Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TEOLOGI ISLAM

SEKTE JABARIYAH DAN QADARIYAH

OLEH :
M. AHSANAL KAWAKIBI
2197204002

PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HASYIM ASY-‘ARI
JOMBANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ I


BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................... 3
A. Aliran Jabariyah ........................................................................................................................ 3
1. Pengertian Jabariyah ................................................................................................................ 3
2. Dasar-dasar aliran Jabariyah .................................................................................................... 4
3. Doktrin-doktrin Jabariyah........................................................................................................ 5
4. Tokoh-tokoh Aliran Jabariyah ................................................................................................. 5
5. Sekte-sekte dalam Jabariyah .................................................................................................... 6
B. Aliran Qadariyah....................................................................................................................... 7
1. Pengertian Qadariyah .............................................................................................................. 7
2. Dasar-dasar aliran Qodariyah .................................................................................................. 7
3. Doktrin-doktrin aliran Qodariyah ............................................................................................ 8
4. Tokoh-tokoh Aliran aliran Qodariyah ..................................................................................... 9
5. Sekte-sekte dalam aliran Qodariyah ...................................................................................... 10
BAB III .................................................................................................................................................. 12
PENUTUP ............................................................................................................................................. 12
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 13

I
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam
yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran
Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada
periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding
persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama
periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu
Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan
kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut
sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga
diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran
dasar dari agama1. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang
mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam.
Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di
bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu,
meningkat menjadi persoalan teologi.

Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat


mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai
persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada
aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para
malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk
memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia,
kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan
berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah
serta aliran-aliran lainnya2.

1
Syuhada, Aminudin H. Akidah Akhlaq Madrasah Aliyah kelas XI. (Jakarta : BA Printing, 2021), 23.
2
Suhaimi. Integrasi Aliran Pemikiran Keislaman: Pemikiran Qadariyah Dan Jabariyah Yang Bersandar
Dibalik Legitimasi Al-Qur’an. Vol. 4, No. 2 (Pamekasan , Universitas Madura, 2018), 109.
1
Pada tulisan ini tidak akan membahas secara konprehensif tentang penyebab
munculnya berbagai sekte atau macam-macam sekte, namun secara spesifik akan
membahas masalah golongan Qadariyah dan Jabariyah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Aliran Jabariyah dan Qadariyah?
2. Apa Dasar-dasar Aliran Jabariyah dan Qadariyah?
3. Bagaimana Doktrin Aliran Jabariyah dan Qadariyah?
4. Siapa Tokoh-tokoh Aliran Jabariyah dan Qadariyah?
5. Bagaimana Sekte-sekte Aliran Jabariyah dan Qadariyah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Aliran Jabariyah dan Qadariyah.
2. Untuk Mengetahui Dasar-dasar Aliran Jabariyah dan Qadariyah.
3. Untuk Mengetahui Doktrin Aliran Jabariyah dan Qadariyah.
4. Untuk Mengetahui Tokoh-tokoh Aliran Jabariyah dan Qadariyah.
5. Untuk Mengetahui Sekte-sekte Aliran Jabariyah dan Qadariyah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Jabariyah
1. Pengertian Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa,
sedangkan menurut al-Syahrafani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada
Allah SWT. Oleh karena itu, aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia
tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam
keadaan terpaksa3.
Aliran Jabariyah muncul bersamaan dengan munculnya aliran Qadariyah
(sekitar tahun 70 H/689 M). Kemunculan dua aliran ini merupakan akibat tindakan
kekejaman dan kesewenang-wenangan Muawiyah bin Abu Sofyan Hanya saja
kedua aliran tersebut memberikan reaksi yang berbeda. Aliran Qadariyah
memberikan reaksi menentang dan menyerang. Sedangkan, aliran Jabariyah justru
sebaliknya, yaitu pasrah, menyerah, dan mengembalikan segala sesuatunya kepada
Allah Swt Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan Mu'awiyah sebagai
pembenar segala tindakan politiknya4.
Paham Jabariyah dalam sejarah teologi Islam pertama kali dikemukakan oleh al-
Ja'd bin Dirham5. Tetapi yang menyebarkannya adalah Jahm bin Safwan. Jahm bin
Safwan adalah tokoh yang paling terkenal sebagai pelopor atau pendiri paham
Jabariyah. Paham ini juga identik dengan paham Jahmiyah dalam kalangan Murji'ah
sesuai dengan namanya. Jahm bin Safwan terkenal pandai berbicara dan berpidato 6
menyeru manusia ke jalan Allah dan berbakti kepada-Nya sehingga banyak sekali
orang yang tertarik kepadanya.
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :

3
Muliati. Paham Qadariyah Dan Jabariyah. Vol. 3, No. 2 (Parepare : STAIN Parepare, 2016), 258.
4
Syuhada, Aminudin H. Akidah Akhlaq Madrasah Aliyah kelas XI. (Jakarta : BA Printing, 2021), 27.
5
Suhaimi. Integrasi Aliran Pemikiran Keislaman: Pemikiran Qadariyah Dan Jabariyah Yang Bersandar
Dibalik Legitimasi Al-Qur’an. Vol. 4, No. 2 (Pamekasan , Universitas Madura, 2018), 114.
6
Jamaluddin. Anwar, Shabri S. Ilmu Kalam : Khazanah Intelektual Pemikiran dalam Islam. (Riau : PT. Indragiri
Dot Com, 2020), 87.
3
a. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap
perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang
menentukannya.
b. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
d. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
e. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk
ciptaanNya.
f. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.

2. Dasar-dasar aliran Jabariyah


Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab
tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan
kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga
menyebabakan mereka kepada paham fatalism7. Terlepas dari perbedaan pendapat
tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Al-Qur’an sendiri banyak terdapat ayat-ayat
yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:
a. QS. Ash-Shafaat ayat 96 : Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu
dan apa yang kamu perbuat itu".
b. QS. Al-Anfal ayat 17 : Artinya: “......dan bukan kamu melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.”
c. QS. al-Hadid ayat 22: Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi
dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab
(Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
d. QS. Al-Insan 30 : Artinya: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu),
kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.”

7
Nasution, Harun, Teologi Islam ‘Aliran-’Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet. V. (Jakarta: Universitas
Indonesia UI-Press, 2011), 23.
4
3. Doktrin-doktrin Jabariyah
Menurut Asy-Syarastānī, Jabarīyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
ekstrim dan moderat8. Di antara doktrin Jabarīyah ekstrim berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia bukan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri,
tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Diantara pemuka Jabarīyah Ekstrin
adalah Abū Mahrus Jahm ibn Shofyan. Ia berasal dari Khurasan, bertempat tinggal
di Khufah ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator) ia menjabat sebagai
sekretaris Hariṡ ibn Surais, seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani
Umayyah di Khurasan. Pendapatnya yang berkaitan dengan persoalan teologi
adalah sebagai berikut :
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surga dan neraka tidak kekal.

Pendapat ekstrim yang kedua adalah Ja’ad ibn Dirham seorang maulana Bani
Hakim, tinggal di Damaskus, doktrinnya sebagai berikut :

a. Al-Qur’an itu adalah mahluk.


b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara,
melihat dan mendengar.
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segalagalanya 9.

4. Tokoh-tokoh Aliran Jabariyah


d. Ja’ad bin Dirham (+/- 100 H.)
Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia
dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan
teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar dilingkungan pemerintah Bani
Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang controversial, Bani
Umayyah menolaknya. Kemudian Al-Ja’ad lari ke Kufah dan di sana ia
bertemu dengan Jahm, serta mentransfer pikirannya kepada Jahm untuk
dikembangkan dan disebarluaskan.
e. Jahm bin Shafwan (+/- 130 H.)
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Safwan. Ia berasal dari
Khurasan, bertempat tinggal di Khufah; ia seorang da’i yang fasih dan lincah

8
Muliati. Paham Qadariyah Dan Jabariyah. Vol. 3, No. 2 (Parepare : STAIN Parepare, 2016), 259.
9
Abdul, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Cet. II. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 67.
5
(otrator); ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang
menentang pemerintah Bani Umayyah di Khurasan.
f. An-Najjar (+/- 200 H.)
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230
H). Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah10.

5. Sekte-sekte dalam Jabariyah


Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah 11, yaitu :
g. Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang
yang paling berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran
Jahmiyah yang terpenting adalah al Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha
Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat
yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (‘alim),
karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan
dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
h. Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H
/ 845 M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap
diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan
menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki manfaat
dan mudzarat.
i. Dirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua
pemimpin tersebut sepakat meniadakan sifat – sifat Tuhan dan keduanya juga
berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam
pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ‘ajiz (lemah).

Dari ketiga golongan ini, syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua bagian


besar. Pertama, Jabariyah murni yang berpendapat bahwa baik tindakan maupun
kemampuan manusia melakukan seutu kemauan atau perbuatannya tidak efektif

10
Syuhada, Aminudin H. Akidah Akhlaq Madrasah Aliyah kelas XI. (Jakarta : BA Printing, 2021), 27.
11
Al-Syahrastani, Muhammad ibn ‘Abd al-Karim, al-Milāl wa al-Nihāl. 85.
6
sama sekali. Kedua Jabariyah moderat yang berpandangan bahwa manusia
mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan perbuatannya.

B. Aliran Qadariyah
1. Pengertian Qadariyah
Kata Qadariyah berasal dari kata kerja qadara yang ber makna memutuskan (to
decree or to decide). Di samping ber makna memutuskan kata itu juga mengandung
makna memi liki kekuatan atau ke mampuan (to posses strength or ability)." Dalam
disiplin Ilmu Kalam istilah Qadariyah itu dipakai bagi nama suatu aliran yang
memberikan penekanan atas kebe basan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan nya12.
Madzhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H/689 M. Tokoh utama madzhab
Qadariyah adalah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimashqi 13. Ma’bad pernah
berguru pada Hasan al-Basri bersama Wasil ibn Ata’, jadi beliau termasuk tabi’in
atau generasi kedua setelah Nabi. Sedangkan Ghailan semula tinggal di Damaskus.
Ghailan seorang yang ahli dalam berpidato sehingga banyak orang yang tertarik
dengannya. Kedua tokoh ini yang menyebarkan paham-paham Qadariyah.
Menurut pandangan KH. Ach. Masduki, seorang tokoh NU yang pernah
menjabat sebagai Wakil Rois ‘Am PWNU Jatim, menyatakan bahwa paham dari
golongan Qadariyah ini juga merupakan sebagian dari paham Mu’tazilah. Oleh
karena itu golongan Qadariyah juga boleh dinamakan Mu’tazilah Qadariyah14.

2. Dasar-dasar aliran Qodariyah


Dasar pemikiran paham Qadariyah yang paling menonjol adalah masalah
perbuatan manusia dan kekuatan Tuhan. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa
manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan, memilih, dan mewujudkan
perbuatannya, dan di akhirat mereka harus mempertanggungjawabkan semua
perbuatannya15. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa Tuhan telah
memberikan daya kepada manusia dan telah memberikan aturan-aturan hidup yang
sangat jelas dengan berbagai akibat dan konsekuensinya. Semuanya diserahkan
kepada manusia untuk memilihnya, mau berbuat baik dan berpahala ataukah berbuat

12
Yusuf, Yunan. Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam. Cet II. (Jakarta : Prenada Media. 2016), 57-58.
13
Suhaimi. Integrasi Aliran Pemikiran Keislaman: Pemikiran Qadariyah Dan Jabariyah Yang Bersandar
Dibalik Legitimasi Al-Qur’an. Vol. 4, No. 2 (Pamekasan , Universitas Madura, 2018), 110.
14
KH.Ach. Masduki, Konsep Dasar Pengertian Ahl al-Sunnah Waal-Jama’ah (Surabaya: Pelita Dunia, 1994),
81.
15
Jamaluddin. Anwar, Shabri S. Ilmu Kalam : Khazanah Intelektual Pemikiran dalam Islam. (Riau : PT.
Indragiri Dot Com, 2020), 80.
7
buruk dan disiksa. Semua perbuatan yang dilakukan manusia tidak bisa keluar dari
tanggung jawabnya. Hal inilah yang disebut keadilan Tuhan.
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar
belakang lahirnya paham Qodariyah, diantaranya yakni Al-Qur'an Surah Al-Kahf
ayat 29 yang artinya “Barangsiapa menghendaki (berimani hendaklah ia beriman
dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir...” (QS Al-Kahf [18] 29)
Ada pula dasar lain yang digunakan oleh aliran Qadariyah yaitu firman Allah
SWT dalam Surah Ar-Ra'd ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka
sendiri.” (QS Ar-Ra'd [13] 11)16

3. Doktrin-doktrin aliran Qodariyah


Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri17.
Dalam kitab al-Milāl wa al-Nihāl, pembahasan masalah Qadarīyah disatukan
dengan pembahasan doktrindoktrin Muʻtazilah, sehingga perbedaan antara kedua
paham ini kurang begitu jelas18. Ahmad Amin menjelaskan bahwa doktrin qadar
lebih luas dikupas oleh kalangan Muʻtazilah sebab paham ini juga menjadikan salah
satu dokrtin Muʻtazilah. Akibatnya sering kali orang menamakan Qadarīyah dengan
Muʻtazilah karena kedua aliran ini samasama untuk mewujudkan tindakan tanpa
campur tangan Tuhan19.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa doktrin Qadarīyah pada
dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik atau berbuat jahat. Oleh sebab
itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan berhak

16
Syuhada, Aminudin H. Akidah Akhlaq Madrasah Aliyah kelas XI. (Jakarta : BA Printing, 2021), 28.
17
Nasution, Harun, Teologi Islam ‘Aliran-’Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet. V. (Jakarta: Universitas
Indonesia UI-Press, 2011), 35.
18
Muhammad ibn ‘Abd al-Karim al-Syahrastāni, al-Milāl wa al-Nihāl. 85.
19
Amīn, Aḥmad, Fajr al-Islam. (Beirut Lebanon : Dar al-Kitab al-Kitābī, 1975), 287.
8
masuk surga kelak di akhirat, juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya dan diberi ganjaran siksaan dengan balasan neraka kelak di akhirat.

4. Tokoh-tokoh Aliran aliran Qodariyah


c. Ma’bad Al-Juhani (+/- 60 H)
Ia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 H. Ia
menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesaat itu
terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang
yang mengikutinya juga banyak. Namun bid’ahnya ini mendapat penentangan
yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang
masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
d. Ghailan Ad-Dimasyqi (+/- 90 H)
Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah
menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah
taubat terhadap pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul
Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya. Dialah
yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar
tahun 98 H. Dan juga dalam masalah ta’wil, ta’thil (mengingkari sebagian sifat-
sifat Allah). Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk diantara
yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz 20.
e. Al-Ja’d bin Dirham (+/- 100H)
Dia mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendahulunya dan
meracik antara bid’ah Qadariyah dengan bid’ah Mu’aththilah dan ahli ta’wil.
Kemudian ia menyebarkan pemikiran rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum
muslimin. Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan kepadanya dan
menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia menolak bertaubat. Para
ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja’d ini dan menegakkan hujjah
atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum muslimin yang
terkena racun pemikirannya. para ulama memutuskan hukuman mati atasnya
demi tercegahnya fitnah (kesesatan).
f. Al-jahm bin Shafwan (+/- 120H)
Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu.
Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang
mengoleksi bid’ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid’ah

20
Syuhada, Aminudin H. Akidah Akhlaq Madrasah Aliyah kelas XI. (Jakarta : BA Printing, 2021), 29.
9
baru. Akibat ulahnya muncullah bid’ah Jahmiyah serta kesesatan dan
penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini
banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja’d, bahkan ia menambah
lagi dengan bid’ah ta’thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid’ah ta’wil, bid’ah
irja’, bid’ah Jabariyah, bid’ah Kalam, dan sebagainya. Al-Jahm akhirnya
dihukum mati pada tahun 128 H21.

5. Sekte-sekte dalam aliran Qodariyah


Sesungguhnya aliran Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak,
tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat
madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang
sebelumnya. Namun, tetap saja hal ini berujung dan bersumber pada tiga
pemahaman22 :
a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha
dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan
larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-
bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan
apapun.
b. Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam
penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama
menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya,
sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut
kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak
mengetahuinya.
c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber
terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan
kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis,
tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat
dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua 23, yaitu

21
Yusuf, Yunan. Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam. Cet II. (Jakarta : Prenada Media. 2016), 59.
22
Jamaluddin. Anwar, Shabri S. Ilmu Kalam : Khazanah Intelektual Pemikiran dalam Islam. (Riau : PT.
Indragiri Dot Com, 2020), 86.
23
Muliati. Paham Qadariyah Dan Jabariyah. Vol. 3, No. 2 (Parepare : STAIN Parepare, 2016), 258.
10
a. Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir.
b. Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Paham Jabariyah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak
berdaya. Manusia tidak sanggup mewujudkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan
kehendak dan pilihan bebasnya. Pendeknya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah
dipaksakan Tuhan kepada manusia. Pa-ham Jabariyah terpecah ke dalam dua kelompok,
ekstrim dan moderat.
Qadariyah menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan
memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang
buruk tanpa campur tangan dari Allah S.W.T. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa
manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan
hidupnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozaq, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Cet. II. Bandung: CV Pustaka Setia, 2006.
Yusuf, Yunan. Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam. Cet II. Jakarta : Prenada
Media. 2016.
Al-Syahrastani, Muhammad ibn ‘Abd al-Karim, al-Milāl wa al-Nihāl.
Amīn, Aḥmad, Fajr al-Islam. Beirut, Lebanon : Dar al-Kitab alKitābī. 1975.
Jamaluddin. Anwar, Shabri S. Ilmu Kalam : Khazanah Intelektual Pemikiran dalam
Islam. Riau : PT. Indragiri Dot Com, 2020.
Masduki, Ach. Konsep Dasar Pengertian Ahl al-Sunnah Waal-Jama’ah. Surabaya:
Pelita Dunia, 1994.
Muliati. Paham Qadariyah Dan Jabariyah. Parepare : STAIN Parepare, Vol. 3,No. 2.
2016.
Nasution, Harun, Teologi Islam ‘Aliran-’Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet. V.
Jakarta: Universitas Indonesia UI-Press, 2011.
Suhaimi. Integrasi Aliran Pemikiran Keislaman: Pemikiran Qadariyah Dan Jabariyah
Yang Bersandar Dibalik Legitimasi Al-Qur’an. Pamekasan : Universitas
Madura. Vol. 4,No. 2, 2018.
Syuhada, Aminudin H. Akidah Akhlaq Madrasah Aliyah kelas XI. Jakarta : BA Printing,
2021.

13

Anda mungkin juga menyukai