Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SEJARAH TIMUR TENGAH

PERKEMBANGAN PADA MASA DINASTI ABBASYIAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Timur Tengah

Dosen Pengampu Fahrudin M. P.d

Di Susun Oleh :

Jalu aji Prasetya 21144400002

Ananda Miftakhul Rahman 21144400016

Dimas tri wicaksono 19144400020

PRODI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah Sejarah Timur Tengah yang berjudul
Perkembangan Pada Masa Dinasti Abbasyiah sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.

Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas Sejarah Amerika, sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh Bapak Fahrudin M.Pd sebagai dosen pengampu.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
terselesaikannya makalah ini.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan penyampaian
materi dalam makalah ini. Selanjutnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.

Yogyakarta, 12 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... 1
Kata Pengantar........................................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 4

A. Latar Belakang.............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 6

A. Berdirinya Dinasti Abbasyiah....................................................................... 6


B. Perkembangan Politik Dinasti Abbasyiah..................................................... 10
C. Perkembangan Ekonomi Dinasti Abbasyiah................................................. 15
D. Perkembangan Pendidikan Dinasti Abbasyiah.............................................. 18
E. Perkembangan Militer Dinasti Abbasyiah..................................................... 22
F. Perkembangan Sosial Masyarakat Dinasti Abbasyiah................................... 23
G. Sebab Keruntuhan Dinasti Abbasyiah........................................................... 24

BAB III PENUTUP................................................................................................... 26

A. Kesimpulan................................................................................................... 26
B. Saran............................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 27

3
BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daulah Abbasiyah didirikan secara revolusioner dengan
menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah yang saat itu dipimpin oleh
khalifah Marwan II bin Muhammad. Kekuasaan Daulah Abbasiyah
berlangsung dalam waktu yang cukup panjang sejaktahun 132 H – 656 H /
750 M – 1258 M. Dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah ada tiga dinasti
yang pernah memgang kekuasaan (tampuk pemerintahan) yaitu Dinasti
Bani Abbas, Bani Buwaihi dan Bani Saljuk, dengan khalifah sebanyak 37
orang. Pada masa Daulah Ababsiyah ini tercapainya peradaban yang
gemilang dan juga merupakan puncak kejayaan negara Islam.
Puncak popularitas Daulah Abbasiyah berada pada zaman
pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid dan puteranya Al Makmum.
Namun demikian Daulah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dan ke
hancuran, disaat datangnya penyerangan bangsa Mongol yang dipimpin
oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Mereka tidak saja menghancurkan
kota Bagdad tapi juga menghancurkan peradaban Islam yang telah maju
dengan pesatnya. Dengan begitu berakhirlah kekuasaan Daulah
Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Awal Berdirinya Dinasti Abasiyah ?
2. Bagaimana Perkembangan Politik Dinasti Abbasiyah ?
3. Seperti Apa Perkembangan Ekonomi Masa Dinasti Abbasyiah ?
4. Bagaimana Perkembangan Pendidikan Masa Dinasti Abbasyiah ?
5. Bagaimana Perkembangan Militer Dinasti Abbasyiah ?
6. BagaimanaPerkembangan Sosial Masyarakat Dinasti Abbasyiah ?
7. Apa yang menyebabkan Keruntuhan Dinasti Abbasyiah ?

4
C. Tujuan Masalah
1. Mendeskripsikan Bagaimana Awal Berdirinya Dinasti Abasiyah
2. Mendeskripsikan Bagaimana Perkembangan Politik Dinasti Abbasiyah
3. Mendeskripsikan Seperti Apa Perkembangan Ekonomi Pada Masa
Dinasti Abbasyiah
4. Memdeskrisikan Bagaimana Perkembangan Pendidikan Pada Masa
Dinasti Abbasyiah
5. Mendeskripsikan Bagaimana Perkembangan Militer Dinasti Abbasyiah
6. Mendeskripsikan BagaimanaPerkembangan Sosial Masyarakat Dinasti
Abbasyiah
7. Mendeskripsikan Apa yang menyebabkan Keruntuhan Dinasti
Abbasyiah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Berdirinya Dinasti Abasiyah


Nama dinasti Abbasiah, diambil dari nama salah seorang paman
Nabi Muhammad saw. bernama Al-Abbas bin Abdul Muththalib ibn
Hasyim. Secara nasab, para pencetus dinasti ini memang termasuk
keturunan keluarga Nabi dari jalur Al-Abbas. Istilah Abbasiyyun belum
dikenal pada masa-masa sebelum tahun 132 H, yang terkenal adalah
golongan yang mengatasnamakan istilah Hasyimiyyin atau Bani Hasyim.
Namun pada dasarnya keduanya adalah golongan yang satu. Adanya
kecenderungan untuk mengangkat kelebihan kedekatan nasab ini, bermula
dari menonjolnya nasab kekeluargaan yang mendominasi sistem
kekhalifahan dinasti Umayyah. Melihat realita tersebut, secara tidak
langsung menyebabkan sebuah sistem yang tidak sepenuhnya berdasar
kepada nilai keIslaman semata. Umat Islam di masa Umayyah, tidak
semua menyetujui dominasi keluarga khalifah yang memonopoli tampuk
kekhalifahan daulah Islamiyah. Namun, hal itu tidak serta-merta bisa
diubah dengan mudah lantaran kekuasaan bani Umayyah seakan
memperkuat sistem pewarisan tahta tersebut.
Termasuk dari golongan yang kurang sependapat dengan sistem
dinasti tersebut adalah Bani Abbas. Mereka melihat, jika bani Umayyah
menonjolkan keluarga mereka sebagai penguasa. Sementara secara nasab
bani Umayyah bukanlah klan yang paling mulia derajat nasabnya diantara
klan-klan yang memeluk Islam. Bahkan ketika ingin menilai derajat
keluarga, keluarga dari klan Al-Abbas masih lebih dekat dengan Nabi dan
lebih pantas mewarisi kekhalifahan. Sisi lain yang mendorong bani Abbas
untuk mengambil alih tampuk kekhalifahan dari tangan bani Umayyah,
adanya bani Umayyah secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi
perang siffin. sementara pengambil alihan bani Umayyah belum
sepenuhnya di sepakati umat Islam. Hal itu semakin bertambah setelah

6
melihat realita kepemimpinan dinasti bani Umayyah, beberapa khalifah
yang seharusnya menjadi pengayom umat, malah terkesan hidup
bermewah-mewah dan kurang menjalankan ajaran Islam secara baik dari
segi Ibadah dan perilaku.
Upaya bani Abbas untuk meraih tampuk kekhalifahan, memiliki
prosesproses tahapan pencapaian. Bermula dari gerakan bawah tanah yang
dilakukan, kemudian beranjak menggalang dukungan dan akhirnya
berhasil menjadi dinasti kedua kekhalifahan daulah Islamiyah. Tempat
yang menjadi tolakan pertama gerakan bani Abbas, adalah pada sebuah
daerah terpencil bernama Humaimah. Tempat ini adalah, daerah yang
ditempati oleh Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dia adalah sepupu Nabi
saw. Yang mengikut kepada pemerintahan bani Umayyah, seorang Zuhud
dan ahli Ibadah yang tidak terlalu mementingkan kepentingan pribadinya.
Dari perangai Ali ini, bani Umayyah tidak membayangkan akan
terbentuknya satu gerakan untuk menggulingkan kekhalifahan ditangan
mereka sehingga tidak terlalu diperhatikan oleh pihak khalifah. Perkiraan
bani Umayyah memang benar, akan seorang Ali bin Abdullah. Namun,
mereka luput dari generasinya yang datang kemudian yaitu Muhammad
bin Ali. Putra Ali bin Abdullah ini, ternyata memiliki kecerdasan dan
bertalenta tinggi. Dialah kemudian yang mencetuskan gerakan untuk
merongrong kekhalifahan bani Umayyah dan mengusung klan keluarga
bani Hasyim.
Muncullah sebuah strategi gerakan hasil rancangan Muhammad
bin Ali, berisikan tiga poin rencana yaitu :
1. Menyebarkan ajakan untuk memperjuangkan pemimpin yang berasal
dari keluarga Muhammad. Sehingga dari sini, pihak pendukung Ali-
pun bisa lebih baik merespon dan menerima ajakan tersebut.
Kemudian, ajakan ini tidak menentukan nama seseorang tertentu
sehingga misi perjuangan ini merata untuk semuanya dan tidak
tertumpu kepada seorang tokoh tertentu.

7
2. Hendaklah Bani Hasyim tidak melakukan pemberontakan
menggulingkan kepemimpinan khalifah sebelum persiapan betul-betul
matang. Sebagai langkah awal, cukup memunculkan ketidak senangan
umat terhadap kekhalifahan bani Umayyah dengan mengungkap
kekurangan dan cacat mereka.
3. Pemusatan gerakan pada tiga tempat yaitu Humaimah, Kufah, dan
Khurasan. Humaimah sebagai tempat mengatur dan memenej ide dan
pemikian untuk mendirikan kekuasaan Abbasiyah. Kufah yang berada
di tengah keduanya dijadikan sebagai titik penghubung dan pusat
penyebaran strategi. Sedangkan tempat melakukan pergolakan adalah
Khurasan, karena tempat ini jauh dari pengamatan pemerintahan pusat
Umayyah di Damaskus. Selain itu, terjadi perpecahan antar suku atau
kabilah di Khurasan yang dimanfaatkan oleh para propagandis untuk
menyebarkan ide pemikiran baru di sana.

Humaimah adalah tempat yang tenang, bermukim di kota kecil itu


keluarga bani Hasyim baik dari kalangan pendukung Ali maupun
pendukung keluarga Abbas. Kufah adalah wilayah yang penduduknya
menganut aliran Syi’ah, pendukung Ali bin Abi Thalib, yang selalu
bergejolak dan ditindas oleh bani Umayyah. Sehingga mudah untuk
dipengaruhi agar memberontak terhadap Umayyah. Khurasan mempunyai
warga yang pemberani, kuat fisiknya, teguh pendirian, tidak mudah
terpengaruh nafsu dan berhati-hati terhadap kepercayaan yang
menyimpang, mereka meyakini prinsip kebenaran Tuhan yang suci,
sebagaimana oleh para peneliti modern dinamakan The Divine Rights.
Penduduk Khurasan juga dianggap sebagai wilayah yang masih bersih dari
warna-warna tersendiri yang dipengaruhi oleh kefanatikan kepada tokoh
tertentu, bukan wilayah yang ditempati kaum syiah yang mendukung Ali
r.a. juga bukan golongan pengikut Bani Umayyah yang memperjuangkan
pembalasan terhadap Usman bin Affan r.a. Di sanalah diharapkan dakwah
kaum Abbasiyah mendapatkan dukungan. Muhammad ibn ‘Ali mengatur

8
strategi di Humaimah dengan mengirim misionari dan mengangkat para
pimpinan untuk selanjutnya ditugaskan mengawasi penyebaran misi di
Kufah dan perkembangan yang terjadi di Khurasan. Mereka menjalankan
misinya dengan sangat rahasia, salah satu caranya adalah mereka
berdakwah sambil berdagang mengunjungi tempattempat yang jauh. Peran
ini disebut sebagai peran misi rahasia atau periode gerakan rahasia yang
berlangsung pada tahun 100-127 H. Sementara di Kufah yang merupakan
tempat bertemunya antara para pembesar Humaimah dan kegiatan
Khurasan terus diadakan penyebaran misi bani Hasyim.

Di Khurasan cabang Abbasiyah berhasil mengajak kerja sama


ketuaketua Khurasan yang diketahui memiliki kecondongan kepada
keluarga Nabi dan kebencian atas kebijakan-kebijakan bani Umayyah.
Agen-agen Abbasiyah melancarkan seruan pembelaan terhadap Ali, untuk
meruntuhkan kekuasaan Umayyah, dan sekaligus untuk menciptakan era
baru yang penuh kedamaian dan keadilan. Selama waktu itu, pimpinan
agen Abbasiyah, yakni Abu Muslim berhasil memperluas jaringan gerakan
rahasia dan mengorganisir kekuatan militer pendukung di Khurasan.
Jargon-jargon yang paling getol disuarakan untuk mendapat dukungan
adalah seputar persamaan kedudukan antara bangsa Arab dan non-Arab,
keutamaan kerabat Nabi dan hak mereka dalam hal kepemimpinan.
Sebagaimana mereka juga menyuarakan kesalahan-kesalahan penguasa
bani Umayyah. Dan menggambarkan mereka sebagai penguasa duniawi
saja yang tidak memperhatikan Islam, ruh dan falsafahnya. Oleh karena
itu, logis kalau bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan daulah bani Umayyah. Kemudian
propaganda selanjutnya dilakukan secara terang-terangan dimulai tahun
127 H (745 M) ketika Abū Muslim al-Khurasaniy diutus oleh pimpinan
Humaimah untuk memimpin gerakan pasukan perjuangan dari kalangan
Khurasan untuk melawan dan meruntuhkan kekuasaan Umayyah. Para
pengikut Abu Muslim bergabung dengan pengikut Abbasiyah, mereka

9
merupakan gabungan dari sekumpulan orang yang menerima misi baru
tersebut. Gerakan ini menghimpun keturunan ‘Ali (‘Alawiyyin)
pemimpinnya Abu Salamah, keturunan Abbas (‘Abbasiyah) pemimpinnya
Ibrahim al-Imam danketurunan bangsa Persia, pemimpinnya Abu Muslim
al-Khurasaniy. Gabungan kekuatan ini berdiri atas nama Abbasiyah yang
sudah menggunakan kekuatan bersenjata untuk melawan kekuatan
Umayyah yang dipimpin oleh seorang tentara cerdik yaitu Abu Muslim al-
Khurasaniy.

Sekitar tahun 747 M, Abbasiyah telah siap bergerak. Khurasan


merupakan sebuah ajang agitasi politik dan menjadi harapan eskatologis.
Kedatangan al-Mahdi di akhir zaman, dan berawalnya sebuah era baru
yang penuh keadilan menjadi harapan mereka. Abu Muslim menampilkan
bendera hitam sebagai simbol perjuangannya untuk menggalang
masyarakat yang dirugikan lantaran kehilangan status dan beban pajak
yang tidak adil. Sekitar 3000 pasukan tempur bersatu untuk tujuan
tersebut. Mereka mengalahkan rival mereka di Khurasan, memperbanyak
pendukungnya dari kalangan masyarakat Yaman yang tinggal di Iran
Barat, menghancurkan kekuatan Marwan di Iraq, dan akhirnya benar-
benar mengambil alih kekuasaan khilafah. Pada tahun 132 H (750 M),
daulat Umayyah digulingkan oleh Abbasiyah dengan terbunuhnya khalifah
terakhir bani Umayyah, Marwan bin Muhammad di Bushir, wilayah Bani
Suwayf ketika melarikan diri hingga ke Mesir. Dengan demikian maka
berdirilah Daulah Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya,
Abu al-‘Abbas al-Saffah yang berpusat untuk pertama kali di Kufah.

B. Perkembangan Politik Dinasti Abbasiyah


Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik. Ketika Daulah Abasiyah memegang tampuk kekuasaan
tertinggi islam, terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Kekuasaan bani Abassiyah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat

10
panjang berkisar tahun 132 H sampai 656 H (750 M-1258 M) yang dibagi
menjadi 5 periode :
1. Periode pertama (132 H/750 M- 232 H/847 M). Di sebut periode
pengaruh Persia pertama.
2. Periode kedua (232 H/847 M- 334 H/945 M). Di sebut masa pengaruh
Turki pertama.
3. Periode ke tiga (334 H/ 945 M – 447 H/1055 M). Masa kekuasaan
dinasti Buwaih atau pengaruh Persia kedua.
4. Periode ke empat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M). Merupakan
kekuasaan dinasti bani Saljuk dalam pemerintahan atau pengaruh
Turki dua.
5. Periode ke lima (590 H/1194 M – 565 H/1258 M). Merupakan masa
mendekati kemunduran dalam sejarah peradaban islam.

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa


keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun
filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, sangat singkat, yaitu dari tahun


750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-
775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani
Umayyah, Khawarij, dan Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-
tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu
disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah
pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah
sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia
membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani

11
melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani
pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah.
Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang
baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang
baru dibangunnya,yaitu di Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia,
Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti
Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru
ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di
antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di
bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat
Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang
diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Dia juga
membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian
negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk
Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman
negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah
ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya
sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos
ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah
sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur
jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada
khalifah.

Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-


daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan
memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha
tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah
Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Kesebelah utara bala
tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus.
Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama

12
gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala
tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus,
Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India. Pada masa
al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata :

Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah


kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)

Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan


berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan
dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa
al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, berbeda dari daulat Bani
Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-
Manshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama
yang sebenarnya. Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah
diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur,
maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun
Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842
M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan


peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Popularitas daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid
Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M).
Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan
sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang
dokter. Di samping itu, pemandianpemandian umum juga dibangun.
Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada

13
masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan
tak tertandingi. Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai
khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemahpenerjemah
dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli dibidangnya
masing masing. Ia juga banyak mendirikan sekolah sekolah, salah satu
karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah,
pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang


besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan,
keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada
masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem
ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti.
Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan
demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan
politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri
maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani
Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika
Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa
dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.

Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih


menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada
perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani
Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas
yang tidak terdapat di zaman Bani Umayyah.anatara lain

14
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani
Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan
dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam.
Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah,
pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode
kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik
dan pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada
jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen.
Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa
pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara
khusus yang profesional.

Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan


dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan
tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani
Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal
kebangkitan Islam.

C. Perkembangan Ekonomi Masa Dinasti Abbasyiah

Dalam masa permulaan pemerintahan Bani Abbasiyyah,


pertumbuhan ekonomi (economic growth) dikatakan cukup stabil dan
menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh berlimpah-limpah,
uang masuk lebih banyak dari pada pengeluaran. Keuangan nasional
membengkak melebihi dari anggaran belanja negara. Khalifah al-Mansur
merupakan tokoh ekonom Abbasiyyah yang telah mempu meletakkan
dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara.
Keutamaan al-Mansur dalam menguatkan dasar Daulah Abbasiyyah
dengan ketajaman pikiran, disiplin, dan adil adalah sama halnya dengan
Khalifah Umar ibn Khattab dalam menguatkan Islam.

15
Pada waktu khalifah al-Mansur meninggal dunia setelah
memerintah selama 22 tahun, dalam kas negara tersisa kekayaan negara
sebanyak 810.000.000 dirham. Sedangkan pada Khalifah Harun al-
Rasyid meninggalkan kekayaan negara sebanyak 900.000.000 dirham.
Kecakapan Harun dalam menggunakan anggaran belanja negara sama
dengan al-Mansur, hanya saja Harun lebih banyak mengeluarkan
dibanding dengan al-Mansur, mungkin karena tuntutan zaman yang
berbeda. Pada masa permulaan Abbasiyyah, semua khalifah menaruh
perhatian besar terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan negara.
Sektor-sektor perekonomian yang dikembangkan meliputi pertanian,
perindustrian, dan perdagangan.

1. Sektor Pertanian
Di sektor pertanian, usaha-usaha yang dilakukannya, yaitu :
a. Memberlakukan ahl zimmah dan mawali denga
perlakuan baik dan adil, serta menjamin hak milik dan
jiwa mereka, hingga kembalilah mereka bertani di
seluruh penjuru negeri.
b. Mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang
berlaku kejam kepada para petani.
c. Memperluas daerah-daerah di segnap wilayah negara.
d. Membangun dan mentempurnakan sarana perhubungan
ke daerah-daerah pertanian, baik darat maupun air.
e. Membangun bendungan-bendungan dan menggali
kanal-kanal baik besar maupun kecil, sehingga tidak
ada daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi.

Dengan langkah seperti itu maka pertanian menjadi


maju pesat, tidak saja di tanah Iraq yang tanahnya terkenal
subur, tapi juga di seantero negeri. Tiap-tiap wilayah
mempunyai kekhususan dalam menghasilkan pertanian.

16
2. Sektor Perindustrian
Pada masa Abbasiyyah dibangun tempat-tempat
perindustrian hampir meliputi seluruh wilayah tanah air.
Perindustrian terbesar dari sektor pertambangan yang
meliputi : tambang perak, tembaga, seng, dan besi yang
dihasilkan dai tambang-tambang di Persia dan Khurasan.
Dekat Beirut terdapat beberapa tambang besi, seperti halnya
marmer di Tibris, dan sebagainya. Juga di Asia barat terdapat
pabrik-pabrik, seperti pabrik permadani, sutera, katun, wol,
brokat (baju perempuan), sofa, dan lain-lain.
Dengan banyaknya dibangun tempat-tempat industri,
maka terkenallah, misalnya: Bashrah, terkenal dengan industri
sabun dan gelas; Kufah dengan industri suteranya; Khuzastan,
dengan tekhtil sutera bersulam; Damaskus, dengan kemeja
sutera; Khurasan, dengan selendang, wol, emas, dan peraknya;
Syam, dengan keramik dan gelas berwarnanya; Andalusia,
dengan kapal, kulit, dan senjata; Baghdad sebagai ibu kota
negara memiliki berbagai macam tempat industri.
Dalam catatan sejarah, Baghdad mempunyi lebih 100
kincir air, 4000 pabrik gellas, 30.000 kilang keramik. Di
samping itu, Baghdad mempunyai industri-industri khusus
barang-barang mewah (lux) baik gelas, tekstil, keramik, dan
sebagainya. Di kota Baghdad diadakan pasar-pasar khusus
untuk macam-macam hasil produksi, seperti pasar besi, pasar
kayu jati, pasar keramik, pasar tekstil, dan sebagainya.

3. Sektor Perdagangan
Kota Baghdad, di samping sebagai kota politik, kota
agama, kota kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan
yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota Damaskus
merupakan kota dagang nomor dua, sebagai pusat kota

17
perdagangan translit bagi kafilah-kafilah dagang dari Asia
Kecil, dan daerah-daerah Furat yang menuju negeri- negeri
Arab dan Mesir atau sebaliknya. Sungai Tigris dan Furat
menjadi pelabuhan transmisi bagi kapal- kapal dagang dari
berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak perdagangan
tingkat internasional ini semenjak Khalifah al-Mansur. Kecuali
Baghdad dan Damaskus, juga terkenal sebagai kota dagang
adalah Bashrah, Kufah, Madinah, Kairo, dan kota-kota di
Persia. Kapal- kapal dagang Arab Islam telah sampai ke
Ceylon, Bombai, Malaka, pelabuhan-pelabuhan di Indocina,
tiongkok, dan India.
Pada waktu itu terjadilah hubungan dagang antara kota-
kota dagang Islam dengan kota- kota dagang di seluruh
penjuru dunia. Untuk menghindari terjadinya kolusi dan
penyelewengan dalam sektor perdagangan, Khalifah Harun
membentuk satu badan khusus yang bertugas mengawasi
pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan
harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga.

D. Perkembangan Pendidikan Dinasti Abbasyiah


Lembaga pendidikan sudah mulai berkembang., pada awal
kebangkitan Islam, Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan
tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir,
hadits, fiqh dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau
beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya,
ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya
berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama

18
bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di
istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli
ke sana.

Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa


pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di
samping terdapat kitab-kitab, juga dapat digunakan untuk membaca,
menulis, dan berdiskusi.1 Perkembangan lembaga pendidikan itu
mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai
bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah,
maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. kemajuan tersebut paling tidak
ditentukan oleh dua hal, yaitu :

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa


lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang
ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas,
bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi
berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu
memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia juga sangat kuat di
bidang pemerintahan seperti yang sudah disebutkan diatas, Di
samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat
dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi.
Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui
terjemahanterjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama
filsafat.
2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase
pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-
Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-

19
karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua
berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300
H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang
filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun
300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-
bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.

Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju


tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja
membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi
juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal
sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur,
yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari
Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode
rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran
daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang
berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi
jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional),
sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan
terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan
umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bidang ilmu
tersebut. Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada
masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah
Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapatpendapat hukumnya
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang
berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup
kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih
tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan
pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus
pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun

20
Ar-Rasyid. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik
Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan
tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum
itu ditengahi oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan
Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang
mengembalikan sistem madzhab dan pendapat akal semata kepada
hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang
kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini
mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran Islam dari
kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Di samping
empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan
Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan
pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula.
Akan tetap, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan
mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.

Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa Bani


Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun ada.
Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi
rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah.
Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan
sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani
Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran
Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam
Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah
Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam
(185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang
teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M)
yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali
terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari
sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku

21
pula dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat
pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh
tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para
pencari dan penulis hadits bekerja. Pengaruh gerakan terjemahan
umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia
dan sejarah.

Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai


astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-
Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus,
menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.
Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina.
Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit
cacar dengan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan
measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai
kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan
Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan
sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah
al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran
paling besar dalam sejarah.

E. Perkembangan Militer Dinasti Abbasyiah


Pada masa Dinasti Abbasiyah dibentuknya tentara profesional,
sebelumnya belum ada tentara khusus yang profesional seperti pada masa
Dinati Abbasiyah. Tentara ini tidak hanya direkrut dari bangsa Arab
melainkan dari bangsa Persia dan Turki. Tentara ini dibina dan digaji,
sehingga mereka harus loyal kepada dinasti dan tidak pada kepentingan
kesukuan atau kasta tertentu serta menggaji mereka. Pembentukan tentara
ini karena praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah tidak ada
lagi. Tentara yang dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit
professional, bukan hanya cakap dalam peperangan akan tetapi mampu

22
bagaimana mempertahankan dan mengamankan negara sehingga stabilitas
negara dapat terjaga. Dengan kondisi pemerintahan yang aman serta
konsentrasi tidak lagi hanya pada bidang politik semata tetapi juga dapat
diarahkan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan bidang lainnya.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, angkatan bersenjata pada tahun-
tahun pertama berasal dari pasukan Arab juga disokong oleh pasukan-
pasukan dari Kurasan. Adapun alasan Dinasti Abbasiyah merekrut tentara
dari kurasan karena kesetiaan tentara Kurasan, hal ini dapat dilihat pada
saat persekutuan menumbangkan dinasti Bani Umayyah. Hal demikian
menjadi salah satu alasan mengapa kemudian mereka menjadi pasukan inti
dari angkatan bersenjata Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah juga
merasa perlu membalas jasa mereka dengan cara menempatkan pasukan
Khurasan dalam barisan angkatan bersenjata Abbasiyah.

F. Perkembangan Sosial Masyarakat Dinasti Abbasyiah


Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa
persamaan. Pendekatan terhadap kaum Mawali dilakukan antara lain
dengan mengadopsi sistemadministrasi dari tradisi setempat (Persia)
mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan
meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh
bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan
agama Islam, Kristen, dan Majusi.
Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi
berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang.
Sehingga, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam dua kelompok besar, kelas
khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga
khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya.
Para petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum
terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa
buruh dan petani. Sistem sosial pada masa ini, sistem sosial adalah

23
sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umayah). Akan tetapi,
pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu :
a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan
tempat yang sama dalam kedudukan sosial.
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang
berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.).
c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran.
d. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru.

G. Sebab Keruntuhan Dinasti Abbasyiah


1. Keruntuhan dari segi internal (dari dalam) :
a. Mayoritas khalifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan
urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka
terhadap negara.
b. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, menyebabkan
komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
c. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan
kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi
mereka.
d. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan
khalifah kepada mereka sangat tinggi.
e. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama, serta
merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
2. Keruntuhan dari segi eksternal (dari luar) :
a. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan
banyak korban.
b. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang
menghancurkan Baghdad.

Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya


kerajaan Abbasyiah dan muncul Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan

24
Usmani di Turki dan Kerajaan Mughal di India. Daulah Abbasiyah Lenyap
dari Permukaan Bumi, runtuhnya daulah ini ketika dijabat oleh khalifah
Al-Musta’sim (khalifah terakhir di daulah ini), beliau besarta putra-
putranya dan seluruh pembesar-pembesar kota Bagdad mati dibunuh,
akibat ulah khianat laskar Holako, sebagian besar penduduk dari kota ini
disembelih, laksana menyembelih binatang.

Lalau laskar Holako merampas,menjarah dan melakukan


perbuatan-perbuatan yang tiada terperikan kejam dan ganasnya, mereka
juga merusak gedung-gedung nan indah permai, madrasah-madrasah dan
masjidmasjid serta kitab-kitab pengetahuan yang tiada ternilai harganya,
mereka lempar ke dalam sungai Tigris sehingga hitam airnya lantaran tinta
yang luntur. Daulah Abbasiyah lenyap dari permukaan bumi, runtuh
terkubur dalam kota Bagdad yang hangus dibawah runtuhnya gedung-
gedung dan istana yang indah permai.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dinasti Abbasyiah merupakan masa pemerintahan umat islam yang
merupakan asa keemasan dan kejayaan dari peradaban uumat islam yang
pernah ada. Pada masa dinasti Abbasyiah kekayaan negara melimpah dan
kesejahteraan rakyat sangat tinggi. Pusat peradaban islam mengalami
kemajuan yang pesat sehingga pada masa ini banyak muncul para tokoh
ilmuan dari kalangan umat islam, baik itu dalam bidang agama, bidang
umum dan bidang ekonomi dan juga melahirkan tokoh-tokoh dibidang
ilmu masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid
kesejahteraan umat islam sangat terjamin, karena pada masa inilah puncak
dari kajayaan dinasti Abbasyiah pembangunan dilakukan dimana-mana.
Namun diakhir pemerintahan khalifah dinasti Abbasyiah, islam
mengalami keterpurukan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan dari
serangan tentara Mongol yang telah menghancurkan pusat peradaban umat
islam di Baghdad Mongol ke wilayah kekuasaan Islam mejadi lemah,
apalagi serangan Hulangu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasyiah mejadi lemah dan akhirnya menyerah
kepada kekuatan Mongol.

B. Saran
Penulis tidak dapat menyatakan bahwa Makalah ini sudah
sempurna. Makalah ini masih banyak kekurangan dan membutuhkan
perbaikan untuk menyempurnakan Makalah ini. Oleh karena itu, saran dan
kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan Makalah ini.
Penulis berharap selanjutnya ada yang membahas atau meneliti dengan
lebih dalam tentang Perkembangan-Perkembangan Pada Masa Dinasti
Abbasiyah.

26
Daftar Pustaka

1. Aminulah, Najili. 2016. DINASTI BANI ABASSIYAH, POLITIK,


PERADABAN DAN INTELEKTUAL.
http://www.jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/geneologi/article/view/233.
Diakses 11 Oktober 2020.
2. Amin, Muhamad. 2016. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
DINASTI ABBASIYAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP DUNIA
ISLAM KONTEMPORER. http://repository.radenfatah.ac.id/6316/.
Diakses 11 Oktober 2020
3. Edianto. 2017. BANI ABBASIYAH ( Pembentukan, Perkembangan dan
Kemajuan ).
http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/4136. Di
akses 3 Oktober 2020.
4. Farah, Naila. 2014. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN
ADMINISTRASI PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI
ABBASIYAH.
https://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/amwal/article/view/227.
Diakses 11 Oktober 2020.
5. Meriyati. 2018. PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM PADA MASA
DAULAH ABBASIYAH.
http://ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/isbank/article/view/54. Diakses 3
Oktober 2020.

27

Anda mungkin juga menyukai