Anda di halaman 1dari 20

DINASTI-DINASTI KECIL DI BARAT BAGHDAD

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Perdaban Islam (2)

Dosen Pengampu :
M. Naufal Cholily, M.Th.I

Disusun oleh:
1. Luluk Sakilah (07030320098)
2. Mohammad Abrar (07040320131)
3. Nur Hidayati (07020320071)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021

1
DAFTAR I

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..…. 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….…….…. 3
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….…............... 4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….…..……..4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….………. 5
2.1 Dinasti Idrisiayah………………………….. ……………………………….……………5
2.2 Dinasti Aghlabiyah…………………………... …………………………..………………6
2.3 Dinasti Thuluniyah………………………………………………………..………………11
2.4 Dinasti Ikhdisiyah……………………………………………………………………...….15
2.5 Dinasti Hamdaniyah……………………………………………………………………….16
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………... 19
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………...…... 19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpecahan di bidang politik sebenarnya telah muncul sejak pemerintahan Dinasti


Umayyah berakhir, hal itu dikarenakan kekecewaan dan rasa sakit yang dialami oleh sebagian
besar masyarakat atas sistem politik kerajaan yang semena-mena yang mana hal tersebut
mendorong penduduk untuk bangkit dan memberontak. Pemberontakan seperti itu juga terjadi
pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.Namun, pemberontakan-pemberontakan itu dapat
ditumpas pada masa pemerintahan Bani Umayyah, dan masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah
periode pertama1.

Namun, Dinasti Abbasiyah kuat secara politik hanya pada periode pertama saja.
Pada periode selanjutnya, pemerintahan Dinasti Abbasiyah mulai menurun. Masa perpecahan
atau disintegrasi pada masa Abbasiyah juga mermuncul pemerintahan baru selain pemerintahan
Abbasiyah di Baghdad, hal itu terjadi pada masa pemerintahan al-Mutawakkil sampai dengan al-
Muntashim (27 khalifah)2. Pada masa ini hubungan antara Abbasiyah sebagai pusat
pemerintahan dan dinasti-dinasti baru dapat seakan terpecah terbagi menjadi dua; pertama,
dinasti yang menyatakan setia pada khalifah, tetapi tidak mengirimkan hasil pajaknya pada
pemerintahan pusat. Dan yang kedua, Dinasti yang sejak awal pembentukannya sudah
menyatakan tidak tunduk pada Abbasiyah.

Pada periode pertama Dinasti Abbasiyah, muncul fanatisme kebangsaan yang mengambil
bentuk gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti Arab).Gerakan inilah yang menginspirasi banyak
gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Dinasti-dinasti yang tumbuh dan
memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, ada yang berlatar
belakang bangsa Arab, Turki, Persia, dan Kurdi, sebagaimana ada juga yang berlatar belakang
aliran Syi‟ah dan Sunni3.

1
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam II (Jakarta: Ditjen Binbaga Islam,1996) h. 437
2
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 87
3
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan ……….,h.438

3
Pada periode kedua, wibawa khalifah mengalami kemerosotan yang sangat tinggi. Maka
para panglima tentara mengambil alih kekuasaan dari khalifah.Namun, kekuasaan para tentara
itu tidak bertahan lama karena mereka saling berselisih dan tidak didukung penduduk akibat
kedzaliman mereka. Hal itulah yang menjadi latar belakang bermulanya masa disintregasidan
dunia Islam terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan. Pada masa Dinasti Abbasiyah terdapat
dinasti yang cukup besar, namun kebanyakan yang lain adalah dinasti yang kecil-kecil. Di
makalah ini kita akan lebih focus membahas mengenai beberapa„‟ “Dinasti-Dinasti Kecil di
Barat Baghdad “.

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana proses terbentuknya dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad?


B. Bagaimana peran dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad dalam perkembangan peradaban
Islam?

1.3 Tujuan Pembahasan

A. Untuk mengetahui proses terbentuknya dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad


B. Untuk mengetahui peran dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad dalam perkembangan
peradaban Islam

BAB II

PEMBAHASAN

4
2.1 Dinasti Idrisiyah di Maroko (172-375 H/788-926 M)

A . Sejarah Pembentukan

Telah kita ketahui bahwa kesuksesan yang diraih oleh Dinasti Abbasiyah dalam
menumbangkan kekuasaan Dinasti Umayyah tidak lepas dari dukungan dan bantuan beberapa
kelompok, dan memiliki andil yang besar seperti kelompok Alawiyun dan kelompok Syi‟ah.
Mereka beranggapan bahwa jika Dinasti Abbasiyah berkuasa, mereka akan mendapatkan haknya
yang selama ini hilang dan dirampas oleh Dinasti Umayyah. Tetapi, mereka merasa dikhianati
ketika penggulingan berhasil dilakukan dan tidak kunjung diberikan apa yang mereka inginkan,
hal inilah yang menjadikan mereka sebagai keolmpok oposan dan membuat kekuasaan tersendiri
yang terlepas dari Dinasti Abbasiyah.

Karena kekecewaan itulah yang menyebabkan kelompok Alawiyun melakukan pemberontakan


yang dipimpin oleh 2 orang bersaudara dari keturunan Ali bin Abi Thalib yaitu Muhammad (al-
Nafs al-Zakiyyah) dan Ibrahim, Keduanya merupakan putra Abdullah Ibnu Hasan Ibnu Ali.
Akan tetapi pemberontakan mereka dapat dilumpuhkan karena pasukan penguasa Dinasti
Abbasiyah masih sangat kuat dan dalam pertempuran itu 2 bersaudara akhirnya terbunuh.

Ketika khalifah Al-Hadi berkuasa, kelompok Alawiyun kembali melakukan pemberontakan


terhadap Dinasti Abbasiyah di Fakh (kota kecil antara Mekkah dan Madinah) yang dipimpin oleh
Al-Husain Ibnu Ali Ibnu Al-Hasan dan peristiwanya dikenal dengan peristiwa Mauqi‟fakh.
Dalam pertempuran kali ini kelompok Alawiyun kembali gagal dan mengakibatkan Al-Hasan
gugur beserta sejumlah kelompok Alawiyun yang lain, namun ada 2 orang yang berhasil
melarikan diri yaitu Idris Ibnu Abdillah dan Yahya Ibnu Abdillah. Idris melarikan diri ke daerah
barat yaitu Maroko (Afrika Utara) dan dari Idris inilah Dinasti Idrisiyah didirikan.

Wilayah kekuasaan Dinasti Idrisiyah ialah Maghribi (Maroko)4, dinasti ini adalah dinasti
pertama yang beraliran Syi‟ah. Sultan Idrisiyah yang terkenal adalah Yahya IV (905 M-922 M),
dan dalam perkembangannya dinasti ini sempat mengukir sebagai peradaban yang maju pada
masanya. Idris Ibnu Abdillah memilih Maroko sebagai basis kekuatannya dengan beberapa

4
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 275

5
alasan. Pertama, Bangsa Barbar di Maroko menerima kehadirannya dengan tangan terbuka.
Kedua, Maroko cukup kondusif untuk mendirikan kekuasaan yang otonom.

B. Kemajuan yang dicapai

Pemerintahan Idrisiyah mampu melebarkan sayap-sayapnya pada saat Dinasti Idrisiyah dipimpin
oleh Khalifah Idris II sampai Yahya IV. Untuk mendukung pemerintahan mereka, Idris II
merekrut orang-orang Barbar dan menjadikan kota Fez sebagai ibukota pemerintahan pada tahun
808 M. Bahkan kota Fez menjadi kota yang terkenal di Afrika hingga Spanyol. Dinasti Idrisiyah
berperan dalam menyebarkan budaya dan agama Islam ke Bangsa Barbar dan penduduk asli.

C. Kemunduran dan kehancuran

Terjadinya kemunduran dan kehancuran ketika Dinasti Idrisiyah dipimpin oleh Muhammad al-
Muntashir dan beberapa wilayah kekuasaan Dinasti Idrisiyah terjadi perpecahan. Selain itu,
ancaman serius datang dari kelompok Khawarij Rustamiyah yang berkuasa di daerah Aljazair
bagian Barat dan pada akhirnya dapat dikalahkan. Munculnya Dinasti Fathimiyah sebagai
bahaya dan ancaman yang besar bagi Dinasti Idrisiyah dan berhasil mengalahkan serta
melumpuhkannya.

2.2 Dinasti Aghlabiyah (800 M – 909 M)

A. Sejarah Pembentukan

Dinasti Aghlabiyah merupakan sebuah dinasti yang pusat pemerintahannya berada di


Qairawan, Tunisia. Nama dinasti ini dinisbatkan dari nama Ibrahim ibnu al-Aghlab, Ia adalah
seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah, seorang Khurasan yang menjadi perwira
dalam barisan tentara Abbasiyah, seorang yang terkenal dibidang administrasi, dan juga mampu
mengatur roda pemerintahannya dengan baik pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid.
Pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid tersebut di daerah bagian barat Afrika Utara
muncul dua kekuatan yang mengancam stabilitas kekhalifahan Abbasiyah. Kekuatan tersebut
adalah Dinasti Idrisiyah yang beraliran Syiah dan kelompok Khawarij. Dalam rangka
mempertahankan pemerintahan Abbasiyah itulah kemudian Harun al-Rasyid mengirimkan bala
tentaranya ke Ifriqiyah (sekarang Tunisia) di bawah pimpinan ibnu al-Aghlab dan berhasil
menumpas kelompok Khawarij. Dengan keberhasilan yang dicapai itulah, Ibrahim mengusulkan

6
kepada khalifah agar wilayah Ifriqiyah tersebut dihadiahkan kepadanya dan keturunannya secara
permanen. Usulan Ibrahim itu kemudian disetujui khalifah dan secara resmi ia diangkat sebagai
gubernur di Tunis pada tahun 800 M serta diberi hak otonomi secara luas, dan sebagai
imbalannya dia harus membayar upeti tahunan sebesar 40.000 dinar kepada khalifah di
Baghdad.5

Dalam perjalanan selanjutnya, hubungan Ibrahim semakin baik dengan khalifah


Abbasiyah. Setelah satu tahun menjadi amir, khalifah kemudian memberikan hak otonomi penuh
kepada Ibrahim untuk mengatur wilayahnya dan menentukan kebijakan politiknya, termasuk
menentukan penggantinya tanpa campur tangan sedikitpun dari khalifah walaupun secara formal
masih tetap mengakui kekhalifahan Baghdad.6

Dengan demikian Ibrahim ibnu Aghlab membina wilayah ini dengan keturunannya, yang
kemudian dikenal dengan Dinasti Aghlabiyah. Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria
dan Sicilia. Secara periodik, dinasti Aghlabiyah ini dikuasai oleh beberapa penguasanya, yaitu:
Ibrahim bin Aghlab (800-811 M.), Abdullah I 811-816 M, Ziyadatullah bin Ibrahim 816-837 M.,
Abu Iqal bin Ibrahim 837-856 M., Abu Al-Abbas Muhammad 841-856 M., Abu Ibrahim Ahmad
856-864 M., Ziyadatullah II bin Ahmad 863-864 M., Abu Al-Gharanik Muhammad II bin
Ahmad 864-874 M., Ibrahim II bin Ahmad 874-902M., Abu Al-Abbas Abdullah II 902-903 M.,
Abu Mudhar Ziyadatullah III 903-909 M.

B. Kemajuan yang Dicapai

Sosok Ibrahim I adalah sosok panglima militer Abbasiyah yang gagah perkasa.
Penguasa Dinasti Aghlabiyah ini mulai dari Ibrahim I dan para penggantinya mampu menumpas
beberapa pemberontakan yang bermunculan. Kesuksesan para penguasa dalam menumpas para
pemberontak menunjukkan bahwa Dinasti Aghlab merupakan dinasti yang dibangun atas
kekuatan yang mampu memelihara stabilitas politik pemerintahan secara baik. Terdapat
beberapa kemajuan yang dicapai Dinasti Aghlabiyah yang mampu memberikan kontribusi
kepada peradaban Islam. Kemajuan tersebut meliputi:

5
W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, pent. Hartono Hadikusumo,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 109.

6
Ibid…, 160.

7
1). Kemajuan di bidang politik

Salah satu kemajuan Dinasti Aghlabiyah yang terkenal adalah kemajuan dan ketangguhan
militernya. pertama dinasti ini berhasil memadamkan gejolak yang muncul dari Kharijiyah
Barbar di wilayah mereka. Kemudian di bawah Ziyadatullah I, Aglabiyah dapat merebut pulau
yang terdekat dari Tunisia, yaitu Sicilia dari tangan Byzantium 827 M, dipimpin oleh panglima
Asad bin Furat, dengan mengerahkan panglima laut yang terdiri dari 900 tentara berkuda dan
10.000 orang pasukan jalan kaki. Inilah ekspedisi laut terbesar. Ini juga peperangan akhir yang
dipimpin panglima Asad bin Furad karena itu, ia meninggal dalam pertempuran.

Selain untuk memperluas wilayah penaklukan terhadap Sicilia, ekspedisi ini bertujuan
untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Wilayah tersebut menjadi pusat penting bagi
penyebaran peradabanIslam ke Eropa Kristen. Aspek yang menarik pada Dinasti Aghlabiyah
adalah ekspedisi lautnya yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah dan pantai-pantai Eropa
seperti pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Alpen.

Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada
Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII (872–840 M) terpaksa minta
perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada
Aglabiyah.

Pasukan Aglabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M),
Pulau Malta (869 M), menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino
di pantai Barat Italia (890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan
mereka. Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aglabiyah
kaya raya, para penguasa bersemangat membagun Tunisia dan Sicilia. Armada laut dinasti ini
mampu menjelajah pulau-pulau di laut tengah dan pantai-pantai Eropa. Dinasti yang semula
hanya memilki wilayah kegubernuran telah mencuat kekuasaannya hingga ke Eropa, Sisilia,
pulau-pulau yang berdekatan dengan Tunisia, kota-kota Pantai Italia dan kota Roma serta Pantai
Yugoslavia. Kesuksesan yang diraih dinasti ini dalam menaklukkan berbagai wilayah tersebut, di

8
antaranya adalah semangat egalitarianisme, dengan tidak membeda-bedakan antara orang Arab
dengan orang Barbar.7

Di samping itu juga yang tidak kalah pentingnya adalah semangat jihadnya untuk
mengembangkan Islam. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan Ziadatullah I yang menunjuk
seorang faqih mazhab Maliki yang juga penyusun kitab Asadiyat, sebagai komandan perang.
Ulama besar yang berpengaruh ini kemudian mengumandangkan jihad melawan orang-orang
kafir. Semangat pasukan Islam dalam jihad ini sangatlah tinggi dikarenakan pimpinan mereka
adalah orang yang alim dalam beragama.

2). Kemajuan di bidang budaya

Pada masa Dinasti Aghlabiyah beberapa kota dibangun menjadi kota yang megah di
antaranya kota Tunisia dan Sisilia, Ziyadatullah I juga membangun masjid Agung Qairuan,
menara masjidnya yang merupakan warisan dari bentuk bangunan Umayah merupakan bangunan
tertua di Afrika. Oleh karena itulah Qairawan menjadi kota suci keempat setelah Mekah,
Madinah dan Yerussalam. Masjid tersebut disebut masjid terindah dalam Islam karena ditata
sedemikian indah. Sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga
membangun hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara dengan konstruksi dan arsitektur
yang megah pula. Kota sisilia yang dikuasai Dinasti Aghlabiyah ini merupakan wilayah
transformasi ilmu dan kebudayaan Arab dan Islam ke wilayah Eropa.

3). Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan

Dinasti Aghlabiyah juga mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Hal ini
dibuktikan dengan keberadaan kota Qairawan, sebagai pusat penting bagi perkembangan mazhab
Maliki yang menggantikan kota Madinah.8

Di kota ini pula lahir sejumlah intelektual Islam terkemuka mazhab Maliki, di antaranya seperti
Sahnun yang wafat (854 M) pengarang mudawwanat, kitab fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya, yang
wafat (901 M),Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat (902 M), dan Isa bin Muslim, wafat(908 M).
Karya-karya para ulama-ulama pada masa Dinasti Aghlabiyahini tersimpan baik di Masjid

7
Ibid…, 161
8
Ibid…, 162.

9
Agung Qairwan. Dinasti Aghlabiyah merupakan tonggak terpenting dalam sejarah konflik
berkepanjangan antara Asia dan Eropa dibawah pimpinan Ziyadatullah I, Sicilia yang berada di
pulau laut tengah tersebut, dijadikan pangkalan untuk penyerangan daratan-daratan eropa yang
kristen. Distribusi terpenting dalam ekspedisi tersebut adalah menyebarnya peradaban Islam
hingga ke Eropa. Bahkan Renaisas di Itali terjadi karena transmisi Ilmu pengetahuan melalui
pulau itu. Meskipun dinasti ini bukan termasuk dinasti yang besar, akan tetapi kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan dan agama serta kontribusinya terhadap peradaban Islam tampak nyata.

4). Kemajuan di bidang perekonomian

Di bidang ekonomi, pemerintahan Dinasti Aghlabiyah mendapatkan pemasukan dari


beberapa sektor, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan industri. Pada sektor pertanian Dinasti
ini membangun irigasi untuk pertanian, bendungan untuk irigasi, dan juga mengembangkan
perkebunan anggur dan kurma (khususnya di Tunisia Selatan, yang tanahnya kurang subur).
Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan, pos-pos dan
armada angkutan serta lalu lintas perdagangan. Untuk mengembangkan sektor industri, Bani
Aghlabiyah mendirikan manufaktur alat-alat pertanian, pengolahan emas, perak, dan lain-lain.
Kemajuan ekonomi ini menjadikan pemerintahan Dinasti Aghlabiyah dengan segenap
penduduknya hidup dengan relatif makmur. Semua pembangunan dibangun sedemikian rupa
dengan perkembangan arsitektur, ilmu, seni dan dengan nuansa kehidupan keberagamaan.

C. Kemunduran dan Kehancuran

Setelah Bani Aghlabiyah berkuasa selama satu setengah abad, lambat laun dinasti ini
mengalami tangga penurunan tepatnya pada abad ke-IX. Pada akhir abad ke-9, posisi dinasti
Aghlabiyah di Ifrikiyah mengalami kemunduran, dengan masuknya propaganda Syi‟ah yang
dilancarkan oleh Abdullah Al-syi‟ah atas isyarat Ubaidillah Al-Mahdi pendiri dinasti
Fathimiyah, telah menanamkan pengaruh yang kuat. Kesenjangan sosial antar penguasa Aghlab
disatu pihak dan orang-orang Barbar dipihak lain, telah menambah kuatnya pengaruh itu pada
akhirnya membuahkan kekuatan militer. Pada tahun 909, kekuatan militer tersebut berhasil
menggulirkan kekuasaan Aghlabid yang terakhir, Ziyadatullah III sehingga Ziyadatullah pergi ke
Mesir setelah gagal mendapat bantuan dari pemerintahan pusat di Bagdad. Ada juga yang
berpendapat bahwa Ziyadatullah kalah karena tidak mengadakan perlawanan apapun sebelum
dinasti fatimiyah mengadakan invasi. Dan sejak itu pula Ifrikiyah dikuasai oleh orang-orang

10
Syi‟ah yang pada masa selanjutnya membentuk dinasti Fatimiah. Salah satu faktor mundurnya
Aghlabiyah ialah hilangnya hakikat kedaulatan dan ikatan solidaritas sosial semakin luntur.
Kedaulatan pada hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka yang sanggup menguasai rakyat,
sanggup memungut iuran negara, mengirimkan angkatan bersenjata, melindungi perbatasan dan
tak seorang pun penguasa pun berada diatasnya. Jadi intinya adalah kuatnya pasukan yang
dibentuk kelompok Syi‟ah dari sekte Ismailiah ini, mampu menggulingkan Dinasti Aghlabiyah
pada tahun 909 M, yang pada saat itu diperintah oleh Ziadatullah II, dan sekaligus menandai
berdirinya dinasti baru dan terkenal bernama Dinasti Fathimiah. Artinya, Dinasti Aghlabiyah
juga berakhir di tangan Dinasti Fathimiyah. 9

2.3 Dinasti Thuluniyah di Mesir (254 H-292 H / 868 M-905 M)

A. Sejarah Pembentukan

Awal berdirinya dinasti ini tidak bisa dilepaskan dari seorang tawanan perang Turki yang
kemudian dijadikan sebagai pengawal istana menjadi salah satu orang yang berjasa dan setelah
itu ia menerima jabatan penting tersebut yakni menjadi gubernur Mesir. Akan tetapi jabatan itu
tidak dipegangnya tetapi diberikan kepada anaknya yang bernama Ahmad Ibnu Thulun, yang
kemudian ia mendirikan Dinasti Thuluniyah. Dinasti ini merupakan dinasti kecil pertama di
Mesir pada pemerintahan Abbasiyah, yang memperoleh hak otonomi dari Bagdad. Dinasti ini
didirikan oleh Ahmad Ibn thulun, yaitu seorang anak budak dari Asia tengah yang dikirim oleh
panglima tharir bin Husain ke Bagdad untuk dipersembahkan kepada Khalifah Al-Makmun dan
diangkat menjadi kepala pegawai istana.

Ahmad Ibn Tulun ini terkenal dengan sosok yang gagah berani, dan seorang yang
dermawan, hafidz, ahli dibidang sastra dan Militer. Pada mulanya Ahmad Ibn Thulun datang ke
Mesir sebagai wakil gubernur Abbasiyah disana, lalu menjadi gubernur yang wilayah
kekuasaannya sampai ke Palestina dan Suriah. Pada masa Khalifah Al-Mu'taz, Ahmad Ibn
Thulun ditunjuk sebagi wakil di Mesir dan Libya atas bantuan ayah tirinya yang menjabat

9
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan…, 434.

11
sebagai panglima Turki di belahan barat. Pada tahun 263 M Ibnu Thulun secara resmi diangkat
sebagai gubernur Mesir.

Masa ini merupakan masa disintegrasi dan distabilitas politik pemerintahan Abbasiyah.
Situasi itu dimanfaatkan oleh Ahmad bin Thulun dengan memproklamirkan independensi
wilayahnya dan membentuk dinasti Thuluniyah. Meskipun demikian Thuluniyah masih
memperlihakan loyalitasnya pada Bagdad melalui penyebutan nama Khalifah dalam khotbah
jumat dan penulisan nama khalifah pada mata uang, serta pembayaran pajak sejumlah 300.000
dinar. Keberadaan dinasti Thuluniyah di Mesir semakin bertambah besar dan kuat, apalagi
setelah adanya ikatan kuat melalui perkawinan antar Ahmad Ibn Thulun dengan saudara
Yurjukh, sebagai jaminan kedudukan yang diperoleh Thuluniyah. Ahmad Ibn Thlun mulai
mengadakan ekspansi ke wilayah Hijaz disemenanjung Arabiah hingga palestina dan siria pada
tahun 878 M., serta wilayah Sicilia di Asia kecil pada tahun 879 M.

Posisi Ahmad Ibn Thulun yang secara politis menguntungkan bagi penguatan
kekuasaannya tersebut, Al-Muaffaq (salah seorang khalifah Al-Mu'tamid pada saat itu), merasa
iri hati dan ia merencanakan untuk membuat strategi dalam mempengaruhi khalifah agar
menyerang Ahmad sehingga tidak terhindarkan lagi terjadinya benturan fisik antara khalifah Al-
Mu'tamid dengan Ahmad Ibn Thulun. Namun karena mempunyai dukungan dan pasukan yang
tangguh dan terlatih, kedudukan Ahmad IbnThulun masih tetap kokoh dan kuat. Selanjutnya,
Ibnu Thulun melepaskan diri dari kekhalifahan Bani Abbasiyah. Bahkan, ia mampu
menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo, dan Antiokia. Karena itu ia kemudian tidak
hanya menjadikan Mesir sebagai suatu wilayah yang merdeka, akan tetapi juga berkuasa atas
wilayah Syam. Ia lalu membangun armada laut tangguh yang berpangkalan di Akka (Acre)
sebagai upaya pengontrolan dan pengawasan wilayah-wilayah kekuasaannya.

Beberapa saat setelah peperangan tersebut, Ahmad Ibn Thulun menderita sakit, dan lama-
kelamaan sakitnya bertambah parah, akhirnya ia meninggal pada tahun 270 H. Dalam usia 50
tahun dan kekuasannya pun pindah ke tangan putranya yang tertua bernama Al-Khumarwaihi.
Ketika kekuasaan berada di tangan Al-khumarwaihi, yaitu pada tahun 884-895 M. Dinasti
Thuluniyah mencapai kejayaannya pada masa itu pula, khalifah Al-Mu'tamid terpaksa harus
menyerahkan wilayah Mesir, Siria sampai gunung Tauruts dan wilayah Aljazair (Mesopotamia
Utara), kecuali Mosul kepada Al-Khumarwaihi.

12
B. Kemajuan yang Dicapai

Dinasti Thuluniyah mencatat berbagai prestasi diantaranya adalah:10

1). Mendirikan bangunan-bangunan megah, seperti rumah sakit Fustat, masjid Ibnu Thulun, dan
istana khalifah yang kemudian dijadikan sebagai peninggalan sejarah Islam yang sangat bernilai.
Dinasti Thuluniyah mampu mengukir dan memperkaya peradaban Islam yang semasa Dinasti
Umayyah mengalami kemunduran. Kemajuan prestasi dinasti tersebut ialah dalam bidang seni
arsiterktur, telah berdiri sebuah masjid Ahmad Ibn Thulun yang megah, pembangunan rumah
sakit yang memakan biaya cukup besar sampai 60.000 dinar dan bangunan istana Khumarwaihi
dengan balairung emasnya.

Kemewahan dan kemegahan masjid Ahmad Ibn Thulun terletak pada menaranya yng melintang
dan melilit ke atas. Setiap jumat, dimasjid tersebut disediakan dokter khusus untuk mengobati
pasien Cuma-Cuma tanpa melihat agama dan alirannya. Adapun keistimewaan istana Al-
Khumarwaihi terletak pada seluruh dinding balairungnya yang dilapisi emas dan dihiasi dengan
relief dirinya. Istana tersebut dibangun ditengah-tengah kebun yang tumbuh-tumbuhannya sangat
indah, juga terdapat kebun binatang.

2). Memperbaiki nilometer (alat pengukur air) di pulau Raufah yang sangat membantu dalam
meningkatkan hasil produksi pertanian rakyat Mesir.

3). Dalam bidang militer, Thuluniyah mempunyai 100.000 perajurit yang cakap dan terlatih dari
orang Turki dan budak belian dari bangsa Negro. Thuluniyah membangun kubu-kubu pertahanan
dan sebuah benteng yang kokkoh diatas pulau Ar-Raudah.

Pada masa itu juga, banyak dibangun irigasi sebagai sarana pertanian yang terletak di lembah
sungai Nil.

4). Berhasil membawa Mesir pada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat kebudayaan Islam
yang dikunjungi para ilmuwan dari seluruh pelosok dunia Islam.

10
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 276.

13
C. Kemunduran dan Kehancuran

Dinasti Thuluniyah adalah sebuah dinasti Islam yang masa pemerintahannya paling cepat
berakhir. Sepeninggal Khumarawaih, situasi memanas yaitu setelah Abu Asakir al-Jaisy
menggantikan ayahnya yang disebabkan oleh peristiwa pembunuhannya terhadap pamannya
yaitu Mudhar ibnu Ahmad ibnu Thulun. Hal ini menyebabkan gencarnya perlawanan antara
pihaknya dengan para fuqaha dan qadhi yang pada akhirnya kepemimpinan Jaisy dibatalkan.
Lalu diangkatlah Abu Musa Harun sebagai amir yang baru dalam usia 14 tahun. Tampaknya
dengan usia yang relatif masih sangat kecil ini menyebabkan Harun kurang cakap dalam
memimpin pemerintahannya, sehingga dia tidak mampu menghalau suasana yang semakin kacau
pada masanya pemerintahannya. Sementara itu di Syam sendiri, pemberontakan yang dilakukan
oleh Qaramithah juga tidak berhasil dipadamkan. Segera setelah Harun kalah, kepemimpinannya
diambil alih ke tangan khalifah Syaiban bin Thulun. Intinya Selama beberapa tahun menjelang
berakhirnya masa kekuasaan Al-Khumarwaihi, pada dinasti ini mulai kelihatan adanya gejala-
gejala memburuk, yaitu pada tahun 896 M., Al-Khumarwaihi meninggal dan tahta kerajaan
secara berurutan diserahkan kepada Abu Al-Asakir Jaisy Ibn Khumarwaihi, kemudian Harun bin
Khumarwaihi dan Saiban Ibn Ahmad Ibn Thulun. Pada masa kekuasaan yang terakhir (Syaiban),
muncul dan berkembang sekte-sekte keagamaan Qaramithah yang berpusat di gurun Siria.
Melihat keadaan seperti itu, Syaiban tampaknya tidak mempunyai kekuatan untuk
mengendalikan sekte-sekte tersebut, dan bersamaan dengan itu pula khalifah Abbasiyah
mengirimkan pasukan untuk menaklukan Dinasti Thuluniyah serta membawa keluarga dinasti
yang masih hidup ke Bagdad, sampai pada akhirnya khalifah Syaiban terbunuh setelah
ditaklukan. Kemudian setelah itu Dinasti Thuluniyahpun jatuh dan hancur. Dinasti Thuluniyyah
memerintah sampai 38 tahun dan berakhir ketika dikalahkan oleh pasukan Dinasti Abbasiyah.

2.4 Dinasti Ikhsidiyah di Turkishtan (323 H- 357 H / 935 M-969 M)

A. Sejarah Pembentukan

Tidak berselang lama setelah berakhirnya Dinasti Thuluniyah, muncul lagi dinasti baru di Mesir
yang masih keturunan Fraghanahdengan nama Dinasti Ikhsidiyah yang berpusat di

14
Fustat.11Dinasti ini lahir diawali dengan pengangkatan seorang gubernur yang memiliki
kekuasaan dan hak otonom penuh yang kemudian dikelola bersama keluarga dan keturunannya.

Pendiri dinasti ini adalah seorang militer Turki yang telah lama mengabdi kepada khalifah
Abbasiyah yang bernama Muhammad ibnu Tughji.12 Karena keberhasilannya meredam
pemberontakan yang dilakukan oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir,maka ia dianugerahi gelar al-
Ikhsyid. Berkat keberhasilannya tersebut, khalifah menjadi simpati kepadanya.Bahkan karena
kecakapannya, ada salah seorang pangeran Romawi yang bernama Romanus, menyatakan rasa
kagum dan hormat kepadanya.

B.Kemajuan yang Dicapai

Setelah Dinasti Ikhsidiyah berdiri dan mengalami perkembangan, al-Ikhsyid meninggal


dunia.Kemudian kepemimpinan beralih kepada anaknya yang bernama Unujur
dan Ali.Kedua pengganti al-Ikhsyid ini masih anak-anak, sehingga pemerintahan dinasti ini
diserahkan kepada Abu al-Misk Kafur.Di masa pemerintahan Kafur inilah Dinasti Ikhsidiyah
mencapai kegemilangan. Salah satu kehebatan Kafur adalah ia dapat memadamkan
pemberontakan Dinasti Fathimiyah di sepanjang pantai utaraAfrika. Bukan hanya itu saja,
serangan dari Dinasti Hamdaniyah di Suriah Utara juga dapat dipadamkan.Kegemilangan Dinasti
Ikhsidiyah lebih tampak pada kekuatan militernya.Wilayah-wilayah yang pernah ditaklukkan
oleh Dinasti Ikhsidiyah adalah Syam, Palestina, Makkah, dan Madinah.13

Kafur juga membangun istana yang terkenal dengan sebutan Bustan al-Kafur di Raudah.14Dan
pada saat kekuasaan dinasti ini pula muncul beberapa intelektual Muslim ternama antara lain
Abu Ishak al-Marwazi, Hasan ibnu Rasyid al-Misri, Muhammad ibnu Walid al-Tamimi, dan al-
Mutanabbi.

C. Kemunduran dan Kehancuran

11
Alriyadh Blog, Dinasti Kecil di Barat dan Timur Bagdad, https://alriyad20.wordpress.com/2015/04/07/hadits-
mawdhu/., 2015 (Di akses 10, Oktober 2021, pkl. 6:58)
12
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 167
13
Ibid..., 168
14
Ibid…,169

15
Seperti raja-raja lainnya, penguasa Ikhsidiyah terutama sebagai pendiri dinasti, menghabiskan
uang negara dengan boros dan berlebihan demi kesenangan orang-orang dekatnya.Diceritakan
bahwa jatah harian untuk dapur Muhammad mencakup seratus ekor domba, limaratus unggas,
seribu burung dara dan seratus guci gula-gula.Ketika diungkapkan secara puitis kepada Kafur
bahwa gempa bumi yang sering terjadi pada masa itu adalah disebabkan tarian hura-hura yang
dilakukan bangsa Mesir, orang Abisinia yang yang berbangga hati menghadiahkan uang seribu
Dinar kepada penyair yang “Ahli Seismograf” itu.

Tanda-tanda kemunduran Dinasti Ikhsidiyah dimulai setelah Kafur meninggal dunia.Sepeninggal


Kafur kekhalifahan digantikan oleh Ahmad, cucu Muhammad ibnu Tughji.Di zaman Ahmad,
Ikhsidiyah mengalami fase kemunduran dan kehancuran.Selama periode kekuasaannya, dinasti
Ikhsidiah tidak memberikan kontribusi apapun bagi kehidupan seni dan sastra di Mesir maupun
Suriah.Selain itu, tidak ada karya-karya publik yang lahir dari tangan mereka. Refresentasi
terakhir dinasti ini adalah seorang anak lelaki berusia sebelas tahun, Abu Al-Fawaris Ahmad,
pada masanya propaganda Syi‟ah Fathimiyah dilakukan secara gencar oleh Jauhar al-Saqily
Qa‟id al-Muiz Lidnillah al-Fatimi yang berhasil mempengaruhi masyarakat Mesir, sehingga pada
tahun 969 kehilangan kekuasaan atas negerinya dan menyerah kepada jendral tenar dari dinasti
Fatimiyah, Jawhar.15Sehingga pada akhirnya dinasti ini resmi telah jatuh ke tangan Dinasti
Fathimiyah pada tahun 358 H.

2.5 Dinasti Hamdaniyah di Aleppo dan Mousul (317 H – 399 H / 905 M – 1004 M)

A. Sejarah Pembentukan

Ke wilayah utara, Ikhsidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu dinasti Hamdaniyah yang
Syiah.Dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia utara dengan Mosul sebagai ibu kotanya
(929-991), mereka merupakan keturunan Hamdan Ibnu Hamdun dari suku Taghlib.16Gerakan

15
K. Hitti, Philip. History of Arabs (terj). Jakarta: (Serambi Ilmu Semesta. 2006). h.57.

16
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Dunia Islam (Jilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, T.t) h. 120lihatAt-
Thabari, jilid.III, h. 2141.

16
keluarga Hamdani ini sebenarnya sudah ada pada masa khalifah al-Mu‟tadhid, yang waktu itu
tampil dengan aksi menentang khalifah Abbasiyah. Gerakan ini gagal dan akibatnya beberapa
anggota keluarganya ditangkap.Namun akhirnya khalifah Abbasiyah membebaskan mereka,
setelah al-Husain ibnu Hamdan menangkap tokoh khawarij Harun al-Syari. Ketika bani
Abbasiyah diperintah khalifah al-Muqtadir, nasib keluarga Hamdani mengalami perubahan,
keluarga ini banyak memperoleh penghargaan dari khalifah, diantaranya adalah Abu al-Haija‟
Abdullah ibnu Hamdan dijadikan gubernur Mousul (Irak) pada tahun 292 H, sedangkan Sa‟id
pada tahun 312 H juga diangkat menjadi gubernur Nahawand.

Kemudian dua putera dari Abu al-Haija‟ menjadi penguasa Dinasti Hamdaniyah. Kedua
putranya tersebut adalah Muhammad al-Hasan ibnu Abdullah yang bergelar Nashir al-Daulat dan
Abu al-Mahasin ibnu Abdullah yang bergelar Saif al-Daulat.Nashir al-Daulat diangkat sebagai
pengganti ayahnya, di tangannya inilah keluarga Hamdaniyah memiliki kekuasaan otonom di
Mousul. Sedangkan, Saif al-Daulat berkuasa di Aleppo (Suriah), dan ia dikenal sebagai pendiri
Dinasti Hamdaniyah di wilayah Aleppo. Hal ini berarti, Dinasti Hamdaniyah memiliki perbedaan
dengan dinasti kecil yang lain, kalau dinasti kecil lain hanya berpusat pada satu tempat, tetapi
pemerintahan Dinasti Hamdaniyah berpusat pada dua tempat, yaitu cabang Mousul dan cabang
Aleppo. Meskipun Aleppo merupakan bawahan Mousul, namun pada kenyataannya sering
terlihat kedinastian Aleppo lebih mendominasi, lebih kuat, dan tidak bergantung kepada Mousul.

B. Kemajuan yang Dicapai

Prestasi gemilang yang telah diukir oleh Dinasti Hamdaniyah lebih tampak pada wilayah
politiknya.Dinasti ini mampu memainkan peran penting sebagai pagar betis untuk
mempertahankan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang ketika itu berada pada tahap
kemunduran.Bahkan, Dinasti Hamdani ini sebagai suatu kekuatan, yang mampu menahan
pasukan Romawi untuk merebut seluruh wilayah Suriah.Pasukan Hamdani cukup kuat dalam
mempertahankan wilayah Islam.

Disamping bidang tersebut Dinasti Hamdaniyah jugamenaruh perhatiannya yang cukup besar
terhadap dunia intelektual. Hal ini terbukti di masa dinasti ini muncul sejumlah nama-nama

17
intelektual Muslim, yakni al-Farabi, al-Isfahani, dan al-Firas.Meskipun dinasti ini bukanlah
dinasti yang besar, tetapi pencapaiannya jelas nampak.

C. Kemunduran dan Kehancuran

Meninggalnya Saif al-Daulat pada tahun 976 M, menyebabkab kepemimpinannyaberalih


kepada putranya yaitu Sa‟ad al-Daulat Syarif I yang kemudian secara berturut-turut dipegang
oleh Sa‟d Daulat Sa‟d, Ali II, Syarif II. Berbeda dengan Saif al-Daulat, para penggantinya ini
kurang memiliki kecakapan dalam memimpin, terutama dalam mengimbangi kekuatan-kekuatan
asing yang besar waktu itu yaitu Bani Buwaihi, Romawi, dan Fathimiyah.Akhirnya, pada tahun
1004 Mdinasti Hamdaniyah berhasil dikuasai oleh Dinasti Fathimiyah.

Syaif Al-Daulah mencapai kemasyurannya dalam sejarah Arab terutama karena perhatian
dan sokongannya yang besar dalam bidang pendidikan dan dalam skala yang lebih kecil, karena
aksinya membangkitkan kembali semangat perlawanan terhadap musuh-musuh Islam dari
kalangan Kristen setelah sekian lama tidak dilakukan oleh para penguasa muslim. Setelah
memapankan posisinya di Suriyah Utara, pedang dinasti Hamdaniyah dimulai pada tahun 947
mulai mengadakan serangan reguler setiap tahun ke Asia Kecil, hingga saat kematiannya dua
puluh tahun kemudian, tidak satu tahunpun terlewatkan tanpa peperangan melawan Yunani.
Awalnya keberuntungan berpihak pada Sayf.Dia berhasil merebut Mar‟asy diantara kota-kota
perbatasan lainnya.Tetapi kepemimpinan cemerlang Nicephorus Phocas dan Jhon Tzimisces,
yang keduanya kelak menjadi Kaisar, berhasil menyelamatkan Bizantium.Pada tahun 961
Nicephorus berhasil merebut Aleppo, kecuali benteng pertahanannya. Di kota itu ia membunuh
tak kurang dari sepuluh ribu pemuda, membinasakan seluruh tawanan dan menghancurkan istana
Sayf Al-Dawlah. Pada awal masa kekuasaan Kaisar itu, dua belas ribu orang Banu Habib dari
keturunan Nashibin, sepupu-sepupu Hamdaniyah pergi meninggalkan pemukimannya karena
beban pajak yang terlalu tinggi, lantas memeluk agama Kristen dan bergabung dengan bangsa
Bizantium menyerang kawasan musl

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan; pelepasan kekuasan hingga membentuk
dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad dari dinasti Abbasiyah di latar belakangi oleh beberapa
faktor, antara lain faktor sosial politik, fanatisme atau ras kebangsaan, adanya pemberian hak
otonom.
Dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan Khalifah dari Barat.
Pada masa kekuasaan bani Abbasiyah terdapat 5 dinasti kecil yang berada di sebelah barat
Baghdad, yakni:

a. a. Dinasti Idrisiyah (788 M – 926 M)

b. Dinasti Aghlabiyah (800 M – 909 M)

c. Dinasti Thuluniyah (868 M – 905 M)

d. Dinasti Ikhsidiyah (935 M – 969 M)

e. Dinasti Hamdaniyah (905 M – 1004 )

19
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam II (Jakarta: Ditjen Binbaga Islam,1996) h. 437
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 87
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 275
W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, pent. Hartono
Hadikusumo, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 109.

Alriyadh Blog, Dinasti Kecil di Barat dan Timur Bagdad,


https://alriyad20.wordpress.com/2015/04/07/hadits-mawdhu/., 2015 (Di akses 10,
Oktober 2021, pkl. 6:58)
1
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 167
K. Hitti, Philip. History of Arabs (terj). Jakarta: (Serambi Ilmu Semesta. 2006). h.57

Taufik Abdullah, Ensiklopedi Dunia Islam (Jilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, T.t) h.
120lihatAt-Thabari, jilid.III, h. 2141.

20

Anda mungkin juga menyukai