Anda di halaman 1dari 9

BIOGRAFI WALI SONGO

1. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Raden Rahmat atau lebih dikenal dengan Sunan Ampel Merupakan putra dari Syekh Maulana
Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dengan Dewi Condro Wulan. Dewi Condro Wulan merupakan
salah satu putri dari Raja Champa yang masih memiliki termasuk dalam keturunan Dinasti
Ming yang terakhir.
Beliau lahir pada tahun 1401 masehi dan wafat pada tahun 1478 masehi. Kemudian pada tahun
1443 beliau mulai hijrah ke Pulau Jawa. Dalam menyebarkan ajaran Islam , Sunan Ampel
melakukan dakwah di daerah Ampel Denta, Surabaya.
Setelah berhijrah beliau lalu menikah dengan putri Adipati Tuban yang bernama Nyai Ageng
Manila. Dari hasil pernikahan tersebut lahirlah 4 anak yang diberi nama Putri Nyai Ageng
Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syaifuddin (Sunan Drajat) dan Syarifah
yang nantinya akan menjadi istri dari Sunan Kudus.
Di daerah tersebut, Raden Rahmat memberikan fasilitas kepada masyarakat sekitar untuk
belajar ilmu agama Islam dan berkonsultasi dengan mendirikan sebuah pondok. Ajaran dari
beliau yang sangat terkenal salah satunya adalah falsafah “Moh Limo“. Kata moh limo berasal
dari bahasa jawa yaitu kata moh yang memiliki arti menolak, sedangkan kata limo berarti lima.
Jadi maksud dari falsafah moh limo tersebut adalah menolak lima hal perkara yang dilarang
dalam Islam. Isi dari falsafah adalah:
 Moh Main (tidak berjudi)
 Moh Maling (tidak mencuri)
 Moh Nogmbe (tinak minum minuman keras atau khamr )
 Moh Madat (tidak menghisap narkoba)
 Moh Madon (tidak main perempuan atau berzina)
Dalam jasanya dalam berdakwah menyebarkan ajaran Islam, salah satu peninggalannya adalah
Masjid Ampel di Ampel Denta.

2. Sunan Gersik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim adalah nama asli dari Sunan Gresik. Beliau merupakan orang pertama
yang menyebarkan ajaran agama Islam pertama kali di tanah Jawa. Selain itu beliau juga
seorang Habib, yaitu silsilah ke 22 dari keturunan Nabi Muhammad SAW.
Sunan Gresik juga baru memulai dakwahnya pada akhir Kerajaan Majapahit. Dalam memulai
dakwahnya beliau merangkul rakyat biasa yang menjadi korban dari perang saudara pada
Kerajaan Majapahit. Pendekatan yang beliau lakukan kepada rakyat dengan melalui cocok
tanam dan jalur perdagangan
Sehingga masyarakat tersebut lebih terbantu dalam hal ekonomi dan perlahan mempelajari
Islam atas bimbingan beliau. Seiring dengan berjalannya waktu, orang yang belajar Islam pun
semakin banyak dan akhirnya Sunan Gresik mendirikan sebuah Pondok Pesantren di daerah
Leran. Dari pondok tulah beliau mengajarkan berbagai ilmu hingga akhir hayatnya.
Beliau meninggal pada tahun 1941 dan kemudian dimakamkan di Desa Gapura Wetan, Gresik.
Selama berdakwah beliau selalu berusaha menghilangkan sistem kasta yang menjadi sumber
perpecahan dalam masyarakat. Peninggalan sejarah dari Sunan Gresik berupa Masjid Maulana
Malik Ibrahim di daerah Leran, Gresik.

3. Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim)

Maulana Makdum Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan Sunan Bonang adalah putra dari
Sunan Ampel. Sunan Bonang pernah menimba ilmu agama Islam di daerah Pasai, Malaka. Di
sana beliau menimba ilmu kepada Sunan Giri terutama dalam metode dakwah penyebaran
Islam agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Setelah selesai menimba ilmu dari Sunan Gresik, kemudian beliau pulang kembali ke kota
Tuban (kota kelahiran ibunya) lalu mendirikan sebuah Pondok Pesantren. Karena kebanyakan
masyarakat Tuban senang dengan musik, kemudian dalam dakwahnya beliau menggunakan
alat musik yaitu gamelan.
Beliau melakukan dakwahnya disela-sela pertunjukan musik tersebut berlangsung. Sehingga
ada beberapa peninggalan bersejarah dari beliau dalam alat musik tradisional yaitu berupa
bonang, kenong dan bende.
4. Sunan Drajat (Raden Qosim atau Raden Syaifudin)

Beliau adalah salah satu saudara seibu dari Sunan Bonang. Dari beberapa kisah beliau juga
dikenal dengan nama Raden Syaifudin. Setelah Ayahnya wafat beliau juga pernah menimba
ilmu agama kepada Sunan Muria. Setelah selesai kemudian beliau kembali ke daerah pesisir
Banjarwati, Lamongan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Seiring dengan berjalannya waktu, sudah banyak sekali murid dari Sunan Drajat. Hingga
akhirnya beliau mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Daleman di Desa Drajat
Paciran Lamongan.Dalam dakwahnya beliau melalui suluk seperti yang pernah diajarkan oleh
gurunya yaitu Sunan Muria.
Suluk Petuah adalah salah satu suluk yang beliau sampaikan kepada murid-muridnya. Dalam
suluk tersebut berisi beberapa pesan beliau yang harus ditanamkan dalam diri untuk saling
menolong sesama manusia. Salah satu kutipan dari suluk tersebut adalah:
1. “Wenehono teken marang wong kang wuto” maksudnya adalah berilah tongkat kepada
orang yang buta.
2. “Wenehono mangan marang wong kang luwe” yaitu berilah makanan kepada orang
yang lapar.
3. “Wenehono busono marang wong kang wudo” maksudnya berilah pakaian kepada
orang yang telanjang.
4. “Wenehono ngiyup marang wong kang kudanan” artinya berilah tempat kepada orang
yang kehujanan.
Dan masih banyak lagi suluk lain yang dikenal sebagai peninggalan Raden Syaifudin. Hingga
sekarang ini suluk tersebut dipelajari di pondok-pondok Jawa kuno.

5. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)

Sunan Kalijaga adalah salah satu diantara walisongo yang terkenal sekali di tanah Jawa. Beliau
adalah salah satu putra dari seorang bupati Tuban pada waktu itu yaitu Arya Wilatika. Ayah
dari Sunan Kalijaga sendiri adalah seorang pemimpin pemberontakan Ronggolawe pada zaman
Kerajaan Majapahit.
Ketika muda Raden Syahid telah mewarisi dari semangat ayahnya, beliau pernah memprotes
keras terhadap penarikan pajak yang tidak memiliki rasa kemanusiaan pada pemerintahan
Kerajaan Majapahit. Kemudian dibuatlah susunan rencana perampokan kepada seluruh
anggota pejabat pajak dan kemudian untuk dibagikan keseluruh rakyat miskin.
Akan tetapi aksi perampokan tersebut berhenti ketika Raden Syahid bertemu dengan seseorang
yang kemudian menjadi gurunya yaitu Sunan Bonang. Saat bertemu dengan Sunan Bonang,
beliau diberi nasehat agar berhenti dari tindakannya tersebut, karena untuk melakukan suatu
kebaikan tidak harus ditempuh dengan sesuatu yang buruk.
Dan akhirnya Raden Syahid pun berhenti dari tindakan perampokannya serta kemudian beliau
berguru kepada Sunan Bonang untuk mempelajari ilmu agama. Dari sang gurulah Sunan
Kalijaga mendapatkan ide untuk melakukan dakwah dengan cara yang berbeda yaitu
memanfaatkan wayang dan gamelan.
Dalam pertunjukan tersebut beliau menyisipkan sedikit demi sedikit tentang ajaran Islam. Dan
dengan metode dakwah tersebut akhirnya bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Selain
berdakwah dengan wayang dan gamelan, beliau juga menanamkan nilai-nilai ajaran Islam
dalam berbagai kebudayaan lainnya.
Dalam peninggalan dari Sunan Kalijaga ada beberapa kesenian yang telah menjadi seni khas
yaitu wayang, gamelan, ukir dan juga ada beberapa lagu jawa yang terkenal yaitu tembang lir
ilir.

6. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)

Sunan Kudus atau dikenal dengan nama Ja’far Shadiq adalah salah satu cucu dari Sunan
Ampel. Selain itu Sunan Kudus juga salah satu keponakan dari Sunan Drajat dan Sunan
Bonang. Dari beberapa sumber, Sunan Kudus pernah menuntut ilmu di Yerusalem Palestina
yang langsung kepada ulama-ulama dari Arab.
Setelah lama menuntut ilmu di sana, kemudian Sunan Kudus pulang ke Jawa lalu mendirikan
sebuah pondok pesantren di daerah Kudus. Untuk mempermudah dalam berdakwah, beliau
menyebarkan ajaran Islam dikalangan para pejabat, bangsawan kerajaan dan para priyayi di
tanah Jawa dengan menyanggupi menjadi seorang pemimpin di sana.
Dalam menyebarkan ajaran Islam beliau juga menggunakan metode yang hampir sama dengan
Sunan Kalijaga yaitu melakukan pendekatan terhadap kebudayaan daerah setempat. Dengan
keluasan ilmunya, sampai-sampai para wali memberi gelar kepada Sunan Kudus sebagai Wali
Al’ilmi yang berarti orang yang mempunyai ilmu yang luas.
Selama Sunan Kudus berdakwah ada beberapa peninggalan yang sampai sekarang masih ada
yaitu Masjid Menara Kudus, tempat tersebut memiliki sebuah menara dengan bercorak khas
Hindu. Selain menara, beliau juga mewariskan budaya toleransi yang sangat mulia.

7. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Sunan Muria adalah salah satu putra dari Sunan Kalijaga dengan istrinya yang bernama Saroh.
Selain itu Sunan Muria juga merupakan keponakan dari Sunan Giri, karena Saroh merupakan
adik dari Sunan Giri. Dalam dakwahnya mengajarkan ajaran Islam, beliau menggunakan
metode yang sama dengan ayahnya.
Beliau menyampaikan ajaran Islam dengan melalui kebudayaan dan kesenian jawa. Akan tetapi
Sunan Muria lebih memilih tempat terpencil di pesisir pantai sebagai tempatnya berdakwah.
Tempat yang ia pilih adalah Gunung Muria yang berada di daerah Jawa Tengah.
Dari tempatnya berdakwah telah menyebar ajarannya hingga ke Pati, Kudus, Juana, Tayu dan
Jepara. Dimana setiap tempat yang ia datangi hanyalah pedesaan, pesisir pantai dan
pegunungan.
Agar dalam berdakwah menarik banyak orang, beliau menggunakan sebuah tembang jawa.
Tembang jawa yang beliau gunakan salah satunya adalah tembang Sinom dan Kinanti. Dalam
peninggalannya selama berdakwah ada sebuah Masjid Muria yang berada di daerah pusat
tempat beliau berdakwah.
8. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Menurut sejarah Sunan Gunung Jati merupakan salah satu putra dari kerajaan Pajajaran yang
bernama Pangeran Walangsungsang dan adiknya yang bernama Raja Santang. Beliau
merupakan salah satu dari Walisongo yang berdakwah di daerah Jawa Barat. Dalam
dakwahnya beliau memilih untuk menyebarkan ajaran Islam di daerah Cirebon.
Sebelum beliau berdakwah di tanah Jawa, sebenarnya sudah ada seorang ulama yang berasal
dari Baghdad untuk berdakwah di daerah Cirebon. Ulama tersebut bernama Syekh Kahfi
dengan membawa dua puluh muridnya berdakwah di tanah Jawa.
Selain itu Sunan Gunung Jati juga pernah dinobatkan sebagai Raja Cirebon ke 2 pada tahun
1479 dengan gelar Maulana Jati. Selain di Cirebon beliau juga berdakwah sampai ke Banten.
Peninggalan sejarah Sunan Gunung Jati salah satunya adalah Masjid Agung Banten.
9. Sunan Giri (Raden Paku/Muhammad Ainul Yakin)

Nama Walisongo yang terakhir adalah Sunan Giri atau biasa dikenal dengan Raden Paku.
Beliau adalah putra dari Syekh Maulana Ishaq, seorang ulama dari Gujarat yang pernah
menetap di Pasai atau Aceh. Sementara ibunya bernama Dewi Sekardadu yang menjadi putri
Raja Hindu Blambangan Jawa Timur.
Awal mula Sunan Giri menyebarkan ajaran Islam sejak beliau bertemu dengan Sunan Ampel
yang asih menjadi sepupunya. Setelah itu kemudian beliau disarankan oleh Sunan Ampel untuk
berdakwah di daerah Blambangan, sebelah selatan Banyuwangi Jawa Timur. Saat itu
masyarakat Blambangan sedang tertimpa sebuah penyakit. Hingga putri Raja Blambangan pun
juga terkena penyakit tersebut. Akhirnya Sunan Giri pun dapat menyembuhkan putri tersebut
juga para masyarakat Blambangan.
Dalam peninggalannya Sunan Giri juga menciptakan beberapa tembang jawa yang terkenal
oleh masyarakat jawa, yaitu tembang Asmaradana dan Pucung. Selain itu beliau juga
menciptakan beberapa lagu anak-anak dalam bahasa jawa, diantaranya Jamuran, Cublak-
cublak suweng, Jithungan dan Delikan yang sekarang masih ada dikalangan anak-anak.

Anda mungkin juga menyukai