Anda di halaman 1dari 7

PEREKONOMIAN MASA DINASTI AYYUBIYAH

Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4. ZAKIAH DIAN AYU PRIHANTI () (312484)

JURUSAN SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERISTAS GAJAH MADA JANUARI 2014
i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1 Tujuan ..................................................................................................................................... 1 Manfaat ................................................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan ............................................................................................................................... 2 2.1. 2.2. Asal Berdirinya Dinasti Ayyubiyah ........................................................................................ 2 Perekonomian Dinasti Ayyubiyah .......................................................................................... 4

BAB III PENUTUP ............................................................................................................................... 5 3.1. 3.2. Kesimpulan ............................................................................................................................. 5 Saran ....................................................................................................................................... 5

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Mesir yang menyimpan peradaban yang tinggi telah terbentuk ketika mengalami berbagai masa keemasan setiap dinasti. Pada periode kedua dari pemerintahan Abassiyah, Mesir merupakan wilayah otonom dari Baghdad. Namun karena terjadi perselisihan di pusat pemerintahan Abassiyah, maka daerah otonomnya mendapat hak otonomnya. Hal itu semakin membuat dinasti-dinasti kecil yang ada di mesir menguat dan mencapai kejayaannya. Beberapa dinasti yang masing-masing mengukir peradaban itu adalah : Dinasti Thuluniyah (868-904 M), Dinasti Ikhsidiyah (935-969 M), Dinasti Fatimiyah (972-1130 M), Dinasti Ayyubiyah (1169-1250 M), dan Dinasti Mamluk (1250-1515 M). Dalam perkembangannya tercatat bahwa dinasti di Mesir yang paling berpengaruh akan kejayaan Islam salah satunya adalah Dinasti Ayyubiyah, mengingat bagaimana perjuangan dan keberhasilan dinasti tersebut dalam menghadapi pasukan salib. Dinasti Ayyubiyah di dirikan oleh Salahudin Al- Ayyubi, kemenangan yang dicapainya dalam mengalahkan tentara pasukan Perang Salib telah membawa namanya dikalangan mayshur dikalangan bangsa Eropa. Oleh karena itu pembahasan pada kali ini akan terfokus pada Dinasti Ayyubiyah dan spesifik pada perekonomiannya. 1.2. Rumusan Masalah Masalah-masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah latar belakang birdirinya Dinasti Ayyubiyah? 2. Bagaimana perekonomian Dinasti Ayyubiyah? 1.3. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui latar belakang berdirinya Dinasti Ayyubiyah. 2. Mengetahui perekonomian pada Dinasti Ayyubiyah. 1.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penulisan makan ini adalah sebagai berikut : 1. Penulis dan pembaca menjadi tahu salah satu sejarah peradaban pemerintahan Islam yaitu pada masa Dinasti Ayyubiyah. 2. Penulisa dan pembaca menjadi tahu sistem perekonomian yang diterapkan pada masa dinasti ayyubiyah dan apa saja pengaruhnya bagi pemerintahan sehingga bisa mengambil pelajaran penting di dalamnya.

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Asal Berdirinya Dinasti Ayyubiyah Dalam sejarah pemerintahan Islam, masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang dijalankan oleh kaum bani Saljuk tepatnya, suatu saat terjadi kemunduran yang cukup signifikan dalam pemerintahannya yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan wilayah kekuasaannya yang luas tidak terkordinir lagi. Kondisi seperti inilah yang telah membuka peluang bagi munculnya Dinasti-dinasti kecil di daerahdaerah, terutama di daerah yang gubernur dan sultannya memiliki tentara sendiri. Kondisi ini telah menyulut pemberontakan-pemberontakan dari kelompok-kelompok yang selama ini merasa tertindas serta memberi kesempatan bagi kelompok Syiah, Khawarij, dan kaum Mawali untuk melakukan kegiatan politik. Salah satu kelompok yang berhasil mendirikan dinasti adalah kelompok syiah islamiliyah, yang mendirikan pemerintahan tandingan yakni Dinasti Fatimiyah. Dinasti Fatimiyah merupakan dinasti beraliran syiah yang berkuasa di Mesir dengan ibukota Kairo, tahun 297/909 M sampai 567/1171 M selama kurang lebih 262 tahun. Dinasti Fatimiyah mencapai puncaknya pada masa kepemimpinan al-Aziz. Mesir senantiasa berada dalam kedamaian dan kemakmuran rakyatnya karena keadilan dan kemurahhatian sang pemimpin. Nama sang pemimpin selalu disebutkan dalam khutbah-khutbah Jumat di sepanjang wilayah kekuasaannya yang membentang dari Atlantik hingga Laut Merah. Pada masa ini terjadi perluasan wilayah dan pembangunan dalam kerajaan dan wilayah kerajaan, istananya bisa menampung 30.000 tamu, masjidnya sangat megah, perhubungan sangat lancar, dan keamanan terjamin. Perekonomian dibangun, baik dari sektor pertanian, perdagangan maupun industri sesuai dengan perkembangan teknologi pada waktu itu. Kemunduran Dinasti Fatimiyah dengan cepat terjadi setelah berakhirnya masa pemerintahan al-Aziz. Keruntuhan itu diawali dengan munculnya kebijakan untuk mengimpor tentara-tentara dari Turki dan Negro sebagaimana yang dilakukan Dinasti Abbasiyah. Ketidakpatuhan dan perselisihan yang terjadi diantara mereka, serta pertikaian dengan pasukan dari suku barbar menjadi salah satu sebab utama keruntuhan Dinasti ini. Al-Azis meninggal pada tahun 386 H / 996 M lalu digantikan oleh putranya Abu Ali Manshur al-Hakim yang baru berusia 11 tahun. Pemerintahannya ditandai dengan tindakantindakan kejam yang menakutkan. Al-Hakim menetapkan maklumat untuk menghancurkan kuburan suci orang kristen yang ditandatangani oleh sekretarisnya yang beragama Kristen, Ibnu Abdun, dan tindakan itu merupakan sebab utama terjadinya perang salib. Pamor Dinasti Fatimiyah semakin menurun karena banyaknya pemimpin yang diangkat pada usia masih sangat belia, sehingga di samping mereka hanya menjadi boneka para menterinya juga timbul konflik kepentingan di kalangan militer antara suku Barbar, Turki, Bani Hamdan dan Sudan. Terlebih lagi, para

penguasa itu selalu tenggelam dalam kehidupan yang mewah dan adanya pemaksaan ideologi Syiah pada rakyat yang mayoritas Sunni. Dalam kondisi dinasti yang sedang lemah, konflik kepentingan yang berkepanjangan di antara pejabat dan militer dan ketidakpuasan rakyat atas kebijakan pemerintah, muncul bayang-bayang serbuan tentara Salib. Dinasti Fatimiyah yang saat itu dipimpin oleh al-Zafir merasa tidak sanggup menghadapi tentara Salib. Melalui penasihatnya Ibnu Salar, dirinya meminta bantuan kepada Nuruddin az-Zanki, penguasa Suriah di bawah kekuasaan Baghdad, Dinasti Abbasiyah. Nuruddin az-Zanki mengirim pasukannya ke Mesir di bawah panglima Syirkuh dan Salahuddin Yusuf bin al-Ayyubi yang kemudian berhasil membendung invasi tentara Salib ke Mesir. Setelah mendapatkan beberapa kemenangan militer dan diplomatik yang dicapai di Mesir, Syirkuh mulai menapaki karir politik dengan menerima jabatan mentri di Mesir (1169) di bawah pimpinan al-Adid, penguasa Dinasti Fatimiyah yang terakhir. Dalam perkembangan selanjutnya, dalam tubuh Dinasti Fatimiyah masih juga terjadi persaingan memperebutkan jabatan menteri. Dalam persaingan itu, bahkan ada yang mengundang kembali tentara Perancis (Salib) untuk dijadikan backing. Maka pada tahun 1167 pasukan Nuruddin az-Zanki kembali memasuki Mesir di bawah pimpinan Syirkuh dan Salahuddin. Kedatangan mereka kali ini tidak hanya untuk membantu melawan kaum Salib tetapi juga untuk menguasai Mesir dan berkeinginan agar nama Dinasti Abassiyah menggantikan Dinasti Fatimiyah. Daripada Mesir dikuasai oleh tentara Salib lebih baik mereka sendiri yang menguasaninya. Apalagi perdana menteri Mesir pada waktu itu, Syawar, telah melakukan penghianatan. Akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Salib sekaligus juga menguasai Mesir. Bertepatan dengan wafatnya Nurudin az-Zanki pada tahun 1176 M, Salahudin menyatakan kemerdekaannya di Mesir, sekaligus mengakhiri masa Dinasti Fatimiyah. Salahudin secara pribadi meminta khalifah Dinasti Abbasiyah untuk melantikknya sebagai penguasa atas wilayah Mesir, Maroko, Nubiq, Arab Barat, Palestina, dan Suriah Tengah. Khalifah pun mengabulkan permintaanya, maka diumumkanlah Dinasti Ayyubiyah. Selama lebih kurang 75 tahun Dinasti Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa yakni sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M) Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M) Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M) Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M) Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M) Malik Al-Adil Sifuddin, pemerintahan II (1238-1240 M) Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M) Malik Al-Muazzam Turansyah (1249-1250 M) Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
3

2.2. Perekonomian Dinasti Ayyubiyah Salahuddin Al-Ayyuby pada pemerintahannya telah banyak melakukann pembangunan, membangun administrasi negara, ekonomi, perdagangan, memajukan ilmu pengetahuan, membangun madrasah dan sekolah dan mengembangkan dalam bidang kegamaan mazhab ahli sunnah. Di masa pemerintahannya, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang berkerja sama dengan penguasa muslim di kawasan lain. Ia juga membangun benteng kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit Mukattam. Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan Barbar, Turki dan Afrika. Disamping digalakan perdagangan dengan kota-kota di laut tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan Tahun 1178 M/572 H dalam rangka mensejahterakan ulama dan kepentingan misi madzhab sunni, Salahuddin Al-Ayyuby menetapkan kebijakan bahwa orang kristen yang datang dari Iskandaria untuk berdagang wajib membayar bea cukai. Memang tidak ada penjelasan, orang Kristen yang datang dari Iskandaria itu membayar bea cukai dalam bentuk barang atau uang. Namun lazimnya bea cukai dibayar dengan menggunakan uang. Uang hasil pembayaran bea cukai itu dikumpulkan dan diberikan kepada para fuqaha dan para keturunannya. Selain memanfaatkan uang pungutan dari orang kristen untuk kesejahteraan masyarakat seperti para ulama, dinasti Ayyubiyah juga memanfaatkannya untuk kepentingan politiknya dan misi alirannya, yaitu madzhab Sunni dan memperta-hankan kekuasaannya. Dinasti Ayyubiyah juga menjadikan harta milik negara yang berada dibaitul maal sebagai modal untuk diwakafkan demi pengembangan madzhab Sunni untuk menggantikan madzhab Syiah yang dibawa dinasti sebelumnya, dinasti Fathimiyah. Salah satu sumber perekonomian Dinasti Ayyubiyah adalah perdagangan. Bidang membawa pengaruh bagi Eropa dan negaranegara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal ini menimbulkan perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Dunia ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas. Selain itu juga dimulai percetakan mata uang dirham campuran (fulus). Percetakan fulus yang merupakan mata uang dari tembaga dimulai pada masa pemerintahan sultan Muhammad Al Kamil yang mana percetakan uang fulus tersebut dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya. Namun Pasca pemerintahan Sultan Al-Kamil, penciptaan mata uang terus berlanjut hingga pejabat tingkat provinsi. Kebijakan sepihak dibuat dengan meningkatkan volume pencetakan fulus dan menetapkan rasio 24 fulus untuk setiap dirhamnya. Akibatnya rakyat mengalami penderitaan karena terjadi inflasi.

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan Dinasti Ayyubiyah dipimpin oleh Salahuddin Al-Ayyubi dan dibangun di atas puingpuing dinasti fatimiyyah. Dalam kekuasaan Salahuddin, ia mengganti mahzab dengan mahzab sunni. Dalam masa perjalanan Dinasti Ayyubiyah ini, dimulai percetakan mata uang dirham campuran (fulus) yang digunakan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan. Selain itu sistem perdagangan yang dikembangkan membawa pengaruh yang cukup tinggi dalam perdagangan daerah Eropa dan negeri-negeri yang dikuasainya 3.2. Saran Masih terdapat beberapa kekurangan dalam makalah ini seperti masih sedikitnya sumber bacaan yang digunakan. Selain dari itu terima kasih diucapkan pada pembaca yang telah mengapresiasikan diri untuk sejarah dengan membaca makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai