Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dengan cepat. Dalam waktu ± 23
tahun, islam sudah tersebar ke seluruh jazirah arabia berkat dakwah nabi
Muhammad SAW. Cepatnya penyebaran islam itu tidak berarti bahwa dakwah
yang dilakukkan nabi berjalan mulus begitu saja. Banyak halangan dan
rintangan berat yang dihadapi beliau dari kaum kafir Quraisy. Semenjak
Rasulullah meninggal, banyak sahabat beliau yang melanjutkan dakwah dan
menyebarkan agama islamke seluruh penjuru dunia. Begitupun di Indonesia,
agama Islam masuk melalui perdagangan oleh pedagang asal India.
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam
usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis
di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang
membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat
agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh
Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari
hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi
dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah.

B. Rumusan Masalah

1. Peranan Wali Songo dalam Peradaban Islam di Indonesia.


2. Bagaimana Model Penyebaran Islam Wali Songo?
3. Bagaimana Kemajuan Islam Periode wali Songo?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan Wali Songo dalam Peradaban Islam di Indonesia.


Ada sembilan ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam
di tanah Jawa. Mereka dikenal dengan sebutan “Wali Songo” Wali Songo
mengambangkan agama Islam menjelang dan setelah runtuhnya kerajaan
Majapahit, atau sekitar abad ke-14 sampai abad ke-16. Dalam Babad Tanah
Jawi dikatakan bahwa dalam berdakwah, para Wali ini dianggap sebagai
kepala kelompok mubaligh untuk daerah penyiaran tertentu. Selain dikenal
sebagai ulama, mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan politik
pemerintahan. Karena itu, mereka diberi gelar “Sunan” (Susuhunan;
junjungan) gelar yang biasa digunakan untuk para raja di Jawa.
B. Wali Songo dan Dakwah Islam
Dalam menyiarkan Islam, Wali Songo tidak hanya akrab dengan
masyarakat umum, tetapi juga dengan penguasa kerajaan. Ketika menyiarkan
Islam, mereka menggunakan berbagai bentuk kesenian tradisional masyarakat
setempat. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam kesenian tersebut.
Karena itu, upaya mereka terasa tidak asing dan sangat komunikatif bagi
masyarakat setempat. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya
mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya kandungan budaya
Islam.
1. Sunan Gresik atau Syiekh Maulana Malik Ibrahim
Beliau juga dikenal dengan sebutan syiekh Magribi, karena ia diduga
berasal dari wilayah Magribi (afrika Utara). Ia diperkirakan lahir sekitar
pertengahan abad ke-14. Ia berasal dari keluarga muslim yang taat, dan
belajar agama sejak kecil. Meskipun demikian, tidak diketahui siapa
gurunya hingga ia kemudian mejadi seorang ulama. Sunan Gresik
merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia berdakwah secara
intensif dan bijaksana. Sunan Gresik bukanlah orang Jawa, tetapi ia
mampu beradaftasi dengan masyarakat setempat. Upayanya untuk
menghilangkan sistem kasta pada masyarakat pada masa itu merupakan
dakwahnya. Namun sumber lain mengatakan bahwa jauh sebelum Sunan

