Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

(PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASSTI ABBASIYAH)

NURMALA SUPIRMAN (10620190009)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Peradaban Islam Pada Massa Dinasti
Abbasiyah Pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam yang ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Peradaban Islam Pada Massa Dinasti Abbasiyah Pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban
Islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia yang
telah memberikan tugas makalah ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Luwu, April 2021.


Penulis.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………...

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………………
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………...
C. TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………

A. Sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah……………………………………………………...


B. Revolusi dinasti Abbasiyah………………………………………………………………..
C. Suksesi pemerintah pada masa pemerintahan bani Abbasiyah……………………………
D. Masa keemasan dinasti Abbasiyah dalam berbagai bidang…………………..

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Proses Berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2. Apa saja silsilah dinasti Abbasiyah?
3. Apa saja Perkembangan Ilmu Pengetahuan Beserta Tokoh-tokohnya?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penjelasan dari berdirinya dinasti
Abbasiyah bagi peradaban muslim.
2. Untuk mengetahui dan memahami masa kejayaan islam pada masa dinasti Abbasiyah.
3. Agar bisa menelaah perjuangan muslim mencapai masa keemasan khusunya pada masa
dinassti Abbassiyah.

BAB II
A. SEJARAH BERDIRINYA DIINASTI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa
di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia
Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan
Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan
menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan
dari paman Nabi

Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muthalib (566-652 M), oleh karena itu
mereka juga termasuk keturunan Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 132H/750M dan
memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad. Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari
Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga
Bani Hasyim di Persia pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Setelah pemerintahan Islam berada dibawah kekuasaan Bani Umayyah keluarga Bani
Hasyim adalah adalah pihak yang paling banyak dirugikan. Bani Uayyah pemerintahan Khalifah
Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750 M, Abu al-Abbas
as-Saffah berhasil meruntuhkan Dinasti Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Dinasti Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,
mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan
dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 M kekuatan kekhalifahan
menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh
Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai
memisahkan diri dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol
yang menyatukan mat Islam.

Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat
disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah
mengaku dari keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun
909M, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya
menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah
kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil
merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir
sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun
1171M. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di
Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929M, sampai
akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1013M.

2. Perintis dan pendiri Dinasti Abbasiyyah (Daulah Abbasiyyah)

Dinasti Abbasiyah berdiri 132 H/750 M melalui perjuangan dan proses yang sangat panjang dan
berliku. Ada enam tokoh perintis dan pendiri Dinasti Abbasiyah

yaitu :

a. Ali bin Abdullah

b. Muhammad bin Ali

c. Ibrahim bin Muhammad

d. Abu Abbas As Safah

e. Abu Ja,far Al Manshur

f. Abu Muslim Al Khurasani

Sebelum Dinasti Umayyah runtuh, Bani Abbasiyyah telah memposisikan diri sebagai oposisi
yang menyebarkan propaganda anti pemerintahan Dinasti Umayyah. Gerakan ini tidak hanya
datang dari Bani Abbas tetapi juga dari Kaum Syi’ah yang ingin menuntut balas atas
terbunuhnya Imam Husain bin Ali di Karbala secara keji, dan kaum Mawalli yang menuntut
hak, persamaan dan keadilan dari pemerintahan Dinasti Umayyah. Pemimpin gerakan dakwah
ini adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, ia sangat berambisi merebut kekuasaan dari Dinasti
Umayyah. Untuk mewujudkan keinginannya ia melakukan taktik dan strategi yang lama namun
pasti. Ia berpendapat bahwa pemindahan kekuasaan dari satu kelompok ke kelompok yang lain
harus mendapat dukungan dari seluruh rakyat. Ali bin Abdullah bin Abbas melakukan
propaganda ini kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan simpati masyarakat maka Ali bin
Abdullah meminta pendukungnya untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat agar membantu
keluarga Rasulullah SAW yang telah diperlakukan tidak adil selama pemerintahan Bani
Umayyah. Namun sayang, sebelum mewujudkan cita-citanya beliau wafat pada tahun 124H/
742M.

Setelah Ali bin Abdullah wafat kemudian diganti oleh anaknya yaitu Muhammad bin Ali.
Namun sayang, sebelum Dinasti Abbasiyah terbentuk Muhammad bin Ali telah meninggal pada
tahun 127H/ 745M . Ia melakukan usaha propaganda anti pemerintahan Dinasti Umayyah
sebagaimana yang telah dilakukan ayahnya. Muhammad bin Ali memperluas gerakan Dinasti
Abbasiyah dan menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan. Ketiga kota itu adalah al-
Humaymah sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kuffah sebagai kota penghubung dan
Khurasan sebagai pusat gerakan praktis.

Kuffah dan Khurasan dianggap sebagai tempat yang strategis, karena banyak dihuni oleh
masyarakat muslim non-Arab yang merasa tidak puas dengan pemerintahan DinastiUmayyah
yang memperlakukan mereka secara tidak adil. Usahanyabenar-benar mendapat dukungan kuat
dari masyarakat muslim non-Arab. Sepeninggal Muhammad bin Ali kemudian dilanjutkan oleh
anaknya yaitu Ibrahim aI-Imam. Ia juga melakukan propaganda anti DinastiUmayyah. Ia
menunjuk seorang khurasan sebagai panglima perangnya, yaitu Abu Muslim al-Khurasani.

Abu Muslim al-Khurasani adalah seorang pemuda yang menampilkan bakat kepemimpinan dan
keberanian yang luar biasa. Padahal, waktu ia dijemput sebagai panglima perang oleh Ibrahim
Al-Imam ia baru berusia 19 tahun. Ia mencapai sukses besar di Khurasan, ia berhasil menarik
simpati sebagian besar penduduk. Banyak tuan tanah di persia yang mengikutinya, ia
berkampanye untuk memunculkan rasa kebersamaan diantara

golongan Alawiyyin (keturunan Ali), golongan syi’ah dan orang-orang Persia untuk menentang
Dinasti Umayyah yang telah menindas mereka. Abu Muslim al-Khurasani mengajak mereka
bekerja sama dengan gerakan Abbasiyah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada golongan
Bani Hasyim, baik dari keturunan Abbas bin Abdul Mutholib maupun dari keturunan Ali bin Abi
Thalib. Sebelum Abu Muslim Al-Khurasani diangkat sebagai panglima perang, gerakan dakwah
dilakukan secara diam-diam. Para da’i dikirim keberbagai penjuru wilayah Islam dengan
menyamar sebagai pedagang atau jama’ah haji. Hal itu dilakukan karena belum berani melawan
Dinasti Umayyah secara terang-terangan. Setelah Abu Muslim al-Khurasani diangkat sebagai
panglima, Ibrahim Al-Imam mendorong Abu Muslim untuk merebut khurasan dan
menyingkirkan orang-orang Arab yang mendukung Dinasti Umayyah. Rencana ini diketahui
oleh penguasa Dinasti Umayyah. Melihat kondisi tersebut khalifah Marwan II, khalifah terakhir
Dinasti Umayyah menganggapnya sebagai ancaman. Ia mengirim pasukan untuk menangkap
Ibrahim Al-Imam lalu diasingkan dan dibunuh tahun 128H/ 746M. Penangkapan terhadap
Ibrahim Al-Iman telah membangkitkan kemarahan saudaranya yaitu Abu Abbas as-Saffah dan
Abu Ja’far al-Mansur. Pada tahun 129H/ 747M. Mereka dibantu oleh Abu Muslim al-Khurasani
melakukan pemberontakan dan penyerangan dikota-kota penting DinastiUmayyah. Abu Muslim
al-Khurasani segera memulai gerakannya dengan pandai ia memanfaatkan pertentangan antara
suku Arab Qaisy dan suku Arab Yaman yang sudah berlangsung lama. Pada masa itu orang-
orang Yaman mendapat kedudukan yang baik dari Khurasan. Hal itu disebabkan Gubernur
Khurasan saat itu berasal dari suku arab Yamani yaitu As’ad bin Abdullah al-Qasri. Pada waktu
Abu Muslim al-Khurasani memulai gerakannya, gubernur Khurasan di jabat oleh Nasr bin
Sayyar berasal dari suku Arab Qaisy. Abu Muslim al-Khurasani mendekati al-Kirmani,
pemimpin suku Arab Yamani di Khurasan. Dengan siasat adu domba gubernur Nasr bin Sayyar
berhasil dikalahkan. Sementara itu Kahtaba danAbu Muslim al-Khurasani maju ke sebelah barat,
ia didampingi oleh Khalid bin Barmak. Mereka menyeberangi sungai eufrat dan sampai ke
medan karbala. Pertempuran dahsyat pun berkobar. Gubernur Dinasti Umayyah yang bernama
Yazid berhasil dikalahkan. Namun Kahtaba gugur dalam pertempuran itu. Dibagian timur,
tentara Dinasti Abbasiyah terus bergerak maju. Putra khalifah Marwan dikalahkan Abu Ayun,
Seorang panglima Dinasti Abbasiyah. Khalifah Marwan II akhirnya memimpin langsung usaha
terakhir untuk mempertahankan Dinastinya. Ia menggerakkan 120.000 tentara menyeberangi
sungai tigris serta maju menuju Zab Hulu atau Zab Besar.

Akhirnya khalifah Marwan II terkepung dikota Damaskus, namun ia berhasil melarikan diri ke
Yordania lalu ke Palestina, pemberontak terus mengikutinya dan menaklukkan setiap kota
kedalam kekuasaan Bani Abbasiyah. Tidak ada lagi tempat baginya untuk melarikan diri selain
Mesir, yang kebanyakan penduduknya tidak menyukai DinastiUmayyah akibat kekejaman dan
ketidakadilan yang mereka terima. Akibatnya, Khalifah Marwan II dihadang oleh pasukan
Abbasiyah yang dikirim oleh Abu Abbas as-Saffah.
Pada tahun 132H/ 750M, Khalifah Marwan II ditangkap dikota kecil yaitu al-Askar sebelah
timur kota Fustath ibu kota Mesir saat itu. Kepalanya dipenggal lalu dikirim kepada Abu Abbas
sebagai bukti kekalahan musuhnya. Dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II, maka berakhirlah
kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus dan berdirilah Daulah Abbasiyah dengan khalifah
pertama Abu Abbas as- Saffah yang memerintah tahun 132-136H/ 750-754M. Abu Abbas as-
Saffah di baiat sebagai khalifah di masjid Kuffah.

B. REVOLUSI ABBASIYAH

Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Dinasti Umayyah,
dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Dinasti Abbasiyah
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung
dalam rentang waktu yang panjang lebih kurang lima setengah abad, dari tahun 132 H (750 M)
s/d. 656 H (1258 M).

Perkembangan Kebudayaan /Peradaban Islam masa dinasti Abbasiyah dapat dilihat pada masa
periodesasi dari pertama s/d kelima. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan

a. Dinasti Abbasiyyah menjadi lima periode:

1. Periode pertama

Khalifah dinasti Abbasiyah pada periode pertama adalah sebagai berikut.

a. Khalifah Abu Abbas As Safah (750 - 754 M)

b. Khalifah Abu Ja’far Al Manshur (754 - 775 M)

c. Khalifah Al Mahdi (775 - 785 M)

d. Khalifah Al Hadi (785 - 786 M)

e. Khalifah Harun Al Rasyid (786 - 809 M)

f. Khalifah Al Amin (809 - 813 M)


g. Khalifah Al Makmun (813 - 833 M)

h. Khalifah Al Muktasim (833 - 842 M)

i. Khalifah Al Wasiq (842 - 847 M)

Periode pertama disebut periode pengaruh Persia pertama. Karena terdapat sebuah keluarga
bangsawan Persia yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni
Keluarga Barmak. Yang pertama adalah Khalid bin Barmak diangkat sebagai gubernur di
Mesopotamia karena berjasa membantu menumpas pemberontakan di wilayah tersebut.
Kemudian Khalid bin Barmak diangkat menjadi wazir sehingga membuat mereka menjadi
keluarga kaya dan sangat terkenal. Fazal bin Rabi dari bangsawan Arab melaporkan keluarga
Barmak bahwa mereka mengadakan gerakan rahasia untuk menghancurkan Bani Abbasiyah.
Maka Harun Al Rasyid menghukum mereka sesuai dengan kesalahannya dan menyita hartanya
untuk negara.

Di awal pemerintahannya, Abu Abbas menghancurkan sisa-sisa kekuatan Dinasti Umayyah. Abu
Ja’far Al Mansur adalah khalifah Dinasti Abbasiyah yang berjasa dalam mengkonsolidasikan
dinasti Abbasiyah sehingga menjadi kuat dan kokoh, dia meletakkan dasar-dasar pemerintahan
DinastiAbbasiyah dan tidak segan-segan melakukan tindakan tegas kepada pihak-pihak yang
mengganggu dan membahayakan kelangsungan pemerintahannya, diantara sikap tegasnya adalah
sebagai berikut.

a. Membunuh Abdullah bin Ali

b. Membunuh Abu Muslim Al Khurasani

c. Menumpas pemberontakan Rawandiyah

d. Menumpas pemberontakan kaum Khajar dan Kurdi di Mesopotamia

e. Menumpas pemberontakan kaum Khawarij di Afrika Utara.

Untuk menunjang langkah menuju masa kejayaan beberapa kebijakan penting

yang diambil oleh Al Mansur, yaitu sebagai berikut.


a. Memindahkan ibukota dari Kuffah ke Baghdad

b. Mengadakan perbaikan di bidang administrasi pemerintahan yang disusun secara

baik.

c. Pengawasan terhadap berbagai kegiatan pemerintah diperketat

d. Petugas pos-pos komunikasi dan surat menyurat ditingkatkan fungsinya menjadi

lembaga pengawas terhadap para gubernur. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya gerakan separatis dan pemberontakan

e. Melakukan invasi dan perluasan daerah kekuasaan, antara lain ke wilayah Armenia,

Mesisah, Andalusia, dan Afrika.

Pemberontakan demi pemberontakan yang ada dapat ditumpas dengan kekuatan militer Dinasti
Abbasiyah. Masa khalifah Al Mahdi, beliu menghadapi lawan politiknya secara lembut, ia
membebaskan orang-orang yang dipenjara ayahnya (Abu Ja’far Al Mansur) seperti Hasan bin
Ibrahim, ia juga mengembalikan hak-hak istimewa kota suci yang dicabut ayahnya, harta
keturunan nabi dan Ali bin Abi Thalib yang dirampas juga dikembalikan. Pada masa Khalifah Al
Mahdi muncul seorang yang mengaku sebagai “Nabi Berkerudung” yang bernama Hisyam bin
Hakim, seorang laki-laki bertubuh kecil dan yang berwajah jelek. Setelah itu muncul Ibnu Abdul
Qudus yang mendakwahkan ajaran-ajaran yang merupakan Zoroasterianisme yang terselubung,
pengikutnya disebut kaum Zindik.

Masa khalifah Harun Al Rasyid merupakan masa kejayaan DinastiAbbasiyah, secara militer ia
dapat menumpas pemberontak-pemberontak, menjadikan wilayah Islam sangat luas dan disegani
oleh musuh. Nama besar Harun Al Rasyid hanya dapat disejajarkan dengan Karel Agung seorang
Kaisar Romawi. Secara politis Harun Al Rasyid menjalin hubungan dengan bangsa Romawi
melalui perjanjian damai sehingga mereka tidak menyerang Islam dan bersedia membayar upeti
kepada Dinasti Abbasiyah. Harun Al Rasyid juga menjalin hubungan baik dengan raja-raja Cina.
Selain berbagai pemberontakan, ada juga konflik internal Dinasti Abbasiyah, yaitu antara
khalifah Al Amin dengan Al Makmun (pada saat itu sebagai penguasa wilayah Khurasan),
Akhirnya khalifah Al Amin meninggal dibunuh oleh orang-orang Persia pendukung Al Makmun.
Selanjutnya Al Makmun menjadi khalifah DinastiAbbasiyah.

Paham yang dianut Dinasti Abbasiyah adalah Sunni tetapi khalifah Al Makmun ketika belajar di
Merv terkena pengaruh Syi’ah sehingga kebijakan-kebijakannya lebih cenderung ke Syi’ah
bahkan ia ingin mewariskan kekhalifahan kepada orang Syi’ah yaitu Imam Ali Reza. Hal ini
mengakibatkan munculnya pemberontakan. Khalifah Al Mu’tasim mulai merekrut tentara dari
orang-orang Turki, selanjutnya diangkat pula seorang perwira Turki sebagai wakil khalifah dan
akhirnya tentara Turki memanfaatkan posisi mereka untuk menguasai Dinasti Abbasiyah.

2. Periode kedua

Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode kedua adalah sebagai berikut.

a. Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)

b. Khalifah Al-Muntasir (861-862 M)

c. Khalifah Al-Musta'in (862-866 M)

d. Khalifah Al-Mu'tazz (866-869 M)

e. Khalifah Al-Muhtadi (869-870 M)

f. Khalifah Al-Mu'tamid (870-892 M)

g. Khalifah Al-Mu'tadid (892-902 M)

h. Khalifah Al-Muktafi (902-908 M)

i. Khalifah Al-Muqtadir (908-932 M)

j. Khalifah Al-Qahir (932-934 M)

k. Khalifah Ar-Radi (934-940 M)

l. Khalifah Al-Muttaqi (940-944 M)


Periode kedua adalah periode pengaruh Turki pertama,karena pemerintahan Dinasti Abbasiyah
banyak dipengaruhi orang-orang Turki. Pada masa ini pengaruh salaf sangat kuat, sementara
aliran Mu’tazilah mengalami kemunduran seiring dengan mulai ditinggalkannya kebebasan
berfikir. Mereka berbuat sekehendaknya. Memilih khalifah sesuai dengan keinginan mereka dan
menghentikannya jika sudah tidak menginginkannya. Khalifah tidak memiliki kewenangan tetapi
hanya sebagai simbol kepemimpinan saja. Rakyat tidak puas dengan kondisi politik
pemerintahan sehingga muncul banyak pemberontakan. Di samping itu pasukan Byzantium juga
mulai menyerang beberapa wilayah Islam.

3. Periode ketiga

Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode ketiga adalah sebagai berikut.

a. Khalifah Al-Mustakfi (944-946 M)

b. Khalifah Al-Muti (946-974 M)

c. Khalifah At-Ta'i (974-991 M)

d. Khalifah Al-Qadir (991-1031 M)

Periode ketiga disebut juga periode pengaruh Persia kedua, Hal ini disebabkan karena
pemerintahan Dinasti Abbasiyah sangat dipengaruhi oleh bangsa Persia yaitu keluarga Buwaihi.
Pada masa ini keluarga Bani Buwaihi menjadi orang kepercayaan khalifah. Mereka bahkan
memiliki kekuasaan sebagaimana khalifah. Khalifah Al Mustakfi mengundang dinasti Buwaihi
dari daerah Dailami untuk mengalahkan tentara Turki. Pasukan yang dipimpin oleh Ahmad bin
Buwaihi masuk kota Baghdad dan dapat mengusir tentara Turki dari Baghdad. Ahmad bin
Buwaihi dijadikan amirul umaro sebagai pelaksana pemerintahan. Mulai saat itu Dinasti
Abbasiyah berada di bawah kekuasaan dinasti Buwaihi yang berpaham Syi’ah. Khalifah Dinasti
Abbasiyah tidak memiliki kewenangan apapun bahkan dalam urusan agama. Khalifah tidak
boleh khotbah jum’at tapi diserahkan kepada orang-orang Bani Buwaihi.Pada periode ini kondisi
politik sangat tidak stabil.

4. Periode keempat

Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode keempat adalah sebagai berikut.

a. Khalifah Al-Qa'im (1031-1075 M)

b. Khalifah Al-Muqtadi (1075-1094 M)

c. Khalifah Al-Mustazhir (1094-1118 M)

d. Khalifah Al-Mustarsyid (1118-1135 M)

e. Khalifah Ar-Rasyid (1135-1136 M)

f. Khalifah Al-Muqtafi (1136-1160 M)

g. Khalifah Al-Mustanjid (1160-1170 M)

h. Khalifah Al-Mustadi (1170-1180 M)

Periode keempat disebut juga periode pengaruh Turki kedua, karena dinasti Seljuk yang
merupakan bangsa Turki berperan penting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Kondisi
politik Dinasti Abbasiyah tidak stabil, terjadi perebutan jabatan amirul umaro di lingkungan Bani
Buwaihi yaitu antara panglima tentara dengan perdana menteri sehingga khalifah Al Qa’im
meminta bantuan Bani Seljuk. Tugrul Bek dari Bani Seljuk masuk ke Baghdad dan mengalahkan
Bani Buwaihi, Maka periode ini Dinasti Abbasiyah dikuasai oleh Bani Seljuk, jabatan amirul
umaro diberikan kepada Tugrul Bek, Bani Seljuk berpaham Sunni. Pada periode ini kedudukan
khalifah mulai membaik terutama dalam bidang agama karena kedua kekuasaan ini sama-sama

berpaham Sunni. Kondisi politik tidak stabil karena khalifah sering berganti-ganti. Khalifah An-
Nasir berhasil membentuk tentara yang kuat, bersamaan dengan itu Bani Seljuk dihancurkan
oleh Khawarizm Syah, maka akhirnya Dinasti Abbasiyah tidak dikuasai oleh kekuatan apapun.
5. Periode kelima

Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode keempat adalah sebagai berikut.

a. Khalifah An-Nasir (1180-1225 M)

b. Khalifah Az-Zahir (1225-1226 M)

c. Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M)

d. Khalifah Al-Musta'sim (1242-1258 M)

Pada periode kelima, Dinasti Abbasiyah tidak dipengaruhi oleh pihak manapun, akan tetapi
kekuatan politik dan militer Dinasti Abbasiyah sudah lemah,sehingga kekuasaan mereka tinggal
meliputi Irak dan sekitarnya saja. Khalifah Al Mu’tasim merupakan khalifah yang lemah, tidak
banyak memperhatikan pemerintahnya sehingga menjadi kacau. Pada saat ini pasukan Mongol
dipimpin Hulagu Khan masuk kota Baghdad, menghancurkan kota dan berbagai peninggalan
sejarah. Khalifah Al Mu’tasim dan keluarganya dibunuh, orang-orang Islam juga banyak yang
dibunuh.

Dengan ini berakhirlah kekuatan politik dan militer DinastiAbbasiyah yaitu tahun 1258 M.

C. SUKSESI PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYAH

A. Khalifah-khalifah yang berprestasi

Masa kekuasaan DinastiAbbasiyah berjalan Kurang lebih lima setengah abad dari 37 khalifah
Dinasti Abbasiyah, terdapat 3 orang khalifah berprestasi :

1. Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur (136-158 H/754-775 M)

a. Biografi Singkat Al-Mansur.

Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al-Mansur adalahKhalifah kedua Dinasti Abbasiyah, putera
Muhammad bin Ali bin Abdullah ibn Abbas bin Abdul Muthalib, dilahirkan di Hamimah pada
tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, adalah wanita dari suku Barbar. Al-
Mansur adalah saudara Ibrahim Al-Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Al-Mansur memiliki
kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas, dan otak cemerlang. Ia dinobatkan sebagai putera
mahkota oleh kakaknya, Abul Abbas As-Saffah. Selanjutnya, ketika As-Saffah meninggal, Al-
Mansur dilantik menjadi khalifah, saat itu usianya 36 tahun. Al-Mansur seorang khalifah yang
tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju, baik budi, dan pemberani. Ia tampil dengan gagah berani
dan cerdik menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Al-Mansur juga sangat mencintai ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu
pengetahuan menjadi pilar bagi pengembangan peradaban Islam di masanya.

Setelah menjalankan pemerintahan selama 22 tahun lebih, pada tanggal 7 Zulhijjah tahun 158
H/775 M, al-Mansur wafat dalam perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, di suatu
tempat bernama “Bikru Maunah” dalam usia 57 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Makkah.

b. Kebijakan Khalifah Al-Manshur dalam Pemerintahan

Setelah dilantik menjadi khalifah pada 136 H/754 M, Al-Manshur membenahi administrasi
pemerintahan dan kebijakan politik. Dia menjadikan Wazir sebagai koordinator departemen.
Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balk, Persia. Al-Mansur
juga membentuk lembaga protokoler negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping
membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim
pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah

ditingkatkan peranannya untuk menghimpun seluruh informasi dari daerah-daerah, sehingga


administrasi kenegaraan berjalan dengan lancar sekaligus menjadi pusat informasi khalifah untuk
mengontrol para gubernurnya ntuk memperluas jaringan politik, Al-Mansur menaklukkan
kembali daerah-daerah yang melepaskan diri, dan menertibkan keamanan di daerah perbatasan.
Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah
Cappadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan
Taurus dan mendekati selat Bosporus. Selain itu, Al-Mansur membangun hubungan diplomatik
dengan wilayah-wilayah di luar jazirah Arabia. Dia membuat perjanjian damai dengan kaisar
Constantine V dan mengadakan genjatan senjata antara tahun 758-765 M. Khalifah Al-Manshur
juga mengadakan penyebaran dakwah Islam ke Byzantium dan berhasil menjadikan kerajaan
Bizantium membayar upeti tahunan kepada Dinasti Abbasiyah. Juga mengadakan kerjasama
dengan Raja Pepin dari Prancis. Saat itu, kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia dipimpin
oleh Abdurrahman Ad-Dakhil. Al-Mansur juga berhasil menaklukan daerah Afrika Utara itu
pada tahun 144 H, meski kadang kota Kairawan silih berganti bertukar wali. Kadang di kuasai
oleh bangsa Arab, di lain waktu jatuh ke tangan Barbar lagi. Baru pada tahun 155 H barulah kota
itu dikuasai penuh oleh Daulat Abbasiyah.

c. Mendirikan Kota Baghdad

Pada masa awal pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah, yakni di masa Abu Abbas As-Saffah,
pusat pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah di kota Anbar, sebuah kota kuno di Persia sebelah
Timur Sungai Eufrat. Istananya diberi nama Hasyimiyah, dinisbahkan kepada sang kakek,
Hasyim bin Abdi Manaf. Pada masa Al-Mansur, pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Kufah,
dan mendirikan istana baru dengan nama Hasyimiyah II. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan
dan menjaga stabilitas negara Al-Mansur mencari daerah strategis untuk menjadi ibu kota
negara. Pilihan jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan Baghdad, terletak di tepian sungai
Tigris dan Eufrat. Sejak zaman Persia Kuno, kota ini sudah menjadi pusat perdagangan yang
dikunjungi para saudagar dari berbagai penjuru dunia, termasuk para pedagang dari Cina dan
India. Ada juga cerita rakyat bahwa daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra
Anusyirwan, Raja Persia yang termasyhur. Baghdad berarti “taman keadilan”. Taman itu lenyap
bersama hancurnya kerajaan Persia dari namanya tetap menjadi kenangan rakyat. Dalam
membangun kota ini, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur-
arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat, dan lain-lain yang didatangkan dari
Syria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini berbentuk
bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar
dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air sekaligus benteng.

2. Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809M)

Khalifah Harun Ar-Rasyid (145-193 H/763-809 M) dilahirkan di Ray pada bulan Pebruari 763
M/145 H. Ayahnya bernama Al-Mahdi dan ibunya bernama Khaizurran. Ia dibesarkan di
lingkungan istana mendapat bimbingan ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan di bawah
bimbingan seorang guru yang terkenal, Yahya bin Khalid Al-Barmaki, seorang ulama besar di
zamannya, dan ketika Ar-Rasyid menjadi khalifah, menjadi Perdana menterinya, sehingga
banyak nasihat dan anjuran kebaikan mengalir dari Yahya.
Tanggung jawab yang berat sudah dipikul Harun Ar-Rasyid sejak sang Ayah, Khalifah Al-Mahdi
melantiknya sebagai gubernur di Saifah pada tahun 163 H. Kemudian pada tahun 164 H
diberikan wewenang untuk mengurusi seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di wilayah
Afrika Utara.

3. Khalifah Abdullah Al-Makmun (786-833M)

Abdullah ibnu Harun Ar-Rasyid, lebih dikenal dengan panggilan Al-Ma’mun, dilahirkan pada
tanggal 15 Rabi’ul Awal 170 H / 786 M, bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al-Hadi dan
pengangkatan ayahnya, Harun Ar-Rasyid. Ibunya, bekas seorang budak yang dinikahi ayahnya
bernama Marajil dan meninggal setelah melahirkannya. Al-Makmun anak yang jenius. Sebelum
usia 5 tahun dididik agama dan membaca Al-Qur’an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama
Kasai Nahvi dan Yazidi. Untuk mendalami Hadits, Al-Makmun dan Al-Amin dikirim ayahnya,
Harun Ar-Rasyid kepada Imam Malik di Madinah. Al-Makmun dan saudaranya belajar kitab Al-
Muwattha karangan Imam Malik. Dalam waktu yang sangat singkat, Al-Makmun telah
menguasai Ilmu-ilmu kesastraan, tata Negara, hukum, hadits, falsafah, astronomi, dan berbagai
ilmu pengetahuaan lainnya. Ia juga hafal Al-Qur’an dan ahli juga menafsirkannya. Setelah ayah
mereka, khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal, jabatan kekhalifahan sebagaimana wasiat dari
Harun Ar-Rasyid diserahkan kepada saudaranya dan Al-Makmun mendapatkan jabatan sebagai
gubernur di daerah Khurasan. Setelah Al-Amin meninggal, Al-Makmun menggantikannya
menjadi Khalifah.

Beberapa pencapaian kejayaan dan gemilangan peradaban Islam daantaranya:

a. Bidang pertanian dan Perdagangan

Dengan keamanan terjamin, kegiatan pertanian berkembang dengan pesat. Pertanian


dikembangkan dengan luas. Buah-buahan dan bunga-bungaan dari Parsia makin meningkat dan
terjamin mutunya. Anggur dari Shiraz, Yed dan Isfahan telah menjadi komoditi penting dalam
perdagangan diseluruh Asia. Tempat-tempat pemberhentian kafilah dagang menjadi ramai
dengan kafilah-kafilah yang datang dan memencar ke berbagai penjuru. Lalu lintas dagang
dengan Tiongkok melalui dataran tinggi Pamir atau yang disebut dengan Jalan Sutera (Silk
Road), dan Jalur Laut (Sea Routes) dari teluk Persia menuju bandar-bandar lainya sangat ramai.

b. Bidang Pendidikan

Perhatian besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dimulai oleh
Khalifah Al-Mansur, dilanjutkan Khalifah Harun Ar-Rasyid, semakin mendapat puncaknya oleh
Al-Makmun. Ia mendorong dan menyediakan dana besar untuk melakukan gerakan
penerjemahan karya-karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti ilmu
kedokteran, astronomi, matematika, filsafat, dan lain-lain. Para penerjemah yang termasyhur
adalah Yahya bin Abi Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin Tsabit bin Qura dan Hunain bin
Ishaq yang digelari Abu Zaid

Al-Ibadi. Selain itu, Hunain bin Ishak, ilmuwan Nasrani menerjemahkan buku-buku Plato dan
Aristoteles atas permintaan Al-Makmun. Al-Makmun juga mengirim utusan kepada Raja Roma,
Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani Kuno yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Al-Makmun mengembangkan perpustakaan Bait Al-
Hikmah yang didirikan sang ayah, Khalifah Harun Ar-Rasyid, menjadi pusat ilmu pengetahuan,
yang berhasil melahirkan sederet ilmuwan Muslim yang melegenda. Selanjutnya dibangun
Majlis Munazharah, sebagai pusat kajian agama. Pada masanya muncul ahli Hadis termasyhur,
Imam Bukhori dan sejarawan terkenal, al-Waqidi.

c. Perluasan Daerah Islam dan penertiban Administrasi Negara

Di era kekhalifahan Al-Makmun, Dinasti Abbasiyah menjelma menjadi negara adikuasa yang
sangat disegani. Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di
Barat hingga Tembok Besar Cina di Timur. Dalam mengembangkan wilayah kekuasaan di
zaman Al-Makmun, ada beberapa peristiwa besar yang dicapai, diantaranya penaklukan Pulau
Kreta (208 H/ 823 M), dan juga penaklukan Pulau Sicilya (212 H/ 827 M). Kemudian pada tahun
829 M, wilayah Islam mendapat serangan dari Imperium Bizantium (Romawi). Di penghujung
tahun 214 H/ 829 M, dengan pasukan yang besar menyerang kekuasaan imperium Bizantium ,
pada tahun 832 M berhasil menduduki wilayah Kilikia dan Lidia. Tetapi belum seluruhnya
menaklukkan Bizantium Al-Makmun meninggal pada tahun 218 H/ 833 M dan perjuangan
selanjutnya dilanjutkan oleh saudaranya, Al-Mu’tashim.

Masa kekuasaaan dinasti Abbasiyah merupakan masa keemasan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umum yang meliputi ilmu filsafat, kedokteran, astronomi dan kimia. Perkembangan
ilmu pengetahuan umum pada masa Dinasti Abbasiyah dimulai dengan diterjemahkannya buku-
buku berbahasa Asing ke dalam bahasa Arab, gerakan terjemahan ini berlangsung dalam tiga
fase. Fase pertama, pada masa khalifah Abu Ja’far Al- Mansur hingga Harun Al Rasyid. Pada
fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq.
Fase kedua berlangsung mulai masa Khalifah Al Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang
banyak diterjemahkan ke dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah
tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, sehingga bidang-bidang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.

D. MASA KEEMASAN DINASTI ABBASIYAH DALAM BERBAGAI BIDANG

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Beserta Tokoh-Tokohnya

Beberapa ilmu pengatahuan umum yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu
filsafat, astronomi dan kedokderan, yaitu:

1. Ilmu kedokteran

Perkembangan ilmu kedokteran dalam Islam dimulai sejak dipraktekkannya kedokteran Yunani
dan Persia. Jundisabur merupakan kota tempat diajarkannya ilmu kedokteran India, dan
pengaruh langsung terhadap dunia Islam terjadi tahun 865 M, yaitu saat dokter Jirjis
Bukhtyishuri berhasil menyembuhkan penyakit khalifah Abu Ja’far Al Mansur (peradangan
selaput lendir lambung). Setelah itu khalifah Abu Ja’far Al- Manshur memindahkan pusat
kedokteran Jundisabur ke Baghdad. Pengembangan ilmu kedokteran dilakukan dengan cara
penerjemahan buku kedokteran dari bahasa Yunani, India, dan Persia ke dalam bahasa Arab dan
ahli kedokteran Islam mendirikan tempat-tempat penelitian dan praktik dengan alat yang
didatangkan dari Yunani. Selanjutnya para ilmuwan muslim menulis kitab kedokteran.
Pembangunan di berbagai wilayah Islam lainnya sehingga terdapat kurang lebih 34 buah rumah
sakit. Dalam hal penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan berarti yang
dilakukan kaum muslimin. Di antara keberhasilan Bani Abbasiyah dalam bidang

ini adalah sebagai berikut.

a. Membangun apotik pertama.

b. Mendirikan sekolah farmasi.

c. Membuat daftar buku obat-obatan.

Di antara para ilmuwan muslim dalam bidang

kedokteran adalah:

a. Ali bin Rabban At Thabari

Abu Al-Hasan Ali bin Sahl Rabban At-Tabari, berasal dari keluarga Syria Yahudi terkenal di
Merv dan pindah ke Tabaristan, sehingga dikenal dengan sebutan At-Tabari. Ayahnya Sahal bin
Bisyr adalah seorang pejabat negara, yang berpendidikan tinggi dan dihormati masyarakat. Ali
bin Sahl At-Tabari masuk Islam pada masa kekhalifahan Al-Mu’tasim. Dia juga menjadi
ilmuwan yang menulis ensiklopedia kedokteran, berjudul Fidaus al-Hikmah yang ditulisnya
setelah memeluk agama Islam.

b. AI Razi

Al Razi adalah seorang filsuf teolog yang juga dokter terkenal. Nama lengkapnya adalah Abu
Bakar Muhammad bin Zakariyya Al Razi (Rhazes: 865 - 925). Beliau lahir di Teheran, ibu kota
Iran. Beliau adalah dokter muslim terbesar dan penulis produktif yang menjabat sebagai kepala
dokter di rumah sakit besar di Baghdad. la juga termasuk penemu prinsip “seton” dalam operasi.
Di antara monografnya yang paling terkenal adalah risalah tentang bisul dan cacarair yang
berjudul Al Judari wa Hashbah. Risalah ini adalah karya pertama dalam bidang tersebut dan
merupakan mahkota dalam bidang literatur kedokteran Arab. Abu Bakar Muhammad bin
Zakariyya Al Razi (Al Razi) adalah seorang pemikir orisinal paling tajam dan dokter terbesar,
bukan saja bagi orang Islam tetapi juga bagi masyarakat dunia pada abad pertengahan.
Karya lain Al Razi yang berjudul Al Hawi (Buku yang Komprehensif) diterjemahkan ke bahasa
Latin oleh Faraj bin Salim pada tahun 1279 dengan judul Continens. Bahkan buku tersebut telah
dicetak ulang yang ke-5 pada tahun 1279. Buku ini dimaksudkan sebagai ensiklopedia
kedokteran. Al Razi meninggalkan banyak karangan dalam berbagai disiplin ilmu. Jumlahnya
mencapai 230 judul. Bukunya yang paling terkenal adalah Al Hawi (cacar dan cacar air, Bar’u
Sa’ah (sembuh seketika), Sirrul Asrar (rahasia dari rahasia) dalam kimia, dan Tadbir
(pengaturan) juga dalam kimia.

c. Ibnu Sina (Avicena, 900 - 1037 M)

Ibnu Sina bernama lengkap Abu Ali al Husain bin Abdullah, lahir pada 980 M di Afshanah
daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan, dan meninggal di Hamadan, Persia (Iran)
dalam usia 58 tahun, pada bulan Juni (Ramadhan) 1037 M. Ia dilahirkan dalam keluarga Persia
yang gemar sekali belajar. Profesinya di bidang kedokteran dimulai pada usia 17 tahun, ketika
berhasil menyembuhkan Nuh bin Mansur, salah seorang penguasa dinasti Samaniyah. Atas
jasanya ini, ia diberi hak istimewa untuk menggunakan perpustakaan besar milik sang Raja.
Dengan kemampuan yang luar biasa cerdasnya, pada urnur 21 tahun Ibnu Sina sudah mulai
menulis buku. Seorang penulis biografi modern menyebutkan karya Ibnu Sina lebih dari 200
buah karya yang meliputi berbagai bidang, di antaranya sebagai berikut: Filsafat, Kedokteran,
Geometri, Astronomi, Teologi, Filologi, Kesenian. Di antara karya-karya Ibnu Sina yang paling
unggul adalah sebagai berikut.

1) Kitab Al Syifa’(Buku tentang Penyembuhan)

2) Al Qanun fi AI Thibb yang merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani –

ArabRisalah Al Qanun fi Thibbi ini terdiri dari lima buku, yaitu sebagai berikut.

a) Pembahasan prinsip kedokteran

b) Soal materia medica

c) Penyakit yang menerpa anggota tubuh tertentu

d) Membahas penyakit yang tidak spesifik menerpa tubuh (seperti demam) atau
kecelakaan yang menimbulkan trauma seperti patah tulang

e) Formula obat-obatan dan bagaimana meraciknya

d. Ibnu Bajjah

Nama lengkap Ibnu Bajjah adalah Abu Bakr Muhammad Ibnu Yahya bin As-Sa’igh At-Tujibi
As-Sarakusti, tapi lebih populer dengan nama Ibnu Bajjah atau Ibnu Saligh. Di Barat, Ibnu
Bajjah dikenal dengan nama Avempace,Ia lahir di Zaragoza Spanyol, dan meninggal di Fez pada
1138. selain sebagai filosof muslim Arab terbesar dari Spanyol, Ibnu Bajjah dikenal sebagai
seorang astronom, musisi, dokter, fisika, psikologi, pujangga, ahli logika, matematikus, penyair
dan juga juga sebagai musisi. Ia piawai bermain musik terutama gambus. Yang lebih
mengesankan lagi Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Al-Quran.

Pendapat Ibnu Bajjah ini sejalan dengan Al-Farabi, perbedaannya hanya terletak pada
penekanannya, Al-Farabi titik tekannya pada kepala Negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik
tekannya pada warga Negara (masyarakat).Beberapa karya penting dalam bidang Filsafat, ialah:

1) Kitab takbir al-mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan penting dari seluruh
karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri
dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebut sebagai
insanmuwahhid (manusia penyendiri)

2) Risalat al-wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam,

dan kedokteran.

3) Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal

fa’al.

4) kitab al-nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.

e. Ibnu Thufail

Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad Abd Al-Malik Ibn Muhammad Ibn Thufail Al-Qoisyi,
lahir di Cadix, provinsi Granada Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ia termasuk dalam keluarga
suku Arab terkemuka, Qais. Di Barat terkenal dengan sebutan Abu Bacer. Selain terkenal
sebagai filosof muslim, juga seorang dokter, ahli matematika dan kesusastraan (penyair) dari
dinasti Al-Muwahhid Spanyol. Khalifah Daulat Muwahhidin (1163-1184 M), sekaligus menjadi
qadhi. Dalam bidang filsafat, Ibn Thufail dengan gigih menyelaraskan sains Yunani dengan
hikmah Timur, atau antara filsafat dengan agama. Wujud konkrit perpaduan ini tergambar dalam
karyanya yang terkenal Hayy Ibn Yaqzhan fi asrar al-Hikmah al-Masyriqiyyah (Hidup Anak
yang sadar, rahasia-rahasia hikmah dari Timur) sebuah roman filsafat yang sarat makna dan
kritis, menggambarakan orang yang mempunyai akal fikiran sebagai fitroh bagi setiap manusia
akan menemukan kebenaran (Tuhan).

Buku Hayy Ibn Yaqzhan menurut beberapa ahli sebenarnya merupakan inti dari semua
pemikiran Ibn Tufail. Dalam mukadimahnya Ibn Thufail menjelaskan tujuan penulisan buku itu
untuk menyaksikan kebenaran (al-haqq) menurut cara yang ditempuh oleh para Ahl al-zauq dan
Musyahadah yang telah mencapai tingkat kewalian.Ibnu Thufail meninggal di kota Marraqesh,
Maroko pada 581 H /1185 M.

2. Ilmu Filsafat

Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya. Sejauh
hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia.

Golongan yang banyak tertarik kepada filsafat Yunani adalah kaum Mu’tazilah (berpaham
rasionalisme). Mereka adalah Abu Huzail AI AIIaf, Ibrahim An Nazam, Bisyr AI Mu’tamir dan
AI Jubba’i. Pemikiran mereka terpengaruh oleh filsafat Yunani. Akhirnya muncul filosof-filosof
yang sangat terkenal yaitu:

a. Al Kindi atau Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq

Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad
bin Al Asy’ats bin Qais Al Kindi, lahir di Kufah, 185 H/801 M. Dan meninggal di Baghdad pada
tahun 873 M. la adalah filosof pertama Islam karena orang Islam pertama yang mendalami ilmu
filsafat. Pada masa khalifah Al Amin, Al Ma’mun, Al Mu’tashim, Al Wasiq, dan Al Mutawakkil,
ia diangkat sebagai guru dan tabib kerajaan. Daya berpikir merupakan daya yang paling penting
karena ini dapat mengangkat kedudukan manusia pada derajat yang tinggi. Selain sebagai
seorang filsuf, beliau juga ahli dalam bidang perbintangan, kimia, mata, dan musik. Al Kindi
memiliki lebih dari 361 karya. Sebagian karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
dan Eropa tetapi sebagian lagi karyanya tidak dapat ditemukan.

b. Al Farabi

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad ibn Tharkan Abu Nashr AI Farabi. Al
Farabi adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Farab, Transoxiana tahun 870 M. Dia
dididik seorang dokter Kristen dan penerjemah Kristen dari Baghdad, la hidup sebagai seorang
yang berpindah-pindah dan akhirnya menjadi sufi di Aleppo Sayb Al Daulah Al Hamdani. Al
Farabi meninggal di Damaskus tahun 950 M pada usia 80 tahun. Sistem filsafatnya merupakan
campuran antara Platonisme, Arisfotelesme, dan mistisme sehingga ia dijuluki sebagai “guru
kedua” (Al Mu’allim At Tsani) setelah Aristoteles.

Karya-karya terbaik Al Farabi adalah :

a) Risalah Fushuh Al Hikam (Risalah Mutiara Hikmah)

b) Risalah Fi Ara Ahlul Madinah AI FadhiIah(Risalah tentangpendapat kota Ideal)

c) AI Siyasah AI Madaniyah (Politik Madani)

c. Ibnu Sina

Sebagaimana telah dijelaskan di depan, ia-adalah seorang dokter yang banyak mengadopsi
pandangan filosofis dari Al Farabi. Meskipun demikian, Ibnu Sina adalah seorang pemikir yang
sanggup menyatukan berbagai kebijaksanaan Yunani dengan pemikirannya. Karyanya dalam
bidang filsafat adalah Mantiq al Masyriqiyah (Logika Timur)

d. Al Ghazali

Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i
(lahir 1058 M di Thus, Propinsi Khurasan, Persia (Iran), wafat 1111 M di Thus) adalah seorang
pemikir filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad
Pertengahan. la berasal dari keluarga yang miskin. pergi ke Madrasah Nizamiyah di Nisabur,
berguru kepada imam Haramain AI Juwaini tentang ushul fikih, ilmu mantiq, dan ilmu kalam.
Bahkan ia juga diangkat sebagai asisten pengajar di madrasah tersebut. Karyanya dalam bidang
agama yang sangat terkenal adalah Ihya’ Ulumudin. Beberapa karyanya dalam bidang filsafat
adalah:

1) Maqosid AI Falasifah(Tujuan Para Filosof)

2) Tahafutul Falasifah(Kekacauan para Filosof)

3) Al Munqiz min ad-Dalal(Penyelamat dari Kesesatan)

4) Ikhya Ulumddin(Menghidupkan ilmu Agama)

e. Ibnu Maskawaih

Nama lengkapnya, Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ya'qub Ibnu Miskawaih, lebih dikenal Ibnu
Miskawaih atau Maskawaih. Nama itu diambil dari nama kakeknya

At-Thabari. Ia juga seorang dokter, penyair, dan ahli bahasa serta seorang filosof muslim yang
mampu memadukan tradisi pemikiran Yunani dan Islam, di samping juga ahli dalam filsafat
Romawi, India, Arab, dan Persia. Selanjunya yang menjadi perhatian terbesarnya adalah filsafat
etika Islam, hal ini terlihat pada banyak buku-buku karyaya, diantaranya: Risalah fi al-Lazzat wa
al-Alam, Risalah fi at-Thabi'at, Risalah fi Jaubar an-Nafs, Maqalat an-Nafs wa al-'Aql, Fi Isbat
as-Shuwar al-Ruhaniyat allati la Yabula Lama, min Kitab al-'Aql wa al- Ma'qul, Ta'rif li
Miskawaih Yumayyizu bihi bain ad-Dahr wa az-Zaman, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A'raq
dan Risalah fi Jawab fi Su'ali li 'Ali Ibnu Miskawaih Ila Abi Hayyan as-Shauli fi Haqiqat al-'Adl.

3. Ilmu Astronomi

Ilmu astronomi, dalam Islam disebut ilmu falak, yaitu ilmu yang mempelajari tentang benda-
benda langit, seperti matahari, bulan, bintang dan planet-planet lain.Dalam dunia Islam lmu
astronomi sangat penting karena sangat mendukung penentuan waktu ibadah, terutama waktu
salat, penentuan arah kiblat dan penanggalan Qamariyah. Kajian ilmiah tentang perbintangan
mulai berkembang seiring dengan rnasuknya pengaruh buku India yang berjudul Sidharta. Buku
ini dibawa ke Baghdad tahun 771 M oleh Muhammad bin Ibrahim Al Fazari,Tokoh astronomi
muslim pertama, dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat mempelajari ilmu perbintangan.

Ada pula Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu
astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes
Hispalensis. Pengaruh Islam dalam ilmu astronomi Nampak pada nama-nama bintang antara
lain ;

1) Bait al-Jauza’(Betelgeuse) artinya Rumah Kembar

2) al-Fard (Alphard) artinya Sendirian

3) Mirfaq(Mirfaq)artinya Siku

4) Markab(Markab)artinya Kendaraan

5) Kaukab(Kochab)artinya Bintang

4. Ilmu Kimia

Bernama lengkap Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama Geber di dunia Barat,
Jabir ibn Hayyandiperkirakan lahir di Kuffah, Irak pada tahun (721-815 M) dan meninggal pada
tahun 815 M di kuffah, Ia adalah ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan
disiplin ilmu kimia di abad ke-8 M, jauh sebelum ahli kimia barat bernama John Dalton (1766 –
1844M) mencetuskan teori molekul kimia, Ditemukannya kimia oleh Jabir ibn Hayyan ini
membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak hanya ahli di bidang ilmu-ilmu agama saja, tapi
sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki
sebagai” Bapak Kimia Modern”. Keahliannya itu didapatnya dari seorang guru bernama Barmaki
Vizier pada era pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik
eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat
direproduksi kembali.

.Karya Jabir antara lain:

1) Kitab Al-Kimya (diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi,The Book of the

Composition of Alchemy)
2) Kitab Al-Sab’een

3) Kitab Al Rahmah

4) Al Tajmi

5) Az-Zibiq asy-Syarqiy

6) Book of The Kingdom

7) Book of Eastern Mercury

8) Book of Balance
BAB III

A. PENUTUP
Sejarah islam yang berkembang selalu mengalami masa refolusi yang lebih maju dari
waktu ke waktu, oleh karena itu dapat dilihat dari masa keemasan dinasti umayyah
sebelum diasti abbasiyah yang memegang tampuk kekuasaan islam yang gemilang
dengan banyaknya prestasi yang mereka ukir dalam sejarah peradaban islam. Kita selaku
pelajar harus mengambil banyak pelajaran dari usaha para pejuang islam yang menorah
tinta emas perjuangan islam, menjadi sosok yang bersemangat dan giat dalam berusaha.
B. KESIMPULAN
Massa kejayaan dinasti umayyah berkembang pesat yang berdiri selama 13 priode masa
kehalifaan nya, namun dalam perkembangannya kemudian, berbagai kesuksesan dan
kebesaran yang telah diraih oleh Bani Umayyah mengalami kemunduran bahkan
memasuki masa kehancuran, akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya
tekanan dari fihak luar. Setelah bani Abbasiyah mengambil alih tampuk kekuasaan maka
di mulailah perjalanaan kekuasaan islam di era bani Abbasiyah, sepatutnya kita
mennghayati nilai-nilai positif yang ditunjukkan oleh ilmuwan muslim dalam bidang
agama pada masa dinasti Abbasiyah
C. SARAN
Makalah ini tidak luput dari kesalahan, apabilah adakurang dan kata yang tidak sesuai
kiranya mohon untuk di koresi.
DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, Ahmad, 2000, Sejarah dan Kebudayaan Islam III,Jakarta, Al-Husna Zikra.

Armado, Ade, dkk, 2004. Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve.

Departemen Agama, 1988.Sejarah Kebudayaan Islam I-IIA, Jakarta, Dirjen Binbagais,.

Murodi, 2009. Sejarah Kebudayaan Islam MTS kelas VIII, Semarang, PT. Toha Putra.

Darsono, 2009. .Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 1-2, Solo, PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri,

Amin, Husain Ahmad, 2000. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam.Bandung, Remaja Rosda
Karya, Bandung,.

Mursi, Muhammad Sa’id, 2012. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Terj. Jakarta,
Pustaka Al Kautsar,

Yusuf, Mundzirin, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka, 2006.

As’ad, Mahrus,dkk, Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam 1-2, jakarta, Erlangga, 2009.

Sejarah kebudayaan islam smp 2007

Anda mungkin juga menyukai