Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................2
A. Sejarah Tentang Walisongo.................................................................................................2
B. Kontribusi Walisongo..........................................................................................................3
C. Biografi Walisongo...............................................................................................................3
D. Peran Walisongo dalam peradaban di Indonesia................................................................7
E. Teladan Spiritual dan Intelektual dari Walisongo yang harus diteladani..........................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................................................9
A. Kesimpulan..........................................................................................................................9
B. Saran....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................10

i
BAB I

PENDAHULUAN
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada
abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa,
yaitu
Surabaya – Gresik – Lamongan – Tuban di Jawa Timur, Demak – Kudus – Muria di Jawa
Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di
Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan
mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, juga
pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,
membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui selama ini bahwa proses perkembangan Islam di
Indonesia melewati berbagai zaman yang di antaranya seperti zaman rosul dan sahabat,
zaman dinasti Abbasiyah, zaman dinasti Uma’iyah, pada masa Orde lama, dan juga pada
zaman Kemal At-Tattur di Turki. Dan yang paling berpengaruh dan dikenal di pulau Jawa
yaitu sejarah tentang peradaban Islam pada masa walisongo.
Walisongo mempunyai peranan penting dalam proses peradaban islam di tanah
jawa, karena kebudayaan-kebudayaan Hindu Budha telah berhasil di adaptasikan dan di
interprestasikan menjadi budaya islam, tentunya tidak menyimpang dari Islam sendiri, dan
yang pasti dapat menjadi hiburan untuk masyarakat. Bahkan hingga kini masih sering kita
dengar tembang-tembang dari tokoh walisongo.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana sejarah walisongo?
2. Bagaimana kontribusi Walisongo ?
3. Bagaimana biografi Walisongo ?
4. Bagaimana peranan walisongo terhadap peradaban di Indonesia ?
5. Bagaimana teladan spiritual dan intelektual dari walisongo yang harus diteladani ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah walisongo
2. Untuk mengetahui kontribusi walisongo
3. Untuk mengetahui biografi walisongo
4. Untuk mengetahui peranan walisongo terhadap peradaban di Indonesia
5. Untuk mengetahui teladan spiritual dan intelektual dari walisongo yang harus
diteladani

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Tentang Walisongo
Agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui Sumatera, selanjutnya
penyiaran agama Islam semakin berkembang ke pulau-pulau lain di Nusantara. Ketika
kekuatan Islam semakin melembaga, berdirilah kerajaan-kerajaan Islam. Berkat dukungan
kerajaan-kerajaan serta upaya gigih  dari para ulama, Islam sampai ke tanah Jawa.
Pada sisi lain ada yang menyatakan penyebaran Islam di Jawa dirintis oleh para
saudagar muslim dari Malaka. Malaka merupakan kerajaan Islam yang mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah. Para saudagar muslim pada
mulanya perambah daerah-daerah pesisir utara Jawa. Di daerah-daerah ini terdapat
beberapa kerajaan kecil yang telah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit, seperti
Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Giri. Melalui kontak perdagangan tersebut, akhirnya
masyarakat mengenal Islam.
Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat
“Wali”, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa
sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki peringkat
wali. Para wali tidak hidup secara bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterkaitan
yang sangat erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Walisongo sebagai jantung penyiaran Islam di Jawa. Ajaran-ajaran walisongo
memiliki pengaruh yang sangat besar di kalangan masyarakat Jawa, bahkan kadangkala
menyamai pengaruh raja. Masyarakat Jawa bahkan memberikan gelar sunan kepada
walisongo. Kata sunan diambil dari kata susuhunan yang artinya,”yang dijunjung tinggi/
dijunjung di atas kepala,” gelar atau sebutan yang dipakai para raja. Bagi sebagian besar
masyarakat Jawa, Walisongo memiliki nilai kekeramatan dan kemampuan-kemampuan
diluar kelaziman. Walisongo merupakan Sembilan ulama yang merupakan pelopor dan
pejuang penyiaranIslam di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Sekalipun masih terdapat
perbedaan pendapat tentang nama-nama walisongo. Namun yang lazim diakui sebagai
walisongo sebagai berikut.