2
Gresik datang ke Pulau Jawa, sudah ada masyarakat Islam di daerah Jepara
dan Leran. Cita-cita dan perjuangannya menyebarkan Islam di Jawa
dilanjutkan oleh anaknya, Sunan Ampel.
2. Sunan Ampel
Ia memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampal
Denta (dekat Surabaya). Oleh karena itu, ia dikenal sebagai pemimbina
pondok pesantren pertama di jawa Timur. Suna Ampel merupakan putera
dari Sunan Gresik yang meneruskan perjuangan Sunan Gresik menyiarkan
Islam di tanah Jawa. Ia dikenal dengan Wali yang tidak setuju terhadap
adat-istiadat masyarakat Jawa pada masa itu. Misalnya, kebiasaan
mengadakan sesaji dan selamatan. Namun para wali lain berpendapat
bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan dengan segera. Mereka
mengusulkan agar adat-istiadat semacam itu lebih baik diberi warna
islami. Akhirnya, Sunan Ampel setuju walaupun ia tetap khawatir kalau
hal itu akan berkembang menjadi Bid’ah. Ajaran Sunan Ampel yang
terkenal adalah “Falsafah Moh Limo” atau “tidak Mau Melakukan Lima
Hal”.
1. Moh Main atau Tidak mau berjudi.
2. Moh Ngombe atau Tidak minum-minuman keras (mabuk-mabukan)
3. Moh Maling atau Tidak mencuri.
4. Moh Madat atau tidak mau menghisap candu, ganja, dan lain-lain.
5. Moh Madon atau Tidak berzina.
3. Sunan Giri atau Raden Paku
Ia merupakan putra dari Maulan Ishak. Ia sempat diadopsi oleh Nyai
Ageng Pinatih ketika masih bayi dan sempat diberi nama joko Samudro;
karena Raden Paku ditemukan di tengah Selat Bali. Sunan Giri sempat
mondok di Pesantren Ampel Denta milik Sunan Ampel sebelum
memperdalam ilmu di Pasai, tempat Maulana Ishak menyiarkan Islam.
Sekembalinya ke tanah Jawa, Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah
Giri. Ia juga banyak mengirim juru dakwah ke Bawean, bahkan juga ke
Lombok, Ternate dan Tidore di Maluku.

3
4. Sunan Bonang atau Syiekh Maulana Makdum Ibrahim
Cara penyebarannya ialah menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan
masyarakat Jawa yang menggemari Wayang dan Musik Gamelan. Untuk
itu, ia menciptakan gendang-gending yang memiliki corak keislaman.
Sunan Bonang yang bernama asli Syiekh Maulana Makdum Ibrahim ini
pernah belajar agama di Pesantren Ampel Denta dan di Pasai bersama
Sunan Giri. Sekembalinya dari Pasai, ia memutuskan untuk memusatkan
kegiatan dakwahnya di Tuban dengan mendirikan Pesantren. Ia wafat di
Tuban pada tahun 1525.
5. Sunan Kalijaga atau Raden Said putra Adipati Tuban
Ia dikenal sebagai budayawan dan seniman. Nama aslinya adalah Raden
Said putra Adipati Tuban yaitu Temenggung Wilatikto. Ia menciptakan
anak cerita wayang yang bernafaskan islami. Ia juga menciptakan wayang
kulit dan wayang beber. Dan ia juga pencipta dari lagu daerah Jawa yang
berjudul Lir-Ilir. Sebelum mempelajari agama islam lebih dalam, ia adalah
seorang perampok. Namun yang ia rampok bukanlah rakyat jelata,
melainkan para penarik pajak yang meminta pajak dengan kekerasan dan
sangat mencekik kehidupan masyarakat setempat. Ia pun sempat diusir
dari Tuban, dan pergi ke hutan Jatiwangi. Di sana ia dikenal dengan
sebutan Brandal Lokajaya. Ia mendapat gelar sunan Kalijaga karena ia
sempat disuruh menjaga sungai (bertapa) selama tiga tahun. Ia adalah
murid dari Sunan Bonang. Ia juga menciptakan berbagai macam alat
musik seperti Gamelan dan Bedug untuk media dakwahnya.
6. Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq
Ia adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung dari
Jipang Panolan. Untuk melancarkan penyebaran islam, Sunan Kudus
membangun sebuah masjid di daerah Loran pada tahun 1549 M. Masjid itu
diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar. Wilayah di sekitarnya disebut
Kudus, merupakan nama yang diambil dari dari nama Kota al-Quds
(Yarusalem) di Palestina, yang pernah ia kunjungi. Masjid itu kemudian
dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus karena di sampingnya
terdapat menara tempat duduk masjid. Sunan Kudus atau Ja’far sadiq

4
digelari wali al-‘ilmi (orang berilmu luas) oleh para wali songo karena
memiliki keahlian khusus dalam bidang agama. Karena keahlian nya itu, ia
banyak didatangi para penuntut ilmu dari berbagai wilayah. Ia juga
dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus.
Karenanya, ia menjadi pemimpin agama sekaligus menjadi pemimpin
daerah. Ia berdakwah menggunakan strategi pendekatan pada masyarakat
setempat. Ia membiarkan duklu adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat
setempat yang sulit dirubah, namun bagian adat yang tidak sesuai islam
tetapi mudah dirubah maka segera dihilangkan. Ia menghindari konfrontasi
secara langsung dalam menyiarkan islam. Strategi dakwah ini juga
diterapkan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, dan Sunan
Gunung Jati.
7. Sunan Drajad atau Raden Qosim
Ia merupakan putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati. Dalam
catatan sejarah Wali Songo, Raden Qosim disebut dengan seorang wali
yang hidupnya paling bersahaja, walaupun dalam urusan dunia ia juga
sangat rajin mencari rezki. Adapun ajaran Sunan Drajad yang terkenal
adalah
 Menehono teken marang wong kang wuto (Berikanlah tongkat pada orang
buta)
 Menehono mangan marang wong kang luwe (Berikanlah makanan pada
orang yang lapar)
 Menehono busono marang kang mudo (Berikanlah pakaian pada orang
yang telanjang)
 Menehono ngiyup marang wong kang kudanan (Berikanlah tempat
berteduh pada orang yang kehujanan) Ia berdakwah di daerah Drajad dan
meninggal di daerah itu juga. Makamnya berada di desa Drajad,
kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
8. Sunan Muria atau Raden Umar Syaid
 Ia adalah putera sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Ia dikenal sebagai
seorang anggota Wali Songo yang mempertahankan kesenian
Gamelan sebagai media dakwah yang ampuh untuk merangkul

5
masyarakat Jawa. Selain dengan kesenian, ia juga berdakwah
dengan cara memadukan adat setempat dengan warna islami.
Adapun adat setempat yang dipadukan dengan warna islami adalah
sebagai berikut: Selamatan ngesur tanah (kenduren setelah ngubur
nayat)
 Nelung dinani (kenduren setelah 3 hari mengubur mayat)
 Mitung dinani (kenduren setelah 7 hari ngubur mayat
 Matang puluh, nyatus dino, Mendhak pisan, mendhak pindo, dan
nyewu.
9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Pada usia 20 tahun dia berguru
pada Syiekh di daratan Timur Tengah. Setelah selesai menuntut ilmu, pada
tahun 1470 dia berangkat ke tanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya.
Istrinya yang pertama adalah Nyai Babadan, wanita itu dinikahi pada
tahun 1471. Dia adalah putri dari Ki Gedeng Babadan. Perkawinannya
dengan Nyai Babadan ini tidak dikaruniai seorang anak pun, lalu pada
tahun 1475, ia kawin lagi dengan Nyai Kawungten, adik dari Bupati
Banten. Ia sempat menikah dengan Syarifah Baghdad, yang merupakan
adik dari Syiekh Abdurrahman. Namun dari sekian banyak istrinya, Sunan
Gunung Jati pernah menikah dengan putri cantik dari daratan Cina, Ong
Tien. Sekitar tahun 1479, ia pergi ke Cina. Di sana ia membuka
pengobatan sambil berdakwah. Ia mendapat gelar Maulana Insanul Kamil.
C. Nilai-nilai Penyebaran Islam Wali Songo
Secara umum Wali Songo menyiarkan Islam dengan memadukan budaya
setempat sebagai media dakwah. Mereka membiarkan budaya dan
kepercayaan masyarakat setempat yang sulit dirubah. Namun bagian adat yang
mudah dirubah, maka dengan segera mereka menghilangkannya. Mereka
melakukannya karena menghindari konfrontasi dengan masyarakat secara
langsung. Dan tentunya mereka melakukan hal itu agar mudah berkomunikasi
dengan masyarakat, dengan cara itu masyarakat bisa dengan mudah menerima
mereka dan mengamalkan apa yang diajarkan. Anggota Wali Songo yang
memakai cara pendekatan itu adalah

6
 Sunan Kali Jaga
 Sunan Bonang
 Sunan Muria
 Sunan Kudus dan
 Sunan Gunung Jati.

Sunan Kali Jaga malah membiarkan masyarakat membakar kemenyan, dan


ia juga sempat menciptakan alat musik berupa Gamelan. Memang pada
dasarnya hal ini termasuk Bid’ah, namun jika tidak dengan cara ini
masyarakat sangat sulit untuk didekati.

D. Kemajuan Islam Periode wali Songo


Selama menyiarkan agama Islam, Wali Songo banyak mengalami
hambatan. Ada fitnah, dan budaya setempat yang sulit dirubah. Namun dengan
kesabaran dan tekat yang kuat, akhirnya sebagian masyarakat Jawa masuk
Islam meskipun tidak sedikit yang melakukan bid’ah. Hal itu bagi Wali Songo
bukanlah masalah besar. Dan mereka meyakini suatu saat nanti akan ada
orang yang dapat menghilangkan budaya masyarakat setempat yang tertmasuk
bid’ah. Permasalahan yang cukup terkenal sampai saat ini mengenai wali
Songo adalah perkara Syiekh siti Jenar. Ia adalah seorang ahli agama dari
Persia. Ia mengaku dirinya adalah Allah. Para wali sangat menentangnya, dan
memutuskan hukuman mati bagi syiekh siti Jenar. Meskipun Syiekh Siti Jenar
mati, namun ajarannya tetap menyebar. Bahkan ia sempat mempunyai banyak
murid. Sebelum Syiekh Siti Jenar dihukum mati, ia sempat mengeluarkan
ancaman kepada para Wali. Dan ancaman itu pun benar terjadi, di Mataram
6000 ulama Sunni dibantai oleh Sunan Amangkurat I.
Pertentangan antara faham Manunggaling Kawula Gusti memang terus
berlangsung. Para pendukung siti Jenar tetap berusaha mendiskreditkan para
Wali, bahkan hingga zaman modern ini. Namun di balik itu semua, usaha Wali
Songo dalam menyiarkan agama Islam membuahkan hasil yang luar biasa,
hingga dapat kita rasakan sampai saat ini. Masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia memengaruhi kebudayaan Islam bangsa Indonesia. Akulturasi
dengan budaya sebelumnya membuat budaya islam makin diminati

7
masyarakat. Dan salah satu dampak yang muncul adalah berdirinya kerajaan-
kerajaan yang bercorak islam, antara lain Kerajaan Samudera Pasai, Aceh,
Demak, Pajang, Mataram Islam, Cirebon, Banten, Makasar, Ternate, dan
Tidore.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wali Songo adalah kelompok ulama yang brejumlah sembilan orang.
Mereka menyiarkan agama Islam di tanah Jawa. Selain itu, mereka juga
berpengaruh besar dalam kehidupan politik pemerintahan.

Dalam menyiarkan Islam mereka menggunakan kesenian dan budaya


masyarakat setempat. Sehingga masyarakat merasa tidak asing dan lebih
komunikatif. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan budaya
Islam, tetapi juga memperkaya kandungan budaya Jawa.

9
DAFTAR PUSTAKA

 Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Kisah Wali Songo, Surabaya, Karya
Ilmu,-
 M. B. Rahimsyah. AR., Sejarah Wali 9, Tuban, Yayasan Amanah,-

10

Anda mungkin juga menyukai