Dosen Pengampu:
Kelas : F (Semester 6)
FAKULTAS TARBIYAH
2021
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada
Rasulullah SAW dan segenap keluarga, para sahabat dan para pengikutnya atas
teladan yang menghantarkan kebahagiaan dunia dan akhirat dalam bimbingan
agama Islam sehingga penulis dapat menyelesikan tugas makalah “Sejarah
peradaban islam” ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi pembaca khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah ............................................ 3
B. Khalifah dinasti Abbasiyah ............................................................ 4
C. Kemajuan dinasti Abbasiyah .......................................................... 7
D. Faktor penyebab kemunduran dinasti Abbasiyah ........................ 18
E. Dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad ........................... 21
F. Akhir kekuasaan dari dinasti Abbasiyah ...................................... 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah peradaban islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan
perkembengan peradaban islam dari satu waktu ke waktu yang lain, sejak zaman
lahirnya islam sampai sekarang. Pada pembahasan kali ini kita akan membahas
tentang khazanah peradaban islam Dinasti Abbasiyah merupakan dinsati yang
memerintah setelah bani Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiyah dikarenakan
para pendiri dan penguasanya merupakan keturunan dari Abbas, yang
merupakan paman dari Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah sendiri di
dirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Abdullah Ibn al-Abbass.
Peradaban islam mengalami puncang kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang di awali dengan
penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani di dalam Bahasa
Arab, pendirian pusat pengetahuan ilmu, perpustakaan, terbentuknya mazhab
ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir. Dinasti
Abbasiyah merupakan dinasti islam yang paling berhasil dalam mengembangkan
perdaban islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan
peradaban islam. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah berdirinya
bani Abbasiyah sampai pada akhir kekuasaan dari bani Abbasiyah. Serta akan di
paparka kemajuan-kemajuan serta para khalifah dari dinasti Abbasiyah yang
memerintah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah ?
2. Siapa sajakah khalifah dinasti Abbasiyah ?
3. Bagaimana kemajuan dinasti Abbasiyah?
4. Apa sajakah faktor penyebab kemunduran dinasti Abbasiyah ?
5. Dinasti manakah yang memerdekakan diri dari Baghdad?
1
6. Bagaimana akhir kekuasaan dari dinasti Abbasiyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah
2. Untuk mengetahui pada khalifah dinasti Abbasiyah
3. Untuk mengetahui kemajuan dinasti Abbasiyah
4. Untuk mengetahui factor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran dari
dinasti Abbasiyah
5. Untuk mengetahui dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad
6. Untuk mengetahui akhir dari kekuasaan bani Abbasiyah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), 7.
3
gerakan dilanjutkan oleh saudaranya bernama Abdullah bin Muhammad, yang
lebih terkenal dengan nama Abul Abbas as-Shaffah.
Gabungan antara Abul Abbas as-Shaffah dengan Abu Muslim
AlKhurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat ditakuti bani
Umayyah. Akhirnya, dinasti Umayyah mengalami kekalahan total dalam
pertempuran. Khalifah Marwan II bersama 120.000 tentaranya berhasil
dikalahkan oleh gerakan kelompok bani Hasyim. Khalifah Marwan II tewas
dalam pertempuran di Busir (wilayah al-Fayyum) tahun 132H/750M. kematian
khalifah Marwan II menjadi akhir dari runtuhnya dinasti Umayyah sekaligus
menjadi awal berdirinya dinasti Abbasiyah. Abul Abbas as-Shaffah merupakan
khalifah pertamanya, sedangkan pusat kekuasaan awalnya ditempatkan di
Kufah.2 Untuk pertama kalinya dinasti ini dipimpin oleh para khalifah yang
cerdas dan kuat, seperti al-Manshur, al-Rasyid dan al-makmun, sehingga dinasti
ini mampu bertahan selama berabad-abad.3
2
Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2013, 8–9.
3
Yusuf al-Qaedhawi, Meluruskan Sejarah Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 119.
4
10. Abul Fadl Ja’far al-Mutawakkil
11. Abu Ja’far Muhammad al-Muntasir
12. Abul Abbas Ahmad al-Musta’in
13. Abu Abdullah Muhammad al-Mu’taz
14. Abu Ishaq Muhammad al-Muhtadi
15. Abul Abbas Ahmad al-Mu’tamid
16. Abul Abbas Ahmad al-Mu’tadid
17. Abu Muhammad Ali al-Muktafi
18. Abu Fadl Ja’far al-Mu’tadir
19. Abu Mansur Muhammad al-Qahir
20. Abul Abbas Ahmad Ar-Radhi
21. Abu Ishaq Ibrahim al-Muttaqi
22. Abul Qasim Abdullah al-Mustaqfi
23. Abul Qasim al-Fadl al-Muti’
24. Abul Fadl Abul Karim at-Ta’i
25. Abul Abbas Ahmad al-Qadir
26. Abu Ja’far Abdullah al-Qa’im
27. Abul Qasim Abdullah al-Muqtadi
28. Abul Abbas Ahmad al-Mustazhir
29. Abu Mansur al-Fadl al-Mustarsyid
30. Abu Ja’far al-Mansur ar-Rasyid
31. Abu Abdullah Muhammad al-Muqtafi
32. Abul Muzaffar al-Mustanjid
33. Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadi’
34. Abu al-Abbas Ahmad an-Nasir
35. Abu Nasr Muhammad az-Zahir
36. Abu Ja’far al-Mansur al-Mustansir
37. Abu Ahmad Abdullah al-Musta’sim.4
4
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), 98–99.
5
Pada masa bangsa Mongol dapat menaklukan Baghdad tahun
656H/1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari
pembunuhan dan meneruskan kekhalifahan dengan gelar khalifah yang hanya
berkuasa di bidang keagamaan di bawah kekuasaan kaum Mamluk di kairo,
Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar Sultan.Jabatan khalifah yang
disandang oleh keturunan Abbasiyah di Mesir berakhir dengan diambilnya
jabatan itu oleh Sultan Salim I dari Turki Usman ketika menguasai Mesir pada
tahun 1517 M. Dengan demikian, hilanglah kekhalifahan Abbasiyah untuk
selamanya-lamanya. Para Khilafah Bani Abbasiyah yang ada di Mesir adalah
sebagai berikut :
1. Al- Muntashir
2. Al- Hakim I
3. Al- Mustakfi
4. Al- Wasiq
5. Al- Hakim II
6. Al- Mutadid I
7. Al- Mutawakkil I
8. Al- Mu’tashim
9. Al- Mutawakkil I
10. Al- Watsiq II
11. Al- Mu’tashim
12. Al- Mutawakkil I
13. Al- Musta’in
14. Al- Mu’tadid
15. Al- Mustakfi II
16. Al- Qaim
17. Al- Mustanjid
18. Al- Mutawakkil II
19. Al- Mustamsik
20. Al- Mutawakkil III
6
21. Al- Mustamsik
22. Al- Mutawakkil III.5
5
Mufrodi, 100.
7
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai
menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus
berkembang.6
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat,
yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja’far al-Manshur
(754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani
Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-
tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu
disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah
pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di
Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, al-Manshur
memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan kemudian
menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena
dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya. Pada mulanya ibu kota negara
adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah, namun untuk lebih memantapkan dan
menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu
kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota
Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan Dinasti
Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru
ini al- Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di
antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di
bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir
sebagai koordinator dari kementrian yang ada. Wazir pertama yang diangkat
adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk
lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping
membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman
sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada
sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan
tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al- Manshur,
6
Siti Zubaidah, Sejarah Peradapan Islam ( Medan : Perdana Publising, 2016), 91.
8
Jawatan Pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah
sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur Jawatan
Pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.7
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang
sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan
keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut
benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada
tahun 756-758 M. Ke Utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan
mendekati Selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan Kaisar
Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar
upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di
Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus dan India. Pada
masa al-Manshur ini, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata:
“Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan
Tuhan di bumi-Nya)”.
Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke
generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan
pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa’ al-Rasyiduun.
Disamping itu, berbeda dari Daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah
memakai “gelar tahta”, seperti al-Manshur, dan belakangan gelar tahta ini lebih
populer daripada nama yang sebenarnya. Kalau dasar-dasar pemerintahan
Daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-
Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-
Rasyid (786- 809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-
Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada masa al-Mahdi
perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui
irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan
7
Ibid 92
9
besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak
membawa kekayaan dengan Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.8
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah
Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-
833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk
keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan,
sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Al-Ma’mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang
sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia
menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama
lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak
mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah
pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah
Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu’tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar
kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan
mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah
Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.
Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina
secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan
militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam
periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas,
baik dari kalangan Bani Abbasiyah sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan
itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas,
8
Ibid 93
10
revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi’ah,
dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat
dipadamkan. 9
Dari gambaran di atas terlihat bahwa Bani Abbasiyah pada periode
pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari
pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbasiyah dan
Bani Umayyah. Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani
Abbasiyah yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah, antara lain:
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti
Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode
pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan
Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki
sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan
Wazir, yang membawahi kepala-kepala Departemen. Jabatan ini tidak
ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan.
Bani Abbasiyah. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang
profesional. Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan
dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, akan
tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas
sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam.
Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah
mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1. Maktab/Kuttab dan Masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan
tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits,
fiqh dan bahasa.
9
Ibid 95.
11
2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau
beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya,
ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung
di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak
penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa
tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.10
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan
Bani Abbasiyah, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan
pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat
kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan
bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman
Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu,
kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
10
Ibid 95.
12
banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalambidang astronomi dan
manthiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun
hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah
tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang
ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.11
Masa dinasti Abbasiyah ini merupakan masa keemasan atau masa
kejayaan umat Islam sebagai pusat dunia dalam berbagai aspek peradaban.
Kemajuan itu hampir mencakup semua aspek kehidupan, Popularitas bani
Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid(786-809M)
dan puteranya al-Ma’mun(813-833M). Kemajuan dinasti abbasiyah dapat dilihat
dari :
1. Biro-Biro Pemerintahan Abbasiyah
Keadaan biro-biro pemerintahan pada masa daulah Abbasiyah
hampir sama dengan daulah umaiyah, hanya saja pada Dinasti Abbasiyah
telah mengalami kemajuan-kemajuan dan perbaikan serta penyempurnaan,
untuk menjalankan sistem pemerintahannya Dinasti Abbasiyah
membentuk birobiro pemerintahan baru, yaitu;
a. Amirul Umara adalah panglima besar yang diserahkan pimpinan
Negara.
b. Dewan Az-Zimani adalah dewan pengawas.
c. Dewan korespondensi/Dewan at-Taqwi adalah dewan yang
menangani surat resmi, dokumem politk, serta instruksi
ketetapan khalifah.
d. Dewan al- akhdas wasy syurthah adalah dewan kepolisian
e. Dewan al-Barid adalah badan Pos Negara.
f. Qiwan Qadli Qudha adalah dewan kehakiman.12
2. Sistem Militer
11
Ibid 96.
12
Abrari Syauqi dkk, Sejarah Peradapan Islam (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016), 55-56.
13
Sistem mileter terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta
pelatihan dan pengajaran secara regular. Angkatan perang berada dibawah
dewan al-Jund , pasukkan pengawal khalifah/hams adalah satu-satunya
pasukkan tetap yang mengepalai sekelompok pasukkan. Ada juga pasukan
bayaran atau suka relawan, serta sejumlah pasukkan dari berbagai suku.
Pasukkan tetap bertugas aktif disebut murtaziqah dan pasukkan
sukarelawan disebut muta-thawwi’ah.
3. Perdagangan dan Industri
Dinasti Abbasiyah mementingkan perindustrian, Dinasti ini
menyerukan kepada rakyat untuk membangun industri. Para pemerintah
juga menggunakan sumber kekayaan Negara dari hasil tambang untuk
pembangunan industri. Ada bebaerapa kota yang terkenal sebagai pusat
industri :
a. Basrah kota penghasil sabun dan gelas
b. Kauffah terkenal sabagi penghasil sutra
c. Damaskus kota penghasil kemeja sutera
Segala upaya yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyah untuk
memajukan perdagangan, umpamanya:
a. Dibangun sumur-sumur dan tempat-tempat istirahat dijalan-jalan
yang dilewati oleh khalifah dagang.
b. Dibangunkan armada-armada dagang.
c. Dibangunkan armada-armada untuk melindungi pantaipantai
Negara dari serangan bajak laut.
Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan
perdagangan dalam dan luar negeri.13
4. Perkembangan Bidang Pertanian.
Bidang pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasti
Abbasiyah karena pusat pemerintahannya berada di daerah yang sangat
subur. Pertanian merupakan sumber utama pemasukkan Negara dan
pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli,
13
Ibid 56.
14
dalam usaha memajukan pertanian pemerintah Abbasiyah melakukan
usaha:
a. Memperluas daerah-daerah pertanian disegenap wilayah Negara.
b. Membangun bendungan-bendungan dan menggali kanalkanal
lama, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak memiliki
irigasi.
5. Perkembangan Ilmu Pada Masa Abbasiyah
a. Perkembangan Ilmu Bidang Agama.
1) Ilmu Tafsir
Para sahabat yang menafsirkan antara lain Ibnu Abbas, Ibnu
Mas’ud, Ali ibn Abi Thalib, dan Ubay ibn Ka’ab dengan menafsirkan
ayat dengan hadits atau atsar atau kejadian yang mereka saksikan ketika
ayat itu turun, kemudian para Tabi’in mengambil tafsir dari para sahabat
tersebut dengan ditambah cerita Israiliyat, setelah itu para mufasir
dengan cara menyebut satu ayat kemudian menerangkan tafsirnya yang
diambil dari sahabat dan Tabi’in. Tafsir yang termasyhur diantaranya
Tafsir Ibnu Jarir At- Thabary. Cara penafsirannya ada dua macam:
a) Tafsir bil ma’tsur, yaitu memikirkan Al-Qur’an dengan hadits Nabi.
Mufasir termasyhur pada masa Abbasiyah antara lain: Ibnu Jarir at-
Thabary, tafsirnyaü sebanyak 30 juta. Ibnu Athiyah al-Andalusi
(Abu Muhammad ibnü Athiyah) 481-546 H. As-Suda yang
mendasarkan penafsirannya pada Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan para
sahabat lainnya (wafat 127 H).
b) Tafsir bir Ra’yi, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
mempergunakan akal. Mufasir yang termasyhur ialah: Abu Bakar
Asma (Mu’tazilah) wafat 240 H. Abu Muslim Muhammad bin
Nashral-Isfahany (Mu’tazilah) wafat 322 H. kitab tafsirnya 14 jilid.14
2) Ilmu Hadits
Pengumpulan dan pembukuan hadist sudah mulai sejak
pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah
14
Ibid 57-58.
15
Bani Umaiyah. Namun demikian perkembangannya yang paling
menonjol terjadi pada masa Daulah Abbasiyah, sebab pada masa inilah
munculnya ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai
zaman sekarang. Di antaranya yang terkenal ialah Imam Bukhari yang
telah mengumpulkan hadist sebanyak 7257 hadist, setelah diteliti
ditemukan 4000 hadist shahih, semuanya terkumpul dalam bukunya,
Shahih Bukhari, Imam Muslim terkenal dengan bukunya Shahih
Muslim. Buku hadist lainnya adalah Sunan Abu Daud oleh Abu Daud,
Sunan al Turuzi oleh Imam al Turmuzi, Sunan al Nasa’i oleh al Nasa’I.
Sunan Ibnu majah oleh Ibnu Majah.
3) Ilmu Kalam
Kajian ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga
neraka, serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan
suatu ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam
adalah :
a) Imam Abul Hasan Al-As’ary, Imam Abu Mansur Al Muturid (tokoh
Asy’ariyah),
b) Washil bin Atha, Abu Huzail Al-Allaf (tokoh Mu’tazilah) dan Al-
Jubai.
4) Ilmu tasawuf
Ilmu tasawuf adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada
zaman Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan
diri sepenuhnya pada Allah SWT, meninggalkan kesenangan dan
perhiasan dunia, serta bersunyi diri beribadah. lahirnya ilmu tasawuf
muncul di kalangan ulama antara lain : Al-qusyairy, Syahabuddari,
Imam al-Ghazali.15
5) Ilmu bahasa
Yang dimaksud dengan ilmu bahasa adalah nahwu, sharaffi,
ma’ani, bayan bad,’arudh, qamus,dan insya. Ulama-ulama yang terkenal
dalam ilmu bahasa:
15
Ibid 58.
16
a) Imam Sibawaihi,wafat 153 H
b) Muaz al-Harro,wafat 187 H
c) Al-Kisai,wafat 190 H
d) Abu Usman al-Maziny,wafat 149 H
6) Ilmu fiqih
Pemuka ilmu fiqih adalah: Imam Abu Hanifah ( 700-767 M), Imam
Malik (713-795), Imam Syafi’I (767-820), Imam Hambali (780-855).
16
Ibid 59
17
3) Ilmu Fisika dan Matematika
Dalam bidang ilmuwan yang terkenal sampai sekarang seperti al
khawarizmi, al Farqani, Abu Al-Wafa Muahammad dan al Biruni. Al
Khawarizmi dengan bukunya al jabr dan al Mukabala yang merupakan
buku pertama sesungguhnya ilmu pasti yang sistematis. Dari bukunya
inilah berasal istilah aljabar dan logaritma dalam matematika. Bahkan
kemajuan ilmu matematika yang dicapai pada masa ini telah
menyumbangkan pemakaian angka-angka Arab dalam matematika.
4) Ilmu Astronomi
Ulama yang terkenal dalam bidang ini adalah Abu Mansur al falaqi
karyanya Hayat al-falaq, al Farqon dengan bukunya al Harkat, al
Samawat, al Jamawi’, Ilmu al Nujum dan al Batani dengan bukunya
Tahmid al Mustaar, li Ma’na, al Mamar dan lain-lain.
5) Ilmu Sejarah dan Geografi
Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal : Ibu Ishaq, Ibnu
Hisyam, al Waqidi, Ibnu Qutaibah, al Thabari penulis kitab Al-Umam
wa Al-Muluk, dan lain-lain. Dalam bidang ilmu bumi atau geografi
ulama yang terkenal : al Yakubi dengan karyanya al Buldan, Ibnu
Kharzabah dengan bukunya al mawalik wa al Mawalik dan lain-lain.17
6) Ilmu Sastra
Dalam bidamg sastra Bagdad merupakan kota pusat seniman dan
satrawan, tokohnya antara lain abu nawas penyair yang terkenal
humornya, An-Nasyasi penulis buku Alfu Laila wa Lailah (The Arabian
Nigh), adalah buku seribu satu malam yang sangat terkenal.
17
Ibid 60.
18
dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan perpustakaan yang merupakan
gudang ilmu, dan membakar buku-buku didalamnya. Pada tahun 1400 M, kota
ini diserang pula oleh pasukan timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara
Kerajaan Safawi.
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa Faktor-faktor penting yang
menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah, adalah:
1. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyyah, sementara komunikasi
pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat
saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan
sangat rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah
kepada mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk
tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun,
khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.18
Sedangkan menerut Dr. Badri Yatim, M.A., di antara hal yang
menyebabkan kemunduran dinasti abbasiyah adalah sebagai berikut :
1. Persaingan antara bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia. Persekutuan ini dilatar belakangi oleh persamaan
nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya
sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani
Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan
antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan
masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan
sejak awal khalifah abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonom
bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana
18
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 156–57.
19
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh
dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-
Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah memasuki periode
kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran
meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi
kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak
dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak
lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain
disebabkan oleh kehidupan para khalifah. dan pejabat semakin mewah,
serta jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan
korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian
negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
3. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Pada
periode abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra
sehingga mengakibatkan terjadinya perpecahan. Berbagai aliran
keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, ahlu sunnah, dan kelompok-
kelompok lainnya menjadikan pemerintahan abassiyah mengalami
kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4. Perang Salib
Perang salib ,merupakan faktor eksternal yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
Konsentrasi dan perhatian abbasiyah terpecah belah untuk mengahadapi
tentara salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
5. Serangan Bangsa Mongol
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar
200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al Musta’shim,
20
penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul
tidak berdaya dan tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagu
Khan.19
19
Ibid 156.
20
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. RajaPerindo Persada, 2003), 63–64.
21
c. Samaniyah di Transoxania (261-389 H/ 873-998M)
d. Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H/ 878-930 M)
e. Buwaihiyah di Irak dan Iran Barat (320-447 H/ 932-1055 M)
2. Yang berbangsa Turki
a. Thuluniyah di Mesir (254-292 H/ 837-903 M)
b. Ikhsidiyah di Turkistan (320-560 H/ 932-1163 M)
c. Ghaznawiyah di Afganistan dan Khurasan (351-585 H/ 962-1189
M)
d. Saljuk
1) Saljuk besar didirikan oleh Rukn al Din Abu Thalib
Tughul Bek Ibn Mikail Ibn Saljuk Ibn Tuqaq, di Baghdad
(429-522 H/ 1037-1127 M)
2) Saljuk Kirman (433-583 H/ 1040-1187 M)
3) Saljuk Siria (487-511 H/1049-1117M)
4) Saljuk Irak di Irak dan Kurdistan (511-590 H/ 1117-1194
M)
5) Saljuk Rum/ Asia Kecil (470-700H/ 1077-1299M)
3. Yang berbangsa Kurdi
a. Al- Barzuqani (348-406 H/ 959-1015 M)
b. Abu Ali (380-489 H/ 990-1095 M)
c. Ayyubiyah di Mesir dan Siriya (564-648 H/ 1167-1250M)
4. Yang berbangsa Arab
a. Idrisiyah di Maroko (172-375H/ 788-985M)
b. Aghlabiyah di Tunisia (184-289H H/ 800-905 M)
c. Dalafiyah di Kurdistan (210-285H/ 825-898M)
d. Alawiyah di Tabaristan (250-316H/ 864-928 M)
e. Hamdaniyyah di Aleppo dan Mosul (317-394H/ 929-1002M)
f. Mazdadiyyah di Hillah (403-545 H/ 1011-1150M)
g. Ukailiyyah di Mosul (386-489H/ 996-1095M)
22
h. Mirdasiyyah di Aleppo (414-472 H/ 1023-1079M)21
23
islam rakyatnya makmur, berperadaban maju, akan tetapi kekuatan
militernya lemah.23
23
Anwar Sewang, Sejarah Peradaban Islam (Malang: Wineka Media, 2017), 240–241.
24
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keruntuhan dinasti Umayyah pada tahun 750M menjadi tonggak awal
berdirinya dinasti Abbasiyah. Khalifah pertamanya adalah AsShaffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Dinamakan
dinasti Abbasiyah karena para pendirinya adalah keturunan Abbas ibn Abdul
Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW. Masa kekuasaan dinasti bani
Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu tahun
132H/750M s.d 656H/1258M.
puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya,
yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786- 809
M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847
M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
Kemajuan Dinasti Abbassiyah di anataranya dalam bidang Sistem
Militer, Pemerintahan, Perdagangan dan Industri, Bidang Pertanian, Bidang ilmu
Agama, Bidang ilmu Umum.
Faktor kemunduran dinasti abbasiyah dinataranya karena Luasnya
wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyyah, sementara komunikasi pusat dengan
daerah sulit dilakukan, selaintu juga Dengan profesionalisasi angkatan
bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi dan Keuangan
negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi kemunduran dinasti abbasiyah
yaitu persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, perang salib, konflik
keagamaan, dan serangan bangsa mongol.
Akhir dari kekuasaan dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad
dihancurkan oleh pasukan Mongol yang di pimpin oleh Hulagu khan 656H/
1258 M. Hulagu Khan ialah seorang saudara Kubilay Khan yang berkuasa di
Cina hingga Asia Tenggara, dan saudara Mongke Khan yang menugaskannya
untuk mengembalikan Wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina kepangkuannya.
Bagdad di bumi hanguskan dan di ratakan dengan tanah. Khalifah bani
25
Abbasiyah yang Akhir dari kekuasaan dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad
dihancurkan terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah di bunuh. Buku-
buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan di buang ke sungai Tigris
sehingga berubah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam
kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentu saja masih banyak kesalahan atau
kekurangan baik itu dari segi kata, tulisan, ataupun bahasa. Maka dari itu, kami
dari pemateri mengharap bagi pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang
membangun agar kedepannya bias lebih baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
27