Anda di halaman 1dari 17

 

Kisah Wali Songo – Siapa yang tidak kenal Wali Songo? Mereka dikenal seseorang yang
gigih menyebarkan ajaran agama Islam pada abad ke 14 di tanah Jawa. Para Wali Songo
tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Mereka cepat dikenal masyarakat
luas karena kerap berdakwah tanpa memaksa harus masuk Islam.
Masyarakat muslim di nusantara pasti sudah tak asing lagi dengan Wali Songo. Wali
memiliki arti wakil, sementara songo memiliki arti sembilan. Dengan demikian, Wali Songo
adalah sembilan wakil atau wali Allah SWT.

Perjalanan dakwah Wali Songo telah dicatat dalam sejarah penyebaran agama Islam di
Indonesia. Mereka telah meninggalkan banyak jejak dalam berdakwah. Wali Songo
membawa perubahan besar terhadap masyarakat Jawa yang dulunya banyak beragama
Hindu-Budha. Berikut kisah selengkapnya.
Table of Contents
 Kisah Wali Songo dalam Menyebarkan Islam di Indonesia
o 1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
o 2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
o 3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
o 4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)
o 5. Kisah Wali Songo Sunan Giri (Raden Paku)
o 6. Kisah Wali Songo Sunan Drajat (Raden Qasim)
o 7. Kisah Wali Songo Sunan Muria (Raden Umar Said)
o 8. Kisah Wali Songo Sunan Kudus (Jafar Shadiq)
o 9. Kisah Wali Songo Sunan Kalijaga (Raden Sahid)
Kisah Wali Songo dalam Menyebarkan Islam di
Indonesia
1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa
Barat, khususnya Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah pendiri dinasti kesultanan Banten
yang dimulai dengan putranya, Sultan Maulana Hasanudin. Pada tahun 1527, Sunan
Gunung Jati menyerang Sunda Kelapa di bawah pimpinan panglima perang Kesultanan
Demak, Fatahillah.

Sunan Gunung Jati merupakan sosok yang cerdas dan tekun dalam menuntut ilmu. Karena
kesungguhannya, ia diizinkan ibunya untuk menuntut ilmu ke Makkah. Di sana, dia berguru
pada  Syekh Tajudin Al-Qurthubi. Tak lama kemudian, ia lanjut ke Mesir dan berguru pada
Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, ulama bermadzhab Syafi’i. Di sana, Sunan Gunung
Jati belajar tasawuf tarekat syadziliyah.

Setelah diarahkan oleh Syekh Ataillah, Syarif Hidayatullah memutuskan pulang ke


Nusantara untuk berguru pada Syekh Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Kemudian, ia
melanjutkan perjalanan ke Karawang, Kudus, sampai di Pesantren Ampeldenta, Surabaya.
Di sana, ia berguru pada Sunan Ampel.

Sunan Gunung Jati lantas diminta untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di
daerah Cirebon dan menjadi guru agama. Ia menggantikan Syekh Datuk Kahfi di Gunung
Sembung. Setelah masyarakat Cirebon banyak yang memeluk agama Islam, Syarif
Hidayatullah lantas lanjut berdakwah ke daerah Banten.

Selama berdakwah di Cirebon, Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Pakungwati, putri dari
Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, penguasa Cirebon saat itu. Di sana, ia
mendirikan sebuah pondok pesantren, lalu mengajarkan agama Islam kepada penduduk
sekitar. Para santri di sana memanggilnya dengan julukan Maulana Jati atau Syekh Jati.
Selain itu, ia juga mendapatkan gelar Sunan Gunung Jati karena berdakwah di daerah
pegunungan.

Pelajari mengenai Sunan Gunung Jati atau Raden Syarif Hidayatullah melalui buku Wali
Sanga: Sunan Gunung Jati yang ditulis oleh Nabila Anwar.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)


Source : suaramuslim.net
Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Rahmat. Ia memulai dakwahnya dari sebuah
pondok pesantren yang didirikan di Ampel Denta, Surabaya. Ia dikenal sebagai pembina
pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Sunan Ampel memiliki murid yang mengikuti
jejak dakwahnya, yaitu Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Suatu ketika, Sunan Ampel diberi tanah oleh Prabu Brawijaya di daerah Ampel Denta. Ia
lantas mendirikan sebuah masjid. Di sana, masjid tersebut dijaga oleh Mbah Sholeh. Ia
sangat terkenal sebagai orang yang selalu menjaga kebersihan. Hal itu juga diakui oleh
Sunan Ampel. Hingga suatu hari, Mbah Sholeh meninggal dunia. Ia lantas dimakamkan di
samping masjid.

Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel tak kunjung menemukan  pengganti penjaga
masjid yang serajin Mbah Sholeh. Akibatnya, masjid tak terurus dan kotor. Sunan Ampel
kemudian bergumam, “Seandainya Mbah Sholeh masih hidup, pasti masjidnya jadi bersih.”

Seketika itu pula sosok serupa Mbah Sholeh muncul. Ia lantas menjalankan rutinitas yang
biasa dilakukan Mbah Sholeh, namun tak lama kemudian meninggal lagi dan dimakamkan
persis di samping makam Mbah Sholeh. Peristiwa itu terulang hingga sembilan kali. Konon,
Mbah Sholeh baru benar-benar meninggal setelah Sunan Ampel meninggal dunia.

Metode dakwah dari Kanjeng Sunan Ampel terkenal dengan keunikannya dimana ia
melakukan upaya akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra-Islam dengan Islam, baik
melalui jalan sosial, budaya, politik, ekonomi, mistik, kultus, ritual, tradi keagamaan,
maupun konsep sufisme yang khas untuk merefleksikan keragaman tradisi muslim secara
keseluruhan yang dibahas pada buku Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel.
3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) dikenal dengan nama Maulana Maghribi (Syekh
Maghribi). Ia diduga berasal dari wilayah Magribi, Afrika Utara. Namun demikian, hingga
saat ini belum diketahui secara pasti sejarah tempat dan tahun kelahirannya.
Sunan Gresik diperkirakan lahir pada pertengahan abad ke 14. Ia merupakan guru para
wali lainnya. Sunan Gresik berasal dari keluarga muslim yang taat. Kendati ia belajar
agama Islam sejak kecil, namun tidak diketahui siapa saja gurunya hingga ia menjadi
ulama.

Pada abad ke-14, Sunan Gresik ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam ke Asia
Tenggara. Ia berlabuh di Desa Leran, Gresik. Saat itu, Gresik merupakan bandar kerajaan
Majapahit. Tentu saja masyarakat saat itu banyak yang memeluk agama Hindu dan
Buddha. Di Gresik, ia menjadi pedagang dan tabib. Di sela-sela itu, ia berdakwah.

Sunan Gresik berdakwah melalui perdagangan dan pendidikan pesantren. Pada awalnya,
ia berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan agar masyarakat tidak kaget dengan
ajaran baru yang dibawanya. Sunan Gresik berhasil mengundang simpati masyarakat,
termasuk Raja Brawijaya. Akhirnya, ia diangkat sebagai Syahbandar atau kepala
pelabuhan.

Tidak hanya jadi pedagang andal, Sunan Gresik juga berjiwa sosial tinggi. Ia bahkan
mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini
dipandang sebelah mata oleh ajaran Hindu. Karena strategi dakwah inilah, ajaran agama
Islam secara berangsur-angsur diterima oleh masyarakat setempat.

Baca cerita lengkap dari Sunan Gresik atau yang memiliki nama Syekh Maulana Malik
Ibrahim pada buku SUnan Gresik: Saudagar Yang Berdakwah dibawah ini.

4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)


Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran agama Islam di
Tanah Jawa. Ia memiliki nama asli Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Sunan
Ampel dan Dewi Condrowati (Nyai Ageng Manila). Namun, ada versi lain yang mengatakan
Dewi Condrowati adalah putri Prabu Kertabumi. Dengan demikian, Sunan Bonang adalah
Pangeran Majapahit.

Sebab, ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit. Sunan
Bonang menyebarkan ajaran agama Islam dengan cara menyesuaikan diri terhadap corak
kebudayaan masyarakat Jawa. Seperti diketahui, orang Jawa sangat menggemari wayang
dan musik gamelan. Karena itulah, Sunan Bonang menciptakan gending-gending yang
memiliki nilai-nilai keislaman.
Setiap bait lagu ciptaannya diselingi ucapan dua kalimat syahadat sehingga musik gamelan
yang mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten. Grameds dapat membaca kisah
hidup Sunan Bonang serta ajaran spiritualnya melalui buku Sunan Bonang Kisah Hidup
Sejarah Karomah & Ajaran Spiritual oleh Asti Musman dibawah ini.
5. Kisah Wali Songo Sunan Giri (Raden Paku)

Source : wikipedia.id
Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku. Ia merupakan putra Maulana Ishak. Suatu
ketika, ia ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan ajaran agama Islam di
Blambangan. Semasa hidupnya.

Sunan Giri pernah belajar di pesantren Ampel Denta, melakukan perjalanan haji bersama
Sunan Bonang. Sepulangnya dari haji, ia singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu
agama. Saat itu, Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri. Kemudian, ia
mengirimkan banyak juru dakwah ke berbagai daerah di nusantara.

Sunan Giri juga dikenal sebagai sang ahli tata negara. Bagaimana kisah hidup seorang
Sunan Giri? Pelajari hal tersebut melalui buku Sunan Giri: Sang Ahli Tata Negara yang bisa
kamu dapatkan hanya di Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai