Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian lama,
sebagian berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke-7 M yang datang lansung dari Arab.
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang
berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan pendapat
tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasar bukti-bukti sejarah
serta penelitian para sejarawan yang menggunakan pendekatan dan metodenya masing-
masing.
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam
mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M. Hal tersebut tak lepas dari peran tokoh
serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses
Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam
proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan
masyarakat muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan
dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat
Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah, maka kami memuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1.    Siapakah Walisongo itu?
2.    Melalui bidang apa saja walisongo menyebarkan agama islam?
3.    Bagaimana pendekatan unsur-unsur dakwah Islam Walisongo?
4.    Bagaimana eksistensi metode dakwah Walisongo pada masa kini?
BAB II
PEMBAHASAN

Walisongo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa yang terbagi dari Surabaya-Gresik-
Lamongan JawaTimur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Keberhasilan Islamisasi Jawa merupakan hasil perjuangan dan kerja keras Walisongo. Proses
Islamisasi berjalan dengan damai, baik politik maupun kultural, meskipun terdapat konflik
itupun sangat kecil sehingga tidak mengesankan sebagai perang maupun kekerasan ataupun
pemaksaan budaya. Penduduk Jawa menganut dengan suka rela. Walisongo menerapkan
metode dakwah yang lentur atau baik sehingga dapat diterima baik oleh masyarakat jawa.
Kehadiran para Wali ditengah-tengah Pulau Jawa tidak dianggap sebagai ancaman.
Para Wali ini menyebarkan agama Islam dengan menggunakan pendekatan budaya dengan
cara akuluturasi seni budaya lokal yang dikemas dengan Islam seperti wayang, tembang jawa,
gamelan , upacara-upacara adat yang digabungkan dengan Islam dan dengan kepiawaan para
Wali menggunakan unsur-unsur lama (Hindu-Buddha) sebagai media dakwah mereka dan
sedikit demi sedikit memasukan nilai-nilai ajaran agama islam kedalam unsur tersebut atau
dapat disebut metode sinkretisme yang berarti pencampuradukan sebagai unsur aliran atau
paham sehingga yang bentuk abstrak yang berbeda membentuk keserasiaan. Dengan
berkembang pesatnya Islam pada masa Walisongo tersebut maka kita akan mencoba
membahasnya dalam makalah ini.

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim, wafat di Gresik, 12 Raiul awal 822/8 April
1419). Salah seorang dari wali songo yang di yakini sebagai pelopor penyebaran Islam di
Jawa. Ia juga di kenal dengan nama Maulana Maghribi atau Syekh Maghrib, karena di duga
berasal dari wilayah Maghribi, Afika Utara. Adapula yang mengenalnya sebagai Jumadil
Kubra. Akan tetapi, masyarakat umum di Jawa lebih mengenalnya sebagai Sunan Gresik,
karena tempat tinggal untuk menyiarkan agama Islam dan pemakamannya berada di daerah
Gresik
Beliau memulai dakwahnya dengan merangkul rakyat biasa korban dari perang saudara pada
Kerajaan Majapahit. Pendekatan beliau kepada rakyat melalui cocok tanam dan jalur
perdagangan. Sehingga masyarakat yang kesulitan dalam hal ekonomi merasa terbantu dan
perlahan mempelajari Islam atas bimbingan beliau. Seiring berjalannya waktu, orang yang
belajar Islam pun semakin banyak, kemudian Sunan Gresik mendirikan pondok pesantren di
daerah Leran, Gresik. Di sebuah pondok itulah beliau mengajarkan ilmu hingga akhir
hayatnya. Beliau meninggal pada tahun 1941M dan jenazahnya di makamkan di Desa Gapura
Wetan, Gresik.
Selama berdakwah beliau selalu berusaha menghilangkan sistem kasta yang menjadikan
perpecahan di masyarakat. Karena di sisi Allah yang membedakan manusia satu dengan yang
lain adalah amal ibadah yang mereka lakukan. Peninggalan bersejarah dari Sunan Gresik
berupa Masjid Malik Ibrahim di Leran, Gresik.
Karyanya
Syaikh Maulana Malik Ibrohim/Syaikh Maghribi adalah seorang tokoh ulama’ yang ahli di
bidang tata negara, beliau masih keturunan Syaikh Zainal Abidin bin Saiyidina Hasan bin Ali
bin Abu Tholib.Beliau datang ke pulau jawa pada tahun 1404 M, wafat pada tahun 1419 M.
Oleh masyarakat pribumi beliau dikenal dengan sebutan “Kaki Bantal”. Menurut cerita,
beliau paling senang wirid surat Al-Ihlas.
- KESENIAN : Tembang Suluk, Gundul-gundul pacul,dll
- PENDIDIKAN : Pondok Pesantren di Leran, Gresik

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat) (Campa, Aceh, 1401-Ampel,Surabaya,1481)


Raden Rahmat atau yang disebut Sunan Ampel merupakan putra dari Syekh Maulana Malik
Ibrahim dengan Dewi Condro Wulan. Dewi Condro Wulan merupakan putri Raja Champa
yang masih ada silsilah keturunan Dinasti Ming yang terakhir. Sunan Ampel berdakwah
menyebarkan Islam di daerah Ampel Denta, Surabaya.
Di Ampel Denta, Raden Rahmat memfasilitasi masyarakat yang belajar agama Islam dan
berkonsultasi  dengan mendirikan sebuah pondok. Ajaran dari beliau yang sangat terkenal
adalah falsafah “Moh Limo”. Kata moh limo ini berasal dari Jawa dimana moh berarti
menolak atau tidak dan limo berarti lima. Maksut dari falsafal moh limo adalah menolak lima
hal yang dilarang dalam Islam.
Isi dari falsafah Moh Limo yaitu Moh Main maksutnya adalah tidak berjudi, Moh Ngombe
atau tidak minum khamr, Moh Maling (tidak mencuri), Moh Madat atau tidak menghisap
narkoba dan yang terakhir Moh Madon yaitu tidak berzina.
Peninggalan bersejarah dari Sunan Ampel adalah Masjid Ampel di Ampel Denta, Surabaya.
Beliau wafat di Surabaya dan di makamkan di dekat Masjid Ampel.
Karyanya
Sunan Ampel atau Raden Rohmat adalah anak seorang ulama’ besar dari samarqondi, ibunya
bernama Dewi Candra Wulan, putri Raja Cempa. Menurut cerita, beliu senang membaca
surat Yasin. Dan termasuk ajaran beliu yang terkenal adalah melarang “MA LIMA” Atau “
M. lima” Yaitu:
1. Main (Berjudi)
2. Minum (Minum-minuman keras)
3. Madad (Menghisap ganja, candu, dan lain sebagainya)
4. Maling (Mencuri, korupsi)
5. Madon (Berzina)
- POLITIK : Rancangan Kerajaan Islam Demak

3. Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim)


Sunan Bonang atau yang memilki nama asli Maulana Makdum Ibrahim merupakan putra dari
Sunan Ampel dengan istrinya yang bernama Dewi Condrowati. Nama lain dari Dewi
Condrowati adalah Nyai Ageng Manila. Maulana Makdum Ibrahim menimba ilmu agama
Islam di daerah Pasai, Malaka. Di Malaka Sunan Bonang menimba ilmu dari Sunan Giri
terutama dalam metode penyebaran Islam agar mudah diterima masyarakat
Selesai menimba ilmu dari Sunan Giri kemudian beliau pulang ke kota Tuban (kota kelahiran
ibunya) dan mendirikan sebuah pondok pesantren. Di Kota Tuban Sunan Bonang
menggencarkan dakwah melalui musik gamelan. Karakteristik masyarakat Tuban yang
menyukai hiburan terutama musik, membuat beliau melakukan pendekatan terhadap
masyarakat melalui alat musik buatannya tersebut.
Sunan Bonang melakukan dakwahnya di sela-sela pertunjukan musik. Peninggalan bersejarah
dari Beliau  yaitu alat musik tradisional gamelan berupa bonang, kenong dan bende.
Karyanya
Sunan Bonang dan Sunan Giri adalah murid Sunan Ampel kemudian meneruskan
mondoknya di pasai. Setelah keduanya kembali dari pasai, Sunan Giri membuat pondok di
Giri, kemudian dikenal dengan Giri kedaton, sedangkan Sunan Bonang membuat pesantren di
tuban. Sunan bonang sangat terkenal ahli ilmu Tauhid dan Tashowuf, juga sangat gigih di
dalam berjuang menyebarkan agama islam, sehingga wafatnyapun sedang dalam rangka
berda’wah di Bawean. Sebagaimana ayahnya, Sunan Bonang juga suka sekali membaca surat
Yasin.
KESENIAN : Gending, tembang tombo ati dan suluk

4. Nama Sunan Walisongo: Sunan Drajat (Raden Qosim atau Raden Syaifudin)

Raden Qosim atau yang dikenal sebagai Sunan Drajat merupakan saudara seibu dari Sunan
Bonang. Berdasarkan beberapa kisah yang ada beliau juga terkenal dengan sebutan Raden
Syaifudin. Beliau belajar ilmu agama dan berguru pada Sunan Muria setelah wafatnya sang
ayah. Kemudian kembali ke daerah pesisir Banjarwati, Lamongan untuk berdakwah.
Untuk menunjang dakwah Raden Qosim yang muridnya semakin banyak, beliau mendirikan
sebuahh pondok pesantren di daerah Daleman Dhuwur di Desa Drajat, Paciran Lamongan. Di
sana Sunan Drajat melangsungkan dakwahnya melalui suluk   yang pernah di pelajarinya
ketika berguru pada Sunan Muria.
Suluk yang sering beliau sampaikan kepada murid-muridnya ialah “Suluk Petuah”. Dalam
Suluk yang diajarkan Sunan Drajat terdapat beberapa pesan yang di tanamkan dalam diri
manusia untu menolong sesama manusia.
Karyanya
1. “Wenehono teken marang wong kang wuto” maksutnya berilah tongkat kepada orang
yang buta.
2. “Wenehono mangan marang wong kang luwe” maksutnya berilah makanan kepada
orang yang lapar.
3. “Wenehono busono marang wong kang wudo” maksutnya berilah pakaian kepada
orang yang telanjang.
4. “Wenohono ngiyup marang wong kang kudanan maksutnya berilah tempat berteduh
kepada orang yang kehujanan.
Serta masih banyak lagi suluk lain yang menjadi peninggalan Raden Syaifudin, namun suluk
yang terkenal adalah Suluk Petuah diatas. Suluk tersebut sampai sekarang masih dipelajari di
pondok-pondok Jawa kuno

Anda mungkin juga menyukai