsur bedaya
lama (Hindu atau Budha) sebgai media dakwah mereka. Sedikit demi sedikit mereka
memasukan nilai-nilai ajaran Islam kedalam unsur-unsur lama itu. Metode ini sering
disebut metode sinkretisme.

Periode walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu Budha dalam budaya
nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol
penyebaran Islam di Indonesia khusunya dijawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga
berperan. Namun peranan sangat besar yang mereka mainkan tidak hanya dalam
kontek sejarah pendirian kerajaan islam dijawa, juga pengaruhnya yang begitu besar
dalam kehidupan dan pembentukan kebudayaan masyarakat. Pemikiran dan gerakan
yang dilakuka para wali ini dalam pengembangan dakwah Islam secara langsung,
membuat ”sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding dengan yang lain. Dalam
kata lain, masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam
penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai
”Tabib” bagi kerajaan Hindu majapahit, Sunan Giri yang disebut para Kolonialis sebagai
”Paus dari timur” hingga sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan
menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat jawa yakni nuansa hindu dan
Budha

B. Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Indonesia


Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran dakwah Islamiyah di tanah jawa.
Sukses gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas.
Dengan itu agama Islam kemudian dianut oleh sebagian besar manyarakat jawa, mulai
dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan. Berikut peran walisongo dalam
penyebaran Islam.

1. Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam


Islam masuk ke Indonesia dibawa pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia.
Adapun kota pelabuhan dagang yang berperan besar dibidang penyebaran agama
Islam diabad ke-16 adalah Malaka. Saat para pedagang muslim menunggu
perubahannya arah angin untuk menuju tempat tertentu dalam berlayar, mereka
memanfaatkan waktu luangnya untuk menyebarkan Islam kepada para pedagang dari
daerah lain, termasuk pedagang Indonesia.
2. Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam
Perkawinan juga memegang penting dalam penyebaran agama Islam. Banyak
pedagang Arab, Persia dan Gujarat menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri
bangsawan atau raja. Misalnya Syeh Maulana Ishak menikahi Dewi Sekardadu, putri
raja Blambangan yang menurunkan Sunan Giri. Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng
Manila.

putri Tumenggung Majapahit yang berkuasa di Tuban, menurunkan Sunan


Bonang dan Sunan Drajat. Dengan cara ini, banyak yang ikut memeluk Islam.
3. Peranan Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam
Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan di
pondok-pondok pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak
penyebaran Islam didaerahnya masing-masing.

C. Metode Pendidikan Islam Masa Walisongo


Dahulu di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha, dan
terdapat berbagai kerajaan Hindu dan Budha, sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu
kental diwarnai kedua agama tersebut. Budaya dan tradisi lokal itu oleh walisongo tidak
dianggap “musuh agama” yang harus dibasmi. Bahkan budaya dan tradisi lokal itu
mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah agama, selama tak ada larangan
dalam nash syariat.Secara rinci, metode yang dilakukan walisongo adalah:

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)


Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang
mendakwahkan Islam di Jawa, dianggap sebagai ayah dari walisongo. Aktivitas
pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka
warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu
secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat
secara gratis.
Di Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat
gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk
mengairi sawah dan ladang. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan
banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang
tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati
masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun
pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik,pada tahun 1419.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmad)
Sunan Ampel adalah anak dari Maulana Malik Ibrahim yang tertua, ia
membangun mengembangkan pondok pesantren di daerah Ampel Denta yang berawa-
rawa. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15 M,
pesantren tersebut menjadi sentral pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah
Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan
Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai
pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi, namun pada para santrinya, beliau
hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah
dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum-
minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotika, dan tidak berzina”.

3. Sunan bonang (Raden Maulana Makhdum Ibrahim)


Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Tak
seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran
ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih,
usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan
Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat
gersang.Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat ‘cinta’. Sangat mirip dengan
kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman,
pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin.
Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai
masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya,
Sunan Kalijaga.

Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika
Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa
seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang.Gubahannya ketika itu
memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam
malakut). Tembang “Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Dalam pentas
pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya.
Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.
4. Sunan Drajat (Raden Qasim)
Belau menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran
masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Beliau mendirikan pesantren yang
bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Dalam pengajaran tauhid
dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara langsung dan tidak banyak mendekati
budaya lokal. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Ia
menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si
buta, beri makan pada yang lapar, beri pakaian pada yang telanjang”.Gamelan
Singomengkok adalah salah satu peninggalannya yang terdapat di Musium daerah
Sunan Drajat, Lamongan.

5. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)


Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang agama, terutama dalam ilmu fikih,
tauhid, hadits, tafsir serta logika. Karena itulah di antara walisongo hanya ia yang
mendapat julukan wali al-‘ilm (wali yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia
didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara. Cara
berdakwahnya pun meniru pendekatan gurunya Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus.

Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:


 Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan
1) Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah.
2) Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam.
3) Tut Wuri Handayani.
4) Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
 Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam
agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
 Merangkul masyarakat Budha.
Selain masjid, Sunan Kudus juga mendirikan padasan tempat wudlu dengan
pancuran yang berjumlah delapan, diatas pancuran diberi arca kepala Kebo
Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha.
 Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membacakan sejarah Nabi.
6. Sunan Giri (Ainul Yaqi Atau Raden Paku)
Beliau mendirikan pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan
Gresik. Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti
sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Dalam keagamaan, ia
dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun
menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa.
Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai
kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung yang bernuansa
Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
7. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid)
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat
dekatnya, Sunan Bonang. Ia memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai
kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam
seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa
terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena pada awalnya
mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh
seniman wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata
dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disispkan ajaran agama dan nama-nama
pahlawan Islam.
Beliau sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara
bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam
sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Sunan Kalijaga jugalah
yang menciptakan Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang
Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-
alun dengan dua beringin serta masjid.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun
berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil
dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat
jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan
melaut adalah kesukaannya.Sunan Muria dikenal sebagai pribadi yang mampu
memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan
Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu
hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati sebelum meletakkan dasar agama Islam dan bagi perdagangan
orang Islam, terlebih dahulu telah menunaikan rukun ke-5 naik haji ke Mekkah sebelum
tiba di Kerajaan Sultan Demak. sebagai haji yang shaleh dan sebagai mufasir yang
mengenal percaturan dunia ia mendapat sambutan hangat di kerajaan itu.Kemudian
setelahitu pindah ke Banten, dan ia berhasil menggaantikan bupati Pasundan di situ,
dan mengambil alih pemerintahan atas kota pelabuhan tersebut. Dengan awal langkah
inilah ia memenfaatkan tahtanya untuk menyebarkan agama Islam, terutama
mengislamkan Jawa Barat.

Peran Walisongo di Berbagai Bidang Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan
perjuangan Walisongo dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan di
wilayah nusantara pada umumnya, maka peran mereka dapat dibentuk seperti bidang pendidikan,
bidang politik dan yang paling terkenal adalah bidang dakwah dan diklasifikasikan menjadi: 1.
Peran Walisongo di Bidang Pendidikan Peran Walisongo di bidang pendidikan terlihat dari
aktivitas mereka dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel,
Sunan Giri, dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta yang dekat
dengan Surabaya yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa.
Di tempat inilah, ia mendidik pemuda-pemudi Islam sebagai kader, untuk kemudian disebarkan
ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa. Muridnya antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang
kemudian menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi
mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau Jawa. Sedangkan Sunan Giri
mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak berasal dari golongan masyarakat
ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti
Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore. Sunan Bonang memusatkan kegiatan
pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang
memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit,
yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal
dengan Suluk Sunan Bonang. 2. Peran Walisongo di Bidang Politik Pada masa pertumbuhan dan
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Walisongo mempunyai peranan yang sangat
besar. Di antara mereka menjadi penasihat Raja, bahkan ada yang menjadi raja, yaitu Sunan
Gunung Jati. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Majapahit. Istrinya berasal
dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya
Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat
hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan. Sunan Giri fungsinya sering
dihubungkan dengan pemberi restu dalam penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting
yang harus diputuskan, wali yang lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan
Kalijaga juga menjadi penasihat kesultanan Demak Bintoro. 3. Peran Walisongo di Bidang
Dakwah Sudah jelas sepertinya, peran Walisongo cukup dominan adalah di bidang dakwah, baik
dakwah melalui lisan. Sebagai mubalig, Walisongo berkeliling dari satu daerah ke daerah lain
dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi
desa-desa terpencil. Salah satu karya yang bersejarah dari Walisongo adalah mendirikan mesjid
Demak. Hampir semua Walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang dipergunakan
dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para Walisongo dan melalui
media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan tradisional
sebagai media dakwah Islam, dengan membungkuskan nafas Islam ke dalamnya. Syair dari lagu
gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak
menyekutukanNya atau menyembah yang lain.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah “Perkembangan Islam di Jawa pada masa permulaan
dan peran Walisongo”dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Jawa melalui berbagai jalur,
antara lain melalui jalur perdagangan, tasawuf, pendidikan, politik, kesenian, serta pernikahan.
Tetapi jalur yang paling mendominasi dalam pengislamisasian di Jawa adalah jalur perdagangan.
Karena pada saat itu Jawa merupakan daerah strategis untuk jalur perlintasan perdagangan
dengan negara-negara Timur Tengah yang mayoritas lebih dahulu beragama Islam. Dalam hal
pengislamisasian Islam di daerah Jawa, walisongo memang sangat berperan, walaupun sebelum
walisongo datang, terdapat fakta-fakta yang menunjukkan bahwa Islam di Jawa telah ada di
zaman sebelum kedatangan walisongo.
Setelah walisongo datang ke Jawa, Islam menjadi semakin diminati sebagai agama
masyarakat sekitar. Dengan statement seperti itu, ternyata masyarakat sekitar yang pada awalnya
menduduki kasta Sudra, akhirnnya memilih Islam sebagai agama mereka yang tidak mengenal
pengkastaan. Kemudian Sunan Kalijogo dengan kekhasannya dalam mendakwahkan Islam
melalui kesenian wayang yang digemari masyarakat pada waktu itu, ternyata juga mengundang
minat masyarakat untuk memasuki agama Islam sebagai agama ketauhidan yang mengenal Allah
sebagai Tuhan mereka. Dan otomatis masyarakat dengan sendirinya meninggalkan ajaran
animisme dan dinamisme oleh nenek moyang mereka. Dan masih banyak lagi peran Sunan-
sunan yang dengan trik-triknya mendakwahkan Islam di Jawa melalui pesantren, pembangunan
masjid, tembang Jawa, gamelan, serta hal-hal lain yang mengundang minat masyarakat pada
waktu itu sehingga Islam meluas di Jawa sampai dewasa ini.

B. Saran
Penulis menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini, maka
penulis mengharapkan saran dari para pembaca demi kesempurnaan pada penulisan
makalah-makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai