Anda di halaman 1dari 36

Makalah sejarah peradaban Islam

Makalah Sejarah Peradaban Islam

DAULAH ABBASIYAH

Oleh :
Irvan (261422172)

makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah


Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu
Dr. Jasafat, MA

PROGRAM PASCA SARJANA (PPs)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2014 M / 1436 H

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyusun karya ilmiah yang telah di
bebani kepada penulis. Berkat Rahmat, taufiq dan hidayah-Nyalah penulis telah dapat
menyusun makalah yang berjudul Sejarah Peradaban Islam Masa Bani Abbasiyah.
makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan sejarah
PeradabanIslam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
referensi. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Pasca Sarjana UIN Arraniry. kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan juga mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Banda Aceh

DAFTAR ISI
Kata
Pengantar...................................................................................................
............
i
Daftar
Isi...............................................................................................................
...........
ii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................
....
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang
Berdirinya
Dinasti
Abbasiyah................................................
2
B.

Masa Abbasiyah Tahun 132 H/ 750 M sampai Meninggalnya


Khalifah AlWatsiq.............................................................................................
4

C.

Pemerintahan Abbasiyah Periode II tahun 232 H (847) M sampai


Berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad pada Tahun 334 H
(986)
M.....
12

D.

Masa
Abbasiyah
periode
III Tahun
334
H
(946)
M Sampai Masuknya
Kaum
Saljuk
ke
Baghdad..................................................................................
15

E.

Masa Abbasiyah Periode IV Tahun (1055) M Sampai Jatuhnya


Baghdad Ketangan Mongol Di Bawah Pimpinan Hulagu
Khan....................................
16

F.

Kemajuan
yang Dicapai.....................................................................................
18

G.

Runtuhnya Dinasti
Abbasiyyah.........................................................................

BAB III PENUTUP

30

A. Kesimpulan.........................................................................................
.................
34
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................
.
35

BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti Abbasiyah yang memerintah setelah Dinasti Umayyah
adalah dinasti terlama dalam sejarah peradaban Islam-sekitar lebih dari
5 (lima) abad-juga dinasti yang mengantarkan Islam pada masa golden
age nya. Namun demikian, tidaklah dapat dipungkiri bahwa
pemerintahan
Abbasiyah
merupakan
pemerintahan
yang
kompleks- sekompleks
permasalahan politik
yang
melandanya.
Permasalahan politik yang dimaksud adalah terjadinya kudeta,
pemberontakan bahkan pembentukan dinasti- dinasti baru. Awalnya,
Abbasiyah merupakan pemimpin tunggal di daerah Asia, sedangkan di
Eropa dibawah kepemimpinan Umayyah- Andalus, dan Mesir dibawah
kepemimpinan Fatimiyah[1] Namun demikian Daulah Abbasiyah juga
mengalami
kemunduran
dan
kehancuran,
disaat
datangnya
penyerangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada
tahun 1258 M. Mereka tidak saja menghancurkan kota Bagdad tapi juga
menghancurkan peradaban Islam yang telah maju dengan pesatnya.
Dengan begitu berakhirlah kekuasaan Daulah Abbasiyah. Sehingga
kemunduran pun dapat dikatakan dimulai pada saat itu. Maka
dalamPembahasan yang sangat menarik ini, pemakalah mencoba
untuk memahami perkembangan pemerintahan, keilmuan, politik dan
juga agama masa dinasti Abbasiyah. Dalam pembahasan ini pemakalah
mengkaji berbagai referensi supaya pembahasan menjadi lebih
sempurna hendaknya.

BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA BANI ABBASIYAH
A.

Latar Belakang Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Setelah Rasulullah wafat kepemimpinan umat Islam dipegang
oleh para sahabat atau lebih dikenal dengan masa khulafaur rasyidin,
pada saat itu sudah mulai terjadi perselisihan diantara umat Islam
dalam halnya siapa yang seharusnya memegang tampuk pemerintahan.
Kemudian setelah masa khulafaur rasyidin kemudian muncullah sistem
kekhalifahan sebagai institusi politik.[2] Meskipun ada banyak pendapat
yang mengatakan bahwa kekhalifahan adalah institusi keagamaan
semata.
Setelah runtuhnya pemerintahan bani ummayyah, maka gerakan
untuk mendirikan pemerintahan bani Abbasiyah menjadi semakin kuat.
Pada Tahun 129 H/446 M. gerakan tersebut memproklamirkan
berdirinya pemerintahan Abbasiyah. Namun, Marwan yang pada saat itu
sebagai pemegang kekuasaan terakhir pemerintahan Umayyah
menangkap pemimpin gerakan tersebut yang bernama Ibrahim lalu
dibunuh. Pasca terbunuhnya Ibrahim kepemimpinan tersebut diambil
alih oleh Abul Abbas as-Saffah, yang berangkat bersama keluarga
menuju Kuffah, dan akhirnya dia di baiat menjadi khalifah di kuffah pada
tahun 132 H/749 M. Bani Abbasiyah berhasil menaklukan Khurasan dan
Irak.[3]
Pemerintahan abbasiyyah di nisbatkan kepada al-Abbas paman
Rasulullah, yang dianggap merupakan ahlul bait. Kelompok Kaisaniyah
(Syiah Rafidhah) mengatakan bahwa imamah berada di tangan
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib (Ibnul Hanafiah). Kemudian mereka
menyerukan bahwa imamah adalah milik sah Abu Hasyim yang dengan
keras mengkritik pemerintahan Bani Umayyah, sebelum meninggal
beliau mewasiatkan agar Ibnul Abbas bermukim di Hamimah Yordania
untuk merebut kekuasaan Bani Umayyah dan menyerakannya kepada
ahli bait Rasulullah.[4]
Muhammad bin Ali bin Abdullah Ibnul-Abbas, melakukan gerakangerakan rahasia untuk menjatuhkan pemerintahan bani umayyah, yang
gerakan tersebut dilakukan di Hamimah. Dalam gerakan ini
dilakukannya penebaran opini dan pemikiran tentang rencana pendirian
pemerintahan abbasiyah, dalam hal ini mereka menggunakan nama
ahlul bait.para aktivis yang terpilih untuk membuat opini dan isu-isu
selalu membawa nama nama Bani Hasyim bukan Bani Abbas. Maka,
secara tidak langsung orang-orangSyiah merasa disertakan dalam
perjuangan. Oleh karena itu Syiah sangat mendukung gerakan yang
dilakukan tersebut.[5] Setelah Muhammad meninggal, digantikanlah
kepemimpinan oleh anaknya Ibrahim pada tahun 125 H/724 M. Di

sinilah awal kemunduran pemerintahan Umayyah setelah Hisyam bin


Abdul malik meninggal.[6]
Pasca gerakan secara sir akhirnya mereka melakukan gerakan
secara terang-terangan upaya menaklukkan khurasan dan Irak.
Penaklukan Khurasan dilakukan oleh Abu Muslim seorang panglima
perang yang dikenal sangat cerdik atas perintah Ibrahim, setelah
terbunuh maka digantikan oleh Abdullah as-Saffah. Penaklukan
terhadap Irak dilakukan oleh as-Saffah sendiri, dengan menjanjikan
sebuah diplomasi karena pada saat itu Irak sangat kuat dalam bidang
pertahanan, akhirnya berkat tipu daya as-Saffah maka ia berhasil
mengambil alih kekuasaan dari gubernur Irak yaitu Yazid bin Umar Bin
Fuhairah pada tahun 132 H/749 M.[7]
Menurut riwayat, selain yang tersebut diatas ada faktor lain yang
menyebabkan berhasilnya pembentukan dinasti umayyah ini. Pertama,
meningkatnya kekecewaan dikalangan kelompok Mawalli.Kedua,
terjadinya perpecahan antar suku-suku bangsa Arab. Ketiga, timbulnya
kekecewaan masyarakat agamis dan keinginan mereka untuk memiliki
pemimpin yang kharismatik. Kesejangan sosial yang terjadi saat itu
sangat terlihat di Kuffah, di mana antara orang arab dan mawali
memiliki mesjid masing-masing dan adanya larangan yang dibuat
bahwa tidak boleh menikah antara Mawalli dan Arab. Gaya
kepemimpinan sekuler yang dibawakan oleh pemerintahan bani
umayyah membuat masyarakat agamis berkeinginan agar pemimpin itu
yang memiliki integritas keagamaan dan politik.[8]
Gerakan Abbasiyah memang sudak sejak pemerintahan Umar
Abdul Aziz yaitu khalifah kedelapan daulah umayyah, strategi memang
telah diatur untuk menggulingkan Daulah Umayyah, maka dengan
persiapan yang sangat matang, dan didukung oleh banyak kalangan
akhirnya gerakan tersebut berhasil mendeklarasikan dirinya dan
berhasil menjadi daulah terbesar kedua dalam Islam Setelah Daulah
Umayyah.
B.

Masa Abbasiyah Tahun


132 H/
750 M sampai Meninggalnya Khalifah al-Watsiq 232 H/ 847 M.
1.
Abul Abbas as-Saffah
Abul Abbas as-Saffah adalah raja pertama yang dinobatkan oleh
para pengikutnya di sebuah mesjid di Kuffah. Pada masa ini
pemerintahan terkenal sangat kejam terhadap keturunan Bani
umayyah, dimana pada masa inilah dilakukan operasi sapu bersih
terhadap keturunan bani umayyah. Penganiayaan dilakukan tidak
tanggung-tanggung sampai makam-makam keturunan umayyah
dibongkar dan dibakar, sehingga dengan kekejaman itu Abul Abbas
dikenal dengan sebutan as-Saffah yaitu si haus darah. [9]
Kuffah
menjadi
pusat
pemerintahan
pertama
Bani
Abasiyyah[10] di kota inilah dia menjalankan kepemimpinannya,
7

adapun pemerintahan Abul Abbas bersandar kepada tigal hal


utama. Pertama, Abul Abbas memiliki banyak keluarga sehingga ia
menyerahkan kepemimpinan wilayah pada keluarga begitu juga dalam
hal bermusyawarah. Kedua, Abu Muslim Khurasani karena jasa dalam
penaklukan Khurasan dan Irak yang melapangkan jalan bagi berdirinya
daulah Abbasiyah maka kepimpinannya tidak terlepas dari Abu muslim
Khurasani. Ketiga, fanatisme golongan yaitu pada akhir pemerintahan
Bani umayyah, peluang ini ditangkap dengan baik oleh bani Abbasiyah
bersama dengan Yamiyyun bergerak melawan Qaysiyun yang berpihak
kepada Bani Umayyah.[11]
Pada periode pertama ini, pemerintahan banyak disibukkan oleh
konsolidasi internal dan untuk menguatkan pilar-pilar negara yang pada
saat itu belum sepenuhnya stabil. Oleh karena itu masa ini tidak fokus
pada hal penaklukan. Abul abbas meninggal bulan Dzulhijjah pada
tahun 136 H/753 M. Karena penyakit cacar air yang dideritanya pada
umur 33 tahun, ia memrintah selama 6 tahun. Sebelum meninggal ia
menunjuk saudaranya sediri sebagai pengganti khalifah yaitu Abu Jafar
Al-Mansur.[12]
2.

Abu Jafar Al-Mansur


Sebelum ditunjukkan menjadi pengganti Abul Abbas dia sudah
terkenal sebagai yang berani, penuh ambisi, dan juga cerdik sehingga
dia menjadi tangan kanannya Abul Abbas, pada masa pemerintahan
Abbas dia menjabat sebagai Gubernur untuk Wilayah Armenia dan
Azarbaijan.[13] Meskipun dia bukan seorang muslim yang saleh namun
karena kepercayaan Abu Abbas dia ditunjuk menjadi pengganti[14]
Pada tahun 762 M. Al-Mansur menbangun kediaman di Hasimia,
antara kuffah dan Hirah dan meletakkan batu pertama pembangunan
Kota Baghdad. Nama kota yang menjadi pusat pemerintahan
adalah madinah al-salam (kota kedamaian) yang terletak di tepi Barat
sugai Tiggris dilembah yang sama. Bahkan gerbang untuk memasuki
kota tersebut dilapisi dengan emas, gerbang tersebut dikenal dengan
nama bab al-dhahab.[15]
Pada awal pemerintahan semua dapat dikendalikan oleh AlMansur, sampai terjadinya terjadinya pemberontakan yang pertama,
pamannya sendiri yang menjadi dalang pemebrontakan tersebut yaitu
Ali Bin Abdullah bin Ali, pemberotakan ini terjadi akibat Ali mengklaim
dirinya yang berhak menjadi khalifah karena dia yang membunuh Malik
bin Marwan, karena ambisinya yang besar tersebut Ali meninggal di
tangan Abu Khurasani yang di utus oleh Al-Mansur ke daerah Syam dan
Jazirah Arab yang merupakan basis dari Ali. Pasca kekalahan Ali, AlMansur Mulai ragu terhadap Abu Muslim Al-Khurasani membangkang,
sehingga terus memaksa agar Abu Muslim agar mau mengunjungi
Istana, lalu Al-mansur membunuhnya pada tahun 137 H.[16]

Kemudian pada Al-Mansur juga terjadi gejolak kaum Khawarij di


wilayah-wilayah magrib. Disana didirikan sebuah negeri yang berna
Shafariah tepatnya di Sajalmasah pada tahun 140 H/857 M. Kemudian
Abdurrahman bin Muawiyah melarikan diri ke Andalusia Spanyol,
mendirikan sebuah pemerintahan Muawiyah disana, menurut riwayat
Al-Mansur tidak mampu membunuhnya maka dibiarkan pemerintahan
tersebut.
Al-Mansur sebenarnya tidak merasa khawatir akan hilangnya
jabatan khalifah yang ingin direbut oleh dinasti yang sudah hancur
yakni dinasti Umayyah, akan tetapi ia merasa khawatir terhadap
beberapa orang yang merupakan kelompok sekaligus saudaranya yang
selalu bersamanya ketika menjatuhkan dinasti umayyah. Hal tersebut
karena ia merasa bahwa saudaranyalah yang mengetahui rahasiarahasia yang bisa saja dalam suatau saat menjungkirbalikan
kekuasaannya.[17]
Penaklukkan yang dilakukan oleh Al-Mansur pertama sekali adalah
terhadap negeri-negeri yang ingkar janji seperti Thibristan, dailam,
Khasmir dan lain-lain. Pada masa Al-Mansur menurut riwayat terjadinya
pengokohan terhadap pemerintahan Bani Abbasiyah, mebereskan
pondasi-pondasinya. Serta menbuat undang-undang dan aturan. Hal itu
sebelum ia meninggal dunia pada saat melakukan Mekkah untuk
menunaikan ibadah Haji pada tahun 158 H/774 M. Ia memerintah
selama 21 tahun.
3.
Muhammad A-Mahdi
Al-Mahdi adalah anak dari Al-Mansur yang menjadi pengganti
kepemimpinan setelah Al-Mansur meninggal. Dia terkenal dengan sifat
kedermawanannya dan juga pemurah serta banyak memberkan hadiah.
Dia juga mengembalikan harta-harta yang dirampas secara tidak benar.
Pada pemerintahannya terjadi beberapa gerakan[18]
a.
Gerakan-gerakan zindik
Gerakan zindik adalah sebutan bagi orang-orang yang menganut
agama Manawiyah Paganistik (yang menyembah nur dan kegelapan).
Agama ini adalah agama lama yang berasal dari Persia dan dinisbatkan
kepada kaum Mazdak. Al-mahdi adalah orang yang sangat keras dalam
hal menjatuhkan sanksi terhadapa penganut atau yang melakukan
gerakan zindik ini.[19]
Pada masa pemerintahan ini juga didirikan pemerintahan
Rustumiyah di Tahart Aljazair oleh kaum Khawarij abadhiyah.
Keberhasilan pemerintahan Al-Mahdi mengapai kemengan yang besar
terhadap orang orang Romawi. Anaknya Harun Al-Rasyid dalah
panglima perang dalam penaklukan ini. Dia sampai kepantai Marmarah
dan berhasil melakukan perjanjian damai dengan Kaisar Agustine yang
bersedia membayar Jizyah pada Tahun 166 H/728 M. Al-Mahdi
meninggal pada tahun 169 H/ 785, ia memerintah selam sepuluh tahun.
[20]
9

4.

Musa Al-Hadi
Al-Hadi adalah khalifah setelah almahdi yang merupakan anak
dari al-Mahdi sendiri, sesuia dengan wasiat ayahnya dia adalah orang
yang sangat anti dengan kaum Zindik. Selain itu ia juga pernah
mencoba mencopot mahkota harun Al-Rasyid dan memberika kepada
anaknya namun ha itu tidak berhasil dilakukan.
Pada masa pemerintahan Al-Hadi terjadinya pemberontakan oleh
Husein bin Ali ibnul Hussein inul Hasan bin Ali di mekkah dan Madinah.
Perperangan pemberontakan ini dikenal dengan perang Fakh (dekat
Mekkah) pada tahun 169 M/785 M. Perang dimenangkan oleh pasuka AlHadi, namun idris bin Abdullah husein bin ibnul Hassan berhasil
melarikan diri ke Magrib jauh dan mendirikan pemerintahan Adarisiah.
Kemudian setelah itu juga terjadi pemberontkan dari saudara Al-Hadi
juga yaitu Yahya bin Abdullah di Dailam, namun kemudian berhasil
dikalahkan oleh Harun Ar-Rasyid atas perintah Al-Hadi.[21]
Dia meninggal pada tahun 170 H/786 M. Yang menurut beberapa
riwayat ia dibunuh oleh ibunya sendiri dengan alasan dia telah
memminggirka otoritas ibunya yang telah lama dalam perintahan
semasa ayahnya masih hidup. Dia hanya memerintah selam 3 bulan.
5.
Harun Ar-Rasyid
Nama lengkapnya adalah Harun ar-Rasyid ibnul Mahdi. Harun
merupakan mutiara sejarah Bani Abbasiyyah. Dalam sejarah tercatat
dia adalah seorang yang paling agung. Pada masa pemerintahan Islam
mengalami kemegahan dan kesejateraan yang belum pernah dicapai
sebelumnya, bahkan pada masa pemerintahannya, pemerintahan bani
abbasiyah mencapai puncak keagungan dan keemasannya. Kemajuan
keilmuan pun luar biasa sehingga pemerintahannya sangat ditakuti.
Pada masa inilah banyak sekali ilmuan-ilmuan terkenal. Sikap yang
dilakukan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid berbeda dengan para khalifah
sebelumnya, ia tidak bersikap keras terhadap keturunan Ali bin Abu
Thalib[22].
Harun ar-Rasyid dikenal sangat berani penaklukan demi
penaklukan telah dilakukannya semasa ayahnya menjabat sebagai
kepala pemerintahan padahal usianya pada saat itu usianya baru
menginjak 20 tahun. Di bidang keagamaan dia dikenal dengan sosok
yang sangat religius, bahkan ibadah haji dilakukanya sebanyak
sembilan kali, maka tersebarlah dikalangan masyarakat bahwa dia
melakukan haji tahun ini dan tahun lainnya di medan perang[23]

Pemerintahannya dapat dikatakan sangat aman, meskipun ada


beberapa pergolakan yang tidak begitu signifikan
a.
Pemberontakan Yahya Bin Abdullah, berhasil dilumpuhkan aR-Rasyid
pada tahun 180 H/796 M.
10

b.

Pergolakan kaum Khawarij yang dipimpin oleh seorang yang bernama


Walid bin Tharif asy-Syari pada tahun 178 H/794 M di Jazirah Arab,
pergolakan ini pun berhasil di taklukkan oleh pasukan ar-Rasyid.
c.
Orang-orang
zindik,
mereka
berhasil
menguasai
Jurjan.
Pemberontakan ini pun berhasil dipatahkan pada tahun 181 H/794 M.
d.
Pemberontakan Khurasan yang dipimpn oleh Rafi bin Laits bin Nashr
bin Sayyar. Latar belakang kemunculan pemberontakan ini akibat
pemerintahan yang represif dan kejam di Khurasan. Akhirnya ar-Rasyid
memcat gubernurnya di Khurasan, namun pemberontakan terus
berlanjut sampai akhirnya mereka menyerah pada masa al-Makmun.
Penaklukan-penaklukan besar dilakukan oleh ar-Rasyid dalah
penaklukan Heraclee di romawi pada tahun 187 H/ 802 M. ar-Rasyid
meninggal pada tahun 193 H/808 M dan memerintah selama 23 tahun.
Sebelum meninggal dia menunjuk al-amien dan al-makmun sebagai
pengganti.[24]
6.
Muhammad Al-Amien
Dia adalah khalifah bani Abbasiyah yang berasal dari keluarga
bani hasyim, nama legkapnya adalah Muhammad al-amien bin Harun alRasyid. al-Amien dibaiat untuk pemerintahan di Irak, sedangkan
saudaranya al-Makmun di Khurasan dan juga saudaranya Qasim juga di
baiat di mekkah secara bersama-sama.
Setelah pembaiatan, ada seorang yang bernama al-Fadhl ibnur
Rabi merupakan menteri al-Amien mendoronnya agar mencabut
mahkota dari adiknya dan memberikannya kepada kepada anaknya
Musa. al- Amien termakan tipu daya tersebut kemudian dan merobak
surat baiat dan al-makmun segera memberontak.
Maka berkecamuklah perang saudara pada tahun 195 H/810 M.
Dan pasukan yang dikirim oleh al-amien berhasil dihancurkan oleh
pasukan al-Makmun. Kemudian pasukan berbalik menyerang Baghdad
dan pasukan al-Amin mundur dan menyingkir maka bertambahlah
pengikut al-Makmun. Pasukan al-Makmun memasuki Baghdad pada
tahun 198H/813 M. Dan al-Amin sempat melarikan diri sebelum
terbunuh pada tahun tersebut juga. Al-Amien sendiri adalah orang yang
sangat terkenal suka berburu dan berfoya-foya dan banyak melalaikan
urusan negara. Dia berkuasa selama lima tahun.[25]
7.

Abullah Al-Makmun
Dia bernama Abdullah al-Makmum bin Harun ar-Rasyid. Dia
menjadi pemegang kekuasaan penuh setelah mengalahkan al-Fadhl bin
Sahl pada tahun 198 H/812 H.
Pada masa pemerintahannya ini perkembangan ilmu pengetahuan
berkembang sangat pesat. Ia melakukan serangkaian penterjemahan
buku-buku dari bahasa asing diantaranya: Hindustan, Persia, Yunani,
Romawi, Latin. Lantararan amat mencintainya terhadap keilmuankeilmuan bangsa lain, Khalifah Al-Mamun terpengaruh oleh ilmu filsafat
11

sehingga ia merasa bahwa jabatannya di kemudian hari akan diberikan


kepada keturunan Ali dan ia menunjuk Ali bin Musa Ar-Ridha. Sikap AlMamun tersebut mendapatkan pertentangan dari kalangan Abbasiyah
sendiri, karena menurut mereka khalifah sudah terpengaruh oleh ajaran
Syiah Ali di tambah lagi adanya salah seorang wazir yang
berkebangsaan Persia yang berfaham Syiah yaitu Fadhal bin Sahl.
Sikap al-Makmun mendapatkan tantangan dari penduduk baghdad
sehingga mereka tidak mau mengakuinya lagi Al-mamun sebagai
khalifah dan bukti kekesalannya itu penduduk mengangkat Ibrahim AlMahdi sebagai pengganti Khalifah al-Mamun. Adanya sikap ini
membuat khalifah sadar sehungga ia menyabut keputusannya tersebut.
[26]
Peritiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahannya yang
pertama dalah pemberontakan baghdad yang dipimpin oleh pamannya
sendiri yang bernama Ibrahim al-mahdi. Dia mengankat Ali bin Musa arRidha (salah seorang cucu Hussein) berkat pendakatan al-Fadhl.
Keputusan ini membuat penduduk Baghdad Barat menurunkan
al_makmun dari kekuasaannya dan membaiat Ibrahim pada tahun 210
H/816 M. Kemudian al-Makmun datang dan pamanya melarikan diri,
sehingga berkuasalah al-Makmun sepenuhnya.
Selanjutnya ialah munculnya mazhab kaum Zindik yang bernama
al-Khuramiah. Mazhab ini adalah kelanjutan pemikiran Mazdakisme di
Iran, pemikiran mazhab iini adalah menghalalkan yang haram. Diantara
pemimpin meraka yang terkenala adalah Babik al-Khurami, dialah yang
mempopulerkan akidah reinkarnasi dan adanya dua Tuhan cahaya dan
kegelapan gerakan keagamaan ini muncul pada tahun 201H/816
M.gerakan ini berhasil menguasai Hamadan dan Afsahan. Gerakan ini
tdak musnah mengingat sampai meninggal al-Makmun belum berhasil
menumpas gerakan tersebut.[27]
Pada tahun 218 H/ 833 M. Munculnya fitnah yang bahwa al-Quran
adalah makhluk dan bukan wahyu yang diturunkan. Al-makmun sendiri
menyakini bahwa pendapat ini benar. Pendapat yang sebenarnya
dilahirkan oleh orang-orang muktazilah. Akibat, nya para ulama harus
mengahadapi penyiksaan jika melawan pendapat tersebut termasuk
imam Ahmad bin Hanbal.[28]
Penaklukan yang dilakukan pada masa al-Mamun dapat dikatakan
tidak terlalu besar, dia hanya berhasil menaklukkan Laz, sebuah tempat
di dailan pada tahun 202H/817, sebagaimana penaklukkan di Nawbah
dan bujat. Al-makmun adalah orang pertama yang mendatangkan
pasukan Turki.
Dia meninggal pada tahun 218 H/ 833 M. Setelah berkuasa
selama 20 tahun, namun sebelum meninggal al-makmun tidak
mewariskan tahtanya kepada anak seperti kebiasaan yang dilakukan
dalam sistem pemerintahan Abbasiyah, dia meberlakukan sistem putra

12

mahkota yaitu dengan memilih saudara yang bernama al-Mutashim,


dengan alasan al-Mutashim lebih pantas ketimbang anaknya.[29]
8.
Abu Ishak Al-Mutashim
ditunjuk oleh al-Makmun, maka secara resmi ia menjadi khalifah
pada tahun 218 H/833 M.Pada masa pemerintahanya banyak diangkat
pasukan yang berasal dari turki sehingga meperbanyak jumlah mereka
di Baghdad, al-mutashim kehilangan kepercayaan dari orang-orang
Arab Persia sehingga dia mengambil orang-orang turki.
Pada masa ini pula Imam Ahmad bin Hanbal dimasukkan kedalam
penjara dan dipukul, akibat pertentangan pendapat yang terjadi dengan
pihak al-mutashim, al- mutashim sangat mendukung pendapat al-Quran itu adalah makhluk. Penumpasan terhadap gerakan Banik alGhurami juga terjadi pada masa al-Mutashim, kemenangan ini dapat
dikatakan sebagai sebuah peristiwa yang spetakuler mengingat gerakan
ini sudah berusaha di tumpas sejak masa 20 tahun.
Penaklukan yang dilakukan pada masa al-Mutashim dikenal dengan
sebutan penaklukan amuriyah, dala sejarah dukatakan bahwa ketika
kaisar Romawi yang disertai orang-orang khurrami memasuki Zhabtarah
dan Mathiyah mereka melakukan perbuatan yang sangat tidak sopan,
dengan cara memperlakukan seorang wanita secara tidak wajar sambil
meneriakkan dimana al-Mutashim. Kemudian berangkatlah al-Mutashim
bersama pasukannya untuk menembus kota amuriyah yang merupakan
pertahanan terkuat romawi, tepat pada tahun 223 H/837 M. alMutashim berhasil memasukinya.[30]
9.
Harun Al-Watsiq
Setelah al-Mutashim meninggal maka diangkat anaknya untuk
menjadi khalifah, pada masa ini pengangungan terhadap pasukan Turki
bahkan sudah mencapai puncak tertinggi, bahkan salah seorang
panglima Turki pada saat itu di juluki Sultan panglima tersebut
bernama Asynas, dengan diberi gelar seperti itu maka kewenangan pun
menjadi semakin luas.
Harun al-Watsiq meninggal pada tahun 223 H/846 M. setelah
memerintah selam lima tahun.[31]
10. Jafar Al-Mutawakil
Dia merupakan khalifah terakhir periode Abbasiyah pertama,
berbeda dengan saudaranya yang pada pemerintahan tidak ada
peristiwa yang signifikan, tapi pada masa ini ada peristiwa yang penting
terjadi yaitu. Orang Romawi yang berusaha masuk ke daeerah Mesir
Berhasil dipukul mundur oleh pasukan Mutawakil, meskipun almutawakil tidak ditunjuk lansung oleh Al-wathiq namun ada sedikit
keberhasilan
ada
upaya-upya
keras
yang
dilakukan
untuk
pemerintahan.[32]Dalam pemerintahannya al-Mutawakil berusaha
melepaskan diri dari cengkraman orang Turki, namun ia gagal.
Kekuasaan orang-orang Turki semakin bertambah bahkan orang Turki
sanggup meyakinkan al-Muntashir untuk melakukan sebuah konspirasi
13

bersama mereka. Akhirnya al-Mutawakil dibunuh pada 247 H/861 M,


setelah memerintah salama 15 tahun.[33]
C.

Pemerintahan Abbasiyah periode II tahun 232 H (847) M


sampai Berdirinya Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun
334 H (986) M
Setelah meninggalnya al-Mutawakkil pemerintahan menjadi
semakin tidak jelas. Kekuasaan abbasiyah pun dijabat oleh sejumlah
raja yang tidak begitu mempuni di bidang politik, sehingga mereka
hanya menjadi boneka dalam pemerintahan[34], pada saat itu yang
paling dominan dan mempunyai power sebenarnya adalah orang-orang
turki, bahkan mereka sering kali mengonta-ganti pemegang jabatan
khalifah.[35] Pergolakan pergolakan politik sudah sangat sering terjadi
bahkan dapat dikatakan pemerintahan Abbasiyah sudah tak terlihat lagi
pada saat itu.
Kemudian jauh daripada itu kekacauan terjadi di mana-mana
pemberontakan demi pemberontakan, perlawanan demi perlawan
secara terus menerus terjadi, kemajuan seharusnya kedepan malah
berbalik arah, secara logika bagaimana mencapai sebuah kemajuan jika
seandainya perhatian para pejabat hanya tertuju pada situasi politik
yang tidak menentu.
Beberapa nama yang menjadi pemegang jabatan setelah alMutawakil yaitu al-Muntasir, Mustain, al-muataz, al-Muhtadi, almutamid, al-Mutazid, al-Muktafi, al-mutaqdir, ar-Radhi dan yang
terakhir adalah al-Mustakfi yang ditunjuk oleh seorang pembesar turki
yaitu Tuzan, setelah memecat ar-Radhi.[36]
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi
kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan
tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu
menjaga keseimbangan kekuatan, stabilis politik dapat terjaga. Setelah
al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi
tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas
sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang
Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada
periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada dinasti Saljuk pada
periode keempat.[37]
Ketika Baghdad dilanda kekacauan politik akibat perebutan amir
al umara antara wazir bdan komandan militer, pihak militer meminta
kepada ahmad al-Buwaihiyah yang berkedudukan di Ahwaz. Permintaan
itu diterima buwaihiyah, maka berangkat lah dia pada tahun 334 H /945
M ke Baghdad bersama pasukannya, dan dia disambut oleh amir alUmara pada saat itu yang disebut sebagai al-Muizz ad-daulah. Setekah
berhasil mnegusai Baghdad dan mengusir pasukan Turki, maka
tunduklah dinasti abbasiyah kepada daulah Buwaihiyah, setelah
Buwaihiyah memegang kekuasaan mereka segera memindahkan pusat
14

pemerinthan ke Baghdad. Muizz ad-Daulah semakin besar jabatannya


yaitu sultan di Baghdad, bahkan namanya disebut dalam khutbah
Jumat dan dimata uang Baghdad.[38]
Kemudian al-Mustakfi merasa tidak senang kepada Muizz yang
seolah-olah menjadi khalifah sejati, diam-diam dia melakukan
perlawanan. namun, isu perlawanan tersebut cepat tercium oleh Muizz.
Kemudian dia memecat al-Mustakfi dan menggantikannya dengan almukti sebagai khalifah Abbasiyah pada tahun 335 H. dan Muizz sendiri
digantikan oleh anaknya yang bernama Bakhtiyar dan tidak lama
kemudian digatikan oleh Azat ad-dawlat.
Masa ini dimulai dengan bangkitnya Bani Buwaihiah, pada masa
ini jabatan kekuasaan khalifah Abbasiyah secara de facto di pegang
oleh bani Buwaihiah. Dan paham yang dianut oleh Buwaihi berbeda
dengan paham yang dianut oleh Abbasiyah. Dinasti Buwaihi menganut
paham Syiah sedangkan dinasti Abbasiyah menganut paham Sunni.
Pada masa dominasi dinasti Buwaihi ini ada lima khalifah
Abbasiyah: Al-Muktafi, Al-Muti, At-tai, Al-Qadir, Al-Qaim. Pada masa itu
juga ada sebelas tokoh dinasti Buwaihi yang secara de facto menjadi
kepala pemerintahan: Ahmad Muizz Ad-Daulah (945 M), Bakhtiar Azz
Ad-Daulah (967 M), Ad ad-Daulah (978 M), Syams Am ad-Daulah (983
M), Syraf ad-Daulah (987), Baha ad-Daulah (989 M), Sultan ad-Daulah
(1012 M), Musarrif a-Daulah (1021 M), Jalal ad-daulah (1025 M)
Imadudin Abu Kalijar (1044 M) dan Malik ar-Rahim (1084 M) sampai
tahun (1055 M).[39]
Pada masa daulah Buwaihiyah dikatakan bahwa pada masa
tersebut yang menjadi pemimpin spetakulernya adalah al-Bakhtiyar,
mengingat kemajuan terjadi adalah pada masa pemerintahannya, dia
berhasil menyatukan beberapa dinasti-dinasti kecil yang berada
di bawah komando penguasa Buwaihiyah. Ia penguasa yang cinta
kepada ilmuan dan juga dermawan sekaligus cinta keadilan. Ia
mendatangkan ilmuan dari berbagai daerah untuk tinggal di istana, ia
membangun kota Bahgdad menjadi lebih megah, mendirikan berbagai
mesjid, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya.[40] Kemajuan tersebut
ditandai dengan hadirnya ilmuan seperti: al-Khahi yang ahli dalam
bidang astronomi, yang menemukan pergantian musim panas dan
musim gugur. Kemudian Abdul Wafa, ahli astronomi, matematika, fisika,
ia menemukan sistem hitungan trigonometri dan memperkenalkan hasil
observasi astronomi, kemudian al-Farabi, ibnu sina, al-Farghani,
Abdurrahman as-Shufi, Abu al Ala al-Maari. Kemudian kemajuan
dibidang perekonomian ditandai dengan kemajuan industri permadani.
[41]
D.

Masa Abbasiyah periode III tahun 334 H (946) M sampai


masuknya kaum Saljuk ke Baghdad

15

Masa ini diawali ketika suku saljuk mengambil alih pemerintahan


dan mengontrol ke khalifahan Abbasiyah pada tahun 447 H / 1055 M.
masa dinasti saljuk berakhir pada tahun 656 H / 1258 M. ketika bala
tentara Mongol menyerbu dan menghancurkan Baghdad sebagai pusat
dinasi Abbasiyah.
Saljuk berasal dari kabilah kecil keturunan Turki yaitu kabilah
qunuq, kabilah ini bersama kabilah lainnya membentuk sebuah rumpun
Ghuz, akhirnya mereka mengangkat seorang tokoh bernama ibn Tulqaq
yang kemudian menjadi pimpinan militer pada masa pemerintahan raja
Bighu di Turkistan. Orang Saljuk sebelumnya hidup dibawah
pemerintahan orang-orang turki yang menyembah berhala
Kondisi politik yang terjadi ketika kaum saljuk memasuki kota
Baghdad adalah krisis, bahkan hampir semua daerah sedang dalam
kekacauan, dalam hal perebutan wilayah kekuasaan, orang-orang Arab
pada saat itu saling berperang sehingga Tugril bek berhasil
menaklukkan daulah buwaihi.[42]
Suku saljuk bertetangga dengan dinasti Samaniyah dan
Ghaznawiyah, ketika perselisihan anatara ke dua dinasti terjadi, bani
saljuk lebih memihak kepada samaniyah, setelah Gaznawiyah berhasil
dikalahkan, saljuk tidak mau tunduk kepada samaniyah, mereka bahkan
mengproklamirkan diri sebagai tempat yang merdeka. Ketika muncul
generasi saljuk yang pertama yang bernama Tugril khan ia berhasil
mengalahkan kekuatan samaniyah dan pada masa ini juga mereka
berhasil memasuki Baghdad.[43]
Pada tahun 448 H/1056 terjadi penangkapan terhadap Al-malik arRahim, sultan terakhir Buwaihi, maka berakhirlah kekuasaan buwaihi.
Kemudian terjadi gerakan yang dipelopori oleh pengikut ar-Rahim ketika
itu khalifah Al-Qaim meminta bantuan kepada Tugril Beik, akhirnya
mereka berhasil membasmi gerakan tersebut, berkat keberhasilannya,
Al-Qaim tunduk kepada tugril Beik, dan kokohlah Bani Saljuk berkuasa.
[44]
Pada masa ini ada dua belas khalifah Abbasiyah, yakni: Al-Qaim,
Al-Muqtadi, Al-Mustazir, Al-Mustarsyid, Ar-Rasyid, Al-Muqtafi, AlMustanjid, Al-Mustadi, An-Nasir, Az-Zahir, Al-Mustansir, Al-Mustasim.
Adapun para pemuka dinasti saljuk yang memerintah dibedakan antara
mereka yang berdomisili di baghdad, Ibukota Abbasiyah dan yang
bertempat tinggal di Iran adalah: mereka yang berdomisili di Bagdad;
Tugrel Beiq (1038 M), Alp Arslan (1063-1072 M), Maliksyah I (1072-1092
M), Mahmud I (1092 M), Barkiyaruk (1094 M-1104 M), Maliksyah II (1105
M), Sanjar (1118 M), adapun yang berdomisili di Iran; Mahmud II (1118
M), Dawud (1131 M), Tugril II (1132 M), Masud (1134 M) Maliksyah III
(1152 M), Sulaiman Syah (1160), Arslan (1161 M), dan Tugril III (11761194 M).[45]

16

E.

Masa Abbasiyah Periode IV tahun (1055) M Sampai Jatuhnya


Baghdad ketangan Mongol Di Bawah Pimpinan Hulagu Khan
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa
Mongol bukan saja mengakhiri khalifah Abbasiyah di sana, tetapi juga
Merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam,
karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang
sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap di
bumi haguskan oleh pasukan mongol yang dipimpin Hulagu Khan[46]
Jatuhnya kota Baghdad ketangan tentara Hulagu Khan
merupakan peristiwa yang sangat memukul kekuatan bangsa-bangsa
Islam tersebut, terutama bangsa Arab yang dalam jangka waktu lama
sulit bangkit kembali. Bahkan ketika kerajaan Ottoman yang berdiri
pada 1300 H menjadi satu dari tiga kerajaan besar Islam yang masa
kejayaannya berlangsung pada abad 15,16 dan ke 17, seluruh negeri
bergai terhenti karena kerajaan ottoman lebih banyak memerintahkan
perkembangan militer dari pada perkembangan kebudayaan dan
peradaban.[47]
Bangsa mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang
membentang dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari
asia Tengah sampai ke Siberia Utara, tidak selatan dan Manshuri Barat
serta Turkistan Timur nenek moyang mereka bernama Alanja Khan,
yang mempunyai anak bernama Ilkhan yang kemudian melahirkan
keturunan pemimpin bangsa mongol. Bangsa mongol mempunyai watak
yang kasar, suka berperang dan berani menghadapi maut dalam
mencapai keinginannya. Akan tetapi mereka sangat patuh pada
pemimpinya, kemajuan bangsa mongol secara besar-besaran terjadi
pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan, ia berhasil
menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada waktu itu. Setelah Yasugi
meninggal, putranya yang tampil sebagai pemimpin, Timujin yang
masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin yang dalam waktu 30
tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya yang teratur dan
tangguh. Dan pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan. (Raja
yang perkasa).[48]
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi
wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian orang puteranya yaitu
Juchi, Chagutai,Ogotai dan Tuli. Saudara Chagutai,Tuli Khan menguasai
Khurasan, karena kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah belah dan
kekuatannya sudah lemah sehingga de ngan mudah Tuli dapat
menguasai Irak. Ia meninggal tahun 654 H/ 1256 M dan digantikan oleh
anaknya. Hulagu Khan yang berhasil meguwasai kota Baghdad.
Walaupun kota Baghdad sudah hancur, Hulagu Khan memantapkan
kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum ia melanjutkan
gerakannya ke Syria dan mesir. Pada saat itulah umat Islam di pimpin
Oleh Hulagu Khan yang beragama syamanism. Pada masa
17

pemerintahan Mahmud Ghazan yang pada tahun 1295 -1304 M yang


merupakan raja ketujuh dari raja-raja selanjutnya dia adalah pemeluk
agama Islam dari anak Hulagu Khan. Berbeda dengan raja-raja
sebelumnya, Ghazana mulai memperhatikan perkembangan peradaban
ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra, ia sangat gemar
pada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti
astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi dan botani.[49]
Ia juga membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan
tinggi untuk mazhab Syafii dan Hanafi sebuah perpustakaan,
observatorium dan gedung- gedung yang lain. Mahmud Ghazana wafat
dalam usia muda 32 tahun dan di gantikan oleh Muhammad
Khudabanda Uljeitu pada tahun1304-1317 M.yang menganut paham
syiah yang ekstrem dia mendirikan kota raja Sultaniyah. Dan pada
masa pemerintahan Abu Said (1317-1335) terjadi kelaparan yang
sangan menyedikan dan angin topan yang mendatangkan malapetaka.
Kerajaan Ilkhan yang di dirikan Hulagu Khan ini terpecah belah
sepeninggalan Abu Said, yang pada akhirnya meraka semua di
taklukkan oleh Timur Lenk.[50]
F.
1.

a.

b.
c.
d.

Kemajuan yang dicapai


Bidang Politik
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai
masa keemasannya. Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang
kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di
sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Secara umum politis Pemerintah Abbasiyah melanjutkan dari
Imperium Umayyah yaitu pemerintahan dengan bentuk monarki. Akan
tetapi ada perbedaan yang mendasar, yaitu jika dalam sistem
Pemerintah Umayyah, semua anggota parlemen didominasi oleh
Bangsa Arab, namun dalam sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah ini
sudah terjadi percampuran antara Arab, Persi bahkan Turki pada
masanya nanti[51]
pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda- beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,
ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani
Abbasiyah I antara lain :
Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri,
panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan
Persia dan mawali.
Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting
dan mulia.
Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.

18

e.

Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk


menjalankan tugasnya dalam pemerintah[52]
Para khalifah di masa Abbasiyah I merupakan pahlawan-pahlawan
yang memimpin angkatan bersenjata dan mengarungi peperangan.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus, hal ini tentu berkaitan
erat dengan kecakapan mereka dalam menghadapi berbagai persoalan
yang muncul di negara. Mereka adalah orang-orang yang terlatih dalam
membuat strategi dan taktik. Sehingga dapat kita lihat bagaimana di
masa revolusinya, Abbasiyah menunjukkan kelihaiannya dalam merebut
kekuasaan. K. Hitti mengatakan, mereka adalah orang-orang yang
mampu memanfaatkan kekecewaan publik. Bahkan musuh mereka
sendiri dijadikan senjata untuk melawan musuh yang lain, seperti kaum
Syiah.
Kecakapan watak berpolitik khalifah juga sangat nampak pada
masa awal berdirinya dinasti ini (di masa as-Saffah dan al-Mashur).
Langkah-langkah strategis yang diambil khalifah mampu mengukuhkan
dinasti yang lahir dari perjuangan bersama rival-rival politiknya sendiri.
Sehingga gangguan berupa pemberontakan-pemberontakan dapat
ditumpas. Bahkan tindakan al-Mahdi dapat dikatakan sebagai
kecemerlangan politik, dimana setelah ancaman dari para musuh dapat
dilumpuhkan, al-Mahdi kemudian membangun kepercayaan rakyatnya.
Setelah menduduki kekuasaan, Abbasiyah terus mengadakan
inovasi-inovasi dalam pemerintahannya. Diantaranya dalam masalah
kekuasaan, khalifah Abbasiyah lebih berkuasa dibandingkan di masa
Umayyah. Keadaan seperti itu dapat terjadi karena Abbasiyah
memberlakukan tren bahwa kekuasaan yang ada di tangan khalifah
adalah perwakilan Allah. Khalifah adalah pengganti Allah atau BayangBayang Allah (zhillullah fil ardh), tidak sekedar pengganti Nabi
sebagaimana para Khalifah Empat (Khulafau Ar Rasyidin). Dan sebagai
penegasannya, mereka memberikan gelar di belakang namanya yang
pada giliran selanjutnya gelarnya lebih terkenal dari pada nama aslinya.
Gelar tersebut adalah penegasan karakter keagamaan sekaligus
legitimasi kekuasaan khalifah sehingga kekuasaan mereka bersifat
absolut[53]
Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, khalifah di masa Abbasiyah
dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya
disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2
yaitu:
a.
Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir hanya
sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah).
b.
Wizaaratut Tafwidl (parlementer kabinet). Wazirnya berkuasa penuh
untuk memimpin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang
saja.[54]

19

Dalam kaitannya dengan urusan pemerintahan, Dinasti Abbasiyah


dibagi dalam tiga bagian; bagian kearsipan(Diwan Rasail) di bawah
pengawasan(Diwan
Al
Azimma/
Diwan
Al
Zimam),
bagian
perpajakan(Diwan Al Kharraj) di bawah pengawasan(Diwan Al Tawqi)
dan keuangan untuk menggaji tentara(Diwan Al Jaysh).
Untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara
diadakan sebuah dewan yang bernama Diwanul Kitaabah (sekretariat
negara) yang dipimpin oleh seorang Raisul Kuttab (sekretaris negara).
Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa
raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara
bersifat sentralistik yang dinamakan An-Nidhamul Idary Al-Markazy. Di
masa Abbasiyah, kekuasaan politik negara juga memasuki wilayah
kehakiman.[55]
2.

Bidang Ilmu Pengetahuan


Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman
Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Mamun (813833 M). Kekayaan yang banyak, dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk
keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi
didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman
Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya
sebagai negara terkuat dan tak tertandingi[56]
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran pertama dirintis
oleh khalifah Jafar al-Manshur, setelah ia mendirikan kota Bagdad (144
H/762 M) dan menjadikannya sebagai ibukota negara.[57] Ia menarik
banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan
tinggal di Bagdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,
seperti fiqih, tafsir, tauhid, hadits, atau ilmu lain seperti bahasa dan
ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah
penerjemahan buku ilmu yang dari luar.
Pada masa itu hidup para filsuf, pujangga, ahli baca Al-Quran,
dan para ulama di bidang agama. Didirikan perpustakaan yang diberi
nama Baitul Hikmah, didalamnya orang dapat membaca, menulis, dan
berdiskusi.[58] Berkembanglah ilmu pengetahuan agama seperti ilmu
Al-Quran, qiraat, hadits, fiqih, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Empat
madzhab fiqih tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah.
Imam Abu Hanifah (meninggal di Baghdad tahun 150 H/667 M) adalah
pendiri Madzhab Hanafi. Imam Malik bin Anas banyak menulis hadits
dan pendiri madzhab Maliki (wafat di Madinah tahun 179 H/795 M).
Muhammad bin Idris Asy-Syafii (wafat di Mesir tahun 204 H/819 M)
adalah pendiri Madzhab Syafii. Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab
Hanbali (wafat tahun 241 H/855 M). Di samping itu berkembang pula

20

1.

a.
b.

c.

d.

e.

2.

ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi,


aljabar, aritmatika, astronomi, musik, kedokteran, dan kimia.[59]
Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju
sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dapat disebutkan sebagai
berikut:
Perkembangan Ilmu Naqli
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (al-Quran dan
Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini
mulai disusun perumusannya pada sekitar 200 tahun setelah hijrah
Nabi sehingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang,[60] antara lain
ulumul quran, ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa, dan fiqih.[61]
Ilmu fiqh, mehirkan tokoh fukaha pendiri empat mazhab yaitu Imam
Abu Hanifah, Imam Malik ,Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal
Lahirnya ilmu Tafsir. Pertama, Tafsir bi al-matsur, yaitu menafsirkan
al-Quran dengan hadits Nabi. Kedua, tafsir bi al-rayi, yaitu menafsirkan
al-Quran dengan menggunakan akal dengan memperluas pemahaman
yang terkandung didalamnya
Ilmu Hadist, diantara para ahli hadits pada masa dinasti Abbasiyah
adalah Imam Bukhari (194-256 H), karyanya Shahih al-Bukhari, Imam
Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim, Ibnu Majah, Karyanya
Sunan Ibnu Majah, Abu Dawud, Karyanya Sunan Abu Dawud, Imam anNasai, Karyanya Sunan An-NasaI, Imam Baihaqi
Ilmu kalam, Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai
dosa, pahala, surga neraka, serta perdebatan mengenai ketuhanan atau
tauhid, menghasilkan suatu ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi. Diantara
tokoh ilmu kalam adalah, Imam Abu Hasan al-Asyari dan Imam Abu
Manshur al-Maturidi, tokoh Asyariyah, Washil bin Atha, Abu Huzail alallaf, tokoh Mutazilah dan Al-Jubai
Ilmu bahasa, Ilmu-ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti
Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan dan ilmu badi.
Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping
sebagai alat komunikasi antar bangsa
Ilmu Aqli
Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari
bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, di samping bahasa
India. Pada tahun 856 M. Khalifah al-Mutawakkil mendirikan Sekolah
Tinggi Terjemah di Baghdad yang dilengkapi dengan museum bukubuku[62]
Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Pertama,
pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid, pada fase ini
banyak diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi dan
mantiq. Kedua, berlangsung mulai masa khalifah al-Mamun hingga

21

tahun 300 H, buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam


bidang filsafat dan kedokteran. Ketiga, berlangsung setelah tahun 300
H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang ilmu
yang diterjemahkan semakin meluas.[63]
Dengan kegiatan penerjemahan itu, sebagian karangan
Aristoteles, Plato, Galen, serta karangan dalam ilmu kedokteran lainnya
dan juga karangan mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapat
dibaca oleh alim ulama Islam.
Bertolak dari buku yang diterjemahkan itu para ahli dikalangan
kaum muslimin mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka,
menguasai semua ilmu dan pemikiran filsafat yang pernah berkembang
masa itu serta malakukan penelitian secara empiris dengan
mengadakan eksperimen serta mengembangkan pemikiran spekulatif
dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu.
Semenjak itu dimulailah pembentukan ilmu-ilmu Islam di bidang aqli,
yang sering disebut Abad Keemasan yang berlangsung antara 900-1100
Masehi.[64]
Dalam bidang ilmu aqli antara lain berkembang berbagai kajian
dalam bidang filsafat, logika, metafisika, ilmu alam, geometri, aljabar,
aritmatika, astronomi, musik, kedokteran, kimia, sejarah dan sastra.
a.
Filsafat, Kajian filsafat di kalangan umat Islam mencapai puncaknya
pada masa Dinasti Abbasiyah, di antaranya dengan penerjemahan
filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Para Filsuf Islam antara lain:

Al-Kindi (809-873 M). Karyanya lebih dari 231 judul.

Abu Nashr Al-Farabi (961 M). Karyanya lebih dari 12 buah buku. Ia
memperoleh gelar al-Muallimuts Tsani (the second teacher), yaitu guru
kedua, sedang guru pertama dalam bidang filsafat adalah Aristoteles.

Ibnu Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M). Ia seorang filsuf


yang menghidupkan kembali filsafat Yunani aliran Aristoteles dan Plato.
Selain filsuf Avicenna juga seorang dokter istana kenamaan. Diantara
bukunya yang terkenal adalah Asy-Syifa, dan Al-Qanun fi AthThib(Canon of Medicine).

Al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali mendapat julukan Al-Hujjatul


Islam, karyanya antara lain: Maqasid al-Falasifah, Al-Munkid Minadh
Dhalal, Tahafut Al- Falasifah, dan Ihya Ulumuddin.

Ibnu Rusyd di Barat terkenal dengna Averros (1126-1198 M). Ia


seorang filsuf, dokter dan ulama. Karyanya antara lain: Mabadi alFalasifah, Al-Kuliah fi Ath-Thib, dan Bidayah al-Mujtahid.
b.

Ilmu Kedokteran, pada masa Abbasiyah Ilmu kedokteran berkembang


pesat, rumah sakit dan sekolah kedokteran banyak didirikan. Diantara
ahli kedokteran ternama adalah
Abu Zakariya Yahya bin Mesuwaih (w. 242 H), seorang ahli farmasi di
rumah sakit Jundishapur Iran.

22

Abu Bakar Ar-Razi (Rhazez) (864-932 M) dikenal sebagai Ghalien


Arab.
Ibnu Sina (Avicenna), karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun fi AthThibtentang teori dan praktik ilmu kedokteran serta membahas
pengaruh obat-obatan, yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Eropa, Canon of Medicine.
Ar-Razi, adalah tokok pertama yang membedakan antara penyakit
cacar dengan measles, Ar-Razi adalah penulis buku tentang kedokteran
anak.

c.

Matematika, Terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa


Arab, menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli
matematika Islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, ia adalah
pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu
angka nol. Sedangkan angka latin: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut
angka Arab karena diambil dari Arab. Sebelumnya dikenal angka
Romawi I, II, II, IV, V dan seterusnya.
Tokoh lain adalah Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin
Al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.

d.

Farmasi, Diantara ahli farmasi pada masa dinasti Abbasiyah adalah


Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang
obat-obatan), Jami Al-Mufradat Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan
dan makanan bergizi).

e.

Ilmu Astronomi, Kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai


aliran ilmu astronomi dari berbagai bangsa seperti Yunani, India, Persia,
Kaldan, dan ilmu Falak Jahiliyah. Diantara ahli astronomi Islam adalah:
Abu Manshur Al-Falaki (w. 272 H). Karyanya yang terkenal
adalah Isbat Al-Ulum dan Hayat Al-Falak.
Jabir Al-Batani (w. 319 H). Ia adalah pencipta teropong bintang
pertama. Karyanya yang terkenal adalah kitab Marifat Mathiil Buruj
Baina Arbai Al-Falak.
Raihan Al-Bairuni (w. 440 H). Karyanya adalah At-Tafhim li Awal AsSina At-Tanjim.

f.

Geografi, Dalam bidang geografi umat Islam sangat maju, karena


sejak semula bangsa Arab merupakan bangsa pedagang yang biasa
menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di antara wilayah pengembaraan
umat adalah umat Islam mengembara ke Cina dan Indonesia pada
masa-masa awal kemunculan Islam. Di antara tokoh ahli geografi yang
terkenal adalah
Abul Hasan Al-Masudi (w. 345 H/956 M), seorang penjelajah yang
mengadakan perjalanan sampai Persia, India, Srilanka, Cina, dan penulis
buku Muruj Az-Zahab wa Maadin Al-Jawahir.
23

g.

h.

3.

Ibnu Khurdazabah (820-913 M) berasal dari Persia yang dianggap


sebagai ahli geografi Islam tertua. di antara karyanya adalah Masalik
wa
Al-Mamalik, tentang
data-data
penting
mengenai
sistem
pemerintahan dan peraturan keuangan.
Ahmad El-Yakubi, penjelajah yang pernah mengadakan perjalanan
sampai ke Armenia, Iran, India, Mesir, Maghribi, dan menulis buku AlBuldan.
Abu Muhammad Al-Hasan Al-Hamdani (w. 334 H/946 M), karyanya
berjudul Sifatu Jazirah Al-Arab.
Sejarah, Masa dinasti Abbasiyah banyak muncul tokoh-tokoh sejarah,
beberapa tokoh sejarah antara lain:
Ahmad bin Yakubi (w. 895 M) karyanya adalah Al-Buldan (negerinegeri) dan At-Tarikh (sejarah). Tokoh ini juga dimasukkan kedalam
tokoh sejarah karena karyanya tentang sejarah.
Sastra, Dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat
seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain:
Abu Nawas, salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita
humornya.
An-Nasyasi, penulis buku Alfu Lailah wa Lailah (the Arabian
Night), adalah buku cerita Seribu Satu Malam yang sangat terkenal dan
diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.
Bidang Dakwah/Keagamaan
Meskipun dakwah pada masa Daulah Abbasiyah merupakan
kelanjutan dari Daulah Umayyah, namun setiap periode memiliki
karakteristik dakwah yang menjadi pembeda antara suatu masa
dengan masa yang lain, suatu pemerintahan dengan pemerintahan
yang lain, satu tokoh dengan tokoh yang lain. Dakwah pada masa
Daulah Abbasiyah lebih kompleks dibandingkan masa Daulah Umayyah
karena rentang waktu kekuasaan daulah ini jauh lebih panjang
dibandingkan Daulah Umayyah.
Pada masa Daulah Abbasiyah, tidak ada perluasan yang
dilakukan, mereka hanya mempertahankan daerah yang telah dikuasai
oleh Daulah Umayyah. Otomatis, yang mereka lakukan adalah
pembinaan dan pengembangan pemahaman agama di daerah
kekuasaan. Wilayah imperium ini membentang sepanjang 6.500
kilometer dari sungai Indus di India di sebelah timur sampai ke
perbatasan barat Tunisia, Afrik Utara, di sebelah barat. Dan seluas
3.000 kilometer dari Aden, Yaman di sebelah selatan sampai
pegunungan Armenia, Kaukasia di Utara. Sejumlah propinsi disebutkan
Hitti sebagai berikut: Sisilia, Mesir, Suriah, Palestina, Hijaz, Yamamah,
Yaman, Mekkah, Madinah, Bahrain, Oman, Basrah, Kufah, Sawad, Mosul,
Azerbaijan, Tibriz, Ardabil, Hamadan, Rayy, Isfahan, Ahwaz, Tustar,
24

Syiraz, Karman, Sijistan, Tabaristan, Jurjan, Armenia, Naysabur, Marw,


Balkh, Khawarizm, Bukhara, Samarkand, Farganah, Tashken, dll[65]
Perluasan yang dilakukan semenjak sahabat Nabi sampai Daulah
Umayyah dilandasi keyakikan bahwa hal tersebut merupakan realisasi
dari penyampaian ajaran Islam ke seluruh alam. Diantara sebab-sebab
yang membuat ekspansi Islam berhasil dengan cepat adalah; ajaran
Islam mencakup aspek dunia-akhirat, material-spiritual, Byzantium dan
Persia dalam keadaan lemah, Islam tidak memaksa rakyat di wilayahnya
untuk mengubah agama, rakyat tidak senang terindas oleh penguasa
Persia dan Byzantium, dan wilayah perluasan adalah daerah yang
subur[66]
Terdapat banyak pelaku dakwah yang menonjol sepanjang
kekuasaan Daulah Abbasiyah. Hal ini disebabkan panjangnya rentang
kekuasaan mereka yaitu lebih dari setengah milenium. Para pelaku
dakwah terus menerus beregenerasi dari masa ke masa, dan tidak
terpengaruh oleh carut marut pemerintahan pada saat itu. Karena
pelaku dakwah pada masa daulah ini terdiri dari berbagai komponen,
disini akan disebutkan beberapa tokoh yang berpengaruh dan
mempunyai andil dalam melambungkan nama Islam dan agama ini ke
seluruh dunia sampai masa kontemporer. Tokoh tersebut seperti arRasyid, Beliau memerintah dari tahun 170-193 H, semenjak kecil sudah
mendapat pendidikan eksklusif dari guru-guru istana dan memang
disiapkan sebagai pemimpin besar. Beliau juga menjadi pemimpin
rombongan haji dan sangat menghormati ulama. Kedua adalah nizam
al-Muluk seorang wazir Turki, Jasa beliau yang sangat besar adalah
memobilisasi pendirian madrasah secara resmi dan mereformasi sistem
pendidikan. Dan masih banyak nama lainnya ini adalah tokoh tokoh
dakwah dari kalangan pemerintahan. Dalam hukum ada imam
Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali, [67]
Dalam bidang teologi disusun secara sistematis oleh kalangan
Mutazilah, tujuan awalnya adalah untuk melawan teologi Yahudi,
Nasrani, Budha, dan Manichean. Pakar teologi diantaranya adalah Abu
al-Huzayl,
al-Nazzam,
al-Jubbai,
dll.
Dan
dalam
bidang
filsafat Filsafat , Abu Yusuf Yaqub ibn Yusuf al-Kindi, Muhammad ibn
Muhammad Abu Nasr Al-Farabi, Abu Ali al-Husayn Ibn Sina. Dalam
bidang Tasawwuf Sahl al-Tusturi Dhu al-Nun al-Misri, Abu Hamid alGazali, al-Qushayri, Abu Yazid al-Bustami. Dan tokoh-tokoh lain dalam
berbagai bidang yang berbeda-beda.[68]
Al-Bayanuni menyebutkan dakwah pada masa Daulah Abbasiyah
dilakukan melalui dua sektor, sektor yang dilakukan oleh pemerintah
dan sektor yang dijalankan oleh rakyat Strategi yang dijalankan oleh
penguasa pada saat itu sangat komprehensif, mencakup seluruh aspek
vital kehidupan, ia berkembang seiring dengan kecakapan khalifah yang
berkuasa dan ikut meredup dengan redupnya kekuatan para khalifah.
Dilihat dari peran pemerintah, dakwah Islam yang komprehensif,
25

1.

2.

3.

4.

mencakup aspek spiritual dan material, sains dan teknologi, ilmu-ilmu


shariah dan fasilitas umum menjadi fokus perhatian. Dengan
kemampuan yang luar biasa, para khalifah dan jajaran pemerintahan
benar-benar menarik minat seluruh dunia untuk menengok Islam
sebagai spirit pembangunan yang mereka laksanakan.[69]
Berikut bidang-bidang yang menjadi garapan dakwah yang
dilakukan pemerintah:
Mendorong dan memfasilitasi upaya penerjemahan berbagai ilmu
dari berbagai bahasa ke Bahasa Arab, seperti ilmu astronomi,
matematika, fisika, filsafat, kedokteran, sastra, dll. Upaya ini diwujudkan
dengan didirikannya Bayt al-Hikmah pada zaman al-Ma`mun.
Mendorong dan memfasilitasi pembaruan bidang pendidikan dengan
mendirikan madrasah secara resmi atas perintah pemerintah, yaitu
pada masa perdana menteri Nizam al- Muluk.Program ini diwujudkan
dengan mendirikan Madrasah Nizamiyah di Bagdad pada tahun 457 H
dan di Balkan, Naysabur, Hara, Isfahan, Basrah, Mausil dan kota-kota
lainnya. Madrasah yang didirikan ini mulai dari tingkat rendah,
menengah sampai tingkat tinggi dan meliputi berbagai bidang ilmu
pengetahuan.[70]
Memudahkan rombongan haji yang berangkat menuju Mekkah
dengan cara menyuruh penggalian beberapa sumur di sepanjang
lintasan haji dari Irak sampai Madinah untuk digunakan bagi mereka
yang melaksanakan ibadah haji.[71]
Memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat dengan mendirikan
rumah sakit. Rumah sakit yang terkenal adalah Rumah Sakit Adudi di
Bagdad pada masa kekuasaan Bani Buwaihi 371 H, pemilihan tempat
dilakukan oleh al-Razi. Rumah sakit ini bukan hanya sekedar tempat
mengobati orang yang sakit, namun menjadi pusat penelitian
kedokteran pada masanya[72]
Pemasukan yang diperoleh pemerintah pada saat itu untuk
membiayai program-program dan pembangunan diperoleh dari zakat,
kharaj, dan jizyah. Dakwah pada level masyarakat dilakukan dengan
strategi konvensional. Yaitu para ulama dan pelaku dakwah lainnya
menjalankan aktifitas dakwah secara langsung kepada masyarakat.
Dakwah di level ini juga mendapat sokongan yang baik dari
pemerintahan, namun juga tidak terhenti dengan melemahnya
pemerintahan.
konten dakwah pada masa Abbasiyah sangat variatif dan
komprehensif. Variatif karena mencakup semua jenis konten yang ada.
Mulai dari konten yang berdasarkan naql berupa al-Qur`an dan al-Hadis,
sampai yang berdasarkan akal berupa fatwa sahabat, ulama, hasil
penelitian ilmiah, sastra, dsb. Komprehensif karena cakupan dakwah
pada saat itu bukan hanya untuk kalangan muslim, bahkan untuk
nonmuslim. Hal ini dibuktikan dengan masuk Islamnya penganut

26

Zoroaster dan Kristen Syiria secara berangsur-angsur tanpa paksaan


dari pemerintah.
Dalam bidang penelitian ilmiah, dapat ditemukan para sarjana
nonmuslim yang akhirnya masuk Islam karena terlibat dalam pekerjaan
ini, seperti al-Battani mantan pemeluk Manichean, Ibn Muqaffa, Ali ibn
Sahl Rabban al-Tabari dan Ibn Rustah[73]
Selanjutnya, konten etika tasawwuf yang dielaborasi dari ajaran
al-Qur`an, al-Hadith, fatwa sahabat dan perkataan hikmah dari berbagai
sumber. Dakwah dengan konten ini sangat marak, khususnya ketika
pihak istana sudah hanyut dalam kesenangan materi dan bertindak
semena-mena terhadap rakyat. Mulailah kajian-kajian tasawwuf ramai
didatangi masyarakat sebagai penyeimbang bahkan penafian
kenikmatan dunia yang dirasakan oleh kalangan istana. Pengikut dan
tokoh ajaran sufi didominasi oleh kalangan yang kecewa dengan
perilaku elit istana. Konten dakwah ini dinilai cukup apresiatif terhadap
nilai-nilai universal dan budaya lokal, sehingga mudah diterima di
berbagai tempat, bahkan dakwah Islam yang sampai ke Indonesia
sangat kental unsur tasawwufnya
4.

Bidang Perekonomian.
Imperium Abbasiyah yang bertekad membangun kemakmuran
rakyat telah dimulai sejak naiknya Harun Ar Rasyid sebagai khalifah.
Beliau sangat memperhatikan ekonomi rakyat yang bertumpu pada
sektor-sektor penting diantaranya; pertanian, perindustrian, jasa
transportasi, kerajinan, pertambangan dan perdagangan.
Berbeda dengan Umayyah yang terkesan menindas, Abbasiyah
memberikan jaminan dan pembelaan kepada kaum petani. Khalifah pun
memberikan fasilitas-fasilitas untuk kemajuan pertanian, seperti
membuat bendungan-bendungan dan saluran-saluran irigasi. Pertanian
dimasanya berkembang dengan sangat baik sehingga dapat menunjang
perekonomian rakyat. Berbagai produk pertanian yang dihasilkan
adalah seperti; minyak dari Afrika, gandum dari Mesir dan kurma dari
Irak
Pertumbuhan ekonomi di masa Abbasiyah juga ditunjang oleh
kemajuan perindustrian saat itu. Terdapat berbagai macam industri,
seperti; kain linen di mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari
Samarkand. Dari hasil pertambangan seperti; emas dari Nubia dan
Sudan, perak, tembaga, seng dan besi dari Persia dan Khurasan.[74]
Selain itu, kemajuan Ekonomi Abbasiyah juga disokong dari
sumber pemasukan negara yang berupa zakat dan pajak yang diambil
dari dalam dan luar negeri, pajak perlindungan dari rakyat non muslim
(jizyah), uang tebusan, pajak dari barang dagangan non muslim yang
masuk ke wilayah Islam[75]
Pada saat ini sistem perbankan sudah dipraktekkan, seperti
adanya fasilitas cek, kredit usaha dan juga penukaran mata uang
27

(currency exchange). Baghdad yang menjadi pusat Perekonomian


Abbasiyah saat itu juga menjadi pusat perdagangan dunia. Kemajuan
terbesar Abbasiyah di bidang ekonomi ini terjadi di masa Khalifah Harun
Ar Ryasid dan putranya, Al Mamun. Khalifah Al mamun menjadikan
Baghdad sebagai kota metropolis dunia Islam sekaligus pusat ilmu
pengetahuan, pusat kebudayaan, peradaban Islam, dan pusat
perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad lamanya.
Imam Asy Suyuti menggambarkan kemakmuran yang dicapai oleh
Abbasiyah di masa Harun Ar Rasyid dengan ucapannya; sesungguhnya
pada masa pemerintahan Ar Rasyid semua penuh dengan kebaikan.
Seakan-akan dalam keindahannya ia serupa dengan taman
pesta.[76] Gambaran kemakmuran Abbasiyah saat itu dapat
diperhatikan dari kehidupan para khalifahnya, seperti Al Mamun yang
menghabiskan dana cukup besar dalam acara pernikahannya. Sehingga
tercatat dalam sejarah, untuk memeriahkan pernikahan al-Mamun,
emas ditaburkan dan diperebutkan oleh para tamu undangan.
G.
1.

Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah


Penyebab Runtuhnya Dinasti Abbasiyah
Menurut Badri Yatim, di antara hal yang menyebabkan
kemunduran daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut.
a.
Persaingan antara bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib
kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya
sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah
tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan
antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan
masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan
sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
b.
Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi
besamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,
pemerintah Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana
yang masuk lebih besar daripada yang keluar, sehingga baitul mal
penuh dengan harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran,
pendapatan negara menurun, dan dengan demikian terjadi
kemerosotan dalam bidang ekonomi.
c.
Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan.
Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu
sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran
keagamaan seperti Mutazilah. Syiah, Ahlus Sunnah, dan kelompokkelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami
kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.

28

d.

Perang Salib
Perang Salib merupakan sebab dari eksternal umat Islam. Perang
Salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban.
Konsentrasi dan perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah
untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahankelemahan. [77]
Menurut K.Hitti ada dua faktor besar yang merutuhkan dinasti
Abbasiyah
a.
Faktor internal,
kemungkinan terjadinya desentralisasi dan
pembagian kekuasaan yang tergesa-gesa, terjadinya eksploitasi dan
pajak yang berlebihan kepada masyarakat, perpecahan antara Arab dan
non
Arab,
Muslim
Arab
dan
muslim
baru,
muslim
dan
kaum Dzimmi. Dikalangan orang Arab sendiri sentimen kesukuan
memang sudah terjadi sejak lama antara utara dan selatan masih
terlihat. Kemudian munculnya kelompok-kelompok keagamaan hampir
sama kekuatannya dengn kekautan militer seperti Syiah, Qaramithah,
Ismailiah, hasyasyindan lainnya, kelompok-kelompok ini tidak hanya
mereprentasikan semangat keagamaan tapi juga politik.[78]
b.
Faktor eksternal, Pertama munculnya banyak dinasti. Kedua, hal ini
ketika Hulagu Khan berangkat untuk membasmi pasukan Hasyasyin,
pada saat itu hulagu mengundang al-Mutshim untuk bekerja sama
namun tidak mendapat jawaban. Kemudian hasyasyin berhasil
dihancurkan, hulagu meminta khalifah agar menyerah, namun seruan
itu tidak digubris akhirnya hulagu meruntuhkan tembok ibu kota dan
menara benteng, khalifah menyerahkan diri dan akhirnya dibunuh.[79]
2.

Penerus Dinasti Abbasiyah


Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat
serangan bangsa Mongol atau Hulagu Khan dan juga Timur
Lenk[80] ialah Dinasti Mamalik, yang terdapat di Mesir. Oleh karen
terhindar dari kehancuran, maka persambungan peradaban dengan
masa klasik relatif terlihat dan beberapa diantara prestasi di masa
klasik bertahan di Mesir, meskipun begitu prestasi yang diraih di Mesir
masih di bawah prestasi zaman klasik.[81]
Sebutan Mamluk bermakna hamba sahaya. Hal ini disebabkan
para panglima yang memegang kekuasaan ketentaraan dewasa itu
berasal dari hamba sahaya yang dibeli lalu diasuh semenjak kecil dan
dilatih, terdiri atas berbagai keturunan kebangsaan. Mereka menjadi
pejuang-pejuang Islam yang perkasa.[82]
Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh
penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian didik dan
dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri
yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir,
Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin
kelangsungan kekuasaannya. Pada penguasa ini mereka mendapat hak29

hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalanimbalan material.[83]
Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di Kairo setelah
Baghdad luluh lantak oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan
oleh Baybars, kerajaan mamalik makin bertambah kuat. Bahkan,
Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H/1260 M- 676
H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak ada lagi
Mamalik senior selain Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa
Baybars adalah memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut
Tengah dan Pegunungan Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia
(Sudan) dan sepanjang pantai Laut Merah. Prestasi Baybars yang lain
adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah
Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu
Khan pada tahun 1258 M.[84]
Dalam bidang ekonomi dinasti ini membuka hubungan dagang
dengan Perancis dan italia melalui perluasan jalur perdangangan yang
sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir. Ketanguhan angkatan
laut Dinasti mamalik turut memndukung perekonomiannya. Dalam
bidang pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan
Baghdad, oleh karena itu banyak pengetahuan yang berkembang di
mesir seperti sejarah, kedoktoran, astronomi, matematika dan ilmu
agama. Tercatat bahwa nama-nama besar seperti ibn Khalikan, Ibn
Tagribardi dan Ibnu Khaldun. Di bidang Astronomi dikenal nama Nasir AlDin Al-Tusi. Dibidang matematika Abu Al-Faraj Al-Ibry. Dalam Bidang
Kedokteran Abu Al-Hasan Ali Al-Nafis, penemu susunan dan peredaran
darah dalam paru-paru manusia, Abd Al-Munim Al-Dimyathi seorang
dokter hewan dan Al-Razi seorang perintis Psikoterapi. Dalam bidang
opthamologi dikenal nama Salah Al-dinibn Yusuf. Dan dalam bidang
keagamaan terkenal nama Ibnu Taimiyah, kemudian Al-suyuthi dan ibn
Hajar Al-Asqalani. [85]
Dalam bidang arsitektur juga mengalami kemajuan banyak arsitek
yang didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan
mesjid-mesjid yang indah. Bangunan lain yang yang dididirikan pada
masa ini diantaranya adalah rumah sakit, meuseum, perpustakaan villa,
kubah dan menara mesjid.[86]
Suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan
bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri
riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan
Usmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517
M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani
sebagai salah satu provinsinya.[87]

30

31

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Setelah mebahas secara panjang lebar pada pembahasan diatas
maka secara umum dapat diambil sebuah kesimpulan: Pertama, Dalam
dinasti abbasiyah, tergambar jelas bahwa semua orang mempunyai
ambisi yang tinggi untuk memperoleh kekuasaan, bahkan dikalangan
kerajaan
sendiri
sering
terjadi
pembunuhan
akibat
ambisi
tersebut. Kedua, Pada awal daulah abbasiyyah atau pada masa arrasyid dan al-Makmun merupakan puncak kejayaan dalam islam dalam
berbagai bidang sehingga masa itu disebut dengan golden of age dalam
dunia Islam dan pada masa pertama juga banyak terjadi penaklukanpenaklukan. Ketiga, pada periode selanjutnya khalifah gemerlap dengan
kesenangan-kesenangan, kemudian mereka, boneka-boneka Turki yang
mengantarkan daulah abbasiyah ke gerbang kehancuran. Setelah
kekuasaan abbasiyah berakhir maka muncullah daulah buwaihiyah yang
kemudian juga tunduk ditangan bani saljuk, pada masa-masa
selanjutnya merupakan akhir dari kota Baghdad disaat orang-orang
mongol menyerang, akibat penyerangan tersebut maka berakhirlah
kejayaan kota Baghdad yang sebelumnya sebagai pusat kejayaan
disertai juga dengan hancurnya dinasti abbasiyah. Setelah itu negeri
islam yang masih bertahan dan hulagu Khan kalah dalam merebutnya
ialah dinasti para budak atau dikenal dengan Mamalik (mamluk)

32

DAFTAR PUSTAKA
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, terj.
Samson Rahman , Jakarta: Akbar, 2003
al-Sibai, Mustafa Husni, Khazanah Peradaban Islam, terj. Abdullah,
Bandung: Pustaka Setia, 2002
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam I, Jakarta: Ichtiar Baru Vanhoeve, ,
2001
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:2000, Raja Grafindo
Persada
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Didin Saifuddin, Zaman Keemasan Islam Dekonstruksi Sejarah Imperium
Dinasti Abbasiyah, Jakarta: Grasindo, 2002
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI
Press, 2001
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Al-Kautsar, 2008
Ibrahim Hasan, Sejarah
Mulia,1989

dan

Kebudayaan

Islam , Jakarta:

Kalam

Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, cet. I, Malang: UIN malang
press, 2008
Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam, Banda Aceh: PSW IAIN ArRaniry, 2009
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan
Pengetahuan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004

Ilmu

Nur Ahmad Fadhil Lubis, Ensiklopedi Tematik Dunia Islam, Bandung:


Mizan, 2004
Philip K. Hitti, History of Arab, terj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta:Serambi, 2013
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009
Jurnal Komunikasi Islam ,Volume 02, No.2, 2012
Jurnal al-Hikmah, vol. XIV nomor 2, 2013
Jurnal TAPIs, vol. 8 No.1, 2012

[1] Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, cet. I, (Malang: UIN
malang press, 2008) hal. 63
33

[2] Philip K. Hitti, History of Arab, terj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, (Jakarta:Serambi, 2013), hal. 230
[3] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX,
terj. Samson Rahman , (Jakarta:Akbar, 2003), hal. 212
[4] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam..., hal. 16
[5] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Al-Kautsar, 2008),
hal. 77
[6] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam....,hal. 16
[7] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam..., hal. 217
[8] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam, (Banda Aceh: PSW IAIN
Ar-Raniry, 2009), hal. 114
[9] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal. 115
[10] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah...,hal. 77
[11] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam..., hal. 221
[12] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam...,116
[13] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal 223
[14] Philip K. Hitti, History of Arab..., hal. 361
[15] Philip K. Hitti, History of Arab..., hal. 363
[16] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam..., hal .224
[17] Kiki Muhamad Hakiki, Mengkaji Ulang Sejarah Politik
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Jurnal TAPIs, vol. 8 No.1, 2012, hal.
115
[18] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 225
[19] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 226
[20] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,
[21] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 227
[22] Kiki Muhamad Hakiki, Mengkaji Ulang Sejarah, 117
[23] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 228
[24] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 231
[25] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 231
[26] Kiki Muhamad Hakiki, Mengkaji Ulang Sejarah118
[27] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 232
[28] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 233
[29] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 234
[30] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal.235
[31] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal.236
[32] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal.123
[33] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Nabi Adam...,hal. 237
[34] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal. 124
[35] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah...,hal. 248
[36] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal.123

34

[37] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:2000, Raja


Grafindo Persada), hal. 82
[38]Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal. 127
[39] Nur Ahmad Fadhil Lubis, Ensiklopedi Tematik Dunia
Islam. (Bandung: Mizan, 2004), hal. 83
[40]Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal.127
[41] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal.127
[42] Philip K. Hitti, History of Arab, hal. 602
[43] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal.128
[44] Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam..., hal. 280
[45] Kiki Muhamad Hakiki, Mengkaji Ulang Sejarahhal. 128
[46]Badri Yatim, Sejarah Peradabanhal. 281
[47]Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: Ichtiar,Baru Vanhoeve,
,2001), hal. 156
[48]Rahmawati, Perkembangan Peradaban Islam Di Bagdad, Jurnal alHikmah, vol. XIV nomor 2/2013 hal. 227
[49]Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:
Bandung,1989), hal. 309
[50] Ibrahim Hasan, Sejarah dan, hal. 312
[51] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang),
1979. hal. 244
[52] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, hal. 245
[53] Didin Saifuddin, Zaman Keemasan Islam Dekonstruksi Sejarah
Imperium Dinasti Abbasiyah,(Jakarta: Grasindo, 2002), hal. 68
[54] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, hal. 263
[55] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, hal 267
[56] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 52
[57] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 57
[58] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah,
2009) , hal. 144
[59] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,hal. 145
[60] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hal. 58
[61] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,hal. 148
[62] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hal. 148
[63] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 55
[64] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hal. 81
[65] Muhammad
Nasir, Dakwah Islam Masa
Daulah Abbasiyah,hal. 195
[66] Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI
Press, 2001), hal. 58-61

35

[67] Muhammad Nasir, Dakwah Islam Masa


Daulah Abbasiyah dalam Jurnal Komunikasi Islam ,Volume 02,
Nomor 02, Desember 2012 hal. 194
[68] Muhammad Nasir, Dakwah Islam Masa Daulah Abbasiyah .,
hal. 195
[69] Muhammad Nasir, Dakwah Islam Masa Daulah Abbasiyah, hal.
199
[70] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, hal 212
[71] Muhammad Nasir, Dakwah Islam Masa Daulah Abbasiyah, hal.
201
[72] al-Sibai, Mustafa Husni, Khazanah Peradaban Islam, terj. Abdullah,
(Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 197
[73] Philip K. Hitti, History of Arab..., hal. 392
[74] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam..., hal. 273
[75] Philip K. Hitti, History of Arabs, hal.399
[76] Ahmad al Usairy, Sejarah Islam, hal. 227
[77] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 80-85
[78] Philip K. Hitti, History of Arabs, hal. 617
[79] Philip K. Hitti, History of Arabs, hal. 619
[80]
[81] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 124
[82] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hal. 205
[83]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2008), hal. 236
[84] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,...235
[85] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 12
[86] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 128
[87] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 128

36

Anda mungkin juga menyukai