Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM

PADA MASA DAULAH BANI ABBASIYAH

MAKALAH

Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : - Dr. Abd. Chair, MA.


- Dr. H. Sayid Qutub, MA, M. Pd

Disusun oleh :
1. Sri Nenden Indriani (5122013)
2. Ismi Taufiq (5122036)
3. Apri Candrawati (5122039)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
JAKARTA TIMUR
1444 H/2022 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Masa Daulah Bani Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut
dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak
kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah
berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya
penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Akan tetapi selain masa puncak
yang telah diraih pada masa Daulah Bani Abbasiyah ini, ada masa dimana pemerintahan
Daulah Bani Abbasiyah mengalami kemunduran. Nah, disini akan dibahas bagaimana
perkembangan kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah sesuai dengan periodenya masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya Daulah Bani Abbasiyah ?
2. Bagaimana perkembangan peradaban islam pada setiap periodesasi kepemimpinan
Daulah Bani Abbasiyah ?

C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya Daulah Bani Abbasiyah ?
2. Untuk mengetahui perkembangan peradaban islam pada setiap periodesasi
kepemimpinan Daulah Bani Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Daulah Bani Abbasiyah

Daulah Bani Abbasiyah berdiri sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M. Daulah
Bani Abbasiyah memegang peranan penting sebagai salah satu daulah terbesar Islam setelah
Bani Umayyah. Kebangkitan Daulah Abbasiyah dimulai dengan gerakan-gerakan perlawanan
terhadap kekuasaan Daulah Umayyah di Andalusia pada masa kepemimpinan Khalifah
Hisyam bin Abdul Malik. Pada masa Bani Umayyah, proses arabisasi sangat kental dalam
tampuk kepemimpinan, kurang melibatkan kaum Mawali/Azam (non arab atau orang-orang
yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi ) dan memberikan denda kepada bangsa-
bangsa yang dikuasai serta harus adanya jizyah bagi para muallaf, serta tidak melibatkan
kaum syiah dan khawarij dalam pemerintahannya.

Kemudian Muhammad bin Ali melakukan gerakan-gerakan perlawanan terhadap


Daulah Bani Umayyah dan menjadikan kota Kuffah sebagai pusat kegiatan rintisan
kekuasaan yang baru. Gerakan Muhammad bin Ali ini mendapat dukungan dari kelompok
Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat strata dua. Selain itu, mendapat
dukungan kuat juga dari kelompok syiah yang sejak dari awal tidak berpihak kepada Daulah
Bani Umayyah. Kepemimpinan Daulah Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H dengan
wafatnya pemimpin terakhir yaitu Khalifah Marwan bin Muhammad di Fustat, Mesir pada
tahun 132 H/750 M. Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah
Bani Abbasiyah mendapatkan tempat penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu,
dimana Daulah Bani Abbasiyah ini sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang
begitu rapi dan terencana. Dan dengan demikian berdirilah kekuasaan Daulah Abbas atau
Kekhalifahan Bani Abbasiyah. Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang
paman Nabi yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini didirikan
oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al- Abbas ibn Abdul
Muthalib. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada
tanggal 3 Rab’iul awwal 132 H.1 Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada bani
Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani Hasyim yang secara
nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 49.
menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti
Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam pemberontakan terhadap
dinasti Umayyah.2

Para penguasa Bani Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan.


Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistem
Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan menteri dari
bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh
bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen,
dan Majusi.

Pembagian kelas dalam masyarakat Daulah Bani Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras
atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, Menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah
terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari
khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima), Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. petugas khusus,
tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama,
pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani. Sebelum daulah Bani Abbasiyah
berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu
dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk
menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari
namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari
kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan
dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah
pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani
Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani
Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi,
teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan
kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah
mendapatkan dukungan. Selama kekuasaan mereka tersebut, peradaban Islam sangat
berkembang. Jika pada masa Bani Umayyah lebih dikenal dengan upaya ekspansinya, maka
pada masa Bani Abbasiyah yang lebih dikenal adalah berkembangnya peradaban Islam.

2
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), hlm.
143.
Kalau dinasti Umayyah terdiri atas orang-orang ‘Arab Oriented’, dinasti Abbasiyah lebih
bersifat internasional, assimilasi corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur,
Mesir dan sebagainya. Dinasti Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik, dan
menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah Islam.

Setelah Khalifah al-Watsiq pemerintahan mulai menurun hingga Khalifah al-


Mu’tashim khalifah ke 37, jatuh dan mengalami kehancuran di tangan orang Mongol 1258. 3

B. Periodesasi Kepemimpinan Daulah Bani Abbasiyah


Perkembangan pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah terbagi menjadi lima periode.
Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, system pemerintahan dan
kebijaksanaan militer. Selama kurang lebih lima setengah abad, pemerintahan Daulah Bani
Abbasiyah dipimpin oleh 37 orang khalifah.
1. Periode pertama
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasannya. Periode ini disebut juga pengaruh Persia pertama. Hal itu disebabkan
pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah dipengaruhi dengan sangat kuat oleh keluarga
dari bangsa Persia, yaitu keluarga Barmak. Periode pertama Daulah Bani Abbasiyah
ini dimulai pada tahun 132 H atau 750 M sampai tahun 232 H atau 847 M. Secara
politis, para khalifah adalah tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
dan agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode
ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Daulah
Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu
pengetahuan terus berkembang. Sebenarnya zaman keemasan Daulah Bani Abbasiyah
telah dimulai sejak pemerintahan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur serta pada masa
Khalifah al-Mahdi. Khalifah Abu Ja’far al-Manshur membangun perpustakaan Baitul
Hikmah, salah satu perpustakaan yang amat terkenal dan berkelas dunia. Perpustakaan
tersebut mencerminkan peranan ilmu di dunia tanpa dapat diketahui batasannya, dan
salah satu perbendaharaan ilmiah yang paling bernilai dalam pemikiran Islam.4
Akan tetapi popularitas Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada
masa Khalifah Harun al-Rasyid. Kekayaan banyak dimanfaatkan Khalifah Harun al-

3
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, Yudhistira, Jakarta 2010, hlm. 12
4
Raghib al-Sirjani, Madza Qaddamal lil ‘Alam Ishaamatu al-muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah, terj. IKAPI,
Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, h. 239.
Rasyid untuk keperluan sosial. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.
Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak
tertandingi. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori
perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari
berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan
diterapkan di dunia Islam. Para ulama muslim yang ahli dalam berbagai ilmu
pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini.
Perkembangan pesat peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium
yang menjadi penghubung dunia timur dan barat. Stabilitas politik yang relative baik
terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban
Islam.
Sejarah menyebutkan bahwa puncak zaman keemasan Baghdad terjadi selama
masa kekhalifahan Harun al-Rasyid. Meskipun usianya kurang dari setengah abad,
Baghdad pada saat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan
peran internasional yang luar biasa. Baghdad menjadi saingan tunggal bagi
Bizantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibu
kotanya. Saat itu Baghdad menjadi kota yang tidak ada tandingannya di sekitar
Jazirah Arab.5
Selain itu, zaman Harun al-Rasyid merupakan zaman kebangkitan intelektual.
Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek penerjemahan karya-karya berbahasa
Persia, Sansekerta, Suriah, dan Yunani ke bahasa Arab. Dimulai dengan karya mereka
sendiri tentang ilmu pengetahuan, filsafat, atau sastra yang tidak terlalu banyak. orang
arab Islam yang memiliki keingintahuan yang tinggi dan minat belajar yang besar
segera menjadi penerima dan pewaris peradaban bangsa-bangsa yang lebih tua dan
berbudaya yang mereka taklukkan atau yang mereka temui.6
Al-Ma'mun, pengganti Harun al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat
cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku
asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-
penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak

5
Philip K. Hitti, History of the arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, h. 375.
6
Philip K. Hitti, History of the arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, h. 381.
mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan
Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa Khalifah al-Ma'mun inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Permulaan lahirnya ilmu
pengetahuan sebenarnya telah lahir pada masa-masa sebelum Dinasti Abbasiyah yang
lebih tepat pada masa Yunani kuno, akan tetapi keilmuan-keilmuan ini berkembang
pesat pada masa Daulah Bani Abbasiyah. Dengan pendirian perpustakaan dan
akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena
selain terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh
perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku
sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Pada pemerintahan al-Makmun, untuk memfokuskan penerjemahan naskah-
naskah asing, maka dibentuk badan penerjemah dan pensyarah serta para penjual
kertas untuk menjaga agar naskah kuno itu tidak sampai punah dan dipindahkan ke
bahasa Arab. Dalam menerjemahkan naskah-naskah, Khalifah al-Makmun
menentukan penanggung jawab pada setiap bahasa sebagai pengawasan terhadap
siapa yang menerjemahkan buku-buku kunonya dan memberikan gaji kepada mereka
di setiap bulannya sebesar 500 Dinar (setara dua kilo gram emas).7 Dengan
mempelajari kitab-kitab Yunani Daulah Abbasiyah dapat membangun peradaban
Islam yang agung dan membawa Islam mencapai masa keemasan khususnya bidang
keilmuan. Pada permulaan Daulah Bani Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran
berkembang pesat di seluruh negara islam sehingga lahir sekolah-sekolah yang
tersebar di kota-kota sampai desa.
Tercatat dalam sejarah bahwa periode pertama menjadi masa keemasan dan
kejayaan Daulah Bani Abbasiyah. Walaupun demikian, bibit kemunduran Daulah
Bani Abbasiyah sudah muncul pada akhir periode ini. Khalifah al-Watsiq merupakan
khalifah terakhir pada periode pertama.
2. Periode kedua

7
Raghib al-Sirjani, Madza Qaddamal lil ‘Alam Ishaamatu al-muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah, terj. IKAPI,
Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, h. 242.
Periode ini berlangsung tahun 232 H/874 M sampai 334 H/945 M. Sejak
khalifah al-Mutawakil sampai berdirinya daulah buwaihiyah di Baghdad, dan
pengaruh Turki pertama. Disebut demikian karena tentara Turki menjadi tentara
Daulah Bani Abbasiyah yang sangat mendominasi pemerintahan.8
Selama pemerintahan al-Mutawakkil, di kota mereka berdiri sekolah filsafat
dan kedokteran yang pada awalnya berada di Iskandariyah, kemudian dipindahkan ke
Antiokia.9
Namun pada periode ini kebijakan para khalifah banyak dipengaruhi oleh
orang-orang Turki, mulai periode ini sampai periode ke-empat., peranan khalifah
dalam pemerintahan mulai berkurang. Demikian halnya dengan kegiatan keagamaan,
kegiatan kajian keilmuan sudah mulai berkurang, tidak seperti pada masa periode
pertama.
3. Periode ketiga
Daulah Bani Abbasiyah pada periode ini dimulai tahun 334H/945 M sampai
447 H/1055 M. sejak berdirinya daulah buwaihiyah sampai masuknya saljuk ke
Baghdad. Periode ini disebut juga periode Persia kedua. Disebut demikian karena
pada waktu ini golongan dari bangsa Persia berperan penting dalam pemerintahan
Daulah Bani Abbasiyah, yaitu daulah buwaihiyah.
Pada periode ini kondisi politik sering tidak stabil karena sering terjadi
kemelut dalam pergantian kepemimpinan diantara para penguasa daulah buwaihiyah.
Pada masa itu, para khalifah bahkan kehilangan legitimasi keagamaannya. Posisi
mereka sebagai khotib shalat jum’at banyak diserahkan kepada orang-orang dari
kalangan buwaihiyah.10
4. Periode keempat
Daulah Bani Abbasiyah pada periode ini berlangsung dari tahun 447 H/ 1055
M sampai 590 H/1194 M. Sejak masuknya orang-orang dari daulah saljuk di Baghdad
dipengaruhi oleh bangsa Turki kedua. Disebut demikian karena pada waktu itu
golongan dari bangsa turki berperan penting dalam pemerintahan Daulah Bani
Abbasiyah, yakni daulah saljuk.

8
Moh. Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta 2020, h. 10
9
Philip K. Hitti, History of the arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, h. 391.
10
Moh. Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta 2020, h. 11
Periode ini merupakan akhir dari daulah saljuk, khawarizm syah telah
mengakhiri daulah ini. Para khlaifah Daulah Bani Abbasiyah memiliki kekuasaan
penuh dalam bidang politik dan keagamaan, hanya saja wilayah kekuasaannya tidak
seluas masa sebelumnya, karena hanya meliputi wilayah Iraq dan sekitarnya.
5. Periode kelima
Periode ini dimulai tahun 590 H/1194 M sampai 656 H/1258 M dan tidak lagi
dipengaruhi oleh pihak manapun, namun kekuatan politik dan militer Daulah Bani
Abbasiyah sudah lemah sehingga kekuasaan mereka hanya meliputi wilayah Iraq dan
sekitarnya saja.
Berakhirnya Daulah Bani Abbasiyah datang seiring serangan Hulagu Khan
pada tahun 1258 M. kota Baghdad dan berbagai peninggalan bersejarah dihancurkan.
Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah. 11

11
Moh. Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta 2020, h. 12
BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan
1. Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah dimulai dengan gerakan-gerakan
perlawanan terhadap kekuasaan yang dilakukan oleh Muhammad bin Ali,
Abul Abbas As-saffah dan Abu Muslim Al-Khurasani. Hal tersebut dilakukan
karena ketidakpuasannya terhadap Daulah Bani Umayyah yang berkuasa
sebelumnya.
2. Selama kurang lebih enam abad para khalifah yang memegang kepemimpinan
Daulah Bani Abbasiyah ada 37 orang khalifah. Kekhalifahan Daulah Bani
Abbasiyah terbagi menjadi beberapa periode :
a. Periode pertama Daulah Bani Abbasiyah dimulai tahun 132 H/750 M –
232 H/847 M.
b. Periode kedua berlangsung tahun 232 H/847 M – 334 H/945 M
c. Periode ketiga berlangsung tahun 334 H/945 M – 447 H/1055 M
d. Periode keempat berlangsung tahun 447 H/1055 M – 590 H/1194 M
e. Periode kelima berlangsung tahun 590 H/1194 M – 656 H/1258 M
3. Zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan
dinasti ini. secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
4. Ilmu pengetahuan dan peradaban berkembang dengan pesat. Dimulai dari
gerakan penerjemahan, penulisan dan peberian penghargaan bagi para ilmuan
yang memebrikan kontribusi terhadap (karya) ilmu pengetahuan dan
peradaban pada saat itu.
5. Kemajuan di segala bidang yang diperoleh Bani Abbasiyah menempatkan
bahwa Bani Abbasiyah lebih baik dari bani Umayyah di samping itu pada
masa Dinasti ini banyak terlahir tokoh-tokoh intelektual muslim yang cukup
berpengaruh sampai saat ini.
6. Kemunduran Dinasti Bani Abbasiyah sudah mulai terlihat pada akhir periode
pertama, pada masa Khalifah al-Watsiq.
DAFTAR PUSTAKA

- Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
- M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2009)
- Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, Yudhistira, Jakarta 2010
- Raghib al-Sirjani, Madza Qaddamal lil ‘Alam Ishaamatu al-muslimin fi al-Hadharah al-
Insaniyah, terj. IKAPI, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia
- Philip K. Hitti, History of the arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R. Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs
- Moh. Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta 2020

Anda mungkin juga menyukai