Anda di halaman 1dari 16

KISAH KETELADANAN USMAN BIN AFFAN DAN ALI BIN ABU THOLIB

Disusun Oleh:

Nama : Aryuda Afuza Aqwam ( 1012021022 )

Semester/Unit : 3 (tiga)/ 1 (satu)

Mata Kuliah : Pendidikn Aqidah Akhlak

Dosen Pengampu : Nani Endri Santi, MA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puja
dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat berangkaikan salam
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan Syafa’at
nya di akhir kelak nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya,
baik berupa sabar fisik maupun pikiran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan tema “ Kisah keteladanan Usman Bin Affan dan Ali Bin
Abi Tholib”. Penulis meminta maaf jika makalah ini banyak sekali kekurangan ataupun
tidak sesuai keinginan teman teman yang lain. Adapun penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas “Pendidikan Aqidah dan Akhlak.” Penulis juga berterima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah membimbing penuis dalam penulisan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi inspirasi
di setiap pembacanya.

Langsa, 2 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1. Latar belakang.......................................................................................1
2. Rumusan Masalah.................................................................................2
3. Tujuan Masalah.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

a. Keteladanan Usman Bin Affan.............................................................3


b. Keteladanan Ali Bin Abi Tholib...........................................................8

BAB III PENUTUP.........................................................................................13

1. Kesimpulan...........................................................................................13
2. Saran.....................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Khulafaur Rasyidin merupakan empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama


Islam.Para khalifah dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, empat orang tersebut yang dipilih oleh Nabi Muhammad SAW
untuk mendampingi pada masa kerasulan Nabi Muhammad SAW. Mulai dari masa Abu
Bakar sampai Ali dinamakan periode khalifah, para khalifahnya disebut Al-Khulafa’Al-
Rasyidun (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk) terdiri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib.

Dalam menyebarkan agama Islam keseluruh dunia para khalifah tentunya memiliki sifat
dan akhlak yang mulia sebagai contoh yang baik bagi umat manusia seperti Abu Bakar Ash-
Shiddiq yang memiliki sifat jujur karena beliau adalah satu-satunya orang yang percaya atas
peristiwa Isra Mi’raj, beliau pun diberi gelar Ash-Shiddiq oleh Nabi Muhammad SAW. Lalu
ada Umar bin Khattab yang memiliki sifat pemberani sosoknya merupakan prajurit muslim
yang berani dalam melawan musuh, lalu ada Utsman bin Affan sosok pribadi yang dermawan
dan penuh kasih sayang, Utsman merupakan orang kaya raya dan suka memberikan sebagian
hartanya untuk Islam. yang terakhir ada Ali bin Abi Thalib, memiliki sifat pemberani, Ali
dijuluki sebagai singa padang pasir yang terkenal hingga semenanjung Arab, mempunyai
kecerdasan dan jiwa yang luhur.

Oleh karena itu pentingnya mengenalkan dan menceritakan kisah-kisah para sahabat Nabi
sejak kecil sehingga mereka dapat mencontoh perilaku baik para sahabat. Agar dicontoh oleh
anak-anak dalam kehidupannya, serta daya imajinasinya pun berkembang sesuai dengan
usianya, dengan mempelajari dan memahaminya dapat menumbuhkan rasa keingintahuan
untuk terus belajar mengenal serta inspirasi dari kisah-kisah Khulafaur Rasyidin yang
melekat pada setiap tokohnya. Sehingga kelak setelah dewasa menjadi pribadi yang
berakhlak mulia sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang akan kita bahas kali ini adalah:
a. Keteladanan dari Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Tholib
3. Tujuan Masalah
a. Mengetahui bagaimana keteladanan dari Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Tholib
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keteladanan Usman Bin Affan
Nama lengkap Utsman bin Affan ialah Utsman bin Affan bin Abi alAsh bin
Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin
Ka‟ab bin Lu‟ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah
bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟addu bin Adnan lahir pada tahun
kelima sesudah tahun gajah Ia pada tahun 573 M di Makkah.Ibu beliau bernama Arwa
binti Kuraiz bin Rabi‟ah bin Hubaib bin Abdusy Syams dan neneknya bernama Ummu
Hakim al-Baidha binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah dari pihak bapak.
Beliau memliki akhlak yang mulia, sangat pemalu, dermawan dan terhormat.
Beliau mengutamakan keluarga dan kerabatnya yang di jalan Allah, sebagai suatu bentuk
menjinakkan hati mereka dengan harta benda dunia yang fana, dengan harapan hal itu
dapat mendorong mereka untuk mendahulukan yang abadi dari yang fana, sebagaimana
yang dilakukan Rasulullah di mana terkadang beliau memberikan harta kepada suatu
kaum dan tidak memberi kaum yang lain karena khawatir mereka akan dimasukkan oleh
Allah ke dalam neraka.
Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat
dekat Nabi SAW. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar
kekayaannya di gunakan untuk kepentingan Islam. Ia mendapatkan julukan zun nurain,
artinya yang memiliki dua cahaya karena menikahi dua putri Nabi SAW secara berurutan
setelah yang satu meninggal. Ia juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh
tekanan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin di Mekkah, dan ikut hijrah ke Abenasia
beserta istrinya.1
Kisahnya menginspirasi, bahkan malaikat saja sampai takjub melihat Utsman
yang begitu cerdas dan taat dalam menjalankan agama islam. Pengalaman adalah guru
terbaik dan hal tersebut bisa Sahabat dapatkan dengan mengambil hikmah dari kisah
Usman bin Affan. Berikut beberapa sifatnya yang bisa Anda jadikan teladan saat bergaul
dengan masyarakat:

1
Munir Amin Samsul, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Cet. Ke-10, h. 104.
1. Usman Bin Affan adalah sosok yang dermawan

Kisah abadi Usman Bin Affan mewakafkan sumur adalah bukti sifat
kedermawanannya pada harta. Jika dikonversi ke dalam rupiah, nilai kekayaannya
mencapai Rp 2.532.942.750.000. Akan tetapi, ia sama sekali tidak menimbun, melainkan
Utsman senang menggunakan hartanya untuk sedekah, wakaf atau zakat yang
manfaatnya berkepanjangan untuk dunia dan akhirat. Di dunia, banyak masyarakat
Madinah yang merasa tertolong dan berdaya dengan adanya sumur Raumah.

Pada saat Nabi Muhammad dan masyarakat Madinah kesulitan mencari air,
Rasulullah bersabda:

“Wahai sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat
membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka ia akan
mendapatkan surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).

Awalnya, Utsman membeli Sumur Raumah dari Yahudi agar Rasulullah dan
masyarakat Madinah bisa minum di tengah panceklik. Bermula dari Utsman membeli
setengah air, hingga akhirnya membeli sepenuhnya setelah kesepakatan yang lain dengan
pemilik sumur. Sampai sekarang, wakaf sumur dari Utsman hadir dengan kokoh selama
14 abad sebagai devisa negara Saudi.

2. Menjaga Akidah dengan menghafal Al- Qur’an

Sikap inspiratif dari Utsman bin Affan selanjutnya adalah teguh akidah. Selain pandai
berfikir strategis, Utsman juga seorang penghafal Al Quran.Hasratnya dalam mengafal Al
Quran membuat Ali berdecak kagum. Di sisi lain, ia mempraktekkan agama dan
kehidupan secara berdampingan.

Utsman bin Affan Disiksa Paman Saat Masuk Islam

Selain menjalani kehidupan sebagai penghafal Al Quran, ia memiliki kisah istimewa saat
percaya terhadap Islam. Sahabat perlu tahu kalau Utsman bin Affan termasuk ke dalam
golongan Assabiqunal Awwalun atau orang-orang pertama yang memeluk Islam. Setelah
mendengar Utsman masuk Islam, pamannya yakni Al-Hakam bin Abil Ash sangat marah
hingga mencambuknya berkali-kali agar kembali kepada agama nenek
moyangnya.Utsman tidak gentar.Ia tetap teguh pada akidahnya hingga menjawab,

“Demi Allah aku tidak mengganti keyakinanku, aku tidak akan meninggalkan agama
yang diajarkan Rasulullah, apa pun yang terjadi pada diriku.”

Karena keteguhannya, pamannya pun menyadari Utsman tidak mungkin kembali ke


agama nenek moyang. Maka dari itu, ia melepaskan Utsman bin Affan dari siksaan.

3. Disegani Rasulullah dan Malaikat.

Utsman adalah sosok yang selalu memprioritaskan urusan orang lain, baru kemudian
urusan pribadi. Suatu hari, Abu Bakar bertamu ke Rasulullah. Saat itu, Rasulullah
menyambutnya dengan salam. Posisi beliau sedang santai di atas tempat tidur, lalu
duduk, kemudian bagian gamisnya sedikit terangkat, sehingga menampakkan sebagian
betisnya.

Usai Abu Bakar pulang, giliran Umar bin Khattab datang bertamu. Sikap duduk
Rasulullah masih sama saat berbincang dengan Abu Bakar. Setelah Umar selesai dengan
urusannya, giliran Utsman yang ingin bertemu Rasulullah.Sontak, beliau mengubah
posisi duduknya yang tadinya betisnya tersingkap, menjadi tertutup.

Sesaat setelah Utsman pulang, Aisyah yang memerhatikan gerak gerik Rasulullah
bertanya,

“Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak bersiap begitu bagi kedatangan ayahku (Abu
Bakar) dan Umar?”

Rasulullah menjawab bahwa Utsman adalah sosok yang pemalu.Ia memiliki


karakter apabila urusan orang lain, termasuk Rasulullah, belum selesai, maka ia akan
buru-buru pulang, padahal keperluan Utsman sendiri belum kelar. Sikap pemalunya
disegani oleh malaikat,

“Utsman merupakan seseorang yang pemalu. Bila dia masuk, sedangkan aku
masih berbaring, pasti dia malu untuk masuk dan akan cepat-cepat pulang, padahal belum
dia menyelesaikan keperluannya. Wahai, Aisyah, tidakkah aku patut malu kepada
seseorang yang dimalui (disegani) oleh para malaikat?” ujar Rasulullah.

4. Usman Bin Affan berjiwa sosial tinggi.

Rasulullah mengenal Usman bin Affan sebagai sosok yang berjiwa sosial tinggi.
Utsman akan gelisah bila ia mengetahui orang yang kesulitan, namun ia tidak dapat
membantu. Seperti saat umat Islam di Madinah dilanda krisis ekonomi, sehingga sulit
menghadapi Perang Tabuk karena minim armada.

Utsman adalah sosok yang tidak akan meninggalkan Sahabat sendirian saat kesulitan.
Ia pun menyumbang 300 ekor unta dan 1000 dinar dari kantong pribadinya untuk Perang
Tabuk. Rasulullah SAW yang menerima bantuan tersenyum seraya mendoakan Utsman
agar dosa-dosanya, baik yang dirahasiakan maupun dosa yang ia nyatakan diampuni oleh
Allah.

“Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, wahai Ustman.Dosa yang kamu rahasiakan


maupun dosa yang kamu nyatakan” (HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf).

5. Solutif, Membukukan ayat Al-Qur’an jadi mushaf.

Utsman bin Affan bersama para penghafal Al Quran seperti Abu Darda dan Zaid bin
Tsabit menghimpun lembaran Al Quran menjadi mushaf.Sebelumnya, pengumpulan dan
penulisan ulang ayat Al Quran sudah dilakukan sejak masa khalifah Abu Bakar. Hanya
saja, saat itu lembarannya masih terpisah satu sama lain.

Ide brilian utnuk menyatukan lembaran ayat muncul pada masa khalifah Utsman.
Lalu, ia mengambil lembaran yang disimpan di rumah Hafsah binti Umar untuk
dibukukan.

Utsman bergegas membentuk panitia untuk mengemban tugas besar ini dengan
memilih Zaid bin Tsabit sebagai ketua. Dalam prosesnya, lembaran ayat disalin untuk
disusun menjadi bentuk mushaf.Setelah selesai, Usman mengembalikan lembaran Al
Quran pada Hafsah. Mushaf pertama ia simpan di Madinah, empat buah lainnya dikirim
ke Mekkah, Syria, Basrah, dan Kuffah untuk dicetak lebih banyak.
6. Berprinsip hidup sederhana.

Utsman bin Affan adalah saudagar kain kaya raya yang memiliki sifat sederhana. Ia
adalah salah satu orang terkaya di antara orang-orang Quraisy. Kendati demikian,
jiwanya tetap sederhana dan suka berdonasi untuk membantu orang-orang yang kesulitan
hingga mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri.

Itulah kisah dan biografi Usman bin Affan yang dapat Anda tiru sebagai sosok yang
ideal. Semasa hidupnya, Usman menyeimbangkan dunia dan akhirat secara cerdas.Ia juga
tidak acuh pada lingkungannya hingga Rasulullah merasa Usman adalah sahabat yang
dapat diandalkan. Ia senantiasa tolong menolong dalam kebaikan.

B. Keteladanan Ali Bin Abi Tholib.


Ali bin Abi Tholib bin Abdul Muthollib bin Hasyim bin Abdul Manaf, sepupu
nabi Muhammad SAW, dan suami dari pemimpin seluruh perempuan, Fatimah Binti
Muhammad SAW, serta ayah dari dua cucu beliau yaitu Hasan dan Husein. Ibunya
bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf 2. Ali bin Abi Tholib adalah
salah satu orang yang pertama kali beriman dengan Rasulullah SAW meskipun saat itu
usianya masih 8 tahun. Ai semenjak kecilnya sudah dididik dengan adab dan budi pekerti
Islam, dia termasuk orang yang sangat fasih berbicara dan pengetahuannya juga tentang
Islam sangat luas sehingga tidak heran dia adalah salah satu periwayat yang terbanyak
meriwayatkan hadits Rasulullah SAW3.

Pada tahun 2 Hijriah, Rasulullah menikahkan dengan putrinya, Fatimah.Beliau


belum pernah menikah ketika menikahi Fatimah hingga wafatnya Fatimah.Fatimah wafat
6 bulan setelah wafatnya Rasulullah.Selama hidupnya beliau menikahi 9 wanita dengan
29 anak; 14 laki-laki dan 15 perempuan. Diantara putra beliau yang terkenal adalah
Hasan, Husain, Muhammad bin al-Hanifah, Abbas dan Umar.

Pada masa jahiliyah (zaman sebelum kedatangan Islam), beliau belum pernah
melakukan kemusyrikan dan perbuatan yang dilarang oleh Islam.Dalam sejarah

2
Utsman bin Muhammad al-Khamis, Hiqbah Minat Tarikh (Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak
Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain) diterjemahkan: Syafarudin, (Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i, 2012), cet. 2, hlm. 167.
3
http://viosixwey.blogspot.com/2013/04/sejarahbiografi-ali-bin-abi-thalib.html
kemunculan Islam, beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam dari anak-
anak.Umurnya waktu itu 10 tahun.Pada waktu terjadi peristiwa hijrah umurnya 23 tahun
dan ikut berhijrah bersama Rasulullah.

Setelah wafatnya Utsman akibat serangan yang dilakukan oleh pembrontak,


beliau kholifah yang keempat pada tahun 35 Hijriah.Selama 4 tahun, 8 bulan dan 22 hari
menjadi beliau memangku jabatan sebagai kholifah.Beliau wafat pada tahun 40 Hijriah,
tanggal 17 ramadhan, ketika hendak sholat subuh, di Kuffah (Iraq) setelah dibunuh oleh
Abdurrahman bin Muljam (pengikut Khawarij). Umurnya ketika itu 63 tahun. Beliau
wafat sebagai seorang syahid dan termasuk 10 orang yang dikabarkan akan masuk surga
sebagaimana disabdakan Rasulullah. Mengenai tempat dikuburkannya para sejarawan
berbeda pendapat.Ada yang mengatakan dikubur di Kuffah.Pendapat lain dikuburkan di
Madinah.Ada juga yang mengatakan bukan pada keduanya.

Nama Ali ketika lahir yang diberikan ibunya sebenarnya adalah Haidarah,
sebagaimana nama ayahnya. Ayah Ali-lah yang kemudian mengubah menjadi Ali. Dan
nama inilah yang mengangkat kemasyhuran di kelak kemudian hari.Sejak kecil Ali telah
menunjukkan kecerdasan, dermawan, juga tangkas. Sejak kecil pula telah terbiasah
bergaul dengan para tokoh di masa itu.Tidak berlebihan bila kelak Ali menujukkan jiwa
kepahlawanan yang menonjol.Perhatian dan kasih sayang Rasulullah saw menjadikan Ali
tumbuh menjadi remaja yang sehat, baik jasmani maupun rohaninya. Kesehatan yang
prima yang tetap terjaga sampai berusia 60 tahun.

Tubuh Ali ra adalah tubuh yang amat baik.Cerminan dari ketangkasan,


kejantanan, dengan postur tubuh tinggi.Berkulit coklat, rambut besar-besar dengan
jenggot panjang.Matanya besar dengan sinar yang tajam.Keseluruhan menampakkan
ketampanan.Apalagi disertai dengan dada yang bidang dan perut yang tidak kecil tidak
pula besar.Tubuhnya tegak, tetapi jika berjalan selalu menunduk. Lain jika berada di
medan peperangan. Ali ra akan tagak, siap menghadang apa pun yang merintangi
perjuangan yang ditegakkan. Pemberani dan pantang menyerah, serta selalu berdiri di
baris terdepan.

1. Ketahanan Ali tehadap udara dapat dibanggakan.


Panas ataupun dingin sama sekali tiada berpengaruh. Bahkan di hari panas, Ali ra
biasa memakai pakaian panas. Jika ditanya bagaimana bisa demikian, Ali menjawab:

“Pada satu kali, ketika sakit mata; Rasulullah menyuruhku.Saat itu hari Khaibar, Aku pun
menyatakan bahwa mataku sakit, sehingga tak dapat melakukan suruhan itu. Mendengar
demikian, Rasulullah berdoa:

“Allahumma…hilangkan darinya rasa panas dan dingin.”

“Sejak itulah aku tidak lagi merasakan panas ataupun dinginnya udara, seperti dirasakan
yang lain.”

2. Keadilan dan kejujuran Ali.

Sebenarnya panas dingin itu ada, tapi kekuatan jasmani Ali ra mampu menahan
semua.Pernah pula Ali ra menggigil karena dinginnya udara.Meskipun gemetaran, Ali ra
hanya mengenakan selimut tipis yang kusut. Haram bin Amarah menceritakan ini.
Melihat demikian ketika Haram masuk ke rumah Ali ra, Haram berkata:

“Ya…Amirul Mukminin!Bukankah Allah swt menyediakan harta benda untukmu dan


keluargamu?Mengapa keadaanmu sampai seperti ini?”

“Demi Allah…! Aku tidak ingin mengambil harta kalian.Selimut ini aku bawa sejak dari
Madinah,” jawab Ali ra4.

3. Ia tidak pernah tergiur sedikitpun oleh urusan-urusan duniawi. Karena terhadap


urusan ini, ia telah memutuskan hubungannya dan telah mengucapkan selamat
berpisah . . .

Ia hidup di dunia sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah saw.18):

“Sejak awal ia di dunia terlibat dalam perjuangan sengit membela agama Allah”.

4. Keberanian Ali ra sudah terlihat ketika remaja, jiwa yang pemberani dan tidak
takut mati. Ali pernah menangtang jagoan terkenal Arab di masa itu. Dia bernama Amru

4
Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq.Solo, hlm.17-19.
bin Wud. Peristiwanya terjadi pada saat perang Khandak. Sambil mengenakan baju besi,
Amru berkata,

“Hai…kaum muslimin!Siapa yang berani denganku!”

Tak ada jawaban selain permohonan Ali untuk menghadapi tantangan itu kepada
Rasulullah. Amru kembali berteriak lantang dengan nada mengejek,

“Hai siapa yang berani!? Mana surge yang kalian janjikan! Mana…? Tidak ada yang
berani!”

Sekali lagi Ali memohon dan tetap tidak diijinkan Rasulullah.Baru setelah tiga kali tetap
tidak ada yang keluar melayani tantangan Amru, Ali berdiri dan dengan paksa mohon ijin
untuk melayani Amru. Akhirnya Rasulullah pun mengijinkan Ali menghadapi Amru,
Amru heran melihat lawannya masih kecil dan dia bertanya:

“Siapa kau?”

“Ali,” jawab Ali.

“Ali, putra Abdu Manaf?”Tanya Amru tak percaya.

“Aku…Ali bin Abu Thalib, jawab Ali dengan tegas.

“Kau anak saudaraku yang masih kecil.Apakah tak ada yang lebih dewasa darimu.Aku
tak mau mencucurkan daarahmu…,” kata Amru.

“Tapi…demi Allah!Aku ingin mencucurkan darahmu di sini,” balas Ali tegas menantang.

Tentu tantangan anak kecil ini membuat darah Amru naik ke kepala. Kemarahannya tak
terbendung sehingga tanpa aba-aba dia melayangkan pedang yang mengkilat bagai api ke
kepala Ali. Tameng Ali bergerak, terhindarlah kepala Ali.Sayang, tamengnya pecah dan
mengenai kepala Ali.Secepat kilat, sebelum Amru sempat memperhatiskan yang terjadi,
pedang Ali telah bergerak.Serangan ini tepat mengenai pundak Amru. Robohlah dia tak
sempat bernafas lagi. Ali, tanpa menghiraukan luka di kepalanya berteriak mengucapkan
takbir “Allahu Akbar…Allahu Akbar!”
Amru bin Wud meninggal ditangisi dan diratapi saudara perempuannya:

“Jika bukan Ali yang membunuh, aku akan menyesal seumur hidup.Wajar, kakakku mati
di tangan seorang pemuda yang terkenal tiada bandingnya di tanah ini.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Usman memliki akhlak yang mulia, sangat pemalu, dermawan dan terhormat.
Beliau mengutamakan keluarga dan kerabatnya yang di jalan Allah, sebagai suatu bentuk
menjinakkan hati mereka dengan harta benda dunia yang fana, dengan harapan hal itu
dapat mendorong mereka untuk mendahulukan yang abadi dari yang fana, sebagaimana
yang dilakukan Rasulullah di mana terkadang beliau memberikan harta kepada suatu
kaum dan tidak memberi kaum yang lain karena khawatir mereka akan dimasukkan oleh
Allah ke dalam neraka.

Ali bin Abi Tholib adalah seorang yang zuhud dan sederhana. Beliau tidak senang
dengan kemewahan hidup, bahkan menentangnya.Beliau adalah perwira yang cerdas,
tangkas dan teguh pendirian dan pemberani.Berkat keperwiraannya, Ali dijuluki
“Ashadullah” yang artinya ‘Singa Allah. Beliau tegas, tidak segan-segan mengganti
pejabat Gubernur yang dinilainya tidak becus mengurusi kepentingan umat islam. Ali
wafat karena dibunuh oleh Ibnu Muljam dari golongan Khawarij.

B. Saran

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini hingga dapat mengaplikasikan kemampuan
saya di dalam makalah ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada ibu dosen yang
telah membimbing dan mengawasi proses pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang
telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Saya mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat beberapa kesalahan dan beberapa
kekurangan.Saya sebagai penulis meminta kritik dan saran agar dalam penulisan makalah
berikutnya kami bisa lebih bagus dan lebih kreatif.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq.Solo,
hlm.17-19.

Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Penghidup
Khalifah Rasulullah. 1994, CV Diponegoro.Bandung, hlm.467 & 470.

Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin. 1979, Bulan Bintang.Jakarta, hlm 462-
463.

Utsman bin Muhammad al-Khamis, Hiqbah Minat Tarikh (Inilah Faktanya, Meluruskan
Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-
Husain) diterjemahkan: Syafarudin, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2012), cet. 2, hlm. 167.

Anda mungkin juga menyukai