OLEH:
Segala puji hanya milik Allah SWT, Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam. Dalam penyusunan tugas atau makalah ini, tidak sedikit hambatan
yang kami hadapi. Namun, kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, bimbingan dosen maupun teman-
teman, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………..i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………ii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………..…………..1
A. Latar
Belakang……………………………………………………..…………1
B. Rumusan
Masalah………………………………………………………….…2
C. Tujuan
Penulisan……………………………………………………………..2
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………….3
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………11
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
.11
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah era khulafaur rasyidin usai, pemerintahan digantikan oleh
para penguasa yang membentuk kekuasaan dengan sistem kekuasaan
kekeluargaan atau dinasti. Dimulai dari kekuasaan Muawiyah ibn Abi
Sofyan yang membentuk dinasti umayyah (661 s.d 750M), maka sistem
pemerintahan yang bersifat demokrasi berubah menjadi kerajaan turun
temurun.
Disintregasi dalam bidang politik sebenarnya sudah terjadi di akhir
zaman Bani Umayyah. Hal itu disebabkan karena kekecewaan-kekecewaan
yang dirasakan oleh sebagian besar warganegara, akibat sistem politik
kerajaan yang diktator. Aspirasi yang tidak tersalurkan, hak-hak yang
terampas, dan penindasan-penindasan mendorong penduduk untuk bangkit
memberontak. Pemberontakan seperti itu juga terjadi pada masa
pemerintahan Dinasti Abasiyyah. Namun, pemberontakan-pemberontakan
itu dapat ditumpas pada masa pemerintahan Bani Umayyah, dan masa
pemerintahan Dinasti Abasiyyah periode pertama.
Setelah masa pemerintahan Dinasti Abasiyyah pertama berakhir,
keadaan politik dunia islam dengan cepat mengalami kemunduran.
Pemerintahan Dinasti Abasiyyah kuat secara politik hanya pada periode
pertama saja. Pada periode selanjutnya,pemerintahan Dinasti Abasiyyah
mulai menurun. Masa disintegrasi atau perpecahan yang terjadi pda masa
Abbasiyah merupakan perpecahan politik dimana muncul pemerintahan
baru selain pemerintahan Abbasiyah di Baghdad, yaitu masa pemerintahan
al-Mutawakkil sampai dengan al-Muntashim (27 khalifah).
Dinasti-dinasti yang tumbuh dan memerdekakan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, ada yang berlatar belakang bangsa
Arab, Turki, Persia, dan Kurdi, sebagaimana ada juga yang berlatar
belakang aliran Syi’ah dan Sunni. Selanjutnya, mulai periode kedua Dinasti
abbasiyah, wibawa khalifah merosot tajam. Dalam keadaan seperti itu para
panglima tentara mengambil alih kekuasaan dari khalifah. Namun,
kekuasaan para tentara itu tidak bertahan lama karena mereka saling
berselisih dan tidak didukung penduduk akibat kedzaliman mereka. Hal
itulah yang menjadi latar belakang bermulanya masa disintregasidan dunia
Islam terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan.
Pada masa Bani Abbasiyah terdapat dinasti-dinasti kecil yang
jumlahnya cukup banyak diantaranya adalah dinasti idrisiyah, dsb. Namun
dalam pembahasan makalah kami ini, penulis akan mengkhususkan pada
pembahasan “Dinasti-Dinasti Kecil Di Barat dan Timur Baghdad.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi baghdad sebagai pusat peradaban islam?
2. Bagaimana perkembangan dinasti-dinasti kecil di timur dan barat
Baghdad ?
3. Bagaimana kondisi sosial, politik, dan ekonomi dinasti-dinasti kecil di
timur dan barat baghdad?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui kondisi Baghdad sebagai pusat peradaban islam
2. Mengetahui bagaimana perkembangan dinasti-dinasti kecil di timur dan
barat Baghdad
3. Mengetahui kondisi sosial, politik, dan ekonomi dinasti-dinasti kecil di
timur dan barat baghdad?
BAB II
PEMBAHASAN
Dinasti ini didirikan oleh Thahir ibn Husain (150-207 H). seorang
yang berasal dari Persia, terlahir dari desa musanj dekat marw. Ia diangkat
sebagai panglima tentara pada masa pemerintah khalifah Al-Ma’mun. ia
telah banyak berjasa membantu Al-Ma’mun dalam menumbangkan
khalifah Al-Amin dan memadamkan pemberontakan kaum Alwiyn di
Khurasan.3
Pada tahun 213 H. wilayah kekuasan Abdullah ibn Thahrir di
kurangi dan Al-Ma’mun meyerahkan Suriah, Mesir, dan Jazirah kepada
saudaranya sendiri, yaitu Abu Ishak Ibn Harun Ar Rasyid. HaL ini
dilakukan oleh Al-Ma’mun setelah ia menguji kesetiaan Abdullah ibn
Thahrir yang diketahui ternyata cendurung memihak pada keturunan Ali ibn
Thalib.
Sesudah Abdullah Ibn Thahir, jabatan gubernur khurasan dipegang
oleh saudaranya, yaitu Muhammad ibn Thahrir (248-259 H).4 Ia merupakan
gubernur terakhir dari keluargaThahhiri. Kemudian, daerah Khurasan
diambil alih oleh keluarga Saffari melalui perjuagan bersenjata. Keluarga
Saffari merupakan saingan keluarga Thahiri di Sijistan.
Ketika mendekati masa kemunduran dinasti Thahiri di Khurasan,
keluarga dan pengikut Alawiyin di Tabaristan menggunakan kesempatan
untuk memunculkan gerakan mereka. Bersamaan dengan gerakan Saffari
yang terus mendesak kekuasaan Tahbari dari arah selatan, pada tahun 259
H., jatuh dan berakhirlah dinasti Thahiri.
Para ahli sejarah mengakui bahwa pada zaman Thahiri, dinasti ini
telah memberikan sumbangan dalam memajukan ekonomi, kebudayaan,
dan ilmu pengetahuan dunia islam. Kota Naisabur berhasil bangkit menjadi
salah satu pusat perkembangan ilmu dan kebudayaan di timur.5
1. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.
277
2. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 143
2
3.
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 145
4. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 146
5. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.147
menguasai wilayah yang diberikan khalifah kepada mereka, keempat cucu
tersebut juga mendapat simpati warga Persia, Iran.8
3
6. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 148
7. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 149
8. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 150
4
Dia juga ikut ambil bagian dalam perlawanan keturunan Ali di Hijaz
terhadap Abbasiyah pada tahun 169/786, dan terpaksa pergi ke Mesir,
kemudian ke Afrika Utara, di mana pretise keturunan Ali membuat para
tokoh Barbar Zenata di Maroko Utara menerimanya sebagai pemimpin
mereka. Berkat dukungan yang sangat kuat dari suku Barbar inilah, Dinasti
Idrisiyah lahir dan namanya dinisbahkan dengan mengambil fez sebagai
pusat pemerintahannya.
Paling tidak, ada dua alasan mengapa Dinasti Idrisiyah muncul dan
menjadi dinasti yang kokoh dan kuat, yaitu karena adanya dukungan yang
sangat kuat dari bangsa Barbar, dan letak geografis yang sangat jauh dari
pusat pemerintahan Abbasiyah yang berada di Baghdad sehingga sulit untuk
ditakulukkannya.
Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah dipimpin oleh Harun Ar-
Rasyid, (menggantikan Al-Hadi), Harun Ar-Rasyid merasa posisinya
terancam dengan hadirnya Dinasti Idrisiyah. Harun Ar-Rasyid memakai
alternatif lain, yaitu dengan mengirim seorang mata-mata bernama
Sulaiman Bin Jarir yang berpura-pura menentang Daulah Abbasiyah
sehingga Sulaiman mampu membunuh Idris dengan meracuninya.
Terbunuhnya Idris tidak berarti kekuasaan Dinasti Idrisiyah menjadi
tumbang karena bangsa Barbar telah sepakat untuk mengirarkan kerajaan
mereka sebagai kerajaan yang merdeka dan independen.
Dikabarkan bahwa idris meninggalkan seorang hamba yang sedang
mengandung anaknya. Dan ketika seorsng hamba tersebut melahirkan,
kaum Barbar memberikan nama bayi tersebut dengan nama Idris dan
mengirarkan sumpah setia kepadanya.12 Dan idris inilah yang melanjutkan
jejak bapaknya dan disebut sebagai idris II. Idris I dan putranya Idris II telah
berhasil mempersatukan suku-suku Barbar.
Ada satu riwayat yang menerangkan bahwa jatuhnya Dinasti
Idrisiyah disebabkan oleh Khalifah Muhammad Al-Muntashir yang
membagi-bagikan kekuasaannya kepada saudara-saudaranya yang cukup
banyak, sehingga mengakibatkan pecahnya Idrisiyah secara politis. Pada
masa kepemimpinan Yahya III, dinasti Idrisiyah ditaklukkan oleh fatimiyah
9. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 151
10. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 156
11. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.157
dan Yahya terusir dari kerajaan hingga wafatnya di Mahdiyah. Dengan
berakhirnya Yahya, maka berakhir pula Dinasti Idrisiyah.13
5
12. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 157
13. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 160
Syi’ah yang pada masa selanjutnya membentuk Dinasti Fatimiah. Salah satu
faktor mundurnya Aghlabiah ialah hilangnya hakikat kedaulatan dan ikatan-
ikatan solidaritas sosial semakin luntur.16
6
14. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 161
15. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 162
16. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 163
dicapai. Dinasti Thuluniyah mampu mengukir dan memperkaya peradaban
Islam yang semasa Dinasti Umayyah mengalami kemunduran.18
7
17. Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam (Jakarta: Penerbit Zaman, 2014), h. 476
18. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 164
sebelum penaklukan oleh Fatimiah, telah terjadi pula penyerangan
Qarmatian ke Siria pada tahun 963 M. 22
20. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 165
21. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 166
22. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 167
Setelah mencermati uraian yang cukup panjang mengenai dinasti-
dinasti kecil di barat Baghdad, kiranya dapat diambil beberapa catatan
berikut. 24
10
D. Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Dinasti Kecil Di Timur dan Barat
Sebagian kecil dinasti kecil yang tumbuh di timur adalah keturunan
Parsi. Meskipun secara politik tidak menimbulkan kesulitan bagi
23. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 167
24. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 168
pemerintahan pusat di Baghdad, dari segi budaya memberikan corak
perkembangan yang baru, yaitu kebangkitan kembali nasionalisme dan
kejayaan bangsa Iran Lama.27
11
25. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 168
26. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 169
27. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 152
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah
wilayah kekuasaan Khalifah dari Barat, proses yang sama telah terjadi
di Timur terutama dilakukan oleh orang Turki dan Persia. Pada masa
kekuasaan Bani Abbasiyah terdapat 3 dinasti kecil yang berada di
sebelah timur Baghdad, yakni:
a. Dinasti Thahiriyah
b. Dinasti Saffariah
c. Dinasti Samaniyah
2. Dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah
kekuasaan Khalifah dari Barat. Pada masa kekuasaan bani Abbasiyah
terdapat 5 dinasti kecil yang berada di sebelah barat Baghdad, yakni:
a. Dinasti Idrisiyah
b. Dinasti Aghlabiyah
c. Dinasti Thuluniyah
d. Dinasti Ikhsidiyah
e. Dinasti Hamdaniyah
3. Pelepasan wilayah kekuasaan dinasti-dinasti kecil di barat dan timur
Baghdad dari Dinasti Abbasiyah disebabkan beberapa faktor:
a. Karena kebijakan penguasa Bani Abbasiyah yang lebih
menitikberatkan kemajuan peradaban disbanding dengan
mengadakan ekspansi dan politisasi.
28. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 153
29. 23. Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 154
b. Karena Dinasti Abbasiyah tidak diakui di Spanyol dan seluruh
Afrika Utara, kecuali Mesir, sehingga membuat daerah-daerah yang
jauh mendirikan dinasti-dinasti kecil.
c. Adanya pemberian hak otonom, sehingga tidak terkontrol karena
berjauhan dari pemerintahan pusat, dan terlalu luasnya kekuasaan
Abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
___https://alriyad20.wordpress.com/2015/04/07/hadits-mawadhu/amp/