2
1) Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
2) Raden Rahmat atau Sunan Ampel
3) Raden Maulana Makhdum Ibrahim
4) Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga
5) Raden Paku (Raden Ainul Yakin) atau Sunan Giri
6) Raden Qosim Syarifuddin atau  Sunan Drajat Sedayu
7) Raden Ja’far Sadiq atau Sunan Kudus
8) Raden Said (Raden Prawoto) atau Sunan Muria
9) Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati
Proses Islamisasi Jawa  adalah hasil perjuangan dan kerja keras para walisongo.
Proses Islamisasi ini sebagian besar berjalan secara damai, nyaris tanpa konflik baik politik
maupun cultural. Meskipun mendapat konflik, skalanya sangat kecil sehingga tidak
mengesankan sebagai perang, kekerasan, ataupun pemaksaan budaya. Penduduk Jawa
menganut Islam dengan sukarela.
Kehadiran walisongo bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena Walisongo
menerapakan metode dakwah yang akomodatif dan lentur. Kedatangan para wali ditengah-
tengah masyarakat Jawa tidak dipandang sebagai sebuah ancaman. Para walisongo
menggunakan unsure-unsur budaya lama (Hindu dan Budha) sebagai media dakwah.
Dengan sabar sedikit walisongo memasukkan nilai-nilai ajaran Islam ke unsure-unsur lama
yang sudah berkembang. Metode ini biasa disebut dengan metode  sinkretis.
B. Kontribusi Walisongo
Walisongo memiliki pendekatan yang khas dalam melakukan dakwah kepada
khalayak. Mereka mampu memahami secara detail kondisi sosio-kurtural masyarakat
Jawa. Terdapat beberapa bentuk budaya lama telah dimodifikasi para wali, misalnya:
1) Sunan Kalijaga membolehkan pembakaran kemenyan. Semula pembakaran kemenyan
menjadi sarana dalam upacara penyembahan para dewa tetapi oleh Sunan Kalijaga
fungsinya diubah sebagai pengharum ruangan ketika seorang muslim berdoa. Dengan
suasana ruangan yang harum itu, diharapkan doa dapat dilaksanakan dengan lebih
khusuk.
2) Sunan Kudus melarang penyembelihan lembu bagi masyarakat muslim di Kudus.
Larangan ini adalah bentuk toleransi terhadap adat istiadat serta watak masyarakat
setempat yang sebelumnya yang masih kental dengan agama Hindunya. Dalam
keyakinan Hindu, lembu termasuk binatang yang dikeramatkan dan suci.
3) Para wali mengadopsi bentuk atap mesjid yang bersusun tiga, yang merupakan
peninggalan tradisi lama (Hindu). Namun, para wali memberikan penafsiran baru
terhadap bentuk atap susun tersebut. Bentuk atap itu merupakan melambangkan iman,
Islam, dan ihsan.

3
Apa yang disebutkan merupakan beberapa contoh akomodasi yang dikembangkan
oleh para wali dalam melaksanakan dakwah Islam di Jawa khususnya. Namun demikian
sesungguhnya kontribusi walisongo dalam penyiaran Islam di Jawa sangat besar sesuai
kapasitas personal yang dimilikinya.
C. Biografi Walisongo
1. Syaikh Maulana Malik Ibrahim (w. 882 H/ 1419 M)
Ada perbedaan pendapat terkait asal usul Syaikh Maulana Malik Ibrahim, ada
pendapat berasal dari Turki dan ada pendapat lain menyatakan berasal dari Kashan
sebuah tempat di Persia (Iran) sebagaimana tercatat pada prasasti makamnya. Syaikh
Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ahli tata negara yang menjadi penasehat raja,
guru para pangeran dan juga dermawan terhadap fakir miskin. Menurut Babad ing
Gresik beliau datang bersama kawan-kawan dekatnya dan berlabuh di Gresik pada
tahun 1293/1371 M. Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan Ali Zainal
Abidin cicit Nabi Muhammad Saw.
Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik bermukim di Gresik untuk
menyiarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada tanggal 12 Rabiul awwal 822 H,
bertepatan dengan 8 April 1419 M dan di makamkan di desa Gapura kota Gresik.
Makamnya banyak diziarahi masyarakat hingga sekarang. Sunan Gresik dianggap
sebagai penyiar Islam pertama di tanah Jawa, sehingga dianggap sebagai Ayah dari
Walisanga.
2. Sunan Ampel atauRadenRahmat (w. 1406 M)
Raden Rahmat adalah putra cucu Raja Champa, ayahnya bernama Ibrahim As-
Samarkandi yang menikah dengan Puteri Raja Champa yang bernama Dewi Candra
Wulan. Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit, karena bibinya Dewi
Dwara Wati diperistri Raja brawijaya, dan istri yang paling disukainya. Raden Rahmat
berhenti di Tuban dan ditempat itu beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat
yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian masuk Islam keduanya
beserta keluarganya.
Dengan masuk Islamnya Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, usaha Sunan
Ampel semakin mudah dalam mendekati masyarakat dan melakukan dakwah Islam,
sedikit demi sedikit mengajarkan Ketauhidan dan Ibadah. Sunan Ampel wafat pada
tahun 1406M. Beliau dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Sampai
sekarang makam beliau banyak dikunjungi peziarah dari berbagai derah diseluruh
pelosok Indonesia.
3. SunanBonang atau Makhdum Ibrahim (w.1525 M)
Raden Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dari istri yang
bernama Dewi Candrawati. Sunan Bonang dikenal sebagai ahli Ilmu Kalam dan Ilmu
Tauhid. Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai, kemudian sekembalinya

4
dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di daerah Tuban. Santri
yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim, berasal dari penjuru daerah di
Tanah Air.
Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan
Bonang) mempunyai keunikan dengan cara mengubah nama-nama dewa dengan nama-
nama malaikat sebagaimana yang dikenal dalam Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai
upaya persuasif terhadap penganut ajaran Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk
sebelumnya. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban,
daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis perjuangan dakwahnya.
4. Sunan Kalijaga atau Raden Syahid (w. abad 15)
Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Sahid, beliau juga dijuluki Syekh
Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta keturunan
Ranggalawe yang sudah Islam dan menjadi bupati Tuban, sedangkan ibunya bernama
Dewi Nawangrum. Sunan kalijaga merupakan salah satu wali yang asli orang Jawa.
Sebutan Kalijaga menurut sebagian riwayat berasal dari rangkaian bahasa
Arab qadi zaka yang artinya ‘pelaksana’ dan ‘membersihkan’. Menurut pendapat
masyarakat Jawa memberikan arti kata qadizaka dengan Kalijaga, yang berarti
pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan. Sunan Kalijaga
meninggal pada pertengahan abad XV dan makamnya ada di desa Kadilangu,
Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
5. Sunan Giri atau Raden ‘Ainul Yaqin (w. Abad 15)
Raden ‘Ainul Yaqin (Raden Paku) adalah putra dari Syekh Maulana Ishaq (murid
Sunan Ampel). Raden ‘Ainul Yaqin dan dikenal dengan sebutan Sunan Giri. Sunan
Giri merupakan saudara ipar dari Raden Fatah, di karenakan istri mereka bersaudara.
Raden ‘Ainul Yaqin kecil di bawah asuhan seorang wanita kaya raya yang bernama
Nyai Gede Maloka atau Nyai Ageng Tandes. Setelah menginjak dewasa, Raden ‘Ainul
Yaqin menimba ilmu di Pesantren Ampel Denta (Surabaya) milik Sunan Ampel. Di
sini ia bertemu dan berteman baik dengan putra Sunan Ampel yang bernama Maulana
Makdum Ibrahim.
Ketika hendak melaksanakan ibadah haji bersama Sunan Bonang, keduanya
menyempatkan singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu keimanan dan tasawuf.
Pada sebuah kisah diceritakan bahwa Raden Paku bisa mencapai tingkatan ilmu laduni.
Dengan prestasi yang dicapainya inilah, Raden Paku juga terkenal dengan panggilan
Raden ‘Ainul Yaqin. Sunan Giri meninggal sekitar awal abad ke-16, makam beliau ada
di Bukit Giri, Gresik.
6. Sunan Drajad atau Raden Qasim (w. 1522 M)
Sunan Drajad memiliki nama asli Raden Qasim. Disebut Sunan Drajad karena
beliau berdakwah di daerah Drajad kecamatan Paciran Lamongan. Masyarakat juga

5
menyebutnya sebagai Sunan Sedayu, Raden Syarifudin, Maulana Hasyim, Sunan
Mayang Madu. Raden Qasim adalah putra Sunan ampeldariistrikeduayangbernama
Dewi Candrawati. Raden Qasim mempunyai enam saudara seayah-seibu, diantaranya
Siti Syareat (istri R. Usman Haji), Siti Mutma’innah (istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri
R. Ahmad, Sunan Malaka) dan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Di
samping itu, ia mempunyai dua orang saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah
(istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri Sunan Giri). Sedangkan istri Sunan Drajad,
yaitu Dewi Shofiyah putri Sunan Gunung Jati.
7. Sunan Kudus atau Raden Ja’far Shadiq (w.1550 M)
Sunan Kudus biasa juga dikenal Ja’far Sadiq atau Raden Undung, beliau juga
dijuluki Raden Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai pimpinan Jama’ah Haji
(Amir). Dikenal sebagai seorang pujangga cerdas yang luas dan mendalam
keilmuannya.
Ja’far Sadiq (Sunan Kudus) merupakan putra Raden Usman Haji yang
menyebarkan agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Dalam
silsilah, Sunan Kudus masih keturunan Nabi Muhammad Saw. Tercatat detail dalam
silsilah: Ja’far Sadiq bin R. Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi
bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubra bin
Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali ra.
Sunan Kudus juga dikenal dengan julukan wali al-ilmi, karena sangat menguasai
ilmu-ilmu agama, terutama tafsir, fikih, usul fikih, tauhid, hadits, serta logika. Sunan
Kudus juga dipercaya sebagai panglima perang Kesultanan Demak. Ia mendapat
kepercayaan untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus, sehingga ia menjadi
pemimpin pemerintahan (Bupati) sekaligus pemimpin agama. Sunan Kudus meninggal
di Kudus pada tahun 1550, makamnya berada di dalam kompleks Masjid Menara
Kudus.
8. Sunan Muria atau Raden Umar Said (w. abad 15)
Sunan Muria adalah putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya
adalah Raden Umar Said, semasa kecil ia biasa dipanggil Raden Prawoto. Dikenal
sebagai Sunan Muria karena pusat dakwah dan bermukim beliau di Bukit Muria.
Dalam dakwah, beliau seperti ayahnya. Ibarat mengambil ikan “tidak sampai keruh
airnya”. Dalam sejarah tidak diketahui secara persis tahun meninggalnya dan menurut
perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria,
Kudus.
9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (w. 1570 M)
Dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, nama asli beliau adalah Syarif
Hidayatullah. Beliau adalah salah seorang dari Walisanga yang banyak memberikan

6
kontribusi dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa
Barat. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.
Dalam bukunya Sadjarah Banten, Hoesein Djajadiningrat menyatakan kedua
nama yaitu Fatahillah dan Nurullah merupakan nama satu orang. Nama aslinya adalah
Nurullah, kemudian dikenal juga dengan nama Syekh Ibnu Maulana. Nurullah yang
kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati berasal dari Pasai. Penguasaan
Portugis atas Malaka pada 1511 dan akhirnya Pasai pada tahun 1521 membuat
Nurullah tidak tinggal lama di Pasai. Beliau segera berangkat ke Mekah untuk
melaksanakan ibadah haji. Setelah kembali dari Tanah Suci pada tahun 1524, lalu
langsung menuju Demak dan beristri adik Sultan Trenggana.
Atas dukungan dari Sultan Trenggana, beliau berangkatlah ke Banten untuk
mendirikan sebuah pemukiman muslim. Kemudian dari Banten, Nurullah melebarkan
pengaruhnya ke daerah Sunda Kelapa. Di sini, pada tahun 1526 dia berhasil mengusir
bangsa Portugis yang hendak mengadakan kerja sama dengan Raja Padjajaran. Berkat
kemenangannya ini, Nurullah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Di
Banten, beliau meninggalkan putranya yang bernama Hasanuddin untuk memimpin
Banten. Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada tahun 1570 dan usianya diperkiran
sekitar 80 tahun. Makamnya terdapat di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga di
Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa Barat.
D. Peran Walisongo dalam peradaban di Indonesia
Dakwah Islam pada masa awal lebih bertumpu pada usaha para saudagar secara
perorangan, namun ketika mereka telah berhasil masuk ke pemangku kebijakan
(kerajaan), dakwah Islam berkembang sangat pesat. Kemajuan dakwah Islam di
Indonesia cukup besar, hal ini disebabkan para adipati atau raja mereka masuk Islam.
Sehingga penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang pada masa berikutnya
dilanjutkan oleh para penguasa dan para wali sebagai penasehat dalam pemerintahan.
Hal ini turut memberi kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan agama
Islam dan sekaligus kebudayaan di tanah Indonesia.
Dalam bidang pendidikan, seluruh ulama’ penyebar Islam di Indonesia dan juga
para walisanga menjadikan masjid atau pesantren sebagai pusat dakwahnya. Mereka
mendidik dan mengajari masyarakat tentang agama Islam dan bidang  lainnya.
Keberadan pesantren atau masjid dalam dakwah menjadi dasar terbentuknya
lembaga pendidikan di wilayah Indonesia.
Dalam bidang seni arsitektur, pembangunan masjid diutamakan sebagai rumah
ibadah sekaligus pusat kegiatan umat. Banyak masjid yang didirikan oleh para wali yang
mengembangkan gaya arsitektur yang indah dengan sentuhan etnik dan budaya lokal,
contohnya, dalam pembangunan Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan
Cirebon, Masjid Agung Banten, Menara Kudus, dan Masjid Agung Baiturrahman Aceh.

7
Keindahan arsitektur maupun ornamennya merupakan khazanah kebudayaan yang harus
dijaga kelestariannya. Lebih dari itu, sentuhan budaya setempat menjadikan kehadiran
masjid dapat diterima oleh rakyat, tanpa terjadi penolakan atau gejolak sebagai akibat
adanya transisi ke agama baru.
 Dalam bidang seni dan budaya, para wali, ulama, dan mubalig mampu
membangun keharmonisan antara budaya atau tradisi lama dengan ajaran Islam. Kita
mengenal di tanah Jawa kesenian wayang yang berdasar cerita Hindu Ramayana dan
Mahabarata sebagai sarana dakwah para wali dan mubalig. Wayang merupakan
peninggalan tradisi lama diolah dan diterjemah kembali oleh para wali dengan
mengganti isinya dengan ajaran Islam. Untuk mengiringi pementasan wayang, kita
kenal gamelan dan gending. Di samping seni yang memadukan dua unsur budaya, kita
juga mengenal masuknya seni budaya Islam Timur Tengah ke Tanah Air seperti rebana
dan qasidah.
 Bidang kebudayaan, adat-istiadat yang berkembang di Indonesia banyak
terpengaruh oleh peradaban Islam. Di antaranya adalah ucapan salam kepada setiap
kaum muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintah.
Misalnya presiden kita jika ingin berbicara baik di dalam forum resmi atau tidak, selalu
menggunakan ucapan salam berupa kalimat "Assalamu alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh" dan banyak lagi yang lainnya. Hal itu menandai adanya pengaruh adat-
istiadat Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pengaruh lainnya
adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dan doa, yang merupakan pengaruh dari
tradisi Islam yang lestari. Misalnya, ucapan “bismillah” ketika akan melakukan sesuatu
pekerjaan, juga bacaan “alhamdulillah” dalam setiap nikmat.
Demikian pula dalam bidang politik, ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami
masa kejayaan, banyak sekali unsur politik Islam yang berpengaruh dalam sistem
politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam. Misalnya tentang konsep khalifatullah fil
ardli dan dzillullah fi ardli. Kedua konsep ini diterapkan pada pemerintah kerajaan
Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram. Di samping itu pada tata kota
wilayah Indonesia banyak mengadaptasi sistem tata kota Islam yang memadukan
antara keraton sebagai tempat aktivitas pemerintahan, masjid sebagai tempat ibadah,
pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat dan alun-alun sebagai tempat berkumpulnya
masyarakat.
E. Teladan Spiritual dan Intelektual dari Walisongo yang harus diteladani
Walisongo telah menunjukan peranan yang sangat berharga dalam menyiarkan
Islam di tanah jawa. Melihat keberhasilan dakwah walisongo, maka sebagai generasi
muda Islam, harus dapat meneladani kepribadianya diantaranya melalui:

8
1. Sebagai generasi muda harus senantiasa mempertebal keimanan dan ketakwaan
kepada Allah swt., karena hal itu adalah modal yang paling utama yang harus
dimiliki.
2. Tuntutan perkembangan zaman mengharuskan generasi muda untuk memperdalam
penguasaan ilmu, baik ilmu agama maupun pengetahuan lainnya, sehingga dapat
memberikan manfaat baik bagi diri sendiri khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
3. Unutuk mendapatkan kemuliaan dihari esok, maka generasi muda harus bersedia
berjuang dalam rangka meninggikan agama Allah, sesuai bidang yang ditekuninya.
4. Mengembangkan jalinan silaturahmi dengan cara-cara yang bijaksana, sehingga akan
melahirkan ukhuwah Islamiyah.
5. Diperlukan keahlian untuk menyampaikan kebenaran dan kebaikan dengan
menggunakan cara-cara yang cerdas dan simpatik, sehingga mudah diterima orang
lain yang menjadi sasaran dakwah.
Dalam setiap situasi dan keadaan senantiasa menunjukkan kepribadian yang luhur
serta menghindarkan diri dari sifat-sifat yang kurang terpuji. Demikian beberapa sikap
yang dapat diungkapkan, sebagai upaya meneladani kepribadian dan perjuangan
Walisongo. Wujudkan sikap-sikap tersebut dalam diri dan kepribadianmu.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Walisongo berarti sembilan wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan
Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan.
Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga
dalam hubungan guru-murid.
Mereka tinggal di pantai uatara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad
16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gersik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-
Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para
intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan
berbagai bentuk peradapan baru : mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga
kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Era walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu – Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran
Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga
pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,
membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

9
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat menjadi tambahan ilmu
pengetahuan tentang peran walisongo terhadap peradaban Indonesia serta teladan spiritual
dan intelektual dari walisongo. Kami sarankan agar pembaca mencari referensi lain untuk
menambah wawasan Anda. Kami mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat
kesalahan baik dalam segi tulisan, tanda baca, maupun kesalahan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://ariefbopcess.blogspot.com/2014/12/peran-walisongo.html
https://pakjwsi.blogspot.com/2020/09/biografi-teladan-spiritual-dan-fase.html
http://mbahduan.blogspot.com/2012/04/makalah-peranan-walisongo.html

10

Anda mungkin juga menyukai