Disusun Oleh:
Nama: NPM
FAKULTAS SYARIAH
1445 H/ 2023 M
i
KATA PENGANTAR
1. Bapak Abidin Latua, S.H.I, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah fiqh
siyasah yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini.
2. Selanjutnya kami ucapkan terimakasih kepada seluruh rekan – rekan yang
terlibat dalam penulisan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb
..........................
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum Daulah Abbasiyah lahir telah ada terlebih dahulu Daulah
Umayyah yang diprakarsai oleh Muawwiyah. Pada masa Umayyah
pemerintahan yang demokratis berubah menjadi monarchiheridetis
(kerajaan turun menurun). Ketika dinasti Umayyah melemah, kaum
muslimin sibuk mencari figur-figur pemimpin yang mampu
mengembalikan kaum muslimin ke jalan yang benar dan menciptakan
keadilan diantara mereka. Mereka berpendapat bahwa figur yang mampu
berbuat demikian harus dari Bani Hasyim. Ditulis dan dikirimlah surat
tersebut ke Abu Hasyim Abdullah bin Abu Thalib, salah seorang ulama
terpercaya. Tidak lama kemudian kabar (surat) itu sampailah kepada
Khilafah Bani Umayyah, Suliaman bin Abdul Malik, sehingga Abu
Hasyim merasa terancam nyawanya. Dia lalu melarikan diri ke Hamimah,
yang masuk ke wilayah Damaskus, disitulah sang paman, Ali As-sajjad
bin Abdullah bin Abbas tinggal. Ketika akan meninggal, Abu Hasyim
menyerahkan surat-surat yang diterimanya kepada Muhammad bin
Abdullah bin Abbas dan berkata “Dirikanlah dinasti baru dan pewarisnya
adalah anak-cucumu”. Maka Muhammad bin Abdullah bin Abbas
melaksanakan wasiat itu. Ia mengumpulkan orang-orang kepercayaannya
untuk menyerukan kelemahan-kelemahan Dinasti Umayyah.
Daulah Abbasiyah dimulai pada tahun 120-350 H atau 737-961 M.
Pemimpin pertama zaman Abbasiyah adalah Abu Abbas Abdullah bin
Abdul Muthalib. Beliau merupakan kakak dari ayahanda Nabi Muhammad
SAW yang terkenal dengan gelar Abu Abbas As-Saffah. Melihat uraian
diatas, maka kami tertarik untuk menulis makalah yang membahas tentang
persoalan-persoalan diatas dengan judul: ”Ketatanegaraan pada masa
Abbasiyah ”.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal pembentukan pemerintahan dinasti abbasiyah ?
2. Bagaimana sistem pemerintahan dinasti abbasiyah ?
3. Kapan masa kejayaan pemerintahan dinasti abbasiyah ?
4. Bagaimana kedududkan pemerintahan dinasti abbasiyah dalam siyasah
syariah ?
5. Apa yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran dinasti abbasiyah ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana awal pembentukan pemerintahan dinasti
abbasiyah !
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem pemerintahan dinasti abbasiyah !
3. Untuk mengetahui kapan masa kejayaan pemerintahan dinasti
abbasiyah !
4. Untuk mengetahui bagaimana kedududkan pemerintahan dinasti
abbasiyah dalam siyasah syariah !
5. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kemunduran dan
kehancuran dinasti abbasiyah !
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, 3rd ed. (Riau: Puataka Riau, 2013), 179.
3
yang dilancarkan oleh Imam Ibrahim selaku pimpinan Abbasiyah. Ibrahim
akhirnya tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah, dipenjara dan
kemudian di eksekusi mati. Pimpinan aliansi dilanjutkan oleh saudaranya
yang bernama Abul Abbas yang kelak menjadi khalifah pertama dari
Dinasti Abbasiyah. Abul Abbas segera memindahkan markasnya dari
Humaimah ke Kufah dan bersembunyi disana.
Sementara itu Abu Muslim memerintahkan panglimanya yang
bernama Quthaibah bin Syahib untuk merebut Kufah. Dalam gerakan
menuju Kufah dia di hadang oleh pasukan Dinasti Umayyah di Kerbala.
Pertempuran sengitpun terjadi, dia memenangka peperangan itu meskipun
dia tewas. Anaknya Hasan memegang kendali selanjutnya dan bergerak
menuju Kufah, dan melalui pertempuran yang tidak begitu berarti kota
Kufah itu dapat ditaklukkan. Abul Abbas keluar dari persembunyiannya
dan memperoklamirkan dirinya sebagai khalifah pertama, yang diberi
nama dengan Daulah Abbasiyah dan dibai’at oleh penduduk Kufah di
masjid Kufah. Mendengar hal itu, khalifah Marwan menggerakkan
pasukan berkekuatan 120.000 orang tentara menuju Kufah. Untuk itu,
Abul Abbas memerintahkan pamannya Abdullah bin Ali menyongsong
musuh tersebut. Kedua pasukan itu bertemu di pinggir sungai Zab, anak
sungai Tigris. Pasukan Umayyah berperang tanpa semangat dan menderita
kekalahan. Abdullah bin Ali melanjutkan serangan ke Syiria. Kota demi
kota berjatuhan. Terakhir Damaskus, ibu kota Daulah Umayyah menyerah
pada tanggal 26 April 750 M. Namun khalifah Marwan melarikan diri ke
Mesir, dan dikejar oleh pasukan Abdullah. Akhirnya dia tertangkap dan
dibunuh pada tanggal 5 Agustus 750 M.
Dengan demikian, setelah Marwan bin Muhammad terbunuh
sebagai khalifah terakhir Daulah Umayyah, maka secara resmi berdiri
Dinasti Abbasiyah. Sementara orang- orang Syi’ah tidak memperoleh
keuntungan politik dari kerjasama ini, dan mereka terpaksa memainkan
4
peranan lagi sebagai kelompok oposisi pada pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah ini berkuasa selama 508 tahun lamanya. 2
2
Ummu Kalsum, Sejarah Peradaban Islam : Klasik Dan Pertengahan (Pamekasan: Duta Media
Publishing, 2021), 105- 106.
5
Luas wilayah kekuasaan yang begitu luas tidak didukung dengan
sistem pengelolaan pemerintahan dan pengawasan yang baik.
Alasan ini memicu terbentuknya kekuatan-kekuatan Islam lain yang
dapat merongrong kekuasaan. Setidaknya ini terlihat dengan
keberadaan kekuasaan Umayyah II yang berpusat di Andalusia dan
Dinasti Fathimiyyah yang mampu membangun perabadan Islam di
benua Afrika.
3
Ahmad Tabrani Dkk, Modul Perkembangan Islam Pasca Khulafaur Rasyidin, 3rd ed. (Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2023), 28-29.
6
2. Periode kedua (232 H/847 M- 334 H/945 M). Di sebut masa pengaruh
Turki pertama.
3. Periode ke tiga (334 H/ 945 M – 447 H/1055 M). Masa kekuasaan
dinasti Buwaih atau pengaruh Persia kedua.
4. Periode ke empat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M). Merupakan
kekuasaan dinasti bani Saljuk dalam pemerintahan atau pengaruh
Turki dua.
5. Periode ke lima (590 H/1194 M – 565 H/1258 M). Merupakan masa
mendekati kemunduran dalam sejarah peradaban islam. 4
1. Aspek Khilafah
Berbeda dengan pemerintahan Bani Umaiyah sebelumnya, Bani Abbas
menyatukan kekuasaan agama dan politik. Perhatian mereka terhadap
agama tentu tidak terlepas dari pertimbangan politis, yaitu untuk
memperkuat posisi dan melegitimasi kekuasaan mereka terhadap
rakyat. Pemanfaatan bahasa agama dalam pemerintahan ini terlihat
pertama kali dalam pernyataan al-Manshur bahwa dirinya adalah wakil
Allah di bumi-Nya (Zhill Allâh fi al-Ardh). Pernyataan ini telah
menggeser pengertian khalifah sebelumnya dalam Islam. Abu Bakar
yang dilantik sebagai khalifah pertama tidak menyatakan dirinya
sebagai khalifah Tuhan, tetapi khalifah Rasulullah. Sebab, ia
menggantikan kedudukan diri Rasulullah dalam kapasitasnya sebagai
pemimpin politik dan ke agamaan. Abu Bakar tidak menggantikan
posisi beliau sebagai Rasul Setelah 'Umar memerintah, gelar Khalifah
malah digantinya dengan Amir al-Mu'minîn. Karenanya, Abu Bakar
dan 'Umar tidak merasa diri mereka mutlak benar dan harus diikuti.
Mereka membutuhkan kontrol sosial dari segenap rakyatnya agar dapat
4
A. Najili Aminullah, “Dinasti Bani Abbasiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual,” Geneologi
PAI:Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 2 (2016): 17–30, http://jurnal.uinbanten.ac.id.
7
menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar. Sementara pada
masa Bani Umaiyah, kekuasan mereka lebih terpusat pada urusan
politik.5
2. Aspek Wizarah
Wizarah adalah salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu
tugas-tugas kepala negara. Orang yang membantu dalam pelaksanaan
tugas-tugas kenegaraan tersebut disebut wazîr. Sebelum masa Bani
Abbas, wizarah memang sudah ada, namun belum terlembaga. Pada
zaman Nabi SAW yang membantu tugas-tugas kenegaraan beliau
antara lain adalah Abu Bakar dan pada masa Abu Bakar, ia dibantu
oleh ‘Umar. Pada zaman wazir Bani Umaiyah hanya berfungsi sebagai
penasehat.
Pada masa Bani Abbas, di bawah pengaruh kebudayaan Persia, wazir
ini mulai dilembagakan. Dalam pemerintahan al-Saffah, wazir yang
diangkatnya adalah Abu Salamah al-Khallal bin Sulaiman al-
Hamadzani. Wazir ini bertugas sebagai tangan kanan khalifah. Dia
menjalankan urusan-urusan kenegaraan atas nama khalifah. Dia berhak
mengangkat dan memecat pegawai pemerintahan, kepala daerah
bahkan hakim. Wazir juga berperan mengoordinasi departemen
(Diwan), seperti Departemen Perpajakan (Diwan al-K men Pertahanan
(Diwan al-Jaisy), dan Departemen Keuangan (Di Bayt al-Mal). Kepala
departemen ini terkadang disebut dengan wazir. Akan tetapi mereka
tetap mengikut dan tetap berada di kekuasaan wazir koordinator. yang
dikepalai oleh masing-masing wazir ini merupakan pemerintahan Bani
Abbas yang disebut dengan Diwan al-'Aziz Departemen-departemen
kabinet dalam -Kharaj).
Berdasarkan hal ini, al-Mawardi ahli tata negara pada masa Bani
Abbas, membagi wazir menjadi dua bentuk. Pertama, wazîr al-
tafawidh yaitu wazir yang memiliki kekuasaan luas memutuskan
berbagai ke jaksanaan kenegaraan. la juga merupakan koordinator
kepala-kepala departemen. Wazir ini dapat dikatakan sebagai Perdana
5
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), 98.
8
Menteri. Karena besarnya kekuasaan wazîr tafwidh ini, maka orang
yang menduduki jabatan ini merupakan orang-orang kepercayaan
khalifah. Kedua, wazîr al-tanfidz, yaitu wazir yang hanya bertugas
sebagai pelaksana kebijaksanaan yang digariskan oleh wazîr tafwidh.
Ia tidak berwenang menentukan kebijaksanaan sendiri. 6
3. Aspek Kitabah
Besarnya pengaruh wazir-wazir dalam pemerintahan membutuhkan
tenaga-tenaga untuk membantu tugas-tugasnya dalam mengoordinasi
masing-masing departemen. Untuk itu, wazir pun mengangkat para
kâtib untuk menempati pos-posnya. Di antara jabatan katib ini adalah
katib al- rasail, katibal-kharaj, katib al-jund, katib al-syurthah, dan
kâtib al-qadhi, 15 Sesuai dengan namanya, para kâtib (kuttab) bertugas
dalam bidang masing-masing. Di antara jabatan katib yang paling
strategis dan penting adalah jabatan kâtib al-rasa'il. la bertugas
mengumumkan keputusan atau undang-undang, menyusun dan
mengonsep surat- surat politik dengan bahasa yang baik dan indah
sebelum disahkan oleh khalifah serta mengeluarkan surat-surat resmi
negara. Itulah sebabnya khalifah memilih kâtib al-rasâ'il ini dari
kalangan ahli sastra. Katib al-rasa'il ini dapat disebut juga asisten
pribadi (aspri) Khalifah atau Sekretaris Negara, karena dia duduk
berdampingan dengan Khalifah fah dalam menentukan keputusan
negara dan kepada masyarakat. Tampaknya ada perbedaan tugas
antara kepala dewan dan kätib. Kepala dewan (wazir tanfidz) bertugas
mengurus departemen yang mereka pimpin dan menjalankannya sesuai
dengan petunjuk khalifah atau wazir tafwidh. Adapun karib bertugas
mengawasin departemen. Ia bertugas dalam bidang kesekretariatan
pada masing- masing departemen.
4. Aspek Jilbab
Hijabah berarti pembatas atau penghalang. Dalam sistem politik Bani
Abbas, hajib (petugas hijab) berarti pengawal khalifah, karena tugas
dan wewenang mereka adalah menghalangi dan membata agar tidak
6
Ibid, 99-100.
9
semua orang bebas bertemu dengan Khalifah Bani Abbas Mereka
bertugas menjaga keselamatan dan keamanan khalifah. Pada masa al-
Khulafa al-Rasyidin hijabah ini tidak ada dan tidak dibutuh kan. Siapa
saja boleh bertemu dengan khalifah kapan saja tanpa ada halangan.
Bahkan khalifah bergaul membaur bersama-sama mereka secara
intens. Setelah terjadi pembunuhan terhadap diri khalifah 'Ali,
Mu'awiyah, sebagaimana disebutkan di atas sebelumnya, bersikap
lebih hati-hati. la memutuskan bahwa tidak sembarang orang bisa
bertemu dengan khalifah. Pada masa Bani Abbas, protokoler ini lebih
diperketat. Orang tidak diperkenankan masuk istana dan bertemu
dengan khalifah, kecuali untuk hal-hal yang sangat penting. Bila ada
tamu yang datang, hajib terlebih dahulu menanyakan maksud dan
tujuannya. Setelah itu, barulah hajib memutuskan boleh tidaknya ia
bertemu dengan khalifah. Kalau boleh, hajib sendiri yang
mengantarkannya kepada khalifah.
Adanya hajib ini tampaknya merupakan suatu kebutuhan dalam
pemerintahan. Kompleksnya permasalahan kenegaraan dan
kemasyarakatan serta luasnya daerah pemerintahan Bani Abbas
menuntut perlunya khalifah bersikap ekstra hati-hati terhadap segala
kemungkinan buruk yang dapat menimpa diri mereka. Jadi dapat
dipahami bahwa hajib ini kurang lebih sama dengan pengawal
pengamanan presiden (paspampres) pada masa sekarang. Harun
Nasution menyebutkan bahwa hajib dapat diartikan sebagai kepala
rumah tangga istana. Bahkan,hajib yang kuat bisa inemiliki kekuasaan
yang lebih besar dari wazir, Hajib memegang kedudukan penting
dalam pemerintahan Bani Abbas. la mempunyai pengaruh dalam
sebagai besar urusan pemerintahan. Menteri-menteri departemen harus
mendapat persetujuan hajib dalam melaksanakan tugas-tugas
kenegaraan.7
7
Ibid, 101 - 102.
10
mereka. Ketika mereka masih kuat, sistem pemerintah ini bersifat
sentralistik. Semua kepala daerah bertanggung jawab kepada khalifah yang
diwakili oleh wazir.
8
Anwar Sewang, Sejarah Peradaban Islam, Book, 1st ed. (Sulawesi Selatan: STAIN Pare-pare
Sulsel, 2017), 221.
11
banayak terjadi pemebrontakan dan bahkanbeberapa wilayah berusaha
memisahkan diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah
2. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah
dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam
secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani
Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki
tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi
kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau
finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu
pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau
dikaji oleh masyarakat sebelumnya.
Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang
membawa harum dinasyi ini.Kemajuan ilmu pengetahuan dan
peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah, ilmu bumi,
astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama
yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq
(w. 152 H / 768 M ).
3. Kemajuan dalam ilmu agama islam
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang
lima abad ( 750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam ini, khususnya kemajuan dalam bidang ilmu agama,
tidak lepas dariperan serta para ulama dan pemerintah yang memberi
dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan finansia, kepada
para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para
ulama yangingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi
yangkuat, sehingga mereka berusaha keras untuk mengembangkan dan
memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban Islam. Dianata ilmu
12
pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu
hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.
9
David Aprizon Putra Syarial Dedi, Mabrul Syah, Fiqh Siyasah, 1st ed. (Bengkulu: LP2 IAIN
Curup, 2019).
13
2. Kedua, Jabatan Khalifah adalah suatu jabatan yang tidak bisa
dipisahkan dari Negara
3. Ketiga, kepala pemerintahan eksekutif dijabat oleh seorang wazir,
4. Keempat, Dinasti ini lebih menekankan kebijaksanaannya pada
konsolidasi dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
5. Kelima, Dinasti ini bersifat universal karena muslim Arab dannon-
Arab adalah sama
6. Keenam, corak pemerintahannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
Persia
7. Ketujuh, kekuasaan khalifah yang bersifat absolut sangat menonjol
8. Delapan, Dinasti ini memanfaatkan kemajuan ekonomi untuk
mengembangkan penelitian-penelitian ilmiah diberbagai bidang
sehingga mencapai prestasi-prestasi gemilang yang mengagumkan
dunia.
14
pusat menjadi hilang peranannya kalau tidak diktakan lumpuh, maka
Khalifah hanya sebagai lambang belaka. Akibat dari itu semua Khalifah
Abbasiyah yang lemahmeminta bantuan kepada Dinasti yang kuat di
daerah untukmembantunya mengatasi tekanan Sultan yang telah terlebih
dahulu masuk dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah. 10
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi
awal kemunduran dunia Islam terjadi dengan proses kausalitas
sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal,
ketidak mampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya,
budaya hedonis yang melanda keluarga istana dan sebagainay, disamping
itu juga terdapat ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke
wilayah-wilayah Islam dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh
Hulagu Khan. Dalam makalah ini penulis akan membahas sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah serta dinamikanya.
Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang
kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai
menurun dan akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa
faktor dalam keruntuhan Dinasti Abbasyiah, yaitu:
1. Faktor Internal11
a. Ketidak Mampuan Para Khalifah
b. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil yang Memerdekakan Diri
c. Luasnya Wilayah Kekuasaan dan Lemahnya Ekonomi
d. Persaingan antara Sunni dan Syiah
2. Faktor Eksternal12
Adapun salah satu faktor eksternal yang menjadi penyebab melemah
dan hancurnya Dinasti Abbasiyah adalah.
a. Pertama, adanya perang Salib. Kekalahan tentara Romawi telah
menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen
terhadap ummat Islam.
10
Nasution, Op.Cit 195.
11
Kalsum, Op.Cit, 118.
12
Ibid, 120.
15
b. Kedua, Serangan tentar Mongol ke Negara Muslim. Orang-orang
Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah
kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang
kemudian disatukan oleh Jenghis Khan.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
lebih menekankan kebijaksanaannya pada konsolidasi dan peningkatan
laju pertumbuhan ekonomi, Kelima, Dinasti ini bersifat universal karena
muslim Arab dannon-Arab adalah sama, Keenam, corak pemerintahannya
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia Ketujuh, kekuasaan khalifah
yang bersifat absolut sangat menonjol, Delapan, Dinasti ini memanfaatkan
kemajuan ekonomi untuk mengembangkan penelitian-penelitian ilmiah
diberbagai bidang sehingga mencapai prestasi-prestasi gemilang yang
mengagumkan dunia.
Terdapat factor internal dan eksternal yang menyebabkan
kemuduran bani abbasiyah
1. Faktor Internal: ketidak mampuan para khalifah, munculnya dinasti-
dinasti kecil yang memerdekakan diri, luasnya wilayah kekuasaan dan
lemahnya ekonomi, persaingan antara sunni dan syiah
2. Faktor Eksternal: Adapun salah satu faktor eksternal yang menjadi
penyebab melemah dan hancurnya Dinasti Abbasiyah adalah. Pertama,
adanya perang Salib. Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan
benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat
Islam.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dkk, Ahmad Tabrani. Modul Perkembangan Islam Pasca Khulafaur Rasyidin. 3rd
ed. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI,
2023.
Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. 3rd ed. Riau: Puataka Riau,
2013.
Sewang, Anwar. Sejarah Peradaban Islam. Book. 1st ed. Sulawesi Selatan:
STAIN Pare-pare Sulsel, 2017.
Syarial Dedi, Mabrul Syah, David Aprizon Putra. Fiqh Siyasah. 1st ed. Bengkulu:
LP2 IAIN Curup, 2019.
